• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian validitas dan reliabilitas skala DESIGN dalam memonitor penyembuhan luka tekan ini dilakukan pada bulan Juni – Oktober 2013. Responden dalam penelitian ini sebanyak 7 orang perawat, terdiri dari 5 orang perawat yang sudah bekerja di klinik dan 2 orang sarjana keperawatan yang belum pernah bekerja di klinik. Penelitian ini dilakukan dengan cara memperkenalkan instrumen skala DESIGN dan BWAT kepada ketujuh responden dan digunakan untuk menilai dokumentasi foto pasien luka tekan di rumah sakit yang sudah disediakan oleh peneliti. Instrumen BWAT digunakan sebagai standar emas karena instrumen ini sudah teruji validitasnya.

Nilai kedua instrumen tersebut dikorelasikan menggunakan uji Pearson untuk mencari adanya hubungan antara nilai kedua instrumen tersebut, kemudian nilai dari ketujuh responden tersebut diuji lagi menggunakan Intraclass Correlation Coefficient untuk mengetahui nilai reliabilitas dari instrumen tersebut dan uji Spearmen untuk mengetahui nilai reliabilitas antar kelas responden dari instrumen tersebut.

1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja, Pendidikan, dan Sertifikat Perawatan Luka.

Karakteristik Kategori (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%) Pengalaman Kerja < 1 1– 5 6 – 10 2 1 3 28.6% 14.3% 42.9% >10 1 14.3% Pendidikan S3 S2 S1 D3 1 1 4 1 14.3% 14.3% 57.1% 14.3% Sertifikat Perawatan Luka Ya Tidak 4 3 57.1% 42.9%

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil karakteristik responden sebagai berikut :

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja dibagi menjadi empat kategori, yaitu : Pengalaman kerja kurang dari 1 tahun sebanyak 2 responden (28.6%). Responden dengan pengalaman kerja 1-5 tahun sebanyak 1 responden (14.3%). Responden dengan pengalaman kerja 6-10 tahun sebanyak 3 responden (57.1%), dan responden dengan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 1 responden (14.3%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan responden dengan tingkat pendidikan Diploma 3 (D3) sebanyak 1 responden (14.3%). Responden dengan tingkat pendidikan Strata 1 (S1) keperawatan sebanyak 4 responden (57.1%). Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan Strata 2 (S2) dan Strata 3 (S3) masing-masing 1 responden (14.23%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Sertifikat Perawatan Luka Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil penelitian responden yang memiliki sertifikat perawatan luka sebanyak 4 responden (57.1%), sedangkan responden yang tidak memiliki sertifikat perawatan luka sebanyak 3 responden (42.9%).

2. Validitas Instrumen DESIGN

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Responden n Normalitas Nilai p value Nilai r hitung DESIGN BWAT Perawat yang dijadikan referensi 1 0.759 0,717 0,001 0,872 Perawat ahli 1 0,259 0,364 0,000 0,978 S1 perawat klinik 2 0,251 0,168 0,000 0,971 0,598 0,384 0,000 0,963 D3 perawat klinik 1 0,135 0,078 0,000 0,997 Sarjana keperawatan 2 0,113 0,626 0,001 0,862 0,179 0,972 0,000 0,907 Tabel 4.2 di atas menunjukkan nilai r hitung pada semua kelas responden. Nilai r hitung kelas perawat yang dijadikan referensi sebesar 0.872. Pada kelas perawat ahli nilai r hitung

sebesar 0.978. Pada kelas S1 perawat klinik masing-masing nilai r hitung sebesar 0.971 dan 0.963. Pada kelas D3 perawat klinik nilai r hitung sebesar 0.997. Dan pada kelas Sarjana keperawatan didapatkan nilai r hitung masing-masing sebesar 0.862 dan 0.907. Dari ketujuh responden didapatkan nilai r hitung ≥ 0.80.

Dari tabel 4.2 di atas juga menunjukkan korelasi antara instrument DESIGN dan BWAT. Pada kelas responden perawat yang dijadikan referensi didapatkan nilai p value sebesar 0.001. Pada kelas perawat ahli didapatkan p value 0.000. Pada kelas S1 perawat klinik didapatkan p value masing-masing 0,000. Pada kelas D3 perawat klinik didapatkan nilai p value 0.000. Sedangkan pada kelas Sarjana keperawatan didapatkan nilai p value masing-masing sebesar 0.001 dan 0.000. Hal ini menunjukkan korelasi yang bermakna antara instrument DESIGN dan BWAT dan dapat disimpulkan bahwa instrument DESIGN valid.

3. Reliabilitas Instrumen DESIGN

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Antar Kelas Responden

Kelas D E S I G N P Perawat ahli luka 0.674 0.924 0.773 0.645 0.714 0.773 1.00 S1 Perawat klinik 0.795 0.851 0.771 0.745 0.617 0.671 1.00 0.795 0.675 0.901 0.745 0.745 0.745 1.00 D3 Perawat Klinik 0.606 0.852 0.898 0.745 0.578 0.578 1.00 Sarjana Keperawatan 0.725 0.866 0.950 0.745 0.745 0.745 1.00 0.315 0.924 0.878 1.00 0.559 0.559 1.00

Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan perbandingan nilai antara responden yang dibandingkan dengan hasil penilaian perawat yang dijadikan referensi. Nilai item Depth (D) paling rendah 0.315 pada kelas sarjana keperawatan dan tertinggi 0.795 pada kelas perawat ahli. Nilai item Exudate (E) paling rendah 0.851 pada kelas S1 perawat klinik dan paling tinggi 0.924 pada kelas perawat ahli. Nilai item Size (S) paling rendah pada kelas S1 perawat klinik dengan nilai 0.771 dan paling tinggi 0.950 pada kelas Sarjana keperawatan. Nilai item Inflamation (I) paling rendah 0.645 pada kelas perawat ahli dan paling tinggi 1,00 pada kelas Sarjana keperawatan. Nilai item Granulation (G) paling rendah pada kelas D3 perawat klinik dengan nilai 0.578 dan paling tinggi sebesar 0.745 pada kelas S1 perawat klinik. Nilai item Necrotic (N) paling rendah pada kelas Sarjana keperawatan dengan nilai 0.559 dan paling tinggi pada kelas perawat ahli dengan nilai 0.773. Dan pada item Pocket (P) memiliki nilai yang sama pada semua kelas, yaitu 1,00.

Tabel 4.4 Hasil Reliabilitas Antar Kelas Dari Semua Responden

D E S I G N P

0.674 0.804 0.801 0.852 0.461 0.590 0.978 Dari tabel 4.4 diatas menunjukkan nilai reliabilitas Depth (D) 0.674, nilai Exudate (E) 0.804, nilai Size (S) 0.801, nilai Inflamation (I) 0,852, nilai Granulation (G) 0.461, nilai Necrotic

(N) 0,590, dan nilai Pocket (P) sebesar 0.978. Hal ini menunjukkan bahwa instrument DESIGN reliabel.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden a. Pengalaman kerja (tahun)

Pada penelitian ini responden penelitian terbagi atas 4 kategori pengalaman kerja, kurang dari 1 tahun, 1-5 tahun, dan 6-10 tahun, dan lebih dari 10 tahun. Dalam hal ini perawat yang memiliki pengalaman kerja 6-10 tahun lebih banyak. Hal ini dikarenakan karakteristik perseorangan tentang pengalaman kerja menyangkut senioritas dan yunioritas. Asumsi yang sering berlaku dan diyakini adalah pegawai yang cukup senior dipandang telah memiliki kinerja, pengalaman, dan pengetahuan yang tinggi sedangkan yang yunior masih perlu dikembangkan dan dibina lagi (Faizin dan Winarsih, 2008).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faizin dan Winarsih (2008), lama kerja perawat di bidang kesehatan berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukan implementasi rencana asuhan keperawatan, salah satunya melakukan tindakan perawatan luka pada pasien luka tekan.

Hasil serupa ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Sanada et al., (2004), dimana sebagian besar responden mempunyai pengalaman kerja tentang perawatan luka tekan lebih dari 5 tahun.

b. Pendidikan

Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan pendidikan menunjukkan mayoritas responden berpendidikan Sarjana keperawatan. Pendidikan dalam hal ini berperan penting dalam bidang keperawatan khususnya perawatan luka. Tingkat pendidikan menentukan kinerja perawat dalam melakukan rencana asuhan keperawatan, implementasi keperawatan dan dokumentasi keperawatan (Faizin dan Winarsih, 2008).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanada et al., (2004), dimana sebagian besar responden mempunyai riwayat tingkat pendidikan Sarjana Keperawatan yang memahami berbagai penyakit di bidang kesehatan, salah satunya luka tekan. Hal itu diperkuat dengan sebagian dari responden memiliki pengalaman yang lebih di bidang perawatan luka.

c. Sertifikat perawatan luka

Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden pernah mengikuti pelatihan dalam bidang perawatan luka. Pengalaman mengikuti pelatihan perawatan luka yang diikuti oleh responden tentunya akan mempengaruhi persepsi bagaimana cara melakukanan perawatan luka yang baik dan benar. Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu serta sikap agar peserta pelatihan semakin terampil dan mampu

melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik (Soemarko, 2004).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soemarko (2004), bahwa perawat yang mengikuti pelatihan terdapat perbedaan dan kemajuan yang berkesinambungan terhadap kinerjanya dibandingkan dengan perawat yang tidak mengikuti pelatihan.

2. Validitas Instrumen

Pada penelitian ini instrument DESIGN teruji validitasnya. Hal ini dikarenakan instrumen DESIGN mudah digunakan untuk mengkaji perkembangan penyembuhan luka tekan. Skala ini sangat mudah digunakan karena hanya menganalisis sebuah foto luka tekan. Skala ini merupakan satu kriteria alat yang dapat digunakan sebagai pengontrol klinik yang bersifat telemedicine (pengontrol jarak jauh) (Sanada et al., 2004).

Dalam penelitian ini nilai validitas dari ketujuh responden menunjukkan hasil yang bermakna. Hal ini berarti instrument DESIGN dapat digunakan untuk memonitor penyembuhan luka tekan. Penelitian yang sama dilakukan oleh Sanada et al., (2004), dengan hasil yang menunjukkan angka korelasi dalam uji validitas antara instrument DESIGN dan BWAT yang dilakukan oleh 7 responden keseluruhannya menunjukkan korelasi diatas 0.9. Hasil tersebut menjadi dasar bahwa penilaian luka tekan dengan menggunakan instrument DESIGN dapat disetarakan dengan instrument BWAT yang sudah valid. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa instrument DESIGN juga sudah valid untuk digunakan di Indonesia.

3. Reliabilitas Instrumen

a. Reliabilitas Antar Kelas Responden

Hasil penelitian ini menunjukkan kelas responden perawat ahli memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas responden lain. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidikan pada interpretasi penggunaan instrument DESIGN. Item yang banyak perbedaannya adalah pada item Granulation (G), item ini memang sedikit sulit diinterpretasikan oleh responden yang belum berpengalaman terhadap perawatan luka (Sanada et al., 2004).

Hal ini sesuai dengan penelitian Faizin dan Winarsih (2008), bahwa pengalaman kerja (senioritas) dan tingkat pendidikan seorang perawat berpengaruh terhadap implementasi keperawatannya. Nilai terendah pada analisis tersebut dihasilkan dari responden kelas Sarjana keperawatan dan kelas D3 perawat klinik yang pengalaman kerjanya kurang dan tingkat pendidikannya yang lebih rendah (yunior) dibandingkan dengan responden kelas lain yang pengalaman kerja dan tingkat pendidikannya lebih tinggi (senior).

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Soemarko (2004), tentang kegiatan pelatihan keperawatan. Pengetahuan tentang interfensi keperawatan perawat yang mengikuti pelatihan lebih baik

dibandingkan dengan perawat yang tidak pernah mengikuti kegiatan kepelatihan.

b. Reliabilitas skala DESIGN a) Depth (kedalaman luka)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item Depth (D) memiliki nilai stabilitas memadai dengan nilai ICC 0.674. Hal ini membuktikan bahwa item Depth dapat digunakan untuk menilai tingkat kedalaman luka. Di dalam item Depth juga terdapat kategori-kategori pembagian kedalaman luka, sehingga identifikasi pada kedalaman luka menjadi lebih mudah. Hal ini sesuai dengan penelitian Julia et al., (2012), bahwa kedalaman luka dapat dilihat dengan melihat kedalaman lesi di lapisan kulit, epidermis, dermis, subkutan bahkan kedalaman luka sampai otot atau tulang. Jadi item ini dapat digunakan sebagai pengukur tingkat kedalaman luka pasien walaupun hanya dengan menggunakan foto lukanya saja. b)Exudate (eksudat)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item Exudate (E) memiliki nilai stabilitas tinggi dengan nilai ICC 0.804. Hal ini menunjukkan bahwa item ini dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan luka pasien. Didalam instrument DESIGN pada item Exudate ada indikator penghitungan jumlah eksudat dengan pengantian balutan. Hal ini tentu memberikan data yang lebih objektif dibandingkan dengan interpretasi eksudat secara langsung.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahaju (2003), yang menyatakan bahwa eksudat terjadi oleh karena adanya infeksi atau keganasan pada luka. Semakin parah luka maka semakin banyak eksudat yang dihasilkan. Sehingga item Exudate ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat keparahan luka.

c) Size (Ukuran Luka)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item Size (S) memiliki nilai stabilitas tinggi dengan nilai ICC 0.801. Hal ini menunjukkan bahwa item ini dapat digunakan untuk menilai luas luka. Penilaian pada item ini merupakan penilaian obyektif yang didasari pengukuran luka pada foto luka pasien yang sudah diukur oleh peneliti dan hasil pengukuran tersebut disesuaikan dengan pengkategorian luas luka menurut item Size (S) ini.

d)Inflamation (inflamasi)

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa item Inflamation (I) memiliki nilai stabilitas tinggi dengan nilai ICC 0.852. Jadi item ini dapat digunakan untuk mengukur adanya inflamasi pada luka. Hal ini dikarenakan pengkategorian pada item ini didasarkan pada tanda-tanda inflamasi pada umumnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadi et al., (2008), bahwa reaksi inflamasi umumnya ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat) dan dolor (nyeri). Beberapa tanda

dari inflamasi tersebut salah satunya dapat dinilai dengan hanya melihat foto lukanya saja dan tanda tersebut dapat menunjukkan adanya inflamasi. Jadi item ini dapat digunakan untuk menilai inflamasi pada foto pasien.

e) Granulation tissue (jaringan granulasi)

Pada penelitian ini item Granulation (G) memiliki nilai yang dianggap tidak reliabel dengan nilai ICC 0.461. Nilai ICC pada item Granulation (G) ini merupakan nilai yang terendah dibandingkan dengan nilai item yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa item ini sulit untuk menilai jaringan granulasi pada foto luka. Hal ini sesuai dengan penelitian Sanada et al., (2004), bahwa item Granulation sulit untuk mengidentifikasi antara luka yang bergranulasi baik atau buruk sehingga sulit untuk melihat presentase jaringan granulasi pada foto luka. Untuk mengatasi kesulitan tersebut disarankan untuk menambahkan instrument yang dapat menjelaskan tentang karakteristik luka seperti warna, kelembaban, dan tipe granulasi yang meliputi batas dan perubahan warnanya.

f) Necrotic tissue (jaringan nekrosis)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item Necrotic tissue (N) memiliki nilai stabilitas memadai dengan nilai ICC 0.590. Nilai ICC pada item Necrotic (I) ini lebih rendah jika dibandingkan dengan item-item yang lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa item ini sulit untuk menilai jaringan nekrosis pada foto luka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sanada et al., (2004), bahwa item ini memang sulit untuk menjelaskan batas dari jaringan nekrosis pada foto luka dan item ini sulit untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya jaringan nekrosis hanya dengan menggunakan foto luka pasien.

g)Pocket (kantong luka)

Pada penelitian ini item Pocket / Undermining (P) memiliki nilai yang dikategorikan stabilitas tinggi dengan nilai ICC 0.978. Hal ini menunjukkan bahwa item ini bisa digunakan untuk menilai kantong luka pada foto luka pasien. Pengukuran pada item ini sangat obyektif karena melihat dari luas kantong luka yang sudah diukur oleh peneliti dan dikategorikan sesuai dengan isi item Pocket / Undermining tersebut.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki keterbatasan. Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengkajian luka tekan pada pasien tirah baring tidak dapat dilakukan langsung oleh peneliti dikarenakan penelitiannya mengkaji pasien tirah baring yang sudah didiagnosa luka tekan oleh perawat.

2. Jumlah pasien luka tekan yang sangat jarang ditemukan di beberapa rumah sakit tempa penelitian dilaksanakan, sehingga penelitian yang dilakukan menggunakan foto yang diambil dari rekam medik pasien luka tekan yang dirawat di rumah sakit Tokyo.

3. Instrumen foto luka yang diteliti oleh responden bukan berasal dari pengkajian langsung oleh peneliti ke pasien luka tekan di klinik, melainkan foto yang diambil dari data rekam medik Rumah sakit Tokyo, sehingga ada kekurangan data penunjang untuk memenuhi penilaian instrument DESIGN.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait