• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilakukan di instalasi rawat jalan Poli Endokrin Departemen Penyakit Dalam, RSUP HAM Medan. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 38 orang pasien DM Tipe II. Pasien DM Tipe II dengan KGD puasa < 130 mg/dl atau KGD setelah makan < 180 mg/dL dikategorikan KGD terkontrol sedangkan pasien dengan KGD puasa > 130 mg/dl atau KGD setelah makan > 180 mg/dL dikategorikan KGD tidak terkontrol.52,53

Tabel 2 menunjukkan data jumlah subjek penelitian berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki yaitu 27 (71,05%) orang berjenis kelamin perempuan dan 11 (28,95%) orang berjenis kelamin laki-laki. Diabetes Melitus Tipe II lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan penelitian Wild dkk dimana penderita perempuan lebih banyak dibanding laki-laki.16 Diabetes Melitus Tipe II lebih sering terjadi pada perempuan karena selain faktor usia dan obesitas, sekitar 30-35% wanita hamil dengan riwayat Diabetes Gestasional berisiko terkena DM Tipe II.22

Pada tabel 2 juga diperoleh data jumlah subjek penelitian pada usia 45-54 tahun adalah lebih banyak berbanding subjek penelitian pada usia 55-64 tahun yaitu pada usia 45-54 tahun 28 (73,68%) orang dan subjek penelitian pada usia 55-64 tahun 10 (26,32%) orang. Hal ini disebabkan sebagian besar dari subjek penelitian adalah perempuan dimana pada usia 55-64 tahun kebanyakan dari pasien sudah mengalami

menopause dan harus dieksklusikan kerana menopause merupakan antara faktor etiologi BMS. Menurut penelitian Wild dkk mayoritas penderita DM di negara berkembang berusia 45-64 tahun sedangkan di negara maju berusia 60 tahun ke atas.16 Sebagian besar DM adalah tipe II yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun ke atas.18

Manifestasi oral pada pasien DM Tipe II tidak terkontrol adalah lebih banyak berbanding pasien DM Tipe II terkontrol. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shrimali dkk, dari 50 orang subjek penelitian 25 (50%) adalah pasien DM Tipe II terkontrol sedangkan 25 (50%) adalah pasien DM Tipe II tidak terkontrol.14 Pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 38 orang subjek penelitian 11 (28,95%) adalah pasien DM Tipe II terkontrol sedangkan 27 (71,05%) adalah pasien DM Tipe II tidak terkontrol. Pasien dengan DM tidak terkontrol lebih berisiko mengalami komplikasi oral berbanding pasien DM terkontrol karena kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah akibat hiperglikemia.

Hubungan antara BMS dengan DM Tipe II masih menjadi kontroversi.10 Akan tetapi menurut beberapa penelitian DM Tipe II memainkan peran dalam terjadinya BMS. BMS pada pasien DM bisa diakibatkan karena berkurangnya produksi saliva. Keadaan ini biasanya diikuti dengan gejala rasa haus, lidah terasa kering, keluhan perih, panas seperti terbakar, dan perubahan pengecapan rasa.11 Berdasarkan tabel 4, diketahui dari 38 orang pasien DM Tipe II, 5 (13,16%) pasien DM Tipe II mengalami BMS sedangkan 33 (86,84%) tidak mengalami BMS. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khaznadar dan Mahmoud (2006) pada pasien

257 pasien DM Tipe II mengalami BMS.12 Pada penelitian yang dilakukan oleh Shrimali dkk pada 50 orang pasien DM Tipe II, 14 (28%) pasien DM Tipe II mengalami BMS sedangkan 36 (72%) tidak mengalami BMS.14

Hasil analisis bivariat pada tabel 7 menunjukkan hubungan antara DM Tipe II dengan BMS. Nilai P > 0,05 yaitu 0,196 maka HO diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara DM Tipe II dengan BMS. Beberapa penelitian telah menyatakan adanya hubungan antara DM Tipe II dengan BMS karena sindrom ini ditemukan pada 2-10% pasien DM.42 Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nasri dkk pada 66 orang pasien BMS sebanyak 4 (7%) orang mengalami DM.39 Ada beberapa alasan yang mendukung bahwa DM Tipe II menyebabkan timbulnya rasa panas dalam mulut. Kurangnya insulin pada penderita DM mengganggu proses katabolik dalam mukosa mulut sehingga menyebabkan resistensi jaringan terhadap gesekan normal menjadi berkurang.40 Kemungkinan lain adalah paparan yang terus menerus terhadap glukosa dapat menyebabkan deteriorasi ujung saraf. Selain itu, sirkulasi yang buruk merupakan dampak dari diabetes menyebabkan menurunnya ambang nyeri sehingga dapat dengan mudah mengganggu fungsi di ujung cabang v2 atau v3 dari saraf trigeminal dan menimbulkan rasa nyeri. 50

Berdasarkan tabel 5 dan 8 diketahui dari 10 orang pasien DM Tipe II terkontrol, tidak ada pasien DM Tipe II mengalami BMS. Hasil analisis bivariat pada tabel 8 menunjukkan hubungan antara DM Tipe II terkontrol dan BMS. Nilai P > 0,05 yaitu 0,196 maka HO diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara DM Tipe II terkontrol dengan BMS. Pasien dengan DM tidak terkontrol lebih berisiko mengalami komplikasi oral berbanding pasien DM terkontrol karena

kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah akibat hiperglikemia. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shrimali dkk (2011) pada 50 orang pasien DM Tipe II dari Fakultas Kedokteran Geetanjali dan RS Udaipur, India dimana dari penelitian tersebut menunjukkan 8 (32%) dari 25 orang pasien DM Tipe II terkontrol menderita BMS.14

Tabel 6 dan 9 menunjukkan prevalensi BMS pada DM Tipe II tidak terkontrol. Berdasarkan tabel 6 diketahui dari 28 orang pasien DM Tipe II tidak terkontrol, 5 (17,86%) orang mengalami BMS sedangkan 23 (82,14%) tidak mengalami BMS. Hasil analisis bivariat pada tabel 9 menunjukkan hubungan antara DM Tipe II tidak terkontrol dan BMS. Nilai P > 0,05 yaitu 0,196 maka HO diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara DM Tipe II tidak terkontrol dengan BMS. DM yang tidak terkontrol mengganggu sistem imunitas tubuh sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu, hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada saraf dan pembuluh darah sehingga menimbulkan sensasi terbakar pada rongga mulut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Gupta (2011) pada 100 orang penderita DM Tipe II terkontrol dan tidak terkontrol di Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Diagnosis dan Radiologi di Fakultas Kedokteran Ragas dan RS Chennai, Tamil Nadu, India, dimana sebanyak 8 (16%) pasien DM Tipe II terkontrol dan 20 (40%) pasien DM Tipe II tidak terkontrol mengalami BMS.Hasil dari penelitian ini menunjukkan penderita DM Tipe II tidak terkontrol lebih berisiko mengalami BMS berbanding penderita DM Tipe II terkontrol.13

Dokumen terkait