• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 30 kolesteatoma yang didapatkan selama durasi operasi timpano mastoidektomi sejak bulan Juni sampai Desember 2013. Ekspresi IL-1 pada kolesteatoma diperiksa dengan teknik imunohistokimia menggunakan mouse antihuman monoclonal antibodies (mAbs) IL-1α dengan menilai pulasan sitoplasma yang berwarna coklat.

Pada penelitian ini penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebanyak 20 (66,7%) pasien. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama seperti yang dilakukan oleh Ikehara et al. (2011) dari 87 pasien, laki-laki berjumlah 57 orang (66%) sedangkan perempuan 30 orang (34%). Hasil yang didapat pada penelitian Aquino et al. (2011) laki-laki sebanyak 66,7% sedangkan perempuan 33,4%. Vitale at al. (2011) juga menunjukkan angka kejadian lebih banyak pada laki-laki yaitu 17 orang (51,5%) sedangkan perempuan 16 orang (48,5%) dari total 33 pasien. Haruyama et al. (2010) mendapatkan proporsi jenis kelamin yang terdiri dari 16 laki-laki dan 8 perempuan. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Telsemani et al. (2009) dari total 32 pasien didapat laki-laki 18 pasien dan perempuan 14 pasien. Adbikari et al. (2009) mendapatkan sebanyak 54% penderita OMSK berjenis kelamin laki-laki sedangkan perempuan 46%. Penelitian yang dilakukan oleh Yetiser et al. (2008) dari 74 sampel pasien OMSK terdapat 58 laki-laki dan 16 perempuan.

Beberapa penelitian menyebutkan, laki-laki lebih dominan menderita OMSK, namun tidak terdapat penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara OMSK dengan jenis kelamin menurut Chole & Nason (2009).

Pada penelitian ini penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia 16-20 tahun sebanyak 8 (26,7%)

penderita. Hasil yang didapat pada penelitian ini hampir sama dengan yang didapatkan oleh Islam et al. (2010) dimana kelompok umur terbanyak yakni 11-20 tahun sebanyak 50 penderita. Hal ini berbeda dengan penelitian Kuczkowski et al. (2010) dari 31 sampel pasien OMSK tipe bahaya yang terbanyak adalah kelompok umur 20-38 tahun. Alves et al. (2008) mendapatkan pasien OMSK tipe bahaya terbanyak pada usia dewasa yakni sebanyak 34 orang dan anak-anak sebanyak 16 orang. Yeo et al. (2001) mendapatkan pasien OMSK tipe bahaya terbanyak pada usia 4-59 tahun yaitu sebanyak 18 orang. Akimoto et al. (2000) mendapatkan dari 33 pasien terbanyak pada kelompok usia 14-27 tahun.

Aquino, Filho & Aquino (2011) menyatakan usia pasien pada saat kolesteatoma didiagnosis sifatnya kontroversial karena keadaan sosial ekonomi pasien OMSK yang umumnya rendah. Onset gejala klinis pada kebanyakan pasien adalah sebelum usia 15 tahun, hal ini menekankan bahwa masa kecil sangat penting pada penyakit ini. Dhingra (2010) menyatakan infeksi menjalar melalui lumen tuba atau sepanjang kelenjar perituba subepitel. Tuba Eustachius pada bayi dan anak-anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal sehingga menyebabkan insiden infeksi lebih tinggi pada kelompok umur tersebut.

Pada penelitian ini seluruh penderita mengeluhkan gangguan pendengaran sebagai gejala klinis, diikuti keluhan telinga berair sebanyak 29 orang (96,7%).

Vitale at al. (2011) melaporkan 31 pasien (93,9%) dengan keluhan telinga berair, 30 pasien (90,3%) gangguan pendengaran dan 27 pasien (81,8%) hoyong. Penelitian yang dilakukan oleh Aquino et al. (2011) menemukan gejala klinis terbanyak adalah telinga berair yaitu sebanyak 66,5%. Hal yang sama juga didapat pada penelitian Islam et al. (2010) yang mendapatkan gejala klinis terbanyak adalah gangguan pendengaran dan telinga berair yaitu pada 60 (100%) penderita. Yeor at al. (2006) mendapatkan gangguan pendengaran sebagai gejala klinis terbanyak yakni pada 78,3% penderita. Adbikari et al. (2009) mendapatkan gejala

klinis terbanyak adalah telinga berair, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan pada anak-anak yang sering berenang di sungai dengan air tercemar.

Menurut Buchman et al. (2003) Pasien lebih banyak mengeluhkan gangguan pendengaran yang bersifat tuli konduktif hal ini terbukti dari pemeriksaan terdapat jaringan granulasi disekitar perforasi membrane timpani dan terjadi destruksi tulang-tulang pendengaran akibat kolesteatoma. Bila terjadi lama akan menyebabkan destruksi kapsul otic menyebabkan vertigo dan terjadi tuli sensori neural.

Pada penelitian ini pasien OMSK tipe bahaya terbanyak telah mengalami keluhan selama 6-10 tahun yaitu pada 12 pasien (40%) dan selama > 10 tahun pada 11 orang pasien (36,7%). Rerata lama keluhan adalah 11,86 ± 6,96 tahun.

Aquino, Filho & Aquino (2011) di Brazil mendapatkan hasil yang hampir sama dimana lama keluhan terbanyak adalah 6-10 tahun yaitu sebanyak 37 (86%) penderita. Menurut Ami et al. (2010) lama keluhan terbanyak 6- 10 tahun disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain adalah faktor sosio-ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan telinga.

Pada penelitian ternyata bahwa masing-masing penderita OMSK tipe bahaya mengalami lebih dari satu komplikasi. Komplikasi terbanyak adalah paralisis nervus fasialis dan abses retroaurikular yaitu masing- masing sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan abses otak merupakan komplikasi yang paling jarang terjadi. Komplikasi akibat kolesteatoma berasal dari destruksi terhadap struktur tulang disekitar kolesteatoma, yang meliputi osikel, kapsul otik, kanalis nervus fasialis, tegmen timpani dan tegmen mastoid (Chole & Nason 2009). Viswanatha & Naseeruddin (2013) di India menemukan komplikasi OMSK yang paling sering terjadi adalah abses lobus temporalis, yaitu pada 24 (33,3%) penderita, sedangkan komplikasi yang paling jarang terjadi adalah abses ekstradural dan abses lobus oksipitalis. Islam et al. (2010) di Bangladesh

mendapatkan komplikasi intratemporal OMSK tipe bahaya terbanyak adalah abses mastoid yaitu pada 11 (50%) penderita, sementara komplikasi intrakranial terbanyak adalah meningitis, yaitu pada 5 (83%) penderita .

Pada penelitian ini, dari 30 sampel kolesteatoma pasien OMSK tipe bahaya, ditemukan 19 pasien (63,3%) dengan ekspresi IL-1 positif dan 11 pasien (36,7%) dengan ekspresi IL-1 negatif.

Hasil yang sama didapat pada penelitian Kuczkowski et al. (2011) melalui analisis semikuantitatif dari immunoblots mendapatkan tingginya ekspresi TNF-α, IL-1 dan IL-6 yang signifikan pada kolesteatoma dibandingkan dengan jaringan granulasi dan kulit. Yetiser et al. (2002) seperti yang dikutip oleh Vitale & Ribeiro (2007) mendapatkan kadar TNF-α dan IL-1 yang lebih tinggi pada pasien OMSK dengan kolesteatoma dibandingkan dengan OMSK tipe benigna. Akimoto et al. (2000) di Tokyo Jepang mendapatkan peningkatan IL-1 dan TNF-α pada kolesteatoma acquired bila dibandingkan dengan kulit liang telinga luar. Kim et al. (1998) dengan menggunakan PCR mendapatkan ekspresi IL-1α lebih tinggi pada kolesteatoma dibanding kulit liang telinga luar maupun kulit post aurikuler. Marenda & Aufdemorte dan Buja et al. mengemukakan bahwa imuno ekspresi IL-1 pada acquired kolesteatoma terdapat pada seluruh lapisan epitel dan subepitel kolesteatoma. Tetapi Akimoto et al. (2000) berpendapat lain yang melaporkan bahwa imuno ekspresi IL-1 hanya terdapat pada subepitel kolesteatoma. Chung & Yoon (1998) seperti yang dikutip oleh Alves (2004) menemukan bahwa IL-1 hanya mempengaruhi jaringan subepitel.

Pada penelitian diperoleh ekspresi IL-1 yang positif lebih banyak pada kelompok usia ≥16 tahun sebanyak 15 (78,9%) dan pada kelompok usia <16 tahun sebanyak 4 (21,7%). Dari uji Fisher`s exact diperoleh nilai p= 1,000, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi IL-1 dengan usia.

Dinarello & Fantuzzi (2001) menyatakan tidak terdapat peningkatan yang signifikan antara IL-1 dengan umur, jenis kelamin dan lama penyakit. Namun diduga bahwa IL-1 mempunyai IL-1Ra blocks the osteoclast- activating factor. Menurut Jung & Cole (2002) IL-1Ra akan menghambat kerja IL-1α dan IL-1β.

Pada penelitian ini ekspresi IL-1 yang positif lebih banyak pada kelompok penderita dengan lama keluhan >10 tahun yaitu sebanyak 7 penderita (36,8%) dibanding lama keluhan 0-5 tahun dan 6-10 tahun yaitu masing-masing sebanyak 6 penderita (31,6%).

Dari uji Chi square diperoleh nilai p= 0,297, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi IL-1 dengan lama keluhan.

Secara statistik tidak dijumpai hubungan antara durasi penyakit dengan perluasan osteolisis, terhadap pasien OMSK dengan kolesteatoma dan otitis media kronis granulomatosa namun invasi kolesteatoma lebih luas pada pasien dengan penyakit lebih dari 1 tahun menurut penelitian Kuczkowski et al. (2011).

Pada penelitian ini diperoleh ekspresi IL-1 positif lebih banyak pada kelompok penderita OMSK dengan komplikasi yaitu sebanyak 14 penderita (73,7%) dibanding penderita OMSK tanpa komplikasi sebanyak 5 orang (26,3%). Dari uji Fisher`s exact diperoleh nilai p = 1,000, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi IL-1 dengan ada tidaknya komplikasi OMSK.

Pada OMSK dengan kolesteatoma terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang. Peningkatan kadar sitokin proinflamasi dalam kolesteatoma menyebabkan eksaserbasi inflamasi kronis dan menyebabkan komplikasi. Sitokin proinflamasi yang diproduksi oleh kolesteatoma dapat mengaktivasi osteoklas yang terlibat dalam osteolisis tulang, menstimulasi keratinosit dan sel endotel, dan mengaktifasi selektin dan integrin. Pada kolesteatoma terlihat peningkatan konsentrasi TNF-α, IL-1 dan IL-6. Terlibatnya sitokin selama proses otitis

media kronis dengan kolesteatoma telah dibuktikan pada beberapa penelitian (Kuczkowski et al. 2011).

Pada penelitian ini diperoleh ekspresi IL-1 positif lebih banyak pada kelompok penderita dengan derajat destruksi tulang ringan dan sedang yaitu sebanyak 11 penderita (57,9%) dibanding penderita dengan derajat destruksi tulang berat sebanyak 8 orang (42,1%).

Dari uji Fisher`s exact diperoleh nilai p= 1,000, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi IL-1 dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada OMSK tipe bahaya. Penelitian yang dilakukan oleh Chung & Yoon (1998) menyatakan bahwa destruksi tulang oleh kolesteatoma disebabkan oleh peningkatan aktifitas kolagenase dan aktifasi osteoklas. Sitokin seperti Interleukin berperan penting dalam komunikasi interselular pada mekanisme destruksi tulang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa IL-1α dan IL-β yang berasal dari epitel kolesteatoma bertanggungjawab terhadap destruksi tulang dan substansi yang berasal dari subepitel jaringan granulasi dapat merangsang kolesteatoma memproduksi IL-1α dan IL-8. Yetiser et al. (2002) seperti yang dikutip oleh Vitale & Ribeiro (2007) mendapatkan kadar IL-1 dan TNF-α lebih tinggi pada pasien OMSK dengan kolesteatoma dibandingkan dengan pasien OMSK tanpa kolesteatoma. Mereka menyimpulkan bahwa destruksi tulang dimediasi oleh sitokin IL-1 dan TNF-α.

Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara ekspresi IL-1 dengan derajat destruksi tulang demikian juga antara skor imunoreaktifitas IL-1 dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penyakit OMSK tipe bahaya. Penelitian ini fokus terhadap pengaruh satu sitokin dalam jaringan kolesteatoma yaitu IL-1.

Pada penelitian mengggunakan hewan percobaan yang telah dilakukan sebelumnya terlihat bahwa berbagai sitokin imunoregulator terlibat dalam perkembangan kolesteatoma, namun data klinis yang tersedia masih terbatas (Kuczkowski et al. 2011). Seperti yang kita ketahui bahwa sitokin

juga berpegaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain. Respon selular sitokin terdiri atas perubahan ekspresi gen terhadap sel sasaran (Baratawidjaja 2012). Menurut Alves & Ribero (2004) IL-1 pada kolesteatoma menstimulasi reabsorpsi tulang, meningkatkan jumlah sel prekursor osteoklas, sekaligus juga menstimulasi fibroblas dan osteoblas. Menurut Jung & Cole (2002) famili sitokin IL-1 meliputi IL-1α dan IL-1β yang merupakan stimulator kuat terhadap resorpsi tulang dan suatu reseptor antagonis yang disekresi yaitu IL-1 ra akan menghambat kerja IL-1α dan IL-1β. Sitokin yang saling berhubungan ini dihasilkan dalam sel inflamasi dari matriks kolesteatoma dan keratinosit dari epithelium. Selain itu Marenda & Aufdemorte (1995) juga membuat hipotesis bahwa terdapat fungsi protektif transforming growth factor beta 1 dan 2 dalam kolesteatoma. Efek anti inflamasi dan osteoklas dan inhibisi keratinosit dari transforming growth factor beta dapat memperlambat proliferasi dan destruksi jaringan yang berhubungan dengan kolesteatoma.

. TNF-α lebih memegang peranan penting dalam proses resorpsi tulang pada kolesteatoma dibandingkan dengan IL-1, hal ini sesuai dengan penelitian oleh Akimoto et al. (2000) di Tokyo Jepang yang mendapatkan derajat destruksi tulang pada kolesteatoma congenital dan acquired berkorelasi dengan kadar ekspresi TNF-α, namun IL-1 tidak. Shiwa (1995) seperti yang dikutip oleh Akimoto et al. (2000) melaporkan tidak terdapat korelasi antara kadar IL-1 dengan tingkat keparahan infeksi, perkembangan stadium kolesteatoma dan derajat resorpsi tulang. Pada penelitian ini secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi IL-1 dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada OMSK tipe bahaya karena variasi rerata antara masing-masing derajat destruksi tulang baik ringan, sedang maupun berat berdasarkan skor imunoreaktifitas IL-1 yang tidak jauh berbeda dengan demikian hipotesis penelitian ditolak. Walaupun secara klinis didapati ekspresi IL-1 dan skor imunoreaktifitas IL-1 yang meningkat sesuai dengan

peningkatan derajat destruksi tulang pada penyakit OMSK tipe bahaya atau dengan kolesteatoma.

Dokumen terkait