• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 30 kolesteatomayang didapatkan selama durasi operasi timpanomastoidektomi mulai bulan Juni-Desember 2013. Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) pada kolesteatoma diperiksa dengan teknik imunohistokimia menggunakan mouse antihuman monoclonal antibodies (mAbs) TNF-α untuk menilai pulasan sitoplasma yang berwarna coklat.

Pada penelitian ini penderita OMSK laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebanyak 20 (66,7%) penderita. Viswanatha & Naseeruddin (2013) mendapatkan laki-laki dominan menderita OMSK, dari 72 pasien, 49 (68,05%) laki-laki dan 23 (31,94%) perempuan. Siregar (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2006-2010 mendapatkan 119 penderita OMSK tipe bahaya, yang terdiri dari 64 (53,78%) laki-laki dan 55 (46,22%) perempuan. Kuczkowski et al. (2011) pada penelitiannya mendapatkan hasil yang sama yaitu 19 laki-laki dan 12 perempuan. Vitale et al. (2011) di Brazil dalam penelitiannya juga mendapat hasil yang sama, dari 33 pasien didapati 17 (51,5%) laki-laki dan 16 (48,5%) perempuan. Dornelles et al. (2005) menyatakan laki-laki lebih sering menderita OMSK dengan kolesteatoma daripada perempuan. Chole & Nason (2009) menyebutkan pada beberapa penelitian, laki-laki lebih dominan menderita OMSK, namun tidak terdapat penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara OMSK dengan jenis kelamin. Penelitian ini berbeda dengan Ibekwe & Nwaorgu (2011) yang menyebutkan tidak ada perbedaan jenis kelamin pada penderita OMSK. Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada kelompok usia 16-20 tahun sebanyak 8 (26,7%) penderita. Persentase terendah terdapat pada kelompok usia 36-40 tahun yaitu 1 (3,3%) penderita.

Viswanatha & Naseeruddin (2013) mendapatkan mayoritas penderita OMSK adalah pada kelompok umur 1-20 tahun yaitu sebanyak 36 (50,0%) penderita. Siregar (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan mendapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 31,93% dan terendah pada kelompok umur ≤10 tahun dan ≥41 tahun yaitu 7,56%. Aquino, Filho & Aquino (2011) mendapatkan penderita OMSK maligna terbanyak pada kelompok usia 10-15 tahun yaitu sebanyak 65%. Ibekwe & Nwaorgu (2011) di Nigeria menyatakan OMSK mengenai seluruh kelompok umur, namun lebih dominan pada orang dewasa. Dornelles et al. (2005) mendapatkan insidens tahunan kolestetatoma pada anak-anak adalah 3 per 100.000 dan pada orang dewasa 9 per 100.000.

Aquino, Filho & Aquino (2011) menyatakan usia pasien pada saat kolesteatoma didiagnosis sifatnya kontroversial karena keadaan sosial ekonomi pasien OMSK yang umumnya rendah. Onset gejala klinis pada kebanyakan pasien adalah sebelum usia 15 tahun, hal ini menekankan bahwa masa kecil sangat penting pada penyakit ini. Dhingra (2010) menyatakan infeksi menjalar melalui lumen tuba atau sepanjang kelenjar limfa peritubal subepitel. Tuba Eustachius pada bayi dan anak-anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal sehingga menyebabkan insiden infeksi lebih tinggi pada kelompok umur tersebut.

Pada penelitian ini seluruh penderita mengeluhkan gangguan pendengaran, diikuti keluhan telinga berair sebanyak 29 (96,7%) penderita.

Mayoritas (80%) penderita OMSK dewasa mengeluhkan gangguan pendengaran dan sekitar 70% telinga berair. Gangguan pendengaran dapat berupa tuli konduktif maupun sensorineural (Browning et al. 2008). Kebanyakan pasien OMSK mengeluhkan gangguan pendengaran unilateral yang progresif. Gangguan pendengaran ditentukan oleh perluasan penyakit telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan membran timpani, osikel dan mukosa telinga tengah (Chole & Nason

2009). OMSK menyebabkan tuli konduktif 30-60 dB pada >50% kasus (Benson & Mwanri, 2012).

Telinga berair (otorea) ditemukan pada 29 (96,7%) penderita. Perforasi membran timpani akibat OMSK tidak selalu disertai dengan telinga berair (WHO 2004). Kolesteatoma dapat diisi oleh keratin atau dapat disertai oleh infeksi bakteri yang aktif sehingga menyebabkan otorea yang banyak dan berbau (Browning et al. 2008). Pasien kadang-kadang tidak merasa bahwa telinganya berair karena jumlah cairannya sedikit sehingga tidak muncul di liang telinga. Jumlah cairan yang sedikit mengering pada bagian ujung medial liang telinga dan membentuk krusta. Namun bila ditanya, pasien sering menyatakan terdapat riwayat otorea sewaktu kecil (Browning et al. 2008). Penelitian Orji (2013) mendapatkan 35% (6/17) responden mengakui bahwa telinga kering merupakan keadaan yang sementara.

Pada penelitian ini penderita OMSK terbanyak adalah yang telah mengalami keluhan selama 6-10 tahun yaitu pada 12 (40%) penderita. Rerata lama keluhan adalah 11,86 ± 6,96 tahun. Penelitian ini hampir sama dengan Aquino, Filho & Aquino (2011) di Brazil yang mendapatkan lama keluhan terbanyak 6-10 tahun yaitu sebanyak 37 (86%) orang. Berbeda dengan Vitale et al. (2011) yang mendapat lama keluhan terbanyak adalah <5 tahun yaitu sebanyak 13 (41,9%) orang.

Aquino, Filho & Aquino (2011), yang mendapatkan gejala klinis terbanyak pada penderita kolesteatoma adalah telinga berair yaitu pada 66,5% penderita. Islam et al. (2010) mendapatkan seluruh penderita kolesteatoma yakni 60 (100%) penderita mengalami gejala klinis telinga berair dan gangguan pendengaran.

Aquino, Filho & Aquino (2011) menuliskan lamanya keluhan yang terjadi tanpa penanganan yang tepat kemungkinan disebabkan penyakit OMSK tipe bahaya ini tidak begitu dipahami baik oleh dokter umum maupun dokter anak, disamping itu keluhan yang dialami penderita tidak terasa mengganggu. Srivastava (2010) menyatakan lamanya keluhan disebabkan penderita mengabaikan penyakit yang diderita oleh karena

ketidakmampuan ekonomi untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai.

Pada penelitian ini ternyata bahwa masing-masing pasien mengalami lebih dari satu komplikasi. Komplikasi terbanyak adalah paralisis nervus fasialis dan abses retroaurikular yaitu masing-masing pada 7 (23,3%) penderita, sedangkan abses otak merupakan komplikasi yang paling jarang terjadi.

Walaupun kolesteatoma merupakan proses benigna, penyebaran ke struktur sekitarnya dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya dan mengancam jiwa. Komplikasi kolesteatoma yang terjadi berasal dari destruksi terhadap struktur tulang disekitar kolesteatoma, yang meliputi osikel, kapsul otik, kanalis nervus fasialis, tegmen timpani dan tegmen mastoid. Infeksi kolesteatoma juga merupakan komplikasi dan cenderung rekuren. Hal ini akan menyebabkan otorea dan inflamasi yang merusak struktur sekitarnya (Chole & Nason 2009). Erosi progresif terhadap struktur telinga tengah dan telinga dalam menyebabkan tuli permanen, gangguan vestibular dan komplikasi intrakranial yang berat (Jung & Chole 2002).

Viswanatha & Naseeruddin (2013) di India menemukan komplikasi OMSK yang paling sering terjadi adalah abses lobus temporalis, yaitu pada 24 (33,3%) penderita, sedangkan komplikasi yang paling jarang terjadi adalah abses ekstradural dan abses lobus oksipitalis. Islam et al. (2010) di Bangladesh mendapatkan komplikasi intratemporal OMSK tipe bahaya terbanyak adalah abses mastoid yaitu pada 11 (50%) penderita, sementara komplikasi intrakranial terbanyak adalah meningitis, yaitu pada 5 (83%) penderita .

Pada penelitian ini, dari 30 pasien OMSK, ditemukan 28 (93,3%) penderita dengan ekspresi TNF-α positif/over ekspresi. Kuczkowski et al. (2011) mendapatkan kadar sitokin TNF-α yang tinggi pada kolesteatoma. Dibandingkan dengan kulit normal, kadar TNF-α pada kolesteatoma lebih tinggi 3,8 kali. Vitale & Ribeiro (2007) menyimpulkan dalam kolesteatoma

congenital dan acquired dengan destruksi tulang dijumpai peningkatan kadar TNF-α. Li, Qin & Dong (2004) mendapatkan over ekspresi MMP-9 dan TNF-α pada kolesteatoma. Yetiser et al. (2002) seperti yang dikutip oleh Vitale & Ribeiro (2007) mendapatkan kadar TNF-α dan IL-1 yang lebih tinggi pada pasien OMSK dengan kolesteatoma dibandingkan dengan OMSK tipe benigna.

Pada penelitian ini diperoleh ekspresi TNF-α yang positif/over ekspresi lebih banyak pada kelompok usia ≥16 tahun sebanyak 22 (78,6% ) penderita. Dari uji Fisher′s exact diperoleh nilai p=1,000, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-α dengan usia.

Gupta et al. (2003) menyatakan terdapat peningkatan produksi TNF-α selama proses penuaan pada manusia. Sastry et al. (1999) mendapatkan tidak terdapat korelasi antara umur pasien dengan kadar serum TNF-α serum penderita kolesteatoma. Namun kadar serum TNF-α berhubungan dengan perluasan destruksi tulang.

Pada penelitian ini diperoleh ekspresi TNF-α yang positif/over ekspresi lebih banyak pada kelompok responden dengan lama keluhan 6-10 tahun yaitu sebanyak 11 (39,3%) penderita. Dari uji Chi square diperoleh nilai p=0,720, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-α dengan lama keluhan.

Penelitian Kuczkowski et al. (2011) terhadap pasien OMSK dengan kolesteatoma dan otitis media kronis granulomatosa tidak dijumpai hubungan secara statistik antara durasi penyakit dengan perluasan osteolisis, namun invasi kolesteatoma lebih luas pada pasien dengan penyakit lebih dari 1 tahun. Vitale & Ribeiro (2007) menyatakan perbedaan kadar TNF-α kemungkinan berhubungan dengan berbagai faktor seperti lama penyakit, intensitas infeksi lokal serta adanya dan distribusi reseptor TNF-α pada matriks kolesteatoma. Namun belum terdapat banyak publikasi yang menganalisis hipotesis ini.

TNF-α terdeteksi pada efusi telinga tengah, dan ternyata TNF-α adalah salah satu mediator inflamasi yang penting pada otitis media. Peningkatan ekspresi TNF-α pada otitis media menyebabkan peningkatan risiko episode otitis media berikutnya, lama penyakit dan kronisitas otitis media. Untuk mengontrol gejala otitis media akut, mencegah kronisitas dan rekurensi otitis media dapat dipertimbangkan terapi potensial dengan TNF-α inhibitor (Juhn et al. 2008). TNF-α inhibitor seperti etanercept dan infliximab telah dipergunakan pada penyakit autoimun seperti reumatoid artritis dan Crohn’s disease serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan inflamasi (Suominen et al. 2004; Griffin 2008).

Pada penelitian ini ekspresi TNF-α yang positif/over ekspresi lebih banyak pada kelompok penderita OMSK tipe bahaya dengan komplikasi yaitu sebanyak 22 (78,6%) penderita.

Dari uji Fisher′s exact diperoleh nilai p=0,064 hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-α dengan ada tidaknya komplikasi OMSK tipe bahaya.

Pada OMSK dengan kolesteatoma terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang. Peningkatan kadar sitokin proinflamasi dalam kolesteatoma menyebabkan eksaserbasi inflamasi kronis dan menyebabkan komplikasi. Perimatriks kolesteatoma mengandung limfosit, monosit, fibroblas dan sel endotel yang merupakan sumber sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1 dan IL-6) dan imunoregulator (IL-2, IL-4, IL-5, IL-10, TGF-β dan GM-CSF) dan mediator lainnya (RANKL). Sitokin yang terdapat dalam kolesteatoma memainkan peranan penting dalam proliferasi sel basal epitel kolesteatoma, mengeluarkan enzim resorptif dan mengaktifasi osteoklas. Osteoklas teraktifasi memegang peranan utama dalam proses osteolisis pada OMSK. Sitokin proinflamasi yang diproduksi oleh kolesteatoma dapat mengaktivasi osteoklas yang terlibat dalam osteolisis tulang, menstimulasi keratinosit dan sel endotel, dan mengaktifasi selektin dan integrin. Pada kolesteatoma terlihat peningkatan konsentrasi TNF-α, IL-1 dan IL-6. Terlibatnya sitokin selama proses otitis

media kronis dengan kolesteatoma telah dibuktikan pada beberapa penelitian (Kuczkowski et al. 2011).

Diantara berbagai sitokin yang terlibat, TNF-α merupakan faktor utama yang bertanggung jawab dalam resorpsi tulang dan menyebabkan komplikasi pada berbagai penyakit (Vitale & Ribeiro 2007).

Tidak dijumpainya hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-α dengan ada tidaknya komplikasi OMSK tipe bahaya pada penelitian ini kemungkinan disebabkan sampel pada kelompok OMSK degan dan tanpa komplikasi tidak tersebar merata.

Pada penelitian ini diperoleh ekspresi TNF-α yang positif/over ekspresi lebih banyak pada kelompok responden dengan destruksi tulang derajat sedang yaitu sebanyak 16 (57,1%) penderita diikuti derajat berat sebanyak 12 (42,9%) penderita. Dari uji Fisher`s exact diperoleh nilai p=0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-α dengan derajat destruksi tulang.

Kuckowski et al. (2011) menemukan tingginya ekspresi TNF-α, IL-1α dan IL-6 pada OMSK dengan kolesteatoma menunjukkan sifat destruktif kolesteatoma. Adanya IL-1α, TNF-α dan IL-6 pada kolesteatoma menunjukkan bahwa sitokin tersebut bisa menjadi faktor yang bertanggung jawab terhadap peningkatan osteolisis tulang. Asumsi tersebut mendukung adanya korelasi positif kuat antara kadar sitokin dengan derajat destruksi tulang. Vitale & Ribeiro (2007) menyebutkan TNF-α menyebabkan destruksi tulang dengan cara bekerja langsung dalam diferensiasi dan maturasi osteoklas, dan secara tidak langsung mengekspos matriks tulang. Penelitian oleh Li, Qi dan Dong (2004) mendapatkan over ekspresi TNF-α pada kolesteatoma berhubungan dengan destruksi osikel. Akimoto et al. (2000) menemukan korelasi yang kuat antara kadar TNF-α dalam jaringan kolesteatoma (baik acquired maupun congenital) dengan resorpsi tulang (r=0,76, p<0,0001).0,0001). TNF-α adalah sitokin proinflamasi yang merupakan salah satu faktor utama yang bertanggung jawab terhadap resorpsi tulang dan

menyebabkan komplikasi pada berbagai penyakit. Pada penyakit kronis ada kemungkinan untuk memutus inflamasi dengan menggunakan TNF-α inhibitor, yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas (Vitale & Ribeiro 2007).

Pada OMSK tipe bahaya terjadi akumulasi sel debris dan keratinosit diinvasi oleh sel-sel sistem imun termasuk sel Langerhans, sel-T dan makrofag. Proses ini distimulasi oleh proliferasi epitel yang tidak seimbang, diferensiasi, maturasi keratinosit dan pemanjangan apoptosis. Dalam kondisi inflamasi migrasi sel digantikan oleh hiperplasia. Inflamasi yang mendorong proliferasi epitel berhubungan dengan peningkatan ekspresi enzim litik dan sitokin seperti TNF-α yang sebagian diinduksi oleh antigen bakterial termasuk endotoksin seperti lipopolisakarida. TNF-α akan menstimulasi diferensiasi dan maturasi osteoklas atau dapat bereaksi pada matriks tulang, memaparkannya terhadap osteoklas. Hal ini akan menyebabkan degradasi matriks ekstraselular tulang sehingga terjadi erosi atau destruksi tulang yang menyebabkan komplikasi OMSK tipe bahaya (Frickmann & Zautner 2012).

Pada penelitian ini didapatkan ekspresi TNF-α secara signifikan meningkat sesuai dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma, dengan demikian hipotesis penelitian dapat diterima. Namun penemuan semua elemen molekul resorpsi tulang mungkin sangat membantu dalam perencanaan strategi pengobatan dan menghilangkan efek destruksi kolesteatoma.

Dokumen terkait