• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat a. Tingkat Pengetahuan Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tidak berhubungan dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat praktik (p>0,05) (Tabel 4.7). Hasil ini tidak sesuai dengan beberapa teori tentang perilaku. Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima

(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).

Beberapa teori timbulnya perilaku tersebut menyimpulkan bahwa pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya tindakan atau perilaku seseorang. Timbulnya perilaku tersebut juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswadi (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat praktik dengan tindakan medik yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan secara kualitatif di Jawa Timur pada tahun 2003 tersebut menyatakan bahwa, pada dasarnya perawat memahami batasan kewenangannya, namun rendahnya tingkat pengawasan dari pihak yang berwenang (Dinas Kesehatan) membuat para perawat praktik melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dokter terlebih dahulu.

Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa alasan perawat praktik melakukan tindakan medik secara umum adalah karena perawat merasa tindakan medik yang dilakukan merupakan prosedur yang wajib untuk dilakukan. Jadi, setiap pasien yang datang untuk berobat akan memperoleh tindakan yang dianggap biasa dilakukan seperti, suntikan dan pemberian obat. Selain itu, perawat juga melakukan tindakan medik karena alasan keadaan yang membutuhkan tindakan segera (darurat) (lampiran 6).

Jika dilihat aspek pengetahuan, sebagian besar perawat memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu, 72,9 %, hanya 6,8% yang memiliki tingkat pengetahuan

rendah (Tabel 4.3). Berdasarkan pertanyaan pada kuisioner penelitian, sebagian besar perawat mampu menjawab dengan benar. Pertanyaan yang paling banyak mengalami kekliruan hanya pada pertanyaan tentang dasar hukum yang mengatur tindakan medik pada perawat yaitu Keputusan Menteri Kesehatan no.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan

Berdasarkan uraian tersebut, perlu peningkatan pengawasan dari Dinas

Kesehatan terhadap balai pengobatan, melalui pengadaaan pertemuan-pertemuan rutin dengan dokter-dokter penanggung jawab. Hal ini bertujuan untuk memantau secara rutin tanggung jawab dokter terhadap pelaksanaan peran tenaga kesehatan yang lain (perawat, bidan).

b. Tingkat Pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna tingkat pendapatan perawat dengan tindakan medik yang dilakukannya (p<0,05) (Tabel 4.7). Menurut Katz (1960), sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo, timbulnya tindakan seseorang dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut Katz mengatakan bahwa tindakan itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan hidupnya (Notoadmojo, 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50% perawat memiliki tingkat pendapatan yang rendah, dan hanya 12,7% perawat yang memiliki pendapatan pada

kategori tinggi (Tabel 4.3). Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya tingkat pendapatan perawat menyebabkan banyaknya kasus-kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- - Rp 1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).

c. Lama Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja perawat praktik dengan tindakan medik yang dilakukannya (p<0,05) (Tabel 4.7). Menurut Hasil Penelitian Prihardjo, lama kerja (praktik) seorang perawat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan dan pengenalan dari masyarakat. Kecendurungan yang terjadi adalah, semakin lama waktu kerja seorang perawat, maka semakin tinggi juga kemampuan dan tingkat kepercayaan masyarakat.

Disisi lain, lama praktik juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berada pada kategori baru 61,9%, sedangkan kategori lama hanya 11,0 % (Tabel 4.3). Semakin lama seorang perawat

menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan para perawat tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal ini banyak dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza dan berbagai penyakit lainnya) (Sudiro, 2005).

5.2. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik Perawat a. Tingkat Pengetahuan Pasien

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pasien dengan tindakan medik yang diperoleh oleh pasien (p<0,05) (Tabel 4.8). Hal ini sesuai dengan teori pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Dever yang dikutip oleh Ulina (2004), yang menyatakan bahwa permintaan masyarakat pada pelayanan kesehatan tersebut sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah meliputi: fasilitas kesehatan, jarak dan keadaan sosio-budaya, sedangkan yang termasuk faktor internal adalah persepsi, pengetahuan, tingkat pendapatan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki tingkat pengetahuan yang rendah 69,5%, sedangkan kategori baik hany 7,6% (tabel 4.3). Sebagian besar pasien (95,7%) menjawab bahwa perawat diijinkan untuk melakukan tindakan medik sama seperti tindakan medik yang dapat dilakukan oleh dokter (Lampiran 8). Rendahnya tingkat pengetahuan pasien/masyarakat tentang fasilitas

pelayanan kesehatan menyebabkan banyak tindakan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang keliru. Bagi sebagian besar masyarakat, semua tenaga medis adalah sama. Masyarakat luas tidak banyak mengerti tentang batasan hak dan kewajiban serta kewenangan masing-masing tenaga kesehatan. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya pendidikan masyarakat, khususnya mengenai batasan kewenangan masing-masing tenaga kesehatan.

b. Tingkat Pendidikan Pasien

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan pasien dengan tindakan medik yang diperoleh oleh pasien (p<0,05) (Tabel 4.8). Menurut Azwar (1996), pemanfaatan seseorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya, dan sosial ekonomi orang tersebut. Bila tingkat pendidikan, sosial budaya, dan sosial ekonomi baik, maka secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa frekuensi tertinggi tingkat pendidikan pasien ada pada kategori sedang (SMU dan Diploma) sebanyak 58,5%, kemudian kategori tinggi 25,4% dan rendah 16,1%. Rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar pasien mengakibatkan tingkat pengetahuannya terhadap batas kewengan tindakan medik perawat menjadi sangat rendah. Hal ini mengakibatkan pasien memanfaatkan pelayanan kesehatan tanpa didasari pengetahuan yang baik terhadap batas kewenangan yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (perawat).

Berdasarkan hasil penelitian Sutanto (2002) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di Kabupaten Sleman ditemukan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif, dan berkesinambungan.

Peningkatan pendidikan formal masyarakat sesungguhnya bukanlah wilayah kerja petugas kesehatan, namun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini berdampak negatif terhadap perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan kesehatan yang bersifat informal untuk meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

c. Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat

Hasil peneltian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keyakinan masyarakat terhadap kemampuan perawat dengan tindakan medik yang diperoleh oleh pasien (p<0,05) (Tabel 4.8). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2001) di Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa beberapa faktor penyebab tindakan medik yang dilakukan oleh perawat adalah tekanan sosial budaya lokal/sanksi sosial, kedekatan emosional/kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan, peluang/permintaan dari masyarakat, dan tingkat pengetahuan terhadap hak, tanggung jawab, peran, serta kewenangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien (80,5%) yakin dengan kemampuan perawat. Hanya 2,5% pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat yang tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki oleh perawat. Hal ini menyebabkan pasien memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan tanpa keraguan, meskipun mereka tidak mengetahui batasan kewenangan perawat dengan jelas.

Keyakinan masyarakat terhadap kemampuan perawat telah menjadi sebuah nilai bagi sebagian masyarakat. Keyakinan tersebut menjadikan masayarakat tidak lagi memikirkan berbagai resiko yang akan dihadapi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya pendidikan kesehatan untuk merubah paradigma dan nilai-nilai yang tidak sehat yang ada dalam masyarakat.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, baik dari segi dana, waktu, kemampuan peneliti dan berbagai keterbatasan lainnya. Sesunggunya masih banyak faktor yang seharusnya dapat diteliti yang diduga berhubungan dengan tindakan medik perawat. Berbagai faktor tersebut antara lain:

a. Berbagai indikasi menunjukkan bahwa timbulnya tindakan medik perawat juga

sangat dipengaruhi oleh masa pendidikan yang tidak tegas membatasi hak dan kewenangan perawat dalam melakukan tindakan medik. Perawat sering dididik seakan-akan sama dengan dokter dalam melakukan tindakan medik, sehingga

ketika praktik dilapangan perawat sering melakukan tindakan medik tanpa persetujuan dokter penanggung jawab

b. Motivasi perawat sebelum memasuki sekolah-sekolah keperawatan. Motivasi

perawat cendeung mengalami pergeseran sesuai dengan perjalanan waktu. Motivasi calon perawat untuk memasuki pendidikan di sekolah keperawatan awalnya adalah untuk pengabdian, namun secara perlahan berubah menjadi motivasi ekonomi dan kemampuan melakukan tindakan medik yang hampir sama dengan dokter.

Dokumen terkait