HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN
DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT
DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
OLEH
JASMEN MANURUNG 067023007/AKK
S
E K O L A H
P A
S
C A S A R JAN
A
S
U
U
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN
DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT
DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JASMEN MANURUNG 067023007/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT DI KOTA MEDAN TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Jasmen Manurung
Nomor Pokok : 067023007
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Kebijakan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Prof. drg. Lina Natamihardja, MKes) (dr. Yusniwarti Yusad, MSi)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada Tanggal: 2 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drg. Lina Natamiharja, SKM
Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, Msi
2. dr. Fauzi, SKM
PERNYATAAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2008
ABSTRAK
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) menyatakan bahwa perawat tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Kenyataanya, banyak ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Pada tahun 2006-2008 ada 252 kasus malpraktik profesi keperawatan pada perawat yang terjadi di Kota Medan..
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, pendapatan dan lama praktik) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, pendidikan dan keyakinan terhadap kemampuan perawat) dengan tindakan medik perawat praktik.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah perawat yang bekerja pada balai pengobatan di Kota Medan yang berjumlah 118 perawat dan 118 pasien. Sampel pada perawat diperoleh dengan cara simple random sampling, sedangkan sampel pada masyarakat (pasien) diperoleh dengan cara purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang tidak berhubungan dengan tindakan medik perawat adalah tingkat pengetahuan perawat (p>0,05). Faktor yang berhubungan dengan tindakan medik perawat adalah tingkat pendapatan (p<0,05), lama kerja (p<0,05), tingkat pengetahuan pasien (p<0,05), tingkat pendidikan pasien (p<0,05) dan keyakinan terhadap kemampuan perawat (p<0,05).
Disarankan perlu adanya pengawasan yang lebih baik dari Dinas Kesehatan Kota Medan terhadap balai pengobatan, khususnya kepada dokter penanggungjawab yang bertugas untuk mengawasi kinerja perawat. Selain itu, perlu dilakukan pendidikan kesehatan kepada perawat dan masyarakat menyangkut batasan kewenangan perawat, untuk mengurangi kemungkinan akibat malpraktik yang dilakukan oleh perawat.
ABSTRACT
The decision of Ministry of Health No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 about Registration and Nursing Practice, chapter 15 (d) stated that a nurse is not allowed to do medical action. Medical action can only be done based on written need by a doctor. In fact, there are many cases found in medical action, which done by nurses. In 2006-2008 there were 252 cases of nursing malpractice in Indonesia.
The study is aimed to analyze the relationship of nursing practice (knowledge level, income and length of practice) and patient characteristic (level education and belief to nurse ability) with medical action of nurse. This is an analytic study, with a cross sectional approach. Sample is nurses who worked at polyclinic in Medan city, which are 118 nurses and 118 patients. The sample of nurse was obtained by means of simple random sampling, whereas patient sample by quota sampling. Data analysis was done by Spearman Rank correlation test.
The result shows that, factor which has not relationship with medical action of nurse is knowledge level of nurse (p>0,05). The factors which have relationship with nurse medical action are income (p<0,05), length of work (p<0,05), patient knowledge level (p<0,05), educational patient level (p<0,05) and belief to nurse ability (p<0,05)
It is suggested that is necessary to have better monitoring from the Medan District of Health policlinic especially to doctor who are on duty to control nurse work. Beside it is necessary to do health education to nurse and society concerning to the limitation of nurse, to reduce the possibility of malpractice which is done by nurse.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Dia Sang Pencipta, atas semua
karunia dan berkatNya yang selalu menyertai saya dalam penulisan tesis ini.
Keyakinan dan kepercayaan saya adalah semua ini bisa terjadi atas campur tangan
Tuhan, sehingga saya dimampukan untuk mengerjakan tesis yang berjudul:
Hubungan Karakteristik Perawat dan Pasien Terhadap Tindakan Medik Perawat di
Kota Medan pada Tahun 2008.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui salah satu polemik
pelayanan kesehatan, yaitu tindakan medik yang dilakukan perawat. Dalam situasi
bangsa yang masih mengalami krisis tenaga medis yang bertanggung jawab pada
tindakan medik, perawat muncul sebagai alternatif “tenaga medik” yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Secara administratif, perawat sesungguhnya tidak
diperbolehkan melakukan tindakan medik, kecuali telah mendapat persetujuan dari
dokter atau pada situasi krisis. Namun, tingginya permintaan masyarakat terhadap
pelayanan medik pada perawat menjadikan para perawat melakukan tindakan medik
meskipun belum mendapat persetujuan dari dokter. Mengapa hal-hal tersebut terjadi?
Hal inilah yang hendak dijawab dalam penelitian ini.
Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Kosentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Kosentrasi
Administrasi Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Sekolah
Pascasarjana USU.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh jajarannya
yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti
pendidikan.
3. Prof. drg. Lina Natamihardja, SKM sebagai dosen pembimbing I. Ucapan
terimakasih ini saya sampaikan atas semua kritik, saran, dukungan moral serta
perannya yang tidak hanya membimbing dengan intelektual tetapi juga dengan
hati selama penulisan tesis ini.
4. Dr. Yusniwarti Yusad, MSi sebagai dosen pembimbing II atas saran yang telah
melengkapi penulisan tesis ini. Saya juga sangat berterimakasih atas ketersediaan
waktu para pembimbing yang telah diberikan kepada penulis di antara
kesibukannya.
5. Dr. Fauzi, SKM selaku penguji I, yang telah banyak membagikan pengalaman
dalam bentuk pertanyaan dan saran dalam penulisan tesis ini.
6. Drh. Rasmaliah, MKes, selaku penguji II, yang telah banyak memberikan kritikan
7. Dr. Umar Zein, Sp.PD selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja instansi
tersebut.
8. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendukung secara moril dan materil.
Dukungan ini juga sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis untuk senantiasa
berusaha menyelesaikan studi.
9. Kepada istri tercinta Nora Siagian, yang selalu memberi dukungan dan perhatian
selama proses penulisan tesis ini
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam penulisan ini.
Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis juga sangat terbuka pada saran
dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas
penelitian ini. Terimakasih.
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR……….…….……….... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
2.1 Perawat dan Keperawatan... 8
2.2 Hak dan Kewajiban Perawat... 9
2.3 Fungsi dan Peran Perawat... 11
2.3.1 Fungsi Perawat ... 11
2.3.2 Peran Perawat ... 13
2.4 Standar Kompetensi Perawat ... 15
2.5 Tindakan Medik ... 17
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tindakan Medik... 20
2.6.1 Karakteristik Perawat ... 20
2.6.2 Permintaan Masyarakat ... 24
2.7 Landasan Teori ... 27
2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN... 30
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.5.1 Variabel... 32
3.6 Metode Pengukuran ... 36
3.7 Metode Analisis Data ... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 39
4.2 Karakteristik Perawat... 41
4.3 Karakteristik Pasien... 42
4.4 Tindakan Medik Perawat... 43
4.5 Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik... 44
4.6 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik... 45
BAB 5 PEMBAHASAN... 48
5.1 Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik... 48
5.2 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik... 51
5.3 Keterbatasan Penelitian... 54
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 55
6.1 Kesimpulan... 55
6.2 Saran... 56
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Perawat) ... 36
1.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Pasien) ... 36
1.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen (Tindakan Medik)... 37
4.1 Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Luas Wilayah dan
Kepadatan Penduduk Kota Medan Pada Tahun 2001-2007... 40
4.2 Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Berdasarkan Kecamatan
Tahun 2007 ... 41
4.3 Karakteristik Perawat Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Pendapatan, dan Lama Kerja Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 42
4.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendidikan dan Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat Melakukan Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008 (n=118)... 43
4.5 Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 43
4.6 Tindakan Medik Perawat Berdasarkan Jenis Tindakan Medik di Kota
Medan Tahun 2008... 44
4.7 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik
Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 45
4.8 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Informed Consent... 59
2. Kuesioner Penelitian... 60
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner... 67
4. Master Data Hasil Penelitian... 69
5. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 73
6. Tabel Alasan Perawat Praktik Melakukan Tindakan Medik... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam rencana strategis
2005-2009 adalah masyarakat yang mandiri dan sehat, yaitu suatu kondisi dimana
masyarakat Indonesia menyadari, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan
mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari
gangguan kesehatan akibat bencana, lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung
untuk hidup sehat. Upaya mencapai kondisi tersebut, pemerintah khususnya
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melaksanakan upaya-upaya
pengembangan sumber daya kesehatan yang bertujuan meningkatkan jumlah, jenis,
mutu dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk SDM kesehatan, serta
pemberdayaan profesi kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan.
Beberapa upaya pengembangan sumber daya kesehatan tersebut adalah melalui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan (Depkes RI, 2005).
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga harus meningkatkan
profesionalisme dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat juga dituntut untuk
melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesinya, yang terdiri atas:
pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan yang dimaksud
keperawatan, sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi (Kep Menkes no. 1239/Menkes/SK/XI/2001).
Secara filosofis, peran dan fungsi keperawatan terdiri atas dua hal. Pertama,
perawatan merupakan bantuan diberikan karena ada kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kemampuan
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari. Kedua, kegiatan keperawatan dilakukan
dalam upaya penyembuhan, pemulihan, serta pemeliharaan kesehatan dengan
penekanan kepada upaya pelayanan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab
dan etika keperawatan (Ibrahim, 2003).
Dalam tatanan klinis, ada dua jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat
yaitu, tindakan yang dilakukan secara mandiri dan tindakan yang dilakukan
berdasarkan pesanan dokter. Tindakan yang dilakukan secara mandiri adalah tindakan
yang bukan medik sebagaimana diatur dalam standar kompetensi keperawatan,
sedangkan tindakan medik hanya dapat dilakukan perawat setelah memperoleh
persetujuan dari dokter (Kozier, 1990).
Namun karena berbagai faktor, peran perawat sebagaimana yang tertuang
dalam kebijakan tersebut sering sekali menjadi kabur dengan peran melakukan
tindakan medik. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan
keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik banyak
dialami di Indonesia, terutama oleh para perawat yang tinggal di daerah perifer
Berbagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan
tersebut telah menimbulkan dilema. Di satu sisi perawat diminta untuk melakukan
praktik sesuai dengan standar, di sisi lain masyarakat meminta perawat untuk
melakukan tindakan medik yang berada di luar kewenangannya. Sehingga banyak
terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat,
meskipun wewenang tersebut telah jelas diuraikan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan no. 1239/Menkes/SK/XI/2001 (Depkes RI, 2005).
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan perawat dalam tindakan medik
adalah keliru/salah dalam memberikan obat atau salah dosis, salah membaca label,
salah menangani pasien, dan yang lebih berat lagi adalah salah memberikan transfusi
darah sehingga mengakibatkan hal yang fatal (Priharjo, 1995).
Pada tahun 2006 -2008 ada sekitar 252 kasus malpraktek profesi keperawatan
yang terjadi di Kota Medan. Dari 252 kasus malpraktik tersebut, 126 kasus terjadi
akibat pelanggaran hukum administrasi atau yang digolongkan dalam malpraktik
administratif, 45 kasus terjadi akibat tindakan perawat yang tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang disepakati dan digolongkan dalam malpraktik sipil,
dan 81 kasus terjadi akibat tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter yang
dilakukan dengan tidak hati-hati yang menyebabkan luka dan kecacatan kepada
pasien atau yang digolongkan dalam malpraktik kriminal dengan unsur kelalaian
(PPNI, 2008).
Banyaknya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat dipengaruhi oleh
itu, jumlah dokter yang terbatas dan tindak menyebar dengan merata juga
menyebabkan perawat melakukan tindakan medik. Sedikitnya jumlah dokter yang
mau ditempatkan di daerah terpencil menjadi kendala, sehingga masyarakat memilih
upaya medik kepada perawat praktik (Anonim, 2008).
Pelanggaran terhadap kewenangan yang dilakukan oleh perawat juga banyak
disebabkan oleh rendahnya imbalan jasa yang diperoleh oleh perawat. Bahkan kalau
dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, imbalan yang diterima oleh
perawat Indonesia jauh berbeda dengan negara lain. Banyak perawat yang bergaji di
bawah upah minimum regional (UMR), sedangkan perawat di negara lain (misalnya
Philipina) telah memperoleh gaji tidak kurang dari 3,5 juta perbulannya. Hal inilah
yang menyebabkan para perawat berusaha untuk memperoleh tambahan pendapatan
dari usaha praktik dalam bentuk tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter
(Nilawaty, 2003).
Hasil penelitian kualitatif Supriadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Propinsi Jambi pada tahun 2005, menyatakan bahwa ada empat faktor yang menjadi
penyebab para perawat melakukan tindakan medik antara lain: (1) posisi praktik
pengobatan perawat, yaitu posisi perawat sebagai ujung tombak pembangunan
kesehatan menyebabkan mereka banyak berhubungan dengan masyarakat dan
mendapat kepercayaan medik dari masyarakat, (2) rasio dokter dengan penduduk
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perawat menjadikan perawat sebagai
perawat, (4) kebiasaan masyarakat yang meminta perawat melakukan kewajiban
diluar kewenangan (Supriadi, 2005).
Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik
yang dilakukan oleh perawat, khususnya perawat yang berada di daerah pedesaaan,
disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan
perannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, penyebab utama
rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya disebabkan
oleh rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat selama
menjalani pendidikan (Sudiro, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2001) di Propinsi Jawa Barat
menemukan bahwa beberapa faktor penyebab tindakan medik yang dilakukan oleh
perawat adalah tekanan sosial budaya lokal/sanksi sosial, kedekatan
emosional/kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan, peluang/permintaan
dari masyarakat, dan tingkat pengetahuan terhadap hak, tanggung jawab, peran, serta
kewenangan (Suharto, 2001).
Tinggi rendahnya permintaan masyarakat pada pelayanan kesehatan tersebut
sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: faktor eksternal dan internal. Faktor
eksternal adalah meliputi: fasilitas kesehatan, jarak dan keadaan sosio-budaya,
sedangkan yang termasuk faktor internal adalah persepsi, pengetahuan, tingkat
pendapatan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap (Notoadmojo, 2005).
Bagaimana dengan perawat di daerah perkotaan? Menjadi pertanyaan yang
dikategorikan sebagai perkotaan, Kota Medan juga menjadi dasar dari pelaksanaan
penelitian ini.
1.2Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik
perawat (tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan, lama kerja) dan karakteristik
pasien (tingkat pengetahuan, kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat
pendidikan) dengan tindakan medik perawat di Kota Medan pada tahun 2008.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karakteristik perawat berdasarkan tingkat pengetahuan,
tingkat pendapatan dan lama kerja di Kota Medan.
b. Untuk mengetahui karakteristik pasien berdasarkan tingkat pengetahuan,
kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan di Kota
Medan.
c. Untuk mengetahui gambaran frekwensi tindakan medik yang dilakukan oleh
perawat.
d. Untuk mengetahui hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan,
tingkat pendapatan, lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan,
kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan) dengan
1.4 Hipotesis
Ada hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat
pendapatan, lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, kepercayaan
terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan) dengan tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat di Kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi pengembangan ilmu analisis kebijakan kesehatan
terhadap peningkatan profesionalisme perawat.
2. Sebagai bahan masukan untuk intansi pendidikan keperawatan dalam upaya
pendidikan tentang batas-batas kewenangan perawat.
3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam
pengawasan pelaksanaan tindakan keperawatan bagi perawat yang bekerja di
berbagai fasilitas kesehatan.
`BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perawat dan Keperawatan
Perawat adalah seorang yang telah mampu menempuh serta lulus pendidikan
formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko,
sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan berupa bantuan yang
diberikan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan,
serta kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri
(Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia,
2008).
Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan/asuhan profesional yang
bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada
standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai
tuntunan utama. Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan
intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral. Hal ini dapat ditempuh
dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program
2.2. Hak dan Kewajiban Perawat
Hak dan kewajiban perawat telah diatur secara rinci dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Hak dan kewajiban tersebut adalah:
a. Hak perawat adalah:
1. Memperoleh perlindungan hukum yang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi.
2. Mendapat jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya.
3. Mendapat perlakuan adil dan jujur oleh pimpinan sarana kesehatan,
klien/pasien, dan atau keluarganya.
4. Menerima imbalan jasa pelayanan keperawatan.
5. Mendapat hak cuti dan hak kepegawaian.
6. Memperoleh kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan formal dan
informal.
7. Menjaga privasi profesional sebagai perawat.
8. Mendapat pelayanan pemeriksanaan secara rutin.
9. Menuntut jika nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien atau tenaga
kesehatan lainnya.
10.Menolak pihak lain yang memberi anjuran atau permintaan tertulis untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan
11.Mendapat informasi yang benar dan jujur dari klien.
12.Dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kebijakan kesehatan di sarana
kesehatan.
13.Memperoleh kesempatan dalam pengembangan karir sesuai bidang profesi di
sarana kesehatan.
b. Kewajiban perawat adalah:
1. Perawat wajib memiliki Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK), dan
Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
2. Perawat wajib menghormati hak pasien.
3. Perawat wajib merujuk pada kasus yang tidak dapat ditangani.
4. Menyimpan rahasia klien.
5. Memberikan informasi kepada klien sesuai batas kewenangannya.
6. Meminta persetujuan setiap tindakan keperawatan.
7. Mencatat/mendokumentasikan semua tindakan keperawatan.
8. Mematuhi standar profesi dan kode etik keperawatan.
9. Meningkatkan pengetahuan.
10.Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa pasien/klien.
11.Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan.
12.Menaati semua peraturan perundang-undangan.
14.Menjaga hubungan kerja dengan sesama perawat dan tenaga kesehatan
lainnya.
2.3. Fungsi dan Peran Perawat
2.3.1. Fungsi Perawat
Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang
terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan,
perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut
atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat
yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga
dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi
non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan (Depkes,
2005).
Dalam prakteknya, fungsi perawat terdiri atas tiga fungsi, yaitu: independen,
interdependen, dan dependen (Praptianingsih, 2007).
a. Fungsi Independen
Fungsi independen perawat adalah those activities that are considered to be
within nursing’s of diagnosis and treatment. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak
memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap
akibat yang timbul dari tindakan yang diambil. Contoh tindakan perawat dalam
1) Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara
fisik untuk menentukan status kesehatan.
2) Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk
memelihara atau memperbaiki kesehatan.
3) Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
4) Mendorong untuk berperilaku secara wajar.
b. Fungsi Interdependen
Fungsi interdependen perawat adalah carried out conjuction with other health
team members. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan
atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan
lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya
tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama
tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan bidang ilmunya.
Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi fokus upaya pelayanan kesehatan.
Contohnya, untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes, perawat bersama
tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan kebutuhan makanan
yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin. Ahli gizi memberikan kontribusi
dalam perencanaan makanan dan perawat mengajarkan pasien memilih makan
sehari-hari. Dalam fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara bersama-sama dengan
tenaga kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang
c. Fungsi Dependen
Fungsi dependen perawat adalah the perfomed based on the physician’s order.
Dalam fungsi ini, perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan
medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan
khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap
kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat
yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk
dalam tanggung jawab perawat.
2.3.2. Peran Perawat
Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan,
praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan, pendidikan klien, serta
kegiatan penelitian di bidang keperawatan (Nursalam, 2007):
a. Peran Pelaksana
Peran ini dikenal dengan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu,
keluarga, dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang
disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bertindak
sebagai comforter, protector, advocate, communicator, dan rehabilitator.
Sebagai comforter, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman
melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar terlaksana dengan seimbang
dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai communicator, perawat
bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota kesehatan lainnya. Peran
ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi
asuhan keperawatan selama 24 jam, sedangkan rehabilitator, berhubungan erat
dengan tujuan pemberian keperawatan, yakni mengembalikan fungsi organ atau
bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.
b. Peran sebagai Pendidik
Sebagai pendidik, perawat berperan dalam mendidik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung
jawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desiminasi ilmu
kepada peserta didik keperawatan.
c. Peran sebagai Pengelola
Dalam hal ini, perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam
mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen
keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola, perawat
melakukan pemantauan dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan
serta mengorganisasikan dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Secara
umum, pengetahuan perawat tentang fungsi, posisi, lingkup kewenangan, dan
tanggung jawab sebagai pelaksana belum maksimal. Mayoritas perawat hampir tidak
d. Peran sebagai Peneliti
Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan dalam
mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang kesehatan, karena temuan
penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan
profesi keperawatan.
2.4. Standar Kompetensi Perawat
Berdasarkan Surat Keputusan DPP PPNI No. 03/DPP/SK/I/1996, maka standar
keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi empat jenis standar, yaitu:
1) Standar Pelayanan Kesehatan
2) Standar Praktik Keperawatan
3) Standar Pendidikan Keperawatan
4) Standar Pendidikan Berkelanjutan Bagi Keperawatan.
Dalam praktik keperawatan, standar tersebut terdiri atas:
a. Standar 1 : Pengumpulan data tentang kesehatan klien/pasien dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh
b. Standar 2 : Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan data status
kesehatan.
c. Standar 3 : Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat
berdasarkan diagnosis keperawatan.
d. Standar 4 : Rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan
pendektatan tindakan keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan
yang disusun berdasarkan diagnosis keperawatan.
e. Standar 5 : Tindakan keperawatan memberi kesempatan klien atau pasien
untuk berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan
kesehatan.
f. Standar 6 : Tindakan keperawatan membantu klien atau pasien untuk
mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat.
g. Standar 7 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan
oleh klien atau pasien dan perawat.
h. Standar 8 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi
arah untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali urutan
prioritas, penetapan tujuan baru, dan perbaikan rencana asuhan keperawatan
(Nursalam, 2007).
2.5. Tindakan Medik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976) disebutkan
aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatannya. Dalam dunia medis, tindakan
medik dapat diartikan sebagai tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang
digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau
mencegah penyakit. Beberapa tindakan medik yang sering dilakukan oleh perawat
antara lain; melakukan suntikan, infus, pemasangan NGT, dan pemberian resep obat.
Tindakan medik sebagaimana yang disebutkan di atas, hanya dapat dilakukan oleh
orang yang telah memiliki kompetensi (Priharjo, 1995).
Dalam dunia keperawatan, harus benar-benar dipahami bahwa ada sebuah
batasan yang jelas dalam hal melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya
dapat dilakukan oleh perawat setelah memperoleh persetujuan dari dokter dan dokter
gigi sebagai pihak yang dianggap memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan
medik. Segala sesuatu tindakan medik yang dilakukan oleh perawat tanpa
memperoleh persetujuan dari dokter dan dokter gigi terlebih dahulu, dianggap sebagai
tindakan medik yang bersifat ilegal (Priharjo, 2005).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Keperawatan. Dalam pasal 15 dinyatakan bahwa perawat
berwenang untuk:
a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi: intervensi
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a
dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan
tertulis dari dokter.
Berdasarkan pasal tersebut, dapat dijelaskan bagaimana batasan kewenangan
perawat dan hubungannya dengan dokter sebagai penanggung jawab tindakan medik.
Tindakan medik hanya dapat dilakukan oleh dokter dan dokter gigi, sedangkan
perawat hanya berperan sebagai pembantu dokter, karena yang dilakukannya sesuai
dengan perintah dan petunjuk doker. Kalau dokter terutama menghadapi penyakit
pasiennya, maka perawat terutama lebih memusatkan perhatian pada reaksi penderita
pada penyakitnya dan berupaya untuk membantu mengatasi penderitaan pasien,
mengatasi penderitaan bathin pasien, dan bila mungkin mengupayakan jangan sampai
penyakitnya menimbulkan komplikasi. Ia juga mencatat segala kegiatan tubuh
penderita, seperti detak jantung, suhu badan, berat badan, pernafasan, buang air besar,
dan buang air kecil. Di bawah pengawasan dokter ia pun memberi suntikan,
memasang infus, atau memberi pengobatan lain. Pada penderita yang baru selesai
dibedah, ia harus memantau kesadarannya, pernafasan, menjaga aliran infus, dan
mencatat detak jantung. Perawat mau mendengarkan dengan sabar keluhan pasiennya
dan memberikan harapan yang besar akan kesembuhan penyakitnya (Praptianingsih,
Demikianlah uraian kewenangan yang dimiliki oleh perawat. Penjelasan
tersebut juga menunjukkan dengan jelas bahwa sesungguhnya perawat tidak diijinkan
untuk melakukan tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter. Namun
kenyataannya, masih banyak ditemukan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat
di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di daerah perifer, yang tidak memperoleh
persetujuan dari dokter terlebih dahulu (Priharjo, 1995).
Menurut Sciortino (1992), pertentangan antara peran formal dan aktual perawat
merupakan salah satu bukti bagaimana transmisi yang terganggu antara tingkat
nasional dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Walaupun tidak diketahui
oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi yang sangat besar. Perawat
tidak melakukan apa yang secara formal diharapkan atau diajarkan pada mereka.
Lebih lanjut Scortiono menjelaskan, bahwa ketidakcukupan pengetahuan daerah
perifer, seperti penegakan diagnosa yang salah, penggunaan antibiotika yang tidak
benar, dan penggunaan injeksi yang tidak sesuai prosedur.
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tindakan Medik
Perawat
2.6.1. Karakteristik Perawat
a. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata
tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang
sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio,
televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).
Menurut Benjamin Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoadmojo (2005)
pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan
Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama
timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider (1946), perubahan
perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan
sebagainya. Menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat
ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi
karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau
keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau
obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri
individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang
timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat
pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti
empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima
(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation,
Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).
Demikian juga dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat.
Timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat sangat dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuannya terhadap wewenang perawat. Selama menempuh pendidikan,
perawat mendapat ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi dokter.
Sehingga bukan sesuatu yang aneh bila setelah lulus, para perawat akan praktek
melakukan hal yang sama seperti yang didapatkan dalam pendidikan (Nursalam,
2007).
Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik
yang dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan,
disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan
peranannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, penyebab
utama rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya adalah
rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat selama menjalani
b. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah satuan atau satuan materi yang diperoleh dari hasil
pekerjaan seseorang. Tingkat pendapatan menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan, khususnya tindakan yang
berhubungan dengan pekerjaan seseorang (Notoadmojo, 2005).
Menurut Katz (1960), sebagaimana yang dikutip oleh Notoadmojo, timbulnya
tindakan seseorang dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan.
Lebih lanjut Katz mengatakan bahwa tindakan itu memiliki fungsi instrumental,
artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang
dapat bertindak terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan hidupnya (Notoadmojo,
2005).
Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah
satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya
tingkat pendapatan perawat menyebabkan banyaknya kasus-kasus tindakan medik
yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum
Regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp
300.000,- - Rp 1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di
Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan
medik mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).
Hal ini masih melihat perawat secara individual. Sebagai bagian dari manusia
yang layak, maka para perawat juga akan menjalankan fungsi hidupnya untuk
bertambahnya beban ekonomi dengan pertambahan anggota keluarga. Hal ini akan
meningkatkan tekanan untuk melakukan tindakan-tindakan medik yang diluar
kewenangan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup (Nursalam, 2007).
c. Lama Kerja
Waktu yang telah dilalui oleh seorang perawat dalam menjalankan tugas
keperawatan pada berbagai fasilitas kesehatan dapat disebut sebagai lama kerja. Lama
kerja bagi setiap perawat merupakan variabel yang sangat penting. Lama waktu kerja
juga sangat mempengaruhi kemampuan seorang perawat, hal ini berkaitan erat
dengan pengulangan secara sistematis beberapa hal atau langkah-langkah tindakan
medik yang dilakukan. Lama kerja seorang perawat juga sangat berpengaruh terhadap
tingkat kepercayaan dan pengenalan dari masyarakat. Kecendurungan yang terjadi
adalah, semakin lama waktu kerja seorang perawat, maka semakin tinggi juga
kemampuan dan tingkat kepercayaan masyarakat (Prihardjo, 2005).
Disisi lain, lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda
terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama
seorang perawat menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik
yang mampu untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan
para perawat tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal
ini banyak dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza
2.6.2. Karakteristik Pasien
Menurut Dever (1984) yang dikutip Ulina (2004) dalam “Determinants of
Health Service Utilization”, faktor karakteristik pasien atau masyarakat merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan disamping
faktor-faktor lain. Lebih jelas Dever menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Sosio Kultural
a. Norma dan nilai yang ada di masyarakat adalah norma, nilai sosial, dan
keyakinan yang ada di masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam
bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seorang
wanita hamil cenderung akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ditangani oleh seorang wanita. Hal ini berhubungan dengan norma yang ada
dalam masyarakat yang menyatakan bahwa aurat seorang wanita hanya dapat
dilihat oleh pasangannya. Hal ini menyebabkan banyak wanita tidak nyaman
untuk bersalin pada fasilitas kesehatan yang ditangani oleh dokter laki-laki.
b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, dalam hal ini
kemajuan di bidang teknologi di satu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan
pelayanan kesehatan, seperti: transplantasi organ, inseminasi, operasi dan
kemajuan teknologi dalam bidang alat-alat deteksi penyakit. Sedangkan di sisi
lain, kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin
sehingga masyarakat tidak lagi memanfaatkan pelayanan kesehatan karena
disebabkan oleh berbagai penyakit menular.
2. Faktor Organisasional
a. Ketersediaan sumber daya yang mencakup segi kualitas maupun kuantitas
sangat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan
hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b. Keterjangkauan lokasi, peningkatan akses yang dipengaruhi oleh
berkurangnya jarak, waktu tempuh, maupun biaya tempuh yang
mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik
provider terhadap konsumen, seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan
hubungan keagamaan. Akses ini terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima
dan terjangkau. Dimensi dapat diterima mengarah kepada faktor psikologi,
sosial, dan budaya, sedangkan dimensi terjangkau mengarah kepada faktor
ekonomi.
d. Karakteristik struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam
bentuk praktek pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan
kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda.
3. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan)
1) faktor sosio demografi, meliputi: umur, seks, ras, bangsa, status perkawinan,
jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan),
2) faktor sosio psikologi, meliputi: persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan
terhadap perawatan medis/dokter, dan
3) faktor epidemiologis, meliputi mortalitas, morbilitas, disability, dan faktor
resiko.
b. Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh:
1) Faktor ekonomi, yaitu adanya keterbatasan konsumen untuk mengakses
pelayanan kesehatan.
2) Faktor karakteristik provider, meliputi tiga tipe pelayanan kesehatan, sikap
petugas, keahlian petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan
kesehatan tersebut.
Sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan, tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat banyak terjadi akibat tingginya permintaan dari masyarakat,
khususnya masyarakat pedesaan. Masyarakat di pedesaan sering beranggapan bahwa
perawat mempunyai peran yang sama dengan dokter. Merubah perilaku masyarakat
terhadap kepercayaan pelayanan kesehatan tidaklah mudah, contohnya kepercayaan
tentang anggatapan bahwa penyakit hanya bisa disembuhkan dengan pemberian
suntikan. Masyarakat tetap meminta perawat untuk mengobati mereka meskipun
sudah ada dokter. Bila perawat tidak mau memenuhi harapan masyarakat, mereka
2.7. Landasan Teori
Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang
digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau
mencegah penyakit (Priharjo, 2005).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) dinyatakan bahwa perawat tidak
dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan
berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Namun dalam kenyataanya, banyak
ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat (Persatuan Perawat
Nasional Indonesia, 2008)
Timbulnya tindakan medik perawat juga berhubungan dengan tingkat
pengetahuan perawat. Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus
tindakan medik yang dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di
daerah pedesaan, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap
fungsi dan peranannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa,
penyebab utama rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan
perannya adalah rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat
selama menjalani pendidikan.
Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah
satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya
yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum
Regional (UMR) (Kompas, 2007).
Disisi lain, lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap
kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang perawat
menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu
untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan para perawat
tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal ini banyak
dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza dan
berbagai penyakit lainnya) (Sudiro, 2005).
Selain faktor-faktor yang bersumber dari perawat sendiri, tindakan medik juga
sangat berhubungan dengan karakteristik masyarakat. Unsur-unsur yang menjadi
karakteristik tersebut adalah tingkat pengetahuan masyarakat, kepercayaan yang
bersumber dari pengalaman dan tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri, persepsi,
jarak dengan fasilitas, tingkat pendapatan dan faktor-faktor lain. (Ulina, 2004).
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Karakteristik Perawat:
1. Tingkat Pengetahuan
2. Tingkat Pendapatan
3. Lama Kerja
Tindakan Medik Perawat:
1. Dengan persetujuan dokter 2. Tanpa persetujuan dokter
Karakteristik Pasien:
1. Kepercayaan pasien
terhadap kemampuan perawat
2. Tingkat Pendidikan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross-Sectional (potong
lintang)yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan karakteristik perawat dan pasien
dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di Kota Medan pada tahun 2008.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kota Medan. Kota Medan dipilih sebagai lokasi
penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan medik perawat sebelumnya. Penelitian ini
direncanakan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Januari 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah balai pengobatan umum yang berjumlah
414 balai pengobatan. Setiap satu balai pengobatan diwakili oleh satu orang perawat
yang memiliki Surat Ijin Kerja. Hal ini didasarkan asumsi bahwa setiap balai
pengobatan memiliki satu orang perawat pengawas yang telah memiliki Surat Ijin
Kerja (SIK). Selain itu, populasi dalam penelitian ini juga melibatkan pasien yang
3.3.2. Sampel
a. Besar Sampel
Besar sampel perawat dalam penelitian ini diperoleh melalui rumus Issac &
Michael (Arikunto, 2000):
S = χ² NP (1-P) d²(N-1) + χ² P(1-P)
S = 6,63. 414. 0,5 (1-0,5) (0,1)²(414-1) + 6,63 0,5 (1-0,5)
S = 686,205 5,78
S = 118,4 (dibulatkan menjadi =118)
Keterangan:
S = jumlah sampel
χ² = nilai chi-square dengan dk (1) dan α = 0,05 N = jumlah populasi
P = proporsi perawat yang melakukan tindakan medik (0,5) d² = presisi (0,1)
Jumlah sampel pertama dalam penelitian ini adalah sebanyak 118 perawat. Jumlah
sampel kedua adalah pasien, yaitu sebanyak 118 pasien.
b. Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai sifat dan karakteristik
yang sama dengan populasi. Pengambilan sampel balai pengobatan dilakukan dengan
cara simple random. Pengambilan sampel pasien dilakukan dengan cara quota
sampling, yaitu satu orang pasien yang pernah memanfaatkan balai pengobatan
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode
wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Sebelum data dikumpulkan,
terlebih dahulu dilakukan uji instrumen yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat
bantu yang digunakan (kuisioner) memiliki validitas dan reliabilitas pada kuisioner
pasien. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item
pertanyaan dengan skor total yang menggunakan rumus korelasi Pearson Product
Moment (r). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach Alpha.
Setelah uji validitas kuesioner dilakukan, diperoleh hasil bahwa seluruh
pertanyaan (41 pertanyaan) kuesioner dinyatakan valid dan reliabel. Hal ini diperoleh
berdasarkan perbandingan nilai validitas dan reliabilitasnya yang lebih besar dari nilai
korelasi (r) yaitu sebesar 0,304 (Lampiran 3).
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik perawat (tingkat
pengetahuan, tingkat pendapatan dan lama kerja) dan karakteristik pasien
(tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan kepercayaan terhadap kemampuan
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelititan ini adalah tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat (atas persetujuan dokter dan tidak atas persetujuan
dokter penanggung jawab).
3.5.2. Definisi Operasional
1. Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang
digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau
mencegah penyakit, terdiri atas: suntikan, infus intravena, hecting dan pemberian
obat.
2. Suntikan adalah pemberian substansi/bahan yang digunakan untuk
menyembuhkan, mengatasi atau mencegah penyakit melalui tindakan injeksi.
3. Pemberian Infus Intravena Pemberian infus cairan intravena (intravenous fluids
infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
4. Hecting Tindakan penyambungan jaringan kulit dengan cara menjahit yang
menggunakan jarum dan benang cutgat.
5. Pemberian obat pemberian suatu substansi/bahan yang digunakan untuk
menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit melalui
6. Tingkat pengetahuan adalah tingkat pengetahuan perawat tentang tindakan medik
yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Tingkat pengetahuan dibagi atas:
a) Kurang, jika responden mampu menjawab benar < 5 dari keseluruhan
pertanyaan.
b) Sedang, jika responden mampu menjawab benar 5 – 7 dari keseluruhan
pertanyaan.
c) Baik, jika responden mampu menjawab benar 8-10 dari keseluruhan
pertanyaan.
7. Lama kerja adalah waktu yang dilalui oleh seorang perawat selama melakukan
pekerjaan sebagai perawat pada balai pengobatan yang dinyatakan dalam satuan
tahun. Lama kerja perawat dibagi atas:
a) Baru, jika lama kerja 1-3 tahun
b) Sedang, jika lama kerja 4-6 tahun
c) Lama, jika lama kerja > 6 tahun
8. Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan perawat setiap bulan yang terdiri
atas penghasilan pokok dan sampingan yang dihitung dalam rupiah, dibagi
dengan jumlah anggota keluarga. Dengan demikian, pendapatan responden dibagi
jadi tiga kategori yaitu:
a) Rendah, jika pendapatan keluarga < Rp 1.000.000/anggota keluarga,-
b) Sedang, jika pendapatan keluarga Rp 1.000.000,- - Rp 1.500.000,-/anggota
keluarga.
9. Tingkat pengetahuan pasien adalah tingkat pengetahuan pasien tentang tindakan
medik yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh perawat. Tingkat pengetahuan
dibagi atas:
a) Kurang, jika responden mampu menjawab benar 1-2 dari keseluruhan
pertanyaan.
b) Sedang, jika responden mampu menjawab benar 3-5 dari keseluruhan
pertanyaan.
c) Tinggi, jika responden mampu menjawab benar 6-8 dari keseluruhan
pertanyaan.
10.Kepercayaan adalah keyakinan pasien terhadap kemampuan perawat dalam
melakukan tindakan medik dalam upaya penyembuhan. Kepercayaan terhadap
kemampuan perawat di bagi atas:
a) Tidak Yakin, jika pasien tidak percaya terhadap kemampuan perawat dalam
melakukan tindakan medik
b) Ragu-ragu, jika pasien tidak sepenuhnya percaya terhadap kemampuan perawat
dalam melakukan tindakan medik
c) Yakin, jika pasien percaya penuh terhadap kemampuan perawat dalam
melakukan tindakan medik.
11.Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil
ditamatkan responden. Pendidikan dibagi atas:
a) Rendah, jika responden memiliki tingkat pendidikan SD dan SLTP.
c) Tinggi, jika responden memiliki tingkat pendidikan S1, S2 dan S3.
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 1.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Perawat)
Variabel Kriteria Skala
Ordinal - Kurang, (< 5 jawaban benar) - Sedang, (5-7 jawaban benar) - Kurang, (8-10 jawaban benar) Tingkat
Pendapatan
1.Rendah 2.Sedang 3.Tinggi
Ordinal d)Rendah, jika pendapatan keluarga < Rp 1.000.000/anggota keluarga,- e)Sedang, jika pendapatan keluarga Rp
1.000.000,- - Rp 1.500.000,-/anggota keluarga.
f)Tinggi, jika pendapatan keluarga > Rp 1.500.000,-/anggota keluarga
Lama Kerja 1. Baru 2. Sedang 3. Lama
Ordinal g)Baru, jika lama kerja 1-3 tahun h) Sedang, jika lama kerja 4-6 tahun i) Lama, jika lama kerja > 6 tahun
Tabel 1.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Pasien)
Variabel Kriteria Skala
Ordinal - Kurang, (1-2 jawaban benar) - Sedang, (3-5 jawaban benar) - Baik, (6-8 jawaban benar)
Ordinal j) Tidak yakin, jika pasien tidak percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik
k)Ragu-ragu, jika pasien tidak sepenuhnya percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik l) Yakin, jika pasien percaya penuh
Tabel 1.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen (Tindakan Medik)
Variabel Kriteria Skala
Ukur
Keterangan
Suntikan 1.Pernah 2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan suntikan tanpa persetujuan dokter penanggung jawab. - Tidak pernah memberikan suntikan
tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
Pemberian Infus Intravena
1.Pernah 2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan infus intravena tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
- Tidak pernah memberikan infus intravena tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
Hecting 1.Pernah
2.Tidak pernah
Nominal - Pernah melakukan hecting tanpa persetujuan dari dokter penanggung jawab.
m)Tidak pernah melakukan hecting tanpa persetujuan dokter penanggung jawab. Pemberian
Obat
1.Pernah 2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan obat tanpa
persetujuan dokter penanggung jawab. n)Tidak pernah, memberikan obat tanpa
persetujuan dokter penanggung jawab.
3.7. Metode Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan mempertimbangkan jenis hipotesis dan skala
datanya. Berdasarkan rumusan hipotesisnya, hipotesis penelitian ini bersifat assosiatif
dengan jenis skala ordinal, pengujian assosiasi kedua variabel tersebut dilakukan
dengan uji Korelasi Spearman Rank. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan bantuan program komputer, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
sejauh mana hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat
kemampuan perawat, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan) dengan tindakan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3”30’ – 3”43’ LU dan
98”35’-98”44’ BT dengan luas wilayah 265,10 km2 dengan batas-batas sebagai
berikut :
Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang
Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5–
37,5 meter diatas permukaan laut.
Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya
sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara,
Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai
kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat
b. Demografi
Sejak tahun 2001, jumlah penduduk Kota Medan mengalami kenaikan yang
cukup bermakna hingga tahun 2007. Pada tahun 2001, penduduk Kota Medan
berjumlah 1.926.052 jiwa. Meningkat menjadi 2.083.156 jiwa pada tahun 2007. lebih
jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini.
Table 4.1. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Pada Tahun 2001-2007
T a h u n Jumlah Sumber: Medan Dalam Angka Tahun 2008. www.pemkomedan.go.id
c. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Kota Medan cukup memadai dan relatif tersebar
sehingga memudahkan masyarakat untuk mencapainya. Fasilitas kesehatan tersebut
meliputi Puskesmas, Balai Pengobatan, Rumah Bersalin dan Rumah Sakit, Secara
Tabel 4.2. Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Berdasarkan Kecamatan Tahun 2007
No Kecamatan Puskesmas Pustu BPU Rumah
Bersalin
Sumber: Medan Dalam Angka Tahun 2007.www.pemkomedan.go.id
4.2. Karakteristik Perawat
Karakteristik perawat sebagai responden dalam penelitian ini meliputi tingkat
pengetahuan, tingkat pendapatan dan lama praktik. Secara rinci, karakteristik perawat
Sebagian besar perawat mempunyai tingkat pengetahuan baik, yaitu 72,9%.
Tingkat pendapatan perawat terbanyak pada kategori rendah, yaitu 50,0%. Lama
kerja perawat terbanyak pada kategori baru, yaitu 61,9%.
Tabel 4.3. Karakteristik Perawat Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendapatan dan Lama Kerja Perawat di Kota Medan Tahun 2008
No Karakteristik Perawat Jumlah %
1 Tin
2 Tingkat Pendapatan
a. Rendah
4.3. Karakteristik Pasien
Sebagian besar pasien mempunyai tingkat pengetahuan kurang, yaitu 69,5%.
Tingkat pendidikan pasien terbanyak pada kategori sedang, yaitu 58,5%. Keyakinan
pasien terhadap kemampuan perawat terbanyak berada pada kategori yakin, yaitu
80,5% (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendidikan dan Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat Melakukan Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008 (n=118)
No Karakteristik Pasien Jumlah (%)
1 Tingkat Pengetahuan
a. Kurang
2 Tingkat Pendidikan
a. Rendah
3 Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat
a. Tidak Yakin
4.4. Tindakan Medik Perawat
Sebagian besar perawat menyatakan pernah melakukan tindakan medik tanpa
persetujuan dari dokter penanggung jawab, yaitu 75,4%, sedangkan yang menyatakan
tidak melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari dokter
penanggung jawab terlebih dahulu 24,6%.
Tabel 4.5. Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008
Tindakan Medik Jumlah %
Melakukan Tindakan Medik 89 75,4
Tidak Melakukan Tindakan Medik 29 24,6
Jumlah 118 100,0
Perawat yang menyatakan pernah melakukan tindakan medik tanpa
persetujuan dari dokter terlebih dahulu, semuanya menyatakan pernah melakukan
jenis tindakan medik memberikan suntikan dan pemberian obat, sedangkan infus
Tabel 4.6. Tindakan Medik Perawat Berdasarkan Jenis Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008
Melakukan Tidak Melakukan
Jenis Tindakan Medik
Jumlah % Jumlah %
Suntikan 89 100,0 0 0,0
Infus Intravena 52 58,4 37 41,6
Hecting 5 5,6 84 94,4
Pemberian Obat 89 100,0 0 0,0
4.5. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat
Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan menyatakan melakukan
tindakan medik sebanyak 72,0%, tidak melakukan tindakan medik 28,0%. Kategori
tingkat pengetahuan sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 83,3%, tidak
melakukan tindakan medik 16,7%. Kategori kurang dan melakukan tindakan
sebanyak 87,5%, tidak melakukan tindakan medik 12,5%. Berdasarkan hasil uji
statistik, tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan
tindakan medik (p>0,05).
Perawat yang memiliki tingkat pendapatan dengan kategori rendah dan
menyatakan melakukan tindakan medik sebanyak 87,5%, tidak melakukan tindakan
medik 12,5%. Kategori sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 72,7%, tidak
melakukan tindakan medik 27,3%. Kategori tinggi dan melakukan tindakan sebanyak
100,0%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pendapatan perawat dengan tindakan medik (p<0,05).
Perawat yang melakukan praktik dengan kategori baru praktik dan
Kategori sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 84,3%, tidak melakukan
tindakan medik 15,7%. Kategori lama dan melakukan tindakan sebanyak 15,3%,
tidak melakukan tindakan medik 84,7%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat
hubungan yang bermakna antara lama praktik perawat dengan tindakan medik
(p<0,05).
Tabel 4.7. Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008
Tindakan Medik
Tingkat Pendapatan Perawat
a. Rendah
Lama Kerja Perawat a. Baru
4.6. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik Perawat
Pasien yang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik dan
menyatakan memperoleh tindakan medik sebanyak 12,5%, tidak memperoleh
tindakan medik 87,5%. Kategori sedang dan memperoleh tindakan medik sebanyak
80,0%, tidak memperoleh tindakan medik 20,0%. Kategori kurang dan memperoleh