• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

HASIL PENELITIAN

4.6 Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

Tabel 6. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

** P-value/Sig. uji korelasi (Sarwono 2006):

o 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

o 0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

o 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup o 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat o 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat o 1 : Korelasi sempurna Konveksitas skeletal

Jenis kelamin N p Uji Korelasi Pearson

Konveksitas Jaringan Lunak

Laki-laki 20 0,001 0,701

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

BAB 5 PEMBAHASAN

Perawatan ortodonti dapat memberikan perubahan bentuk wajah, oleh karena itu perubahan tersebut seharusnya telah diantisipasi dan diperkirakan sejak awal dalam membentuk sebuah rencana perawatan yang komprehensif. Jaringan lunak mempunyai peranan yang besar dalam keseluruhan estetika wajah seorang individu.2 Para ortodontis telah menyadari bahwa jaringan keras dan lunak harus dipertimbangkan dalam membangun estetika wajah yang harmonis dan oklusi yang fungsional.2,5-9 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas skeletal, nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah antara laki-laki dan perempuan. Selain itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Analisa wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis kelamin dan ras (etnis).19 Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A -3 mm sampai +4 mm.11 Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata nilai konveksitas

skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 3,26 mm dan memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,760 (p> 0,05).

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 3,85 mm sedangkan rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki sebesar 2,67 mm. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,197 yang mana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas

skeletal pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku Bugis dan Makassar yang mendapatkan hasil bahwa rerata derajat konveksitas jaringan keras pada laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna.17 Begitu pula halnya dengan Kusnoto (1988) dalam penelitiannya terhadap anak-anak usia 6-15 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Penelitiannya tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin.32

Analisis konveksitas jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.2,6,26 Hidung bangsa Indonesia yang memiliki rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini.

Holdaway menggunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik

pogonion kulit (Pog’) ke titik labial superior (Ls). Garis-H ini berhubungan erat dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’. Sudut-H yang digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus, atau cekung. Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7o– 15o.11

Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,210 (p>0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 15,42o sedangkan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki sebesar 14,52o. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perabuwijaya (2007) terhadap 42 orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki (mean = 17o) dan perempuan (mean = 16,53o) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin tersebut.16

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Korelasinya positif berarti perubahan kedua variabel menunjukkan arah yang sama. Semakin besar nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai konveksitas jaringan lunak mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku Bugis dan Makassar yang menyatakan adanya korelasi antara derajat konveksitas jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan. Kekuatan korelasi yang diperoleh pada laki-laki sebesar +0,658 dengan

probabilitas 0,002 (p<0,05) sedangkan pada perempuan sebesar +0,586 dengan probabilitas 0,001 (p<0,05) menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut.17

Penelitian Koesoemahardja (1993) tentang pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan pertumbuhan umum pada anak usia 6-18 tahun menyatakan bahwa tidak semua jaringan lunak fasial pertumbuhannya berkorelasi dengan jaringan kerasnya, tetapi ada yang tumbuh mandiri. Hasil penelitian tersebut kurang bisa diperbandingkan dengan penelitian ini karena sampel penelitian tersebut masih bercampur antara rentang usia anak-anak dan dewasa.33

Penelitian Sijabat (2011) tentang hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU juga mendapatkan hasil adanya hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak pada kelompok kelas I Angle dengan kekuatan korelasi kedua variabel sedang.34

BAB 6

Dokumen terkait