• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

Kerangka Teori

Analisis Wajah

Fotometri Sefalometri

Frontal Lateral Frontal Lateral

(2)

LAMPIRAN 2

Kerangka Konsep

Variabel Bebas:

Konveksitas skeletal secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (A-N-Pog)

Variabel Tergantung: Konveksitas jaringan lunak wajah secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (sudut N’-Pog’-Ls)

Variabel Terkendali:

Mahasiswa suku Proto Melayu

 Usia ≥18 tahun

 Belum pernah mendapat perawatan ortodonti

(3)

LAMPIRAN 3

Hasil Uji Intraoperator

No

Konveksitas Skeletal Konveksitas Jaringan Lunak Pengukuran

I

Pengukuran II

Selisih Pengukuran I

Pengukuran II

Selisih

1 0 mm 0,5 mm -0,5 17o 16o 1

2 6 mm 6,5 mm -0,5 10o 10o 0

3 3 mm 3 mm 0 14o 15o -1

4 6,5 mm 6 mm 0,5 7,5o 8o -0,5

5 0,5 mm 0,5 mm 0 17o 16,5o 0,5

(4)

LAMPIRAN 4

Hasil Pengukuran Konveksitas Skeletal dan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

No Sampel Konveksitas Skeletal

(5)

22 Sampel 22 -2,5 mm 10,5o

23 Sampel 23 3,5 mm 14o

24 Sampel 24 2,5 mm 12o

25 Sampel 25 7 mm 16o

26 Sampel 26 3 mm 14o

27 Sampel 27 4 mm 11o

28 Sampel 28 1 mm 13o

29 Sampel 29 6,5 mm 18o

30 Sampel 30 1 mm 12o

31 Sampel 31 1 mm 15o

32 Sampel 32 4,5 mm 17o

33 Sampel 33 3 mm 15o

34 Sampel 34 4,5 mm 17o

35 Sampel 35 5 mm 17o

36 Sampel 36 2 mm 15o

37 Sampel 37 6 mm 17o

38 Sampel 38 4,5 mm 16o

39 Sampel 39 6 mm 17o

40 Sampel 40 8,5 mm 23o

(6)

LAMPIRAN 5

Hasil Pengukuran Konveksitas Skeletal dan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Laki-laki

No Sampel Konveksitas Skeletal

(7)

Perempuan

No Sampel Konveksitas Skeletal

(8)

LAMPIRAN 6

Hasil Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov Terhadap Nilai Konveksitas Skeletal dan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu

FKG dan FT USU

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konveksitas Skeletal

Konveksitas Jaringan Lunak

N 40 40

Normal Parametersa,b Mean 3.2625 14.9750

Std. Deviation 2.85771 3.51362

Most Extreme Differences Absolute .106 .168

Positive .070 .101

Negative -.106 -.168

Kolmogorov-Smirnov Z .670 1.061

Asymp. Sig. (2-tailed) .760 .210

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Konveksitas Skeletal 40 -2.50 8.50 3.2625 2.85771

(9)

LAMPIRAN 7

Hasil Uji-T Terhadap Nilai Konveksitas Skeletal pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Group Statistics

Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Konveksitas Skeletal dim

ens

ion

1

laki-laki 20 2.6750 3.06197 .68468

Perempuan 20 3.8500 2.58080 .57708

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Konveksitas Skeletal Equal variances assumed 1.525 .225 -1.312 38 .197 -1.17500 .89544 -2.98772 .63772

Equal variances not assumed

(10)

LAMPIRAN 8

Hasil Uji-T Terhadap Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(11)

LAMPIRAN 9

Hasil Uji Statistik Pearson Terhadap Korelasi Nilai Konveksitas Skeletal dan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu

FKG dan FT USU

Correlations

Konveksitas Skeletal

Konveksitas Jaringan Lunak

Konveksitas Skeletal Pearson Correlation 1 .748**

Sig. (2-tailed) .000

N 40 40

Konveksitas Jaringan Lunak Pearson Correlation .748** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 40 40

(12)

LAMPIRAN 10

Hasil Uji Statistik Pearson Terhadap Korelasi Nilai Konveksitas Skeletal dan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Laki-laki

Konveksitas Skeletal Pearson Correlation 1 .701**

Sig. (2-tailed) .001

N 20 20

Konveksitas Jaringan Lunak Pearson Correlation .701** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Perempuan

Konveksitas Skeletal Pearson Correlation 1 .814**

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20

Konveksitas Jaringan Lunak Pearson Correlation .814** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20

(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhalajhi SI. Orthodontics: the art and science. 1st ed. New Delhi: Arya

Publishing House, 1998: 1-2,15,151-2.

2. Sahin AM, Umit G. Analysis of Holdaway soft tissue measurements in children

between 9 and 12 years of age. European Journal of Orthodontics 2001; 23:

287-94.

3. Sarver DM, Ackerman JL. Orthodontics about face : the re‐emergence of the esthetic paradigm. Am J Orthod Dentofac Orthop. 2000; 65: 575‐6.

4. Hashim HA, Albarakati SF. Cephalometric soft tissue profile analysis between

two different ethic groups: a comparative study. Journal of Contemporary Dental

Practice. 2003; 4(2).

5. Arnett GW, Bergman RT. Facial keys to orthodontic diagnosis and treatment

planning--part I. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1993; 103: 299-312.

6. Sahar FA, Naif AB. Holdaway soft tissue cephalometric standards for Saudi

adults. King Saud University Journal of Dental Sciences 2012; 3: 27-32.

7. Hamdan AH. Soft tissue morphology of Jordanian adolescents. Angle Orthod

2010; 80, 1: 80-3.

8. Gupta A, Anand N, Garg J, Anand R. Determination of Holdaway soft tissue

norms for the North Indian population based on panel perception of facial

esthetics. Jornal of pierre fauchard academy. 2013; 27: 18-22.

9. Abdulqadir MY, Aldawoody AD, Agha NF. Evaluation of Holdaway soft tissue

analysis for Iraqi adults with class I normal occlusion. Al–Rafidain Dent J. 2008;

8(2): 231-7.

10. Peck H, Sheldon P. A concept of facial esthetics. Angle Orthodontics 1970; 40:

284,305,317-8.

11. Jacobson A, Vlachos C. Soft tissue evaluation. In: Patricia BW, ed. Radiographic

(15)

12. Taki AA, Abuhijleh E, Shafei LA. Soft tissue profile values in Palestinian adults.

Smile Dental Journal. 2013; 8: 26-9.

13. Mehta P, Tikku T, Khanna R, Maurya RP. Holdaway’s soft tissue cephalometric

norms for the population of Lucknow, India. Journal of Oral Health Research.

2010; 1: 153-9.

14. Susanti R. Indeks perubahan jaringan lunak profil fasial lateral pasca perawatan

ortodontik. Disertasi. Jakarta: Program Doktor Ilmu Kedokteran Gigi FKG UI,

2009: 1-5.

15. Kamak H, Celikoglu M. Facial soft tissue thickness among skeletal

malocclusions. The Korean Association of Orthodontists. 2012; 42(1): 23-31.

16. Perabuwijaya B. Analisa konveksitas wajah jaringan lunak secara sefalometri

lateral pada mahasiswa Deutro Melayu FKG USU usia 20-25 Tahun. Skripsi.

Medan: Universitas Sumatera Utara, 2007.

17. Susilowati. Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan

jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar. Dentofasial 2009; 8:125-30.

18. Anonymous. Demografi Indonesia. ( 19 Juni 2013).

http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia. (19 Juli 2013).

19. Rio RO. Analisa wajah suku Batak. Tesis. Medan : Bagian Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher FK USU, 2008: 6-24.

20. Susanto FA. Analisa hubungan kranio-dento-fasial kelompok etnik Proto Melayu

usia 12-19 tahun di Medan pada tahun 1989 secara sefalometri radiografi.

Majalah Ortodonti Indonesia 1993; 4: 58-78.

21. Rakosi, Jonas I, Graber TM. Orthodontics diagnosis. New York: Thieme Medical

Publisher Inc., 1993 :110-13, 173-80.

22. Samawi S. A short guide to clinical digital photography in orthodontics. Jordan:

Sdoc. 2008: 12-6.

23. Bryan M. Facial proportion & analysis. 3 Feb 2010.

<http://www.jawaugmentation.com/facial_formula.html> (19 Juli 2013).

(16)

25. Anonymous. Ideal beauty: facial analysis & symmetry: section 1. 4 Agustus 2011.

< http://www.yestheyrefake.net/ideal_beauty.htm> (19 Juli 2013).

26. Prendergast PM. Facial proportions. Dundrum Office Park, Dundrum, Dublin 14,

Ireland. 2012. 15-22.

27. Taki AA, Oguz A, Abuhijleh E. Facial soft tissue values in Persian adults with

normal occlusion and well-balanced faces. Angle Orthodontist. 2009. 79 (3).

491-4.

28. Hwang, HS. Ethnic differences in the soft tissue profile of Korean and European

American adults with normal occlusions and well-balanced faces. Angle

Orthodontist. 2002; 72:72-3.

29. Šidlauskas A.,Laura Žilinskaitė, Vilma Švalkauskienė. Mandibular pubertal

growth spurt prediction. part one: method based on the hand-wrist radiographs.

Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2005; 7:16-20.

30. Jacobson RL. Ricketts analysis. In: Patricia BW, ed. Radiographic Cephalometry.

Hong Kong: Quintessence Publishing Co, Inc, 2006 : 79-83.

31. Jacobson A. Steiner analysis. In: Patricia BW, ed. Radiographic Cephalometry.

Hong Kong: Quintessence Publishing Co, Inc, 2006 : 71-7.

32. Kusnoto H. Studi morfologik pertumbuhan kranio-fasial orang Indonesia

kelompok etnik Deutro Melayu, umur 6-15 tahun di Jakarta, dengan metode

sefalometri radiografi. Disertasi. Bandung: Universitas Padjajaran, 1988.

33. Koesoemahardja HD. Pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial serta

kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan pertumbuhan

umum. Majalah Ortodonti Indonesia. 1993; Oktober: 1-23.

34. Sijabat DN. Hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak

wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG

(17)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan

cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas

skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu

FKG dan FT USU, serta untuk memperoleh nilai rerata konveksitas skeletal dan

jaringan lunak suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No.2 Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 – April 2014.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU yang berusia ≥ 18 tahun.

3.4 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode

purposive sampling yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel berupa

foto sefalometri lateral yang merupakan data sekunder dari penelitian Hanes tahun

2012. Sampel tersebut diambil dari mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas

Kedokteran Gigi dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah

(18)

3.4.1 Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus:

[

[ ] ]

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimum

= Confidence Level, untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

= Confidence Level, untuk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

= Korelasi konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak = 0,575 (penelitian terdahulu)

sehingga,

[

[ ]]

n = 28,18 → 29 orang

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 29.

Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 40 sampel (20 sampel

wanita dan 20 sampel pria).

3.4.2 Kriteria Inklusi

 Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti

 Pasien yang berusia ≥ 18 tahun

 Semua gigi permanen lengkap (kecuali molar tiga)

(19)

 Posisi bibir pada gambaran radiografi sefalometri rileks

 Tidak ada cacat di kepala dan wajah yang dapat mempengaruhi hasil sefalogram

 Mahasiswa suku Proto Melayu Universitas Sumatera Utara ( 2 keturunan diatas)

3.4.3 Kriteria Eksklusi

 Sefalogram yang tidak jelas atau kabur

 Adanya gigi fraktur atau atrisi

 Adanya maloklusi

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Bebas

 Konveksitas skeletal secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (A-N-Pog).

3.5.2 Variabel Tergantung

 Konveksitas jaringan lunak wajah secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (perpotongan garis-H {garis dari Pog’- Ls dengan garis dari N’- Pog’})

3.5.3 Variabel Terkendali Mahasiswa suku Proto Melayu

 Usia ≥18 tahun

Belum pernah mendapat perawatan ortodonti

Jenis dan alat yang digunakan

3.5.4 Defenisi Operasional

a. Titik A adalah titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan

(20)

b. Nasion skeletal (N) adalah titik perpotongan sutura frontonasalis.

c. Pogonion (Pog) adalah titik paling anterior dari tulang dagu.

d. Nasion kulit (N’) adalah titik paling cekung pada kulit di pertengahan dahi

dan hidung.

e. Pogonion kulit (Pog’) adalah titik paling anterior dari jaringan lunak dagu.

f. Labial superior (Ls) adalah titik perbatasan mukokutaneous dari bibir

atas.

g. Konveksitas skeletal adalah jarak dari titik A tegak lurus terhadap garis

yang ditarik dari titik Nasion ke titik Pogonion.

h. Skeletal normal adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion -3 mm

sampai +4 mm.

i. Skeletal cembung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih

besar dari +4 mm.

j. Skeletal cekung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih

kecil dari -3 mm.

k. Konveksitas jaringan lunak wajah adalah sudut yang dibentuk oleh

perpotongan garis-H (garis dari titik Pogonion kulit ke titik Labial superior) dengan

garis yang ditarik dari titik Nasion kulit ke titik Pogonion kulit.

l. Jaringan lunak normal adalah sudut-H sebesar 7o sampai 15o. m. Jaringan lunak cembung adalah sudut-H yang lebih besar dari 15o. n. Jaringan lunak cekung adalah sudut H yang lebih kecil dari 7o.

o. Oklusi normal adalah oklusi dengan hubungan tonjol mesiobukal molar

pertama permanen rahang atas berada pada groove bukal molar permanen rahang

bawah.

p. Usia adalah satuan waktu umur seseorang yang dihitung dari tahun lahir

sampai waktu dilakukan pengambilan foto sefalometri lateral.

q. Suku Proto Melayu adalah penduduk Indonesia yang terdiri dari suku

(21)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

a. Tracing box

b. Pensil 4H

c. Pensil mekanik

d. Pulpen

e. Penghapus

f. Busur

g. Penggaris

h. Kalkulator

(22)

Gambar 17. Alat-alat penelitian : (a) Pensil mekanik (b) Pensil

(c) Pulpen (d) Busur (e) Kalkulator (f) Penggaris

3.6.2 Bahan Penelitian

a. Sefalogram lateral (8x10 inci)

b. Kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003 inci)

c. Lem perekat

(23)

Gambar 19. (a) Kertas asetat (b) Lem perekat

3.7 Metode Pengumpulan Data

a. Pengumpulan foto sefalometri lateral diperoleh dari penelitian sebelumnya

di Departemen Ortodonsia Universitas Sumatera Utara yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

b. Sefalogram di-tracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas

pencahayaan tracing box. Pengukuran konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan

lunak dilakukan dengan menggunakan metode Holdaway.

c. Penentuan titik–titik referensi pada foto sefalometri lateral, yaitu titik A,

Nasion (N) dan Pogonion (Pog) untuk pengukuran konveksitas skeletal. Titik Nasion

kulit (N’), Pogonion kulit (Pog’) dan Labial superior (Ls) untuk pengukuran

konveksitas jaringan lunak.

d. Titik N dan Pog dihubungkan, kemudian titik A diproyeksikan tegak lurus

terhadap garis N-Pog. Konveksitas skeletal adalah jarak titik A terhadap garis N-Pog

dalam satuan millimeter (mm) yang diukur dengan menggunakan penggaris

(Gambar 20).

(24)

f. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji intraoperator

untuk mengetahui ketelitian peneliti dalam melakukan pengukuran. Hal ini

disebabkan karena setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil

yang sama dengan pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan

mengambil masing-masing 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan

pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari selisih kedua pengukuran

tersebut. Jika standar deviasi yang didapat menunjukkan angka antara 0-1 berarti

ketelitian pada pengukuran tersebut masih dapat diterima dan operator layak untuk

melakukan penelitian.

g. Hasil uji operator menunjukkan penyimpangan pengukuran tidak terdapat

perbedaan yang bermakna yakni 0,1147 untuk konveksitas skeletal dan 0,4014 untuk

konveksitas jaringan lunak, maka operator layak melakukan pengukuran tersebut.

h. Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima)

sefalogram untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang diperoleh

lebih akurat.

g. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat, diolah dan dianalisis datanya.

(25)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisis

data yang digunakan adalah analisis Pearson yang merupakan korelasi antara sudut

konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak wajah.

a. Dihitung rerata konveksitas skeletal (A-N-Pog)

b. Dihitung rerata konveksitas jaringan lunak (N’-Pog’-Ls)

c. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas skeletal antara laki-laki dan

perempuan.

d. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak antara laki-laki dan

perempuan.

e. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak.

f. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

(26)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan

20 orang perempuan yang merupakan mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas

Kedokteran Gigi dan Fakutas Teknik Universitas Sumatera Utara yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (metode purposive sampling). Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan mengetahui rerata konveksitas skeletal, rerata konveksitas jaringan

lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata konveksitas skeletal dan jaringan lunak

wajah antara laki-laki dan perempuan serta untuk mengetahui hubungan konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan

pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran.

4.1 Rerata Nilai Konveksitas Skeletal Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal (A-N-Pog) diperoleh nilai

terendah -2,5 mm dan nilai tertinggi 8,5 mm. Nilai rerata konveksitas skeletal pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata nilai konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

N Rerata Standar Deviasi p

Konveksitas Skeletal 40 3,26 mm 2,86 0,760

Tabel 1 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal

diperoleh nilai rerata 3,26 mm. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah

(27)

4.2 Perbedaan Rerata Konveksitas Skeletal antara Laki-laki dan Perempuan

Tabel 2. Perbedaan rerata konveksitas skeletal mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada rerata

konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan ini secara statistik

tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu

0,197 dimana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki

dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.3 Rerata Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas jaringan lunak wajah (N’-Pog’ -Ls) diperoleh nilai terendah 7,5o dan nilai tertinggi 23o. Nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata nilai konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

N Rerata Standar Deviasi p

(28)

Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan

lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah ditetapkan memiliki distribusi normal dimana (p > 0,05).

4.4 Perbedaan Rerata Konveksitas Jaringan Lunak Wajah antara Laki laki dan Perempuan

Tabel 4. Perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak wajah mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Jenis kelamin N Rerata Standar Deviasi p

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada

rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan

ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai

signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU.

4.5 Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU diuji makna korelasi signifikan

pada taraf uji p ≤ 0,01 (Sig. 2-tailed) dengan menggunakan Pearson Correlation (r)

(29)

Tabel 5. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Konveksitas Skeletal

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi

Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.6 Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

Tabel 6. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

(30)

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu

FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah

sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat

(r = 0,814) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa

(31)

BAB 5 PEMBAHASAN

Perawatan ortodonti dapat memberikan perubahan bentuk wajah, oleh karena

itu perubahan tersebut seharusnya telah diantisipasi dan diperkirakan sejak awal

dalam membentuk sebuah rencana perawatan yang komprehensif. Jaringan lunak

mempunyai peranan yang besar dalam keseluruhan estetika wajah seorang individu.2 Para ortodontis telah menyadari bahwa jaringan keras dan lunak harus

dipertimbangkan dalam membangun estetika wajah yang harmonis dan oklusi yang

fungsional.2,5-9 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas skeletal, nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata

konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah antara laki-laki dan perempuan. Selain

itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan

lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Analisa wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis

kelamin dan ras (etnis).19 Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).

Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke

titik A -3 mm sampai +4 mm.11 Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata nilai konveksitas

skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah

sebesar 3,26 mm dan memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi

sebesar 0,760 (p> 0,05).

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 3,85 mm sedangkan rerata

konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki sebesar 2,67 mm. Namun, perbedaan

ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai

signifikansi (p) yaitu 0,197 yang mana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat

(32)

skeletal pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku

Bugis dan Makassar yang mendapatkan hasil bahwa rerata derajat konveksitas

jaringan keras pada laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang

bermakna.17 Begitu pula halnya dengan Kusnoto (1988) dalam penelitiannya terhadap anak-anak usia 6-15 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok

etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Penelitiannya tidak ditemukan

perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin.32

Analisis konveksitas jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi

hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.2,6,26 Hidung bangsa Indonesia yang memiliki rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan

lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini.

Holdaway menggunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan

keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik

pogonion kulit (Pog’) ke titik labial superior (Ls). Garis-H ini berhubungan erat

dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang

dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’. Sudut-H yang digunakan

dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus, atau cekung.

Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7o– 15o.11 Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan

lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,210 (p>0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 15,42o sedangkan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki

sebesar 14,52o. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari

(33)

antara rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perabuwijaya (2007) terhadap 42

orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu

memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki (mean = 17o) dan perempuan (mean = 16,53o) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin tersebut.16

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi

Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu

FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa perempuan adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG

dan FT USU.

Korelasinya positif berarti perubahan kedua variabel menunjukkan arah yang

sama. Semakin besar nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai

konveksitas jaringan lunak mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku

Bugis dan Makassar yang menyatakan adanya korelasi antara derajat konveksitas

jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan.

(34)

probabilitas 0,002 (p<0,05) sedangkan pada perempuan sebesar +0,586 dengan

probabilitas 0,001 (p<0,05) menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara

kedua variabel tersebut.17

Penelitian Koesoemahardja (1993) tentang pola pertumbuhan jaringan lunak

kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan

pertumbuhan umum pada anak usia 6-18 tahun menyatakan bahwa tidak semua

jaringan lunak fasial pertumbuhannya berkorelasi dengan jaringan kerasnya, tetapi

ada yang tumbuh mandiri. Hasil penelitian tersebut kurang bisa diperbandingkan

dengan penelitian ini karena sampel penelitian tersebut masih bercampur antara

rentang usia anak-anak dan dewasa.33

Penelitian Sijabat (2011) tentang hubungan konveksitas skeletal dengan

konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di

klinik ortodonti FKG USU juga mendapatkan hasil adanya hubungan konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak pada kelompok kelas I Angle dengan kekuatan

(35)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan

FT USU adalah sebesar 3,26 mm.

2. Rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 14,97o.

3. Konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki

dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU tidak berbeda secara

signifikan.

4. Terdapat hubungan yang kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

5. Terdapat hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan

FT USU dan terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu

FKG dan FT USU.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel

yang lebih banyak agar didapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tiap-tiap suku di Indonesia

karena Indonesia terdiri dari berbagai suku.

(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan

relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah.1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menghindari potensi penurunan

proporsi wajah dan untuk meningkatkan diagnosis, rencana perawatan dan kualitas

hasil yang diperoleh. Pasien diperiksa dalam posisi kepala yang alami, hubungan

rahang posisi relasi sentris, dan postur bibir yang rileks untuk mendapatkan ciri-ciri

skeletal wajah yang jelas.5

Para seniman dan ahli kesehatan sampai saat ini terus berusaha untuk

mendefinisikan proporsi wajah yang ideal. Mereka mengakui keindahan, namun

masih sulit menentukan standar yang objektif. Dengan munculnya radiografi

sefalometri, berbagai analisis dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitatif estetika profil wajah.3,5 Terdapat dua metode pengukuran yang

dapat digunakan untuk menganalisis wajah yaitu fotometri dan sefalometri.10,19

2.1 Fotometri

Bidang ilmu kedokteran gigi khususnya ortodonti, banyak menggunakan

metode fotometri untuk mengevaluasi konfigurasi fasial, baik dalam arah frontal

maupun lateral.20,21 Penggunaan fotometri dapat menganalisis proporsi wajah, simetri wajah, konveksitas jaringan lunak wajah, serta bentuk wajah.11

Fotometri merupakan salah satu metode penting yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis, rencana perawatan serta untuk dokumentasi. Manfaat

fotografi di bidang ortodonti yaitu sebagai media untuk memonitor perkembangan

(37)

2.1.1 Fotometri Frontal

Fotometri frontal digunakan untuk menganalisis proporsi dan simetri wajah

terhadap bidang vertikal dan horizontal serta menentukan morfologi tipe wajah.23 Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal

dan horizontal. Penggunaan bidang horizontal, wajah dapat dibagi menjadi tiga

bagian, bagian atas dari batas garis rambut (trichion) ke titik glabella, bagian tengah

dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik subnasal ke titik

menton. Untuk mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan cara membagi

wajah menjadi lima bagian yang sama secara vertikal (Gambar 1).23

Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara membagi wajah menjadi dua

bagian yang sama dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik

glabella, puncak hidung (pronasale), titik tengah bibir atas (labrale superius) dan

titik tengah dagu (gnathion) (Gambar 2).11

(a) (b)

(38)

Gambar 2. Garis Simetri Wajah23

Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah yaitu

facial index, upper facial index, lower facial index dan chin index. Bentuk morfologi

wajah terdiri dari beberapa jenis yaitu brachicephali/euryprosopic,

mesocephali/mesoprosopic, dan dolichocephali/leptoprosopic (Gambar 3).21,22

(39)

2.1.2 Fotometri Lateral

Fotometri lateral dalam bidang ortodonti digunakan untuk menganalisis profil

wajah (konveksitas), proporsi wajah serta analisis hidung.21 Analisis konveksitas wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang

menghubungkan antara dahi dengan perbatasan septum nasal dengan bibir atas

(Subnasale) dan garis yang menghubungkan antara dagu (Pogonion) dengan

perbatasan septum nasal dengan bibir atas (Subnasale) (Gambar 4).21,24

Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu

sepertiga atas (trichion - glabella), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan

sepertiga bawah (subnasal – menton) (gambar 5).23,25

Gambar 4. Konveksitas wajah dengan metode fotometri24

(40)

Analisis hidung secara sefalometri lateral dapat dilakukan dengan

menggunakan sudut nasofrontal dan sudut nasofacial. Sudut nasofrontal digunakan

untuk menganalisis hubungan hidung dan dahi (sekitar 120o) sedangkan sudut

nasofacial digunakan untuk mengevaluasi derajat proyeksi hidung secara tidak

langsung (sekitar 36o) (Gambar 6).19,25

(a) (b)

Gambar 6. Analisis hidung secara fotometri lateral. (a) Sudut nasofrontal (b) Sudut

nasofacial.25

Fotometri tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan antara gigi-gigi,

tulang rahang dan struktur kraniofasial lainnya. Berdasarkan pengetahuan

antropometrik dan gnatostatik, maka para ahli antropologi menemukan suatu alat

yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-gigi dan struktur tulang

muka secara ekstrakranial dan intrakranial yang disebut sefalometri radiografi.14

2.2 Sefalometri

Radiografi sefalometri merupakan sarana penting dalam bidang kedokteran

gigi. Radiografi sefalometri ini merupakan sarana penunjang dalam mendiagnosis,

menentukan rencana perawatan, menganalisis kelainan kraniofasial serta

(41)

Sefalometri dapat menghasilkan pengukuran-pengukuran yang bersifat

kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi

tentang pola kraniofasial. Analisis pada radiografi sefalometri dilakukan dengan cara

menetapkan lokasi titik-titik referensi pada bagian-bagian skeletal dan jaringan lunak

kraniofasial yang akan menghasilkan garis, bidang dan sudut.21

Menurut analisisnya, sefalometri terbagi menjadi dua tipe yaitu (Gambar 7):1 a. Sefalogram frontal adalah gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak

kepala (Gambar 7a).

b. Sefalogram lateral adalah gambaran lateral dari tengkorak kepala (Gambar 7b).

Sefalogram lateral dapat digunakan untuk menganalisis profil jaringan lunak

aspek lateral, yaitu analisis profil jaringan lunak wajah.

(a) (b)

Gambar 7. Sefalogram (a) frontal, (b) lateral11

(42)

Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval

waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan

kraniofasial.

2. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial.

Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidakseimbangan

struktur tulang muka).

3. Mempelajari tipe fasial.

Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.

Ada 2 hal penting yaitu : posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap

kranium dan relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi

bentuk profil : cembung, lurus atau cekung.

4. Merencanakan perawatan ortodonti.

Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan

sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.

5. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.

Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah

perawatan ortodonti.

6. Analisis fungsional.

Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi

kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi

istirahat.

7. Sebagai sarana untuk penelitian.

2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak dengan Sefalogram Lateral

Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada

sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras

(Gambar 8):2,11,19

(43)

Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita

Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthionSupra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonionPogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu

Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton

Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu

Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan

permukaan posterior kondilus mandibula.

Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh

bidang mandibula dan ramus mandibula

Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus

Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air

mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari

tuber maksilaris.

Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum.

(44)

Titik-titik yang digunakan dalam jaringan lunak (Gambar 9): 2,11,19,26

Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital.Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.  Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.

Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.Superior labial sulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.  Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.  Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

(45)

Titik-titik di atas dapat digunakan untuk berbagai analisis terhadap jaringan

keras dan jaringan lunak wajah. 2,11,19,26 Yang tergolong dalamanalisis jaringan lunak secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah,perbandingan tinggi bibir atas dan

bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudutnasomental, sudut nasolabial, prognasi

maksila dan mandibula, tebal bibir atas danbibir bawah, celah antara bibir atas dan

bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, bidang Estetis

(Garis-E), garis-S dan sudut-Z Merrifield.11,27

2.4 Analisis Konveksitas Wajah

Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari

profil wajah pada pandangan anteroposterior yang juga menyatakan relasi skeletal

rahang atas dan rahang bawah yang lebih spesifiknya dianalisis melalui sefalometri

lateral. Analisis konveksitas skeletal yang ideal telah dilakukan oleh ahli ortodonti

dan telah diterapkan pada analisis-analisis perawatan ortodonti, antara lain analisis

yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts dan Holdaway. Analisis terhadap

konveksitas skeletal diperoleh dari titik A dan bidang fasial (N-Pog).11,14,27

2.4.1 Analisis Downs

Menurut Downs, konveksitas skeletal diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh

garis Nasion-A ke garis A-Pogonion. Jika garis A-Pogonion berada di anterior garis

Nasion- A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan

sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu mandibula berada di anterior maksila. Nilai

(46)

Gambar 10. Konveksitas skeletal menurut Downs. Diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh garis N-A ke garis A-Pog.11,29

2.4.2 Analisis Ricketts

Analisis Ricketts terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari jarak titik A

terhadap bidang fasial (N-Pog) dalam mm. Nilai ideal jarak titik A terhadap bidang

fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka

diperoleh relasi Kelas II skeletal dan jika bernilai negatif, maka diperoleh relasi

Kelas III skeletal. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm

(47)

Gambar 11. Konveksitas skeletal menurut Ricketts. Diperoleh dari jarak titik A

terhadap bidang fasial (N-Pog).11,30

2.4.3 Analisis Holdaway

Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur jarak dari titik A ke garis

Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan

konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak

(sudut-H). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara garis N-Pog ke

titik A -3mm sampai +4 mm (Gambar 15).11

2.5 Analisis Konveksitas Jaringan Lunak

Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah

dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld

dan Holdaway yang merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak cembung,

lurus atau cekung. Masing-masing ahli menggunakan referensi yang bervariasi dalam

menganalisis profil jaringan lunak wajah. Steiner menggunakan garis S, Ricketts

garis estetis (garis E), Merrifeld menggunakan sudut Z dan Holdaway menggunakan

(48)

2.5.1 Analisis Menurut Steiner (Garis S)

Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S

yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasales (Sn) (Gambar 12). Menurut

Steiner, dalam keadaan normal titik Labrale superior (Ls) dan Labrale inferior (Li)

berada pada garis S. Jika bibir berada di belakang garis S dinyatakan profil wajahnya

cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya terlalu tebal atau

cembung.14,17,29,31

Gambar 12. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (Garis S).11,31

2.5.2 Analisis Menurut Ricketts (Garis E)

Menurut Ricketts, analisis konveksitas jaringan lunak wajah seseorang

dipengaruhi oleh garis E. Garis E merupakan garis yang ditarik dari titik pogonion

kulit (Pog’) ke titik Pronasale (Pr) (Gambar 13). Seseorang mempunyai profil yang

harmonis jika titik Labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik

Labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih

dari 4 mm di belakang garis E maka profil wajah tampak cekung, juga sebaliknya

(49)

Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut Rickets (Garis E).14,30

2.5.3 Analisis Menurut Merrifield (Sudut Z)

Menurut Merrifield, garis profil wajah merupakan garis yang ditarik dari titik

Pogonion kulit (Pog’) dengan titik paling depan dari Labrale superior (Ls) dan

Labrale inferior (Li). Sudut Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang Frankfurt

horizontal dengan garis profil tersebut. (Gambar 14). Nilai ideal sudut ini

berkisar 80 ± 9o.11,28

Gambar 14. Analisis jaringan lunak wajah menurut

(50)

2.5.4 Analisis Menurut Holdaway (Sudut H)

Holdaway menggunakan garis-H untuk menganalisis keseimbangan dan

keharmonisan profil jaringan lunak. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari

titik Pogonion kulit (Pog’) ke titik Labial superior (Ls) (Gambar 15).2,5,27-29

Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci,

jelas dan luas dalam pembahasannya mengenai profil jaringan lunak yang seimbang

dan harmonis, yaitu terdiri dari jarak Pronasale (Pr) terhadap garis-H, kedalaman

sulkus Labialis superior (Ls), kedalaman sulkus Labialis inferior (Li), jarak bibir

bawah ke garis-H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu,

strain bibir atas, besar sudut-H dan konveksitas skeletal. Oleh karena itu penelitian ini

secara khusus akan membahas mengenai konveksitas skeletal dan konveksitas

jaringan lunak wajah berdasarkan sudut-H.11,26,27

Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh

perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’ (Gambar 15). Sudut-H juga digunakan

dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung.

Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang berkisar 7o - 15o. Apabila sudut-H lebih

besar dari 15o maka konveksitas profil wajah menunjukkan cembung sedangkan jika sudut-H lebih kecil dari 7o menunjukkan bentuk profil konveksitas yang cekung oleh

karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior.11

Berdasarkan analisis Holdaway, 10o merupakan sudut-H yang paling ideal dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai

konveksitas skeletal dan sudut-H seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar

dari besar sudut-H atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah

(51)

Gambar 15. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway11,27,28

2.6 Suku Proto Melayu

Suku atau ras adalah sekelompok manusia yang dapat dibedakan dari

kelompok lain dengan ciri-ciri jasmaniah tertentu yang diperoleh dari keturunan,

sesuai dengan hukum genetika.19

Sebagian besar populasi penduduk Indonesia didominasi oleh suku

Paleomongoloid atau disebut juga suku Melayu. Suku Paleomongoloid terdiri atas

suku Proto Melayu (Melayu tua) dan suku Deutro Melayu (Melayu muda). Pada

tahun 2000SM., suku Proto Melayu pertama kalinya datang ke Indonesia kemudian

pada tahun 1500SM, suku Deutro Melayu mulai berdatangan ke Indonesia.19

Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak di Sumatera Utara, Dayak di

Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya menempati pesisir

pantai. Sedangkan suku Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh, Melayu,

Minangkabau, Betawi, Sunda, Jawa, Lampung, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan

(52)

Suku Proto Melayu yang menempati pulau Sumatera adalah suku Batak. Suku

Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu

dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak.

Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan

Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo. Kelompok Proto

Melayu memiliki bentuk kepala yang panjang (dolichocephali) sedangkan kelompok

(53)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya perawatan ortodonti bertujuan untuk menghasilkan fungsi

stomatognasi yang maksimal, keseimbangan struktural dan keselarasan estetik yang

efisien.1 Perawatan ortodonti yang dimulai pada masa dini tidak selalu mencapai hasil yang diinginkan. Keberhasilan dalam mengoreksi gigi dan rahang juga tidak selalu

memberikan perubahan jaringan lunak yang menguntungkan. Meskipun oklusi ideal

merupakan tujuan fungsional yang utama, namun diakui bahwa hasil estetika sangat

penting bagi kepuasan pasien.2,3

Saat ini perawatan dalam bidang ilmu ortodonsia mengalami kemajuan yang

pesat sehingga tujuan akhir dari perawatan tidak hanya pada perbaikan susunan gigi

dan relasi rahang saja yang disebut sebagai jaringan keras tetapi juga pada estetis

wajah.1,4 Arnett dan Bergman (1999) menyatakan analisis jaringan lunak merupakan

kunci estetik untuk diagnosis dan rencana perawatan ortodonti.5

Prinsip ortodonti yang diterapkan yaitu memperbaiki anomali gigi sehingga

didapatkan hasil yang lebih bagus dibandingkan sebelum perawatan. Hal ini tidak

dapat dicapai tanpa pemahaman yang lengkap dari wajah sebelum perawatan.

Perawatan ortodonti yang bertujuan untuk memperbaiki gigi dan rahang dapat

berdampak negatif terhadap estetika wajah jika estetika tidak dipertimbangkan

didalam rencana perawatan. Kadang-kadang, perawatan yang hanya terfokus untuk

memperbaiki oklusi dapat menimbulkan penurunan proporsi wajah. Hal ini dapat

terjadi karena kurangnya perhatian terhadap estetika atau kurangnya pemahaman

tentang apa yang diinginkan sebagai tujuan estetika.5

Saglam dan Gazilierli (2001) menyatakan bahwa analisis profil jaringan keras

dan lunak sebagai pedoman dalam diagnosis dan rencana perawatan ortodonti telah

(54)

Peck, Burstone, Iwasawa dkk. Namun belum menemukan hubungan perawatan

ortodonti dengan perubahan profil jaringan lunak yang cukup akurat.2

Angle cit. Hamdan (1907) menyatakan pentingnya estetika wajah dan relasi

jaringan lunak dalam perawatan ortodonti.7 Angle menekankan bahwa jaringan lunak merupakan faktor penting dalam keharmonisan wajah.7-9 Holdaway menyatakan jika pengukuran hanya pada jaringan keras atau hanya berdasarkan garis-garis wajah tidak

akan mampu menghasilkan perawatan yang maksimal. Holdaway menemukan bahwa

manfaat perawatan meningkat ketika jaringan lunak dipertimbangkan dengan

seksama dalam rencana perawatan.2,6-9

Sarver dan Ackerman (2000) menyatakan bahwa selama berabad-abad para

seniman dan dokter telah berusaha untuk menentukan proporsi wajah yang ideal.3 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Peck dan Peck (1970) yang menyatakan bahwa

tidak ada ukuran atau alat yang secara pasti bisa menentukan estetika wajah, tetapi

setidaknya analisis sefalometri lateral dapat membantu dalam penentuan ideal atau

tidaknya bentuk profil wajah seseorang.10

Analisis profil jaringan lunak dengan sefalometri lateral, Holdaway

menggunakan garis Harmoni (garis-H) yang ditarik dari titik pogonion kulit (Pog’) ke

titik Labial superior (Ls).2,11 Holdaway melakukan 11 analisis tentang profil jaringan lunak, yang dinyatakan oleh Jacobson dan Vlachos sebagai suatu analisis yang jelas

dan terperinci.11 Sedangkan analisis profil jaringan keras (skeletal), Holdaway mengukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).2,12,13

Banyak studi yang telah menetapkan norma sefalometri bagi kelompok etnis

dan ras yang berbeda. Sebagian peneliti telah menyimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara kelompok-kelompok ini, dan banyak standar

sefalometri telah dikembangkan untuk berbagai kelompok. Pengukuran normal untuk

satu kelompok tidak boleh dianggap normal untuk setiap ras atau kelompok etnis

lainnya. Kelompok ras yang berbeda harus diperlakukan sesuai dengan karakteristik

masing-masing.13-15

Penelitian Perabuwijaya (2007) terhadap 42 orang dengan usia 20-25 tahun

(55)

jaringan lunak pada laki-laki (mean = 17o) dan perempuan (mean = 16,53o) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin

tersebut.16

Penelitian Susilowati (2009) pada suku Bugis dan Makassar

sebanyak 50 sampel (32 perempuan dan 18 laki-laki) dengan menggunakan analisis

Subtelny menunjukkan bahwa rerata derajat konveksitas jaringan keras pada laki-laki

sebesar 167,44o sedangkan pada perempuan sebesar 166,53o secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Rerata derajat konveksitas jaringan lunak pada

laki-laki adalah 159,05o sedangkan pada perempuan 162,77o, yang secara statistik perbedaan ini bermakna, dan ada hubungan yang bermakna antara derajat konveksitas

jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan.17 Pada saat ini belum diketahui hubungan antara konveksitas skeletal dengan

konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu, oleh karena itu

penelitian ini perlu dilakukan. Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak di Sumatera

Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat yang pada awalnya

menempati pesisir pantai. Suku Proto Melayu yang menempati pulau Sumatera

adalah suku Batak. Suku Batak memiliki beberapa sub suku, yaitu sub suku Toba,

Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak.18,19 Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU?

2. Apakah ada perbedaan rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU?

3. Berapakah rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku

Proto Melayu FKG dan FT USU?

4. Apakah ada perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

(56)

5. Apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU?

6. Apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU.

2. Mengetahui perbedaan rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

3. Mengetahui rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa

suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4. Mengetahui perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

5. Mengetahui hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

6. Mengetahui hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU.

1.4 Hipotesa Penelitian

Terdapat hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah

pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat praktis penelitian ini yakni sebagai tambahan informasi dalam

menentukan diagnosa dan rencana perawatan ortodonti, khususnya pada suku Proto

(57)

Sedangkan manfaat teoritis yang diperoleh antara lain;

1. Bagi peneliti merupakan penambahan wawasan pengetahuan dan

pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Sebagai pengembangan ilmu di bidang ortodonti.

(58)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2014

Henny

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada

Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

x + 44 halaman

Keberhasilan dalam mengoreksi gigi dan oklusi rahang tidak selalu

memberikan perubahan jaringan lunak yang menguntungkan. Saat ini perawatan

dalam bidang ilmu ortodonsia mengalami kemajuan yang pesat sehingga tujuan akhir

dari perawatan tidak hanya pada perbaikan susunan gigi dan relasi rahang saja yang

disebut sebagai jaringan keras tetapi juga pada estetika wajah yang dipengaruhi

jaringan lunak individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata konveksitas

skeletal, rerata konveksitas jaringan lunak wajah serta mengetahui adanya hubungan

antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU.

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan rancangan cross-

sectional yang menggunakan 40 sefalogram yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20

perempuan berumur 18-25 tahun. Sefalogram diperoleh dari penelitian terdahulu

yang merupakan sefalogram mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas Kedokteran Gigi

dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan teknik purposive sampling.

Pada sefalogram ditentukan titik-titik dan garis-garis referensi yang kemudian akan

diukur dengan menggunakan penggaris dan busur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal

adalah 3,26 mm, rerata konveksitas jaringan lunak wajah adalah 14,97o. Konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara

signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah. Terdapat

(59)

wajah pada laki-laki dan terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara

konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada perempuan.

Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang kuat antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan

FT USU.

(60)

HUBUNGAN KONVEKSITAS SKELETAL DENGAN

JARINGAN LUNAK WAJAH PADA MAHASISWA

SUKU PROTO MELAYU FKG DAN FT USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HENNY

NIM : 100600124

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2014

Henny

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada

Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

x + 44 halaman

Keberhasilan dalam mengoreksi gigi dan oklusi rahang tidak selalu

memberikan perubahan jaringan lunak yang menguntungkan. Saat ini perawatan

dalam bidang ilmu ortodonsia mengalami kemajuan yang pesat sehingga tujuan akhir

dari perawatan tidak hanya pada perbaikan susunan gigi dan relasi rahang saja yang

disebut sebagai jaringan keras tetapi juga pada estetika wajah yang dipengaruhi

jaringan lunak individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata konveksitas

skeletal, rerata konveksitas jaringan lunak wajah serta mengetahui adanya hubungan

antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU.

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan rancangan cross-

sectional yang menggunakan 40 sefalogram yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20

perempuan berumur 18-25 tahun. Sefalogram diperoleh dari penelitian terdahulu

yang merupakan sefalogram mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas Kedokteran Gigi

dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan teknik purposive sampling.

Pada sefalogram ditentukan titik-titik dan garis-garis referensi yang kemudian akan

diukur dengan menggunakan penggaris dan busur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal

adalah 3,26 mm, rerata konveksitas jaringan lunak wajah adalah 14,97o. Konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara

signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah. Terdapat

(62)

wajah pada laki-laki dan terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara

konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada perempuan.

Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang kuat antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan

FT USU.

(63)

HUBUNGAN KONVEKSITAS SKELETAL DENGAN

JARINGAN LUNAK WAJAH PADA MAHASISWA

SUKU PROTO MELAYU FKG DAN FT USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HENNY

NIM : 100600124

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(64)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 April 2014

Pembimbing : Tanda tangan

Prof.H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

(65)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 12 April 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Prof.H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort

Gambar

Gambar 16. Tracing Box
Gambar 17.  Alat-alat penelitian :  (a) Pensil  mekanik  (b) Pensil       (c) Pulpen (d) Busur (e) Kalkulator (f) Penggaris
Gambar 19. (a) Kertas asetat (b) Lem perekat
Gambar 20. Garis yang diukur dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berkaitan dengan acara tersebut diatas, maka diminta kepada Saudara/i agar menghadirkan Team Leader, membawa Dokumen Penawaran Administrasi, Teknis dan Biaya asli sesuai dengan

[r]

PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI. LOKASI : BALAI NIKAH

[r]

 Menyebutkan nama alat musik tradisional yang terbuat dari bambu  Mengidentifikasi lagu daerah nusantara melalui kegiatan menyanyi  Menyanyikan dengan baik dan benar lagu-lagu

[r]

[r]