• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara morfologi vertikal wajah terhadap tinggi dentoalveolar regio molar dan lebar lengkung gigi. Sampel penelitian ini adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Subjek dalam penelitian ini memiliki kriteria yaitu skeletal Klas I tanpa crossbite posterior unilateral ataupun bilateral. Dalam penelitian ini umur yang digunakan yaitu minimal 18 tahun karena pada umur tersebut merupakan usia maturasi dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh kembangnya telah stabil.

Tabel 5 menunjukkan hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan tinggi dentoalveolar regio molar maksila sebesar 0,201 dengan signifikansi (p) sebesar 0,286 dan mandibula sebesar -0,31 dengan signifikansi (p) sebesar 0,869. Pada nilai r ≤ 0,21 dan p ≥ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak diperoleh adanya kekuatan korelasi dan signifikansi sehingga korelasi dan signifikansi dinyatakan tidak bermakna. Hasil ini didukung oleh Martina dkk. (2005), yang menyatakan bahwa tinggi dentoalveolar regio molar tidak dipengaruhi oleh kemiringan bidang mandibula (sudut MP-SN).18

Namun hasil ini berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Yousif (2010), dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa sudut MP-SN memiliki korelasi positif terhadap tinggi dentoalveolar regio molar maksila ataupun mandibula pada subjek laki-laki tetapi tidak ada korelasi positif untuk subjek perempuan.48 Perbedaan hasil

penelitian ini dengan Yousif (2010) dapat dijelaskan karena adanya perbedaan ras, besar sampel, dan kriteria inklusi dan eksklusi yang dipakai dalam penelitian ini. Hal lainnya mungkin disebabkan oleh besarnya proporsi sampel perempuan yang terdapat dalam penelitian ini.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa hasil uji korelasi Pearson’s antara tinggi wajah anterior bawah dengan tinggi dentoalveolar regio molar masing-masing diperoleh sebesar 0,376 pada maksila dan sebesar 0,637 untuk mandibula. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi untuk tinggi dentoalveolar regio molar maksila adalah lemah dengan signifikansi (p) sebesar 0,041 dimana p ≤ 0,05 sehingga korelasi dinyatakan memiliki signifikansi yang bermakna. Sedangkan kekuatan korelasi untuk tinggi dentoalveolar regio molar mandibula adalah cukup kuat dengan signifikansi (p) sebesar 0,000 dimana p ≤ 0,05 sehingga korelasi dinyatakan memiliki signifikansi yang bermakna. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh Martina dkk. (2005), bahwa tinggi wajah anterior bawah memiliki pengaruh positif terhadap tinggi dentoalveolar regio molar, sehingga hasil ini turut mendukung anggapan tentang adanya hubungan positif antara dentoalveolar dengan dimensi vertikal kraniofasial.

Hasil ini juga didukung oleh Enoki dkk. (2004), yang menemukan adanya korelasi positif antara tinggi dentoalveolar posterior dengan proporsi sepertiga wajah bawah atau dapat disebut juga tinggi wajah anterior bawah.49 Begitu pula dengan Yousif (2010) yang juga menemukan hasil korelasi positif antara tinggi wajah anterior bawah dengan tinggi dentoalveolar regio molar yang sangat bermakna dan signifikan baik pada perempuan ataupun laki-laki sehingga temuan ini juga mendukung bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara dentoalveolar dengan

dimensi vertikal kraniofasial.48 Disamping itu, Mestrovic dkk. (2000), juga melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tinggi alveolar dengan tinggi wajah tetapi tidak menemukan hasil yang signifikan antara tinggi alveolar dengan bidang mandibula.50

Pada tabel 7, hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan lebar

lengkung gigi pada regio intermolar bukal untuk rahang bawah diketahui sebesar -0,252. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasinya lemah dengan signifikansi

(p) sebesar 0,179 dimana p ≥ 0,05 sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki signifikansi yang bermakna.

Pada tabel 7 terlihat bahwa hasil korelasi dalam arah negatif. Tanda negatif tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung gigi regio intermolar bukal pada rahang bawah cenderung menjadi lebih sempit. Hasil ini sependapat dengan Nasby dkk. (1972), yang juga menemukan adanya korelasi negatif antara bidang mandibula (sudut MP-SN) dengan lebar intermolar mandibula. Pada penelitiannya ditemukan bahwa lebar intermolar mandibula lebih besar untuk subjek dengan sudut MP-SN rendah daripada subjek dengan sudut MP-SN tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan lebar intermolar mandibula untuk setiap peningkatan sudut MP-SN.25

Bentuk vertikal wajah sejak lama telah dihubungkan dengan lebar lengkung gigi. Hasil berbeda diperoleh Foster dkk. (2008),mengenai hubungan bentuk vertikal wajah dengan lebar lengkung gigi dimana terlihat bahwa ada hubungan antara sudut bidang mandibula dengan lebar lengkung gigi maksila pada regio kaninus, premolar

pertama, premolar kedua dan molar pertama pada laki-laki. Sedangkan pada perempuan hanya pada regio premolar kedua maksila. Pada lengkung mandibula, terlihat bahwa pada laki-laki terdapat hubungan yang signifikan antara sudut dataran mandibula dengan lebar interkaninus dan interpremolar pertama mandibula.26 Kemudian, Isaacson dkk., juga melaporkan bahwa lebar intermolar maksila lebih kecil pada individu yang memiliki wajah panjang daripada individu yang berwajah pendek.11 Adanya perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan metode pengukuran, besar sampel, kriteria inklusi dan eksklusi sampel, analisis statistik yang dipakai maupun perbedaan populasi ras yang diteliti.

Pada tabel 8, hasil uji korelasi Pearson’s antara tinggi wajah anterior bawah dengan lebar lengkung gigi pada regio intermolar bukal untuk maksila diketahui sebesar 0,354 dan pada regio interkaninus bukal untuk mandibula sebesar 0,258. Hal ini menunjukkan keduanya memiliki kekuatan korelasi lemah dengan signifikansi (p) sebesar 0,055 untuk intermolar bukal pada maksila dan (p) sebesar 0,169 untuk interkaninus bukal pada mandibula dimana kedua nilai p ≤ 0,05 sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki signifikansi yang bermakna. Hasil ini dapat diabaikan karena tidak ditemukan adanya hubungan bermakna yang signifikan antara tinggi wajah anterior bawah dan lebar lengkung gigi.

Dokumen terkait