• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data hasil penelitian ini menunjukkan jumlah setiap sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia hampir seimbang satu dengan yang lainnya, dimana persentase laki-laki sebesar 53,6% dan perempuan sebesar 46,4%. Berdasarkan usia, jumlah dan persentase pada setiap kelompok hampir seimbang walau yang terbesar ada pada anak usia 7 tahun yaitu sebesar 15,8% (Tabel 2).

Jumlah rerata DMFT+deft pada kelompok II dan III hampir seimbang, yaitu 6,66 (SD 2,08) dibanding 6,24 (SD 2,65). Rerata DMFT yang dimiliki oleh kelompok anak II ( DMFT+deft>4 tanpa melibatkan pulpa) sebesar 3,11 (SD 1,99), sedangkan rerata deft sebesar 3,55 (SD 2,99). Kelompok III memiliki rerata DMFT sebesar 1,76 (SD 1,84) dan rerata deft sebesar 4,48 (SD 3,21). Terlihat pada kedua kelompok ini pengalaman karies gigi permanen terbesar dimiliki pada kelompok III, sedangkan pengalaman karies gigi desidui terbesar dimiliki oleh kelompok II (Tabel 3).

Persentase anak pada seluruh kelompok penelitian memiliki skor D/d (72,8%/66,4%) dengan jumlah yang paling besar dibandingkan skor M/e (8,6%/28,5%) dan F/f (5,6%/4,8%). Hal yang sama juga terlihat pada rerata skor D/d yang mendominasi pada kelompok I, kelompok II, dan kelompok III ( 1,9/0,69; 2,85/3,26; 1,65/3,22) dibanding rerata skor M/e dan F/f. Data tersebut sesuai dengan penelitian Jazrawi KH yang mendapatkan nilai skor D/d paling dominan pada setiap kelompok anak usia 6-12 tahun (D: 1,20 dan d: 3,60).32 RISKESDAS 2013 juga menunjukkan rerata skor D (1,02) lebih besar dibanding skor M (0,34) dan F (0,04) pada anak usia 12 tahun.6

Besarnya rerata skor D/d dibandingkan dengan skor F/f pada setiap kelompok menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penanganan kesehatan gigi dan mulut, khususnya karies tidak dirawat yang dapat memicu terjadinya infeksi odontogenik dengan keterlibatan pulpa.13 Kegiatan preventif dan promotif sangat dibutuhkan dalam hal ini, khususnya seperti kegiatan yang dilakukan di sekolah sesuai dengan program UKGS.1,4

Rerata PUFA dan pufa sebesar 0,51 (SD 0,95) dan 2,62 (SD 2,14) pada penelitian ini, yang berarti setiap anak pada kelompok III (PUFA+pufa>0) memiliki karies yang tidak dirawat yang melibatkan pulpa setidaknya satu gigi permanen dan tiga gigi desidui. Rerata ini hampir sesuai dengan penelitian Jain K et al. yaitu rerata PUFA dan pufa sebesar 0,3 dan 1,71.12

Rerata skor P/p pada penelitian ini merupakan paling dominan (P= 0,43 dan p= 2,25) diantara skor U/u (U=0,04; u=0,10), F/f (F=0,02 dan f=0,13), dan A/a (A=0,02; a=0,14). Penelitian Jazrawi KH menunjukkan besar rerata skor P/p yang hampir sama dengan penelitian ini (P= 0,11 dan p=1,55) dan menunjukkan jumlah yang dominan dibandingkan dengan U/u, F/f dan A/a.32

Skor P/p yang berarti adanya keterlibatan pulpa cukup dapat menyebabkan rasa sakit dan rasa tidak nyaman yang dapat menyebabkan kurangnya kemampuan anak untuk makan sehingga asupan nutrisi anak buruk dan menyebabkan rendahnya indeks massa tubuh anak, dan berpengaruh terhadap kualitas hidup anak.20 Selain skor P/p, skor A/a atau adanya abses juga dapat menyebabkan rasa sakit sehingga anak sulit untuk tidur sehingga hal ini dapat mengganggu pertumbuhan anak.17

Penelitian ini mendapatkan hanya 4 orang anak yang memiliki indeks massa tubuh dengan kategori obesitas, oleh karena itu pada penelitian ini kategori dibagi atas tiga kelompok dengan kategori dibawah normal, normal, dan diatas normal. Terdapat perbedaan indeks massa tubuh yang signifikan (p<0,001) antara kelompok anak dengan karies tanpa melibatkan pulpa dibandingkan kelompok anak dengan karies yang melibatkan pulpa pada penelitian ini (Tabel 4).

Persentase sampel yang memiliki indeks massa tubuh dibawah normal paling besar dimiliki kelompok anak III (PUFA+pufa>0) sebesar 25,84%, diikuti kelompok anak II (DMFT+deft>4 tanpa melibatkan pulpa) sebesar 10,84% dan kelompok anak I (DMFT+deft=1-4 tanpa melibatkan pulpa) sebesar 6,67% (Tabel 4). Hasil ini sesuai dengan penelitian Benzian H et al. bahwa persentase indeks massa tubuh dibawah normal lebih banyak terdapat pada kelompok anak yang memiliki karies yang melibatkan pulpa.20 Mishu et al. di Bangladesh juga menunjukkan adanya

hubungan antara karies gigi yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh dibawah normal.16

Penelitian ini menunjukkan adanya hasil korelasi yang signifikan (p<0,001) antara rerata PUFA+pufa dengan rerata indeks massa tubuh dengan nilai koefisien korelasi yang lemah sebesar -0,279. Data ini hampir sesuai dengan data hasil penelitian Rohini D et al. bahwa adanya korelasi yang signifikan (p=0,009) antara skor PUFA+pufa dengan indeks massa tubuh, nilai koefisien korelasinya sebesar -0,259.19 Korelasi yang negatif memiliki arti semakin tinggi skor PUFA/pufa maka semakin rendah skor indeks massa tubuh.

Hasil korelasi antara rerata DMFT/deft tanpa melibatkan pulpa dengan rerata indeks massa tubuh pada penelitian ini adalah signifikan (p<0,001) dan koefisien korelasi yang lemah sebesar -0,225. Penelitian Heba A et al. terhadap anak sekolah usia 6-8 tahun di Arab Saudi mendapatkan hasil yang sama, bahwa anak-anak yang memiliki tingkat karies yang tinggi memiliki IMT yang rendah secara signifikan.34 Penelitian Shakya A et al. menunjukkan adanya korelasi negatif antara indeks massa tubuh dengan pengalaman karies pada gigi desidui dan permanen.3 Weltzien et al. menyimpulkan pada penelitiannya bahwa tingginya pengalaman karies pada anak-anak cenderung akan menyebabkan rendahnya indeks massa tubuh pada anak-anak-anak-anak tersebut.25

Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya karies, jika karies yang tidak dirawat seiring pertambahan usia akan menyebabkan terjadinya infeksi odontogenik.24 Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan antara rerata PUFA, rerata pufa, dan rerata PUFA+pufa berdasarkan usia anak (p<0,001). Anak yang memiliki usia 6-8 tahun memiliki rerata PUFA lebih kecil dibandingkan usia 9-12 tahun sedangkan rerata pufa dan PUFA+pufa lebih besar dimiliki kelompok usia 6-8 tahun (Tabel 6).

Anak usia 6-8 tahun gigi permanen yang erupsi lebih sedikit dibandingkan dengan gigi desidui yang masih ada, sehingga skor PUFA lebih kecil. Skor pufa pada anak usia 9-12 tahun lebih sedikit dikarenakan gigi desidui yang tersisa jumlahnya sedikit, selain itu skor PUFA+pufa juga lebih sedikit karena pada anak usia 9-12

tahun adanya kesadaran dan pengetahuan anak dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.4 Penelitian Jazrawi KH menunjukkan hasil yang sama bahwa skor pufa lebih besar pada anak usia 7-8 tahun dibandingkan pada anak usia 11-12 tahun, sementara skor PUFA pada usia 11-12 lebih besar dibandingkan dengan anak usia 7-8 tahun.32 Mishu et al. menunjukkan pengalaman karies pada anak usia 6-8 tahun memiliki persentase lebih besar dibandingkan pada kelompok anak berusia 9-12 tahun.16 Hasil penelitian Monse et al. juga menunjukkan bahwa prevalensi PUFA lebih besar pada anak berusia 12 tahun yaitu sebesar 50% dan 6 tahun sebesar 8%, dan prevalensi pufa lebih besar pada anak usia 6 tahun yaitu sebesar 84%.18

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara rerata PUFA, pufa, dan PUFA+pufa bedasarkan jenis kelamin. Rerata PUFA dan pufa pada anak laki-laki lebih besar (PUFA= 0,57; pufa= 2,67) dibandingkan dengan anak perempuan (PUFA=0,43; pufa=2,55) (Tabel 7). Data ini sesuai dengan penelitian Benzian et al. yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan terhadap skor PUFA+pufa>0 pada anak laki-laki dan perempuan, namun rerata skor PUFA+pufa perempuan lebih tinggi dari laki-laki yang berbeda dengan penelitian ini, rerata skor PUFA+pufa perempuan 1,19 dan laki-laki 1,12.20 Weltzien et al. juga menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara skor PUFA/pufa dan jenis kelamin, dan rerata pengalaman karies pada anak laki-laki lebih kecil dibandingkan perempuan.25

Penelitian Mehta et al. menyatakan hal yang berbeda dengan penelitian ini, adanya hubungan yang signifikan (p<0,05) jenis kelamin terhadap pufa dan skor deft, dan perempuan memiliki lebih sedikit skor pufa dan deft dibandingkan dengan laki-laki, hal ini disebabkan perempuan memiliki kesadaran yang tinggi dalam menjaga

oral hygiene.11,23 Disamping kesadaran dalam merawat kesehatan gigi dan mulut lebih baik pada anak perempuan, angka kejadian karies yang tidak dirawat lebih kecil dibanding anak laki-laki, walaupun gigi lebih rentan terpapar dengan lingkungan rongga mulut kariogenik karena gigi pada anak perempuan lebih cepat erupsi.45

Kesadaran orang tua sangat dibutuhkan dalam menangani masalah ini, sebaiknya orang tua dapat lebih dini melakukan pencegahan seperti menyikat gigi dan mengunjungi dokter gigi untuk mendapatkan perawatan seperti penambalan gigi pada karies, sehingga dapat mengurangi rasa sakit pada anak yang dapat memengaruhi indeks massa tubuh dan kualitas hidup anak, dan angka kejadian karies yang tidak dirawat dapat berkurang.4

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan indeks massa tubuh yang signifikan (p<0,001) antara kelompok anak dengan karies melibatkan pulpa dibandingkan kelompok anak dengan karies tanpa melibatkan pulpa. Semakin tinggi skor PUFA/pufa maka semakin rendah skor indeks massa tubuh.

2. Hasil korelasi yang signifikan (p<0,001) antara rerata PUFA+pufa dengan rerata indeks massa tubuh dengan nilai koefisien korelasi yang lemah sebesar -0,279.

3. Hasil korelasi antara rerata DMFT/deft dengan rerata indeks massa tubuh pada anak tanpa PUFA/pufa adalah signifikan (p<0,001) dan koefisien korelasi yang lemah sebesar -0,225.

4. Terdapat perbedaan signifikan (p<0,001) antara rerata PUFA, rerata pufa, dan rerata PUFA+pufa berdasarkan usia anak.

5. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara rerata PUFA, pufa, dan PUFA+pufa bedasarkan jenis kelamin.

6.2 Saran

1. Diharapkan pengelola program kesehatan dapat menyelengarakan penyuluhan dan sosialisasi pada masyarakat khususnya orang tua sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan pemeliharaan kesehatan gigi pada anak meliputi tindakan promotif dan preventif, dan menggalakkan program UKGS.

2. Diharapkan peran orang tua dalam memotivasi, mengawasi dan mengontrol pemeliharaan kesehatan gigi anaknya dan rutin mengunjungi dokter gigi secara berkala setiap enam bulan sekali.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies dan Etiologi

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. Karies merupakan penyakit infeksius multifaktorial yang disebabkan oleh mikrobiota kariogenik; substrat (makanan-makanan kaya karbohidrat), host (gigi dan saliva), dan waktu lamanya proses interaksi antar faktor tersebut, interaksi ini dapat dilihat pada Gambar 1.21-24

Dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Karies diawali dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi (enamel, dentin dan sementum) yang kemudian diikuti oleh kerusakan materi organik gigi dengan produksi asam oleh hidrolisis dari akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan gigi.23 Proses demineralisasi dapat dikembalikan oleh kalsium dan phospat bersama dengan fluor, berdifusi ke dalam gigi dan menghasilkan lapisan baru pada sisa- sisa kristal yang ada pada lesi awal yang dikenal dengan remineralisasi. Proses demineralisasi dan remineralisasi pada umumnya terjadi berulang-ulang setiap hari yang menyebabkan terjadinya kavitas atau adanya proses perbaikan.24

2.2 Prevalensi dan Pengalaman Karies

Persentase karies gigi bertambah dengan meningkatnya peradaban manusia, ada lebih dari 90% anggota populasi yang terinfeksi dan hanya kira-kira 5% penduduk yang imun terhadap karies gigi sehingga menjadi masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut.21 Pada tahun 2006 di Asia Tenggara prevalensi karies pada anak usia 6 tahun sebanyak 97%.25

Penelitian Benzian et al. di Filipina tingkat karies paling tinggi diantara negara-negara di Asia Tenggara, dengan prevalensi sebesar 82% dan indeks DMFT anak berusia 12 tahun sebesar 2,9.20 Penelitan Tiwari et al. menunjukkan dari 371 anak berusia 6-8 tahun di India, prevalensi karies sebesar 87% dan yang tidak mendapatkan perawatan sebesar 84%.13

Penelitian Vargas et al. menunjukkan pada anak-anak usia sekolah berusia 6-12 tahun di Amerika Serikat terdapat 61% yang memiliki setidaknya satu gigi karies atau tambalan pada gigi desidui mereka. Selain itu pada 4116 sampel anak berusia 6-14 tahun, terdapat 40% yang memiliki setidaknya satu gigi karies atau tambalan pada gigi permanen mereka.26

Data dari pusat pencegahan dan kontrol gigi menunjukkan prevalensi karies yang tidak dirawat pada anak-anak berusia 6-11 tahun di Amerika Serikat sebanyak 25%. Hasil penelitian di Iran menunjukkan hampir 60% dari anak-anak berusia 12 tahun setidaknya memiliki satu gigi karies atau gigi yang sudah direstorasi.9

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa indeks DMFT pada kelompok usia 12 tahun adalah sebesar 0,9. Indeks DMFT mengalami peningkatan sebanyak 0,5 setelah enam tahun kemudian yang terlihat pada hasil RISKESDAS tahun 2013, anak dengan kelompok usia 12 tahun memiliki indeks DMFT sebesar 1,4 dengan nilai masing-masing D-T=1,02; M-T=0,34; DF-T=0,02; dan F-T=0,04.1,6 Data penelitian-penelitian tersebut menunjukkan tingginya tingkat prevalensi karies pada anak usia sekolah di dunia.

2.3 Faktor Risiko Karies

Risiko karies seseorang dapat beragam seiring bergantinya faktor-faktor risiko. Banyak sekali faktor yang memengaruhi terjadinya karies gigi, untuk dapat terjadinya karies harus didapatkan berbagai macam faktor resiko. 21,28 Faktor risiko karies antara lain:

1. Keturunan

Penelitian terhadap 12 pasang orang tua dan anaknya dengan keadaan yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut mendapatkan kebiasaan pola makan, kebiasaan oral hygiene dan mikroflora oral dari orang tua mereka.21,26

2. Usia

Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya usia. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi karena kebersihan mulut kurang terjaga.23

3. Jenis Kelamin

Persentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Pada wanita, komponen gigi yang hilang (M, missing) lebih sedikit daripada pria umumnya karena oral hygiene wanita lebih baik.21,23

4. Makanan

Penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman yang bersifat fermentasi karbohidrat lebih signifikan memproduksi asam diikuti demineralisasi enamel. Konsistensi dari makanan juga memengaruhi kecepatan pembentukan plak. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan hanya memiliki sedikit efek membersihkan gigi geligi atau bahkan tidak sama sekali. Jenis makanan yang mudah melekat di gigi seperti coklat dan permen, memudahkan kemungkinan terjadinya karies karena lamanya retensi makanan terhadap gigi sehingga proses remineralisasi

menjadi lebih lambat dibandingkan proses demineralisasi, serta adanya kehilangan mineral.21,26,28

5. Oral Hygiene

Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan pasta gigi mengandung

fluoride secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat

mendeteksi gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi; bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.26,28

6. Sosial Ekonomi

Hubungan antara status sosial ekonomi berbanding terbalik dengan prevalensi karies. Peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor resiko terjadinya karies gigi dan secara umum diukur dari indikator seperti pendapatan, tingkat pendidikan, pola hidup dan perilaku kesehatan gigi. Data yang didapat menurut segi pandang demografi, karies lebih sering terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah memiliki resiko karies yang tinggi dari pada anak pada kelas sosial ekonomi tinggi. 26,28

2.4 Dampak Karies Tidak Terawat

Karies gigi bersifat terlokalisir, destruktif, dan progresif terhadap dentin, jika tidak dirawat, infeksi bakteri dapat berkembang melalui dentin dan menimbulkan peradangan pulpa dan proses radang berlanjut hingga ke jaringan di sekitarnya dan tulang alveolar sehingga berpotensi terjadinya kehilangan gigi.29,30 Masalah-masalah yang dapat dilihat dari karies yang tidak dirawat adalah pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.

a. Pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa yang ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis pada saat melewati persarafan ini (Gambar 2). Pulpitis reversibel merupakan tahap awal dari kerusakan pulpa, memiliki ciri khas berupa, sakit yang

tajam, respon yang cepat, hiperemi pulpa dan kepekaan gigi terhadap panas dan dingin yang reda jika sumber panas dan dingin ini dihilangkan.29-31

Pulpitis irreversible merupakan peradangan pulpa yang persisten menimbulkan perubahan yang ireversibel, sehingga pasien mengalami sakit spontan dan persisten pada giginya setelah sumber panas atau dingin itu dihilangkan. Kerusakan jaringan pulpa yang parah karena infeksi bakteri atau terputusnya pasokan darah ke pulpa akan mengakibatkan terjadinya pulpa nonvital dan perubahan periapeks (peradangan periapeks kronis).30

Gambar 2. Pulpitis1

b. Ulserasi

Ulser adalah luka pada jaringan lunak akibat trauma yang berasal dari permukaan yang tajam dari gigi dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen akar yang menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di sekitar lesi karies, misalnya lidah atau mukosa bukal.18,31,32 Ulser biasanya terlihat sedikit landai dan oval. Zona eritema pada awalnya terlihat di bagian tepi; zona ini semakin muda warnanya sejalan dengan penyembuhan ulser. Bagian tengah ulser biasanya berwarna abu-abu kekuningan (Gambar 3).30

Gambar 3. Ulser1

c. Fistula

Fistula merupakan saluran pus yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa pada gigi yang mengalami karies. Fistula terjadi karena peradangan karies kronis pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi, jika dibiarkan terlalu lama, pertahanan tubuh akan berusaha melawan dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan pus/nanah ke luar tubuh melalui permukaan yang terdekat, hingga menembus tulang tipis dan gingiva yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula, dan jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan pus (Gambar 4).33

d. Abses

Abses merupakan pembengkakan yang mengandung pus pada gigi dengan pulpa yang terbuka. Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans (Gambar 5).1

Gambar 5. Abses1

Terjadinya pulpitis, ulserasi, fistula dan abses yang ditimbulkan akibat karies yang tidak dirawat, dapat menyebabkan kurangnya kemampuan anak untuk makan sehingga jumlah asupan nutrisi terganggu yang menyebabkan rendahnya indeks massa tubuh anak, anemia, kurang tidur dan berujung pada menurunnya kualitas hidup anak tersebut yang dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak tersebut.1,16,17 Akibat langsung yang ditimbulkan dari karies yang tidak dirawat adalah rasa sakit dan inflamasi, sehingga mengganggu kemampuan anak saat makan dan sulit tidur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan karena asupan nutrisi yang buruk.34,35

Akibat tidak langsung yang ditimbulkan karies yang tidak dirawat dan respon tubuh yang berbeda terhadap infeksi gigi kronis adalah pulpa yang terinfeksi akan memengaruhi imunitas dan eritropoiesis yang dapat mengakibatkan anemia dan mengakibatkan remodeling tulang, pola tidur dan asupan makan yang buruk. Gangguan pola tidur akibat sakit dan infeksi yang dapat mengganggu sekresi hormon

pertumbuhan. Infeksi dan inflamasi juga dapat mengakibatkan mikronutrien gizi yang rendah yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran energi dan kebutuhan metabolik sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrien. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya massa tubuh.34

2.4.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Salah satu cara untuk menilai status gizi seseorang yang paling sering digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO. Indeks massa tubuh didefinisikan sebagai berat badan dibagi tinggi badan kuadrat (dalam kilogram per meter kuadrat).36 Penggunaan indeks massa tubuh pada dewasa berbeda dengan anak-anak dan remaja yang sedang berada pada proses pertumbuhan, kategori IMT pada anak-anak dibagi atas dibawah normal, normal, diatas normal, dan obesitas.37 Kemenkes RI 2010 membagi IMT pada anak-anak atas sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan sangat gemuk oleh (Tabel 1).38

Nilai IMT, dapat diperoleh dengan perhitungan rumus berikut ini:36

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Usia oleh Kemenkes RI 201038

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Sangat gemuk >2 SD

Hasil dari perhitungan indeks massa tubuh kemudian disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin pada tabel (terlampir) untuk menentukan status gizi seseorang.

Penelitian Benzian et al. mengelompokkan anak-anak dalam tiga kategori IMT sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Pembagian IMT menjadi tiga dikarenakan sulitnya mendapatkan sampel dengan kategori obesitas.20 Peneliti juga membagi kategori IMT menjadi tiga yaitu dibawah normal (sangat kurus dan kurus), normal, dan diatas normal (sangat gemuk dan gemuk) menggunakan kriteria menurut Kemenkes RI 2010 karena dianggap lebih sesuai dengan keadaan IMT pada anak-anak di Indonesia.

2.5 Indeks Karies

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit. Status karies seseorang dapat diperoleh dengan menggunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan sama. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks WHO, dan juga indeks PUFA/pufa yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan karies gigi yang tidak dirawat.14,39

2.5.1 Indeks DMFT

Selama 70 tahun terakhir, data tentang karies yang dikumpulkan menggunakan indeks DMFT.9,10 Indeks DMFT merupakan indeks karies menurut Klein dan Palmer, untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi.40

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada gigi Decayed Missing Filled Tooth (DMFT) dan permukaan gigi Decayed Missing Filled Surface (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Pembagian gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan

Dokumen terkait