Gambar 5.1.3 Titik kadar hs-CRP dengan sensitivitas 78,57 % dan spesifisitas 85,71 %
5.2 Pembahasan
Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi berperanan penting dalam proses aterogenesis dan berbagai komplikasinya termasuk PJK, mulai dari awal perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Hs-CRP merupakan salah satu marker inflamasi yang paling banyak digunakan dalam penelitian untuk memprediksi adanya PJK. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus yang menyatakan bahwa peningkatan kadar hs-CRP serum dapat memprediksi ada tidaknya suatu aterosklerosis atau bahkan dapat memprediksi keparahan stenosis arteri koroner yang sudah terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hal ini masih menjadi perdebatan.
Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien APS yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara kadar hs-CRP serum dengan skor vessel. Berdasarkan uji korelasi!" , didapatkan korelasi linier postitif yang signifikan antara skor vessel dengan peningkatan kadar hs-CRP serum dengan koefisien korelasi (r) = 0,667 dan p = 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hs-CRP yang semakin meningkat, maka jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 % semakin banyak. Artinya kadar hs-CRP yang semakin
$-$/ 9 &,<"
meningkat menggambarkan keparahan stenosis arteri koroner semakin berat.
Hasil ini sama dengan studi yang dilakukan oleh (B, dimana pada studi tersebut didapatkan koefisien korelasi (r) = 0,7409 dengan p < 0,001. Demikian juga dengan studi yang dilakukan oleh . / * (C, dimana didapatkan peningkatan kadar hs-CRP serum seiring dengan peningkatan jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 % (p < 0,01).
Hasil studi ini bertolak belakang dengan studi yang dilakukan oleh , .30 Hal ini dipengaruhi oleh adanya subjek penelitian yang menginklusi pasien SKA (20%) dan ada beberapa subjek penelitian pernah menjalani prosedur angiografi sebelumnya. ( yang meneliti 312 pasien PJK yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi, didapatkan hasil peningkatan kadar CRP tidak berhubungan signifikan dengan skor vessel (p = 0,7), tetapi kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK dibandingkan pasien non PJK (p= 0,0005). Demikian juga dengan studi yang dilakukan oleh + # & dimana pada penelitiannya ada beberapa subjek penelitian yang mendapat terapi statin. Tetapi setelah dieksklusi subjek yang mendapat statin, peningkatan kadar hs-CRP berhubungan signifikan dengan skor vessel (p < 0,01).
Statin merupakan obat penurun kolesterol " 8 # # , dan memiliki efek pleiotropik yang menguntungkan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder. Studi " menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi, menurunkan kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan
kejadian kardiovaskular. Pada studi JUPITER ( ; !
$ < 0 + : # % & suatu
studi randomized, double blind, placebo controlled trial pada 17.802 subjek penelitian tanpa riwayat diabetes, dan kadar LDL < 130 mg/dL namun kadar hs-CRP > 2 mg/L. Setelah di follow up selama 1,9 tahun, Rosuvastatin 20 mg/hari menurunkan kadar hs-CRP sebesar 37% dan secara signifikan menurunkan kejadian kardiovaskular sebesar 44 % dan kematian sebesar 20 % (p< 0,00001).28
Banyak studi klinis maupun epidemiologis menunjukkan bahwa marker inflamasi hs-CRP mempunyai korelasi yang kuat sebagai prediktor kejadian kardiovaskular dan hal ini masih tetap konsisten sampai saat ini. Pada studi
$ ! $ ! , sebuah studi kohort terhadap 22.000 pria dewasa sehat tanpa riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya, subjek dengan kadar hs-CRP yang berada di kuartil tertinggi dibandingkan subyek dengan kadar hs-hs-CRP dalam kuartil terendah meningkat 2 kali lipat untuk mendapatkan kejadian stroke, 3 kali lipat untuk terjadinya risiko infark miokard dan 4 kali lipat untuk terjadinya penyakit arteri perifer (P < 0.001). Pada studi @ D ! $ @ ! , meneliti sebanyak 27.939 perempuan post menopause, didapatkan kadar hs-CRP serum > 3 mg/L memiliki peningkatan 2 kali lipat risiko kejadian infark miokard dan studi ini juga menunjukkan bahwa kadar hs-CRP merupakan prediktor yang lebih baik untuk menilai resiko kejadian kardiovaskular dibandingkan dengan kolesterol LDL. Pada studi - 9 ! $ - ! , yang meneliti 121.700
perempuan dan studi 7 8 " ! $ 7;! yang
meneliti 51.529 laki-laki mendukung hasil studi @ 9 ! $ @ ! 526,33,34
S$ ! meneliti 107 pasien PJK stabil dan 33 pasien sehat sebagai kontrol, didapatkan kadar hs-CRP lebih tinggi pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan kontrol (5.0 ± 4.4 vs 2.7 ± 2.7, "= 0.0166). Pada studi lain, beliau juga meneliti kadar hs-CRP pada pasien sindroma koroner akut. Didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien STEMI dibandingkan pasien NSTEMI (22,9 vs 13,5 dengan p < 0,0464).13,35 Diduga proses inflamasi berperan penting dalam menginduksi terjadinya ruptur plak. Studi terbaru oleh : 6 juga menunjukkan hasil yang sama dimana didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan stenosis arteri koroner ≥ 50% dibanding dengan stenosis arteri koroner < 50 % yaitu 1.11 (0.52-3.41) vs 0.70 (0.3-1.66) mg/L, p < 0.001. Pada studi ini didapatkan rerata kadar hs-CRP serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK dibanding non PJK yaitu 2,91 ± 1,93 vs 1,21 ± 0,56 dengan nilai p = 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hs-CRP yang lebih tinggi, menunjukkan adanya PJK.
Untuk mengetahui titik antara non PJK dengan PJK, dibuat kurva ROC untuk mengetahui Area Under Curve (AUC). Pada studi ini, didapatkan nilai AUC = 0,798 dengan p=0,016. Artinya uji diagnostik memiliki kemampuan untuk
membedakan kelompok non PJK dengan PJK. Selanjutnya dicari sensitifitas dan spesifisitas kadar hs-CRP pada kelompok PJK. Didapatkan kadar hs-CRP ≥ 1,21 mg/L merupakan titik yang dapat membedakan antara kelompok non PJK dengan PJK dengan sensitifitas 78.5 % dan spesifisitas 85,7 %. Artinya kadar hs-CRP ≥ 1,21 mg/L dapat memprediksi adanya PJK. Studi yang dilakukan oleh Idrus Alwi dkk 37 didapatkan titik cut off kadar hs-CRP yang membedakan pasien SKA dengan PJK stabil adalah ≥ 8,23 mg/L dengan sensitifitas 88,1 % dan spesifisitas 88,7 %.
Kelemahan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga penelitian ini hanya melihat hubungan antara peningkatan kadar hs-CRP serum dengan keparahan stenosis arteri koroner pada pasien APS.
Hs-CRP merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hs-CRP serum seperti adanya inflamasi ataupun infeksi di organ lain haruslah dieksklusi secara optimal sehingga diperoleh hasil yang akurat. Demikian juga dengan penggunaan steroid maupun statin yang mempunyai efek anti inflamasi yang dapat menurunkan kadar hs-CRP serum.