• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar High Sensitivity - C Reactive Protein Dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner Pada Pasien Angina Pektoris Stabil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kadar High Sensitivity - C Reactive Protein Dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner Pada Pasien Angina Pektoris Stabil"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

!"! #$#

%&% % %#$#'% ( %)) # *)%" ( %*&% !*+%

*(,*%& -!"$ &! ).%/$- % %&

Menyetujui

Pembimbing Tesis I Pembimbing Tesis II

(dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP-FIHA) (dr. Zainal Safri, SpPD-SpJP)

Disahkan oleh:

Ketua Program Studi Kepala Departemen

(dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH) (dr. Salli Rosefi Nasution, SpPD-KGH)

(4)

#$# $)$ %"% % %#$ /%*.% 0 )! $# # )"$*$

"%) # &!% #!&+ * +%$/ .%), "$/!-$0 &%!0!) "$*!1!/ - % 0 )! $#

).%-%/%) " ),%) + )%*

%&% ( %)) # *)%" ( %*&% !*+%

(5)

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Johannes Bernad Roh Dearma Purba

NIM : 077101007

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara %/ +%# (.% -$ () /#/ !#$2 3 () 45 !#$6

(.% -. * $, -7 atas tesis saya yang berjudul :

!+!),%) %"%* $, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) ),%) *%1%-- )(#$# *- *$ (*() * %"% %#$ ) ),$)% /-(*$# -%+$

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 27 April 2012 Yang menyatakan

(6)

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “ !+!),%) %"%* $, )#$-$6$-.

%5-$6 *(- $) ),%) *%1%- - )(#$# *- *$ (*() * %"% %#$ ) ),$)% /-(*$# -%+$ “ yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang ilmu penyakit dalam pada fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK. USU / RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan dorongan buat penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dr. Zainal Safri, SpPD,SpJP yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP (K) sebagai dekan FK USU ketika saya diterima sebagai peserta pendidikan spesialis penyakit dalam. Demikian juga kepada Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH dan Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH yang bersedia memberi rekomendasi dan motivasi untuk terus berjuang agar saya bisa mengikuti pendidikan ini. Semoga semua jasa dan budi baik ini dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. 4. Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam saat penulis diterima sebagai

peserta pendidikan spesialis, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH. Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis.

(7)

dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga.

6. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD dr. Pirngadi / RSUP H Adam Malik Medan: Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, KPsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K), Prof. dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof. dr. OK Moehad Sjah, SpPD-KR, Prof. dr. Lukman H. Zain, SpPD-KGEH, Prof. dr. M. Yusuf Nasution, KGH., Prof. dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM., Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof. dr. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K), dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD, dr. A. Adin St Bagindo, SpPD-KKV, dr. Lutfi Latief, SpPD-KKV, dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD (Alm), dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD, dr. Rustam Effendi YS, KGEH, dr. Abiran Nababan, KGEH, dr. Betthin Marpaung, KGEH, dr. Sri M Sutadi, KGEH, dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH, DR. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, Dr. dr. Umar Zein, SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP (FIHA), dr. EN. Keliat, SpPD-KP, DR. dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, dr. Leonardo B Dairi, SpPD-KGEH, dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, dr. Mardianto, SpPD-KEMD, dr. Santi Safril, SpPD-KEMD, dr Zuhrial, SpPD, yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

(8)

Rahmat Isnanta, SpPD, dr. Jerahim Tarigan, SpPD, dr. Endang, SpPD, dr. T. Abraham, SpPD, dr. Soegiarto Gani, SpPD, dr. Savita Handayani, SpPD, dr. Fransiskus Ginting, SpPD, dr. Deske Muhadi, SpPD, dr. Syafrizal Nst, SpPD, dr. Ida Nensi Gultom, SpPD, dr. Imelda Rey, SpPD, dr. Anita Rosari, SpPD, dr. Wika Hanida, SpPD, dr. Radar R Ginting, SpPD, dr. Ameliana Purba, SpPD, dr. Henny Syahrini Lubis, SpPD, dr. Riri Andri Muzasti, SpPD dan dr. Taufik Sungkar, SpPD, sebagai dokter kepala ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

8. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini..

9. Kepada teman-teman seangkatan selama pendidikan yang memberikan dorongan semangat: dr. Halomoan Budi Susanto, SpPD, dr. Fahmi, dr. Trio A. L. Putra, SpPD, dr. Alfred T Situmorang, SpPD, dr. Terang Meliala, dr. Melati Nasution, dr. Sumi Ramadhani. Juga para teman sejawat dan PPDS interna lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, paramedik dan Syarifuddin Abdullah, Kak Leli, Erjan, Deni, Fitri, Ita, Wanti, Yanti, Tika (lab HOM) dan Sari atas kerjasama yang baik selama ini.

10. Para co-asisten dan petugas kesehatan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RS Haji Medan / RS Tembakau Deli, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

11. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)

jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan dan kebahagian kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi. Demikian juga buat mertua saya *#8 %*"$&0%) $% %%) dan * $)% +* !&% (*+( yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasihati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Kepada istriku tercinta . $% %%)9 dan kedua putriku tersayang %!*% ( %))% ), $% !*+% dan $".% ( %)"% )%#-%#$% !*+%, terima kasih yang tak terhingga atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga apa yang kita capai dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati Tuhan.

Kepada kakakku 6$ *$#-$)% !*+%9 dan kedua abangku () )*. !*+%9 dan () "". !*+%9 serta adikku () *$#5( !*+%9 9 )). *$#)% !*+%9 yang telah banyak membantu serta memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa yang maha pengasih, maha pemurah dan maha penyayang.

Medan, April 2012

(10)

+#-*%/

: !+!),%) %"%* $, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) ),%) *%1%- - )(#$# *- *$ (*() * %"% %#$ ) ),$)% /-(*$# -%+$ :

, Zainal Safri, Refli Hassan Divisi Kardiologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

%-%* %/%),

Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih merupakan masalah kesehatan yang serius dan mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Aterosklerosis merupakan dasar penyebab terjadinya PJK. Inflamasi berperanan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Studi prospektif menunjukkan bahwa marker inflamasi high sensitivity - C Reactive Protein (hs-CRP) serum merupakan prediktor terhadap kejadian kardiovaskular. Masih menjadi perdebatan apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi.

!1!%)

Untuk mengetahui apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil

% %) "%) %*% :

Penelitian observasional dengan metode pengukuran . Subjek dengan angina pektoris stabil, dilakukan pemeriksaan hs-CRP dan laboratorium darah serta pemeriksaan angiografi koroner. Kadar hs-CRP serum dibagi atas 3 grup berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular menurut

. Derajat keparahan stenosis arteri koroner di nilai dengan yang terdiri dari 0-3 poin berdasarkan jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50%. Selanjutnya hasil hs-CRP serum dihubungkan dengan skor vessel.

%#$

Dari 35 subjek penelitian dimana subjek yang tergolong non PJK dengan skor 0 sebanyak 7 (20%) orang dengan rerata kadar hs-CRP serum 1,21 ± 0,56 mg/L sedangkan yang tergolong PJK yang terdiri dari skor 1, 2 dan 3 sebanyak 10 (28,6%), 8 (22,8%) dan 10 (28,6%) orang berturut-turut dengan rerata kadar hs-CRP serum 1,68 ± 1,26 mg/L, 2,59 ± 1,48 mg/L dan 4,41 ± 1,91 mg/L berturut-turut. Pada uji korelasi !" diperoleh hubungan linier positif yang signifikan antara skor vessel dengan peningkatan kadar hs-CRP serum (r= 0,667 dengan p= 0,0001)

#$&0! %)

Didapatkan hubungan peningkatan kadar hs-CRP serum dengan skor vessel. Semakin tinggi kadar hs-CRP serum, semakin banyak arteri koroner yang mengalami stenosis ≥ 50 %. Pemeriksaan hs-CRP dapat digunakan untuk memprediksi keadaan keparahan stenosis arteri koroner yang terjadi pada pasien angina pektoris stabil.

(11)

+#-*%5-(** %-$() -' ) $, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) 6 # %)" 6 *$-. (2 (*()%*. *- *. - )(#$# $) %-$ )-# '$- -%+ ),$)% 5-(*$#

, Zainal Safri, Refli Hassan Cardiology Division

Internal Medicine Department

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara H. Adam Malik General Hospital Medan

%5/,*(!)"

Coronary Heart Disease (CHD) remains a serious health problem and has a number of high morbidity and mortality. Atherosclerosis is the underlying cause of CHD event. Inflammation has an important role in the process of atherosclerosis. Prospective studies show that the inflammatory marker #

$ % % serum is a predictor of cardiovascular events. It is debatable whether increased level of hs-CRP associated with severity of coronary artery stenosis degree comfirmed by angiography examination.

+1 5-$6 :

To determine the correlation between increased levels of serum hs-CRP and severity of coronary artery stenosis degree in patients with stable angina pectoris.

%- *$% # %)" - ("# :

This was a cross-sectional study. Subjects with stable angina pectoris were examined serum CRP, blood laboratory and coronary angiography. Serum hs-CRP levels were divided into 3 groups based on the risk of cardiovascular events according to the

. The degree of severity coronary artery stenosis assessed by vessel score& consist of 0-3 points based on number of main coronary artery stenosis ≥ 50%. Furthermore, the serum levels of hs-CRP correlated with vessel score.

#!

-A total number of 35 subjects with stable angina pectoris, there were 7 subjects with non CHD (score 0) with mean (± SD) levels of serum hs-CRP were 1,21 ± 0,56 mg/L while subjects with CHD (score 1, 2, 3), there were 10 (28,6%), 8 (22,8%) and 10 (28,6%) subjects respectively with mean (± SD) levels of serum hs-CRP were 1,68 ± 1,26 mg/L, 2,59 ± 1,48 mg/L dan 4,41 ± 1,91 mg/L. There was a statistically significant positive correlation between increased levels of serum hs-CRP and vessel score using !" (r = 0,667, p= 0,0001).

()5 !#$()

There was a correlation between increased levels of serum hs-CRP with vessel score. The higher level of serum hs-CRP has strongly correlation with the degree of coronary artery stenosis. Hs-CRP can be use to predict the condition of severity coronary artery stenosis in patients with stable angina pektoris.

(12)

Halaman

Kata Pengantar ... ... i

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

Daftar Lampiran ... xii

... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

... 5

2.1 Penyakit Jantung Koroner ... 5

2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi ... 5

2.3 CRP dan hs-CRP ... 8

2.4 Angiografi Koroner ... 10

2.5 Efek Statin pada hs-CRP sebagai marker Inflamasi Aterosklerosis ... 11

.. 12

3.1 Kerangka Konsep ... 12

3.2 Definisi Operasional ... 12

... 14

4.1 Desain penelitian ... 14

4.2 Waktu dan tempat penelitian ... 14

4.3 Subjek Penelitian ... 14

4.4 Kriteria Inklusi ... 14

4.5 Kriteria Eksklusi ... 14

4.6 Besar Sampel ... 15

4.7 Cara Kerja ... 15

4.8 Analisa Data ... 16

4.9 Ethical clearance dan informed consent ... 16

4.10 Kerangka operasional ... 17

... 18

5.1 Hasil Penelitian ... 18

5.2 Pembahasan ... 23

... 27

6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27

(13)

Halaman Tabel 2.3.1 Nilai kadar hs-CRP berdasarkan resiko kejadian

kardiovaskular 10

Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek penelitian ... 19 Tabel 5.1.2 Distribusi pasien berdasarkan kadar hs-CRP ... 19 Tabel 5.1.3 Distribusi pasien berdasarkan skor vessel ... 20 Tabel 5.1.4 Distribusi pasien dan kadar hs-CRP berdasarkan faktor

resiko PJK dan skor vessel ... 20 Tabel 5.1.5 Distribusi pasien berdasarkan grup kadar hs-CRP dengan

(14)

Halaman

Gambar 2.2.1 Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis ... 7

Gambar 2.3.1 Struktur C-Reactive Protein ... 8

Gambar 2.3.2 Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada aterosklerosis ... 9

Gambar 5.1.1 Korelasi antara kadar hs-CRP dengan skor vessel ... 21

Gambar 5.1.2 Kurva ROC kadar hs-CRP pada non PJK dengan PJK ... 22

(15)

PJK : Penyakit Jantung Koroner WHO : World Health Organization RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

CRP : C - Reactive Protein

Hs-CRP : High Sensitivity C - Reactive Protein APS : Angina Pektoris Stabil

AHA : American Heart Association CDC : Centers for Disease Control

DM : Diabetes Melitus

ICAM-1 : Inter Cellular Adhesion Molecule - 1 VCAM-1 : Vascular Cell Adhesion Molecule - 1

LDL : Low Density Lipoprotein

IL-6 : Interleukin-6 IL-1 : Interleukin-1

TNF : Tumor Necrosis Factor FDA : Food and Drug Administration

JUPITER : Justification for the Use of statins in Primary Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin

CCS : Canadian Cardiovascular Society CVCU : Cardiovascular Care Unit

Dkk : dan kawan-kawan

(16)

mg/L : Miligram per liter n : Jumlah subjek penelitian

p : Tingkat kemaknaan

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

CABG : Coronary Artery Bypass Grafting

Zα : Deviat baku normal untuk α

Zβ : Deviat baku normal untuk β

Ln : Logaritma natural

r : Koefisien korelasi

EKG : Elektrokardiografi

SD : Standar Deviasi

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

CK-MB : Creatine Kinase-MB

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

AUC : Area Under Curve

(17)

Halaman

LAMPIRAN 1 Lembar Penjelasan Kepada Subjek ... 32

LAMPIRAN 2 Lembar Persetujuan Subjek Penelitian ... 33

LAMPIRAN 3 Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian ... 34

LAMPIRAN 4 Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian ... 36

LAMPIRAN 5 Master Tabel Hasil Penelitian ... 37

LAMPIRAN 6 Uji Statistik ... 39

(18)

+#-*%/

: !+!),%) %"%* $, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) ),%) *%1%- - )(#$# *- *$ (*() * %"% %#$ ) ),$)% /-(*$# -%+$ :

, Zainal Safri, Refli Hassan Divisi Kardiologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

%-%* %/%),

Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih merupakan masalah kesehatan yang serius dan mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Aterosklerosis merupakan dasar penyebab terjadinya PJK. Inflamasi berperanan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Studi prospektif menunjukkan bahwa marker inflamasi high sensitivity - C Reactive Protein (hs-CRP) serum merupakan prediktor terhadap kejadian kardiovaskular. Masih menjadi perdebatan apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi.

!1!%)

Untuk mengetahui apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil

% %) "%) %*% :

Penelitian observasional dengan metode pengukuran . Subjek dengan angina pektoris stabil, dilakukan pemeriksaan hs-CRP dan laboratorium darah serta pemeriksaan angiografi koroner. Kadar hs-CRP serum dibagi atas 3 grup berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular menurut

. Derajat keparahan stenosis arteri koroner di nilai dengan yang terdiri dari 0-3 poin berdasarkan jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50%. Selanjutnya hasil hs-CRP serum dihubungkan dengan skor vessel.

%#$

Dari 35 subjek penelitian dimana subjek yang tergolong non PJK dengan skor 0 sebanyak 7 (20%) orang dengan rerata kadar hs-CRP serum 1,21 ± 0,56 mg/L sedangkan yang tergolong PJK yang terdiri dari skor 1, 2 dan 3 sebanyak 10 (28,6%), 8 (22,8%) dan 10 (28,6%) orang berturut-turut dengan rerata kadar hs-CRP serum 1,68 ± 1,26 mg/L, 2,59 ± 1,48 mg/L dan 4,41 ± 1,91 mg/L berturut-turut. Pada uji korelasi !" diperoleh hubungan linier positif yang signifikan antara skor vessel dengan peningkatan kadar hs-CRP serum (r= 0,667 dengan p= 0,0001)

#$&0! %)

Didapatkan hubungan peningkatan kadar hs-CRP serum dengan skor vessel. Semakin tinggi kadar hs-CRP serum, semakin banyak arteri koroner yang mengalami stenosis ≥ 50 %. Pemeriksaan hs-CRP dapat digunakan untuk memprediksi keadaan keparahan stenosis arteri koroner yang terjadi pada pasien angina pektoris stabil.

(19)

+#-*%5-(** %-$() -' ) $, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) 6 # %)" 6 *$-. (2 (*()%*. *- *. - )(#$# $) %-$ )-# '$- -%+ ),$)% 5-(*$#

, Zainal Safri, Refli Hassan Cardiology Division

Internal Medicine Department

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara H. Adam Malik General Hospital Medan

%5/,*(!)"

Coronary Heart Disease (CHD) remains a serious health problem and has a number of high morbidity and mortality. Atherosclerosis is the underlying cause of CHD event. Inflammation has an important role in the process of atherosclerosis. Prospective studies show that the inflammatory marker #

$ % % serum is a predictor of cardiovascular events. It is debatable whether increased level of hs-CRP associated with severity of coronary artery stenosis degree comfirmed by angiography examination.

+1 5-$6 :

To determine the correlation between increased levels of serum hs-CRP and severity of coronary artery stenosis degree in patients with stable angina pectoris.

%- *$% # %)" - ("# :

This was a cross-sectional study. Subjects with stable angina pectoris were examined serum CRP, blood laboratory and coronary angiography. Serum hs-CRP levels were divided into 3 groups based on the risk of cardiovascular events according to the

. The degree of severity coronary artery stenosis assessed by vessel score& consist of 0-3 points based on number of main coronary artery stenosis ≥ 50%. Furthermore, the serum levels of hs-CRP correlated with vessel score.

#!

-A total number of 35 subjects with stable angina pectoris, there were 7 subjects with non CHD (score 0) with mean (± SD) levels of serum hs-CRP were 1,21 ± 0,56 mg/L while subjects with CHD (score 1, 2, 3), there were 10 (28,6%), 8 (22,8%) and 10 (28,6%) subjects respectively with mean (± SD) levels of serum hs-CRP were 1,68 ± 1,26 mg/L, 2,59 ± 1,48 mg/L dan 4,41 ± 1,91 mg/L. There was a statistically significant positive correlation between increased levels of serum hs-CRP and vessel score using !" (r = 0,667, p= 0,0001).

()5 !#$()

There was a correlation between increased levels of serum hs-CRP with vessel score. The higher level of serum hs-CRP has strongly correlation with the degree of coronary artery stenosis. Hs-CRP can be use to predict the condition of severity coronary artery stenosis in patients with stable angina pektoris.

(20)

1.1 Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata.1 Menurut WHO pada tahun 2004 di negara berkembang, PJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3.40 juta jiwa sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian 1.33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian 7.20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia.2 Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.3

PJK adalah suatu keadaan abnormal yang disebabkan oleh disfungsi jantung dan pembuluh darah. Penyumbatan pada arteri koroner ini dapat sebagian maupun total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya. PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis ≥ 50 % minimal pada satu arteri koroner yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi.4 Derajat stenosis pada arteri koroner dapat dilihat dengan tindakan angiografi dan biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan.5

(21)

perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. 6,9,10

Salah satu marker yang dapat digunakan untuk melihat adanya inflamasi adalah % % . Pemeriksaan CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi akut dan kerusakan jaringan yang berat. Pada PJK stabil dimana terjadi inflamasi derajat rendah dan kerusakan jaringan yang terjadi hanya sedikit, tidak mengakibatkan peningkatan kadar CRP yang tinggi, melainkan berada dalam rentang konsentrasi yang rendah (< 10 mg/L) sehingga dikembangkan suatu

pemeriksaan yang disebut # $ % % .

Pemeriksaan hs-CRP dapat digunakan untuk mendeteksi secara dini adanya proses inflamasi pada PJK karena dapat mengukur kadar CRP dalam kuantitas yang sangat kecil dan diukur dengan metode yang sangat sensitif.11 Pada tahun 2003,

merekomendasikan bahwa hs-CRP dapat digunakan sebagai marker untuk menilai resiko kejadian kardiovaskular dan merupakan prediktor independen yang kuat untuk penyakit kardiovaskular dan berperan aktif dalam perkembangan plak aterosklerosis. Dalam rekomendasi tersebut, nilai cut off > 3 mg/dL dianggap sebagai resiko tinggi untuk terjadinya PJK.12

Hubungan kadar hs-CRP sebagai marker inflamasi terhadap adanya aterosklerosis pada pasien PJK telah banyak dipublikasikan. !$ !

(

meneliti 107 pasien PJK stabil dan 33 pasien sehat sebagai kontrol, didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan kontrol (p < 0,016). Dalam hal prediktor, sejumlah besar studi epidemiologi yang bersifat prospektif telah menunjukkan bahwa hs-CRP merupakan prediktor independen yang kuat terhadap kejadian kardiovaskuler di masa depan, termasuk kejadian infark miokard, stroke iskemik, penyakit arteri perifer dan kematian jantung mendadak pada individu tanpa adanya penyakit kardiovaskular sebelumnya. Subjek dengan kadar hs-CRP kuartil tertinggi memiliki risiko relatif 2 sampai 3 kali lebih besar terjadinya kejadian kardiovaskular dibandingkan subjek dengan kuartil terendah.10-12 )

(22)

bahwa kadar hs-CRP > 1.0 mg/L berhubungan signifikan dengan kejadian kardiovaskular dalam pemantauan 2.9 ± 1.5 tahun ke depannya.

Hubungan kadar hs-CRP dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dievaluasi dari pemeriksaan angiografi pada penderita PJK masih menjadi perdebatan.15 Banyak penelitian mengatakan bahwa peningkatan kadar hs-CRP berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner tetapi banyak juga yang tidak menunjukkan adanya hubungan. Saat ini belum ada satupun konsensus yang menyatakan bahwa peningkatan kadar hs-CRP dapat memprediksi keparahan stenosis arteri koroner pada pasien PJK. + , -$ 16 meneliti pasien sindroma koroner akut, PJK kronik dan bukan PJK, didapatkan bahwa kadar hs-CRP yang lebih tinggi berhubungan signifikan dengan luasnya stenosis. 17 meneliti 90 pasien PJK stabil, didapatkan peningkatan kadar hs-CRP berkorelasi dengan keparahan stenosis arteri koroner yang dinilai dari skor Vessel (jumlah arteri koroner yang mengalami stenosis ≥ 50 %). . / * 18 mengukur kadar hs-CRP pada 138 pasien PJK dan 183 pasien sehat sebagai kontrol, dimana kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK dibandingkan kontrol (p < 0.0001) dan peningkatan kadar hs-CRP secara signifikan berkorelasi dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dinilai dari skor Vessel. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh $ ) 19 dimana kadar hs-CRP tidak berhubungan dengan keparahan stenosis arteri koroner tetapi hanya berkorelasi dengan adanya aterosklerosis koroner pada pasien angina pektoris stabil.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mencoba untuk membuktikan hubungan antara kadar hs-CRP dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dinilai dari pemeriksaan angiografi pada pasien Angina Pektoris Stabil (APS).

1.2 Perumusan masalah

(23)

1.3 Hipotesis

Peningkatan kadar hs-CRP berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil

1.4 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui apakah peningkatan kadar hs-CRP berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil

1.5 Manfaat penelitian

Dengan mengetahui hubungan kadar hs-CRP dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner, maka:

- Kadar hs-CRP dapat memperkirakan keadaan keparahan stenosis arteri koroner yang terjadi pada pasien angina pektoris stabil

(24)

2.1 Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel otot jantung.20 PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi 4, 21

2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi

Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena.6,7,22

(25)

Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskular.6-8 Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil proses inflamasi. 6-9

Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas (akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan hemostatik. 6,8,9

Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen - elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi

pada permukaan sel endotel, yaitu 0 * ( 0 * ( &

1 * ( 1 * ( dan ! . Molekul adhesi ini

(26)

45 Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul seperti dan # , yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk ". Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut. 6-9,22,26

S Sumber: Peter Libby. 2004 (9)

(27)

2.3 CRP dan hs-CRP

CRP pertama kali didiskripsikan oleh William Tillet dan Thomas Francis di Institut Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dari serum pasien yang menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk presipitasi dengan C Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama C-Reactive Protein.9,22

Sumber: J.P. Casas. 2008 (11)

Gambar 2.3.1 Struktur C-Reactive Protein

CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik. Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi maupun kerusakan jaringan. CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada setiap individu. Pada individu sehat tanpa inflamasi, biasanya kadar CRP < 1 mg/L dengan median 0.8 mg/L. Ketika terjadi reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati sebagai respons terhadap sitokin

terutama 6 0. 6 , ( 0. ( & dan + - 7

+-7 yang dihasilkan oleh makrofag. 23

(28)

pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya riwayat penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelah terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu 24- 48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena keuntungan itu, CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi. Sedangkan hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran antara 0,1 – 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi derajat rendah 8 . Pemeriksaan hs-CRP yang sangat sensitif ini dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis sebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi derajat rendah dan tidak menyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada orang-orang yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.23-26

Sumber: Goran K Hansson. 2005 (6)

(29)

AHA / CDC 11 merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:

• ••

• hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada orang dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya

• ••

• hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan penyakit kardiovaskular

• ••

• hs-CRP bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasi kemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard atau restenosis, setelah intervensi koroner perkutan

AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-CRP berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular seperti pada tabel 2.3.1 yaitu :

• ••

• hs-CRP < 1,0 mg/L à risiko terkena PJK rendah (low risk)

• ••

• hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L à risiko terkena PJK sedang (intermediate risk)

• ••

• hs-CRP > 3,0 mg/L (< 10 mg/L) à risiko terkena PJK tinggi (high risk)

Tabel 2.3.1 Nilai cut off hs-CRP berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular

# 3&,< 7 #$/( * %-$2 /%*"$(6%#/!%*

< 1,0

1,0 – 3,0

3,1 – 10,0

Rendah

Sedang

Tinggi

Sumber: Thomas A. Pearson (12)

2.4 Angiografi Koroner

(30)

arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan. 5,15

2.5 Efek statin pada kadar hs-CRP sebagai marker inflamasi aterosklerosis

Statin merupakan agen penurun kolesterol plasma, yang diketahui memiliki efek pleiotropik ( " ) yang menguntungkan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder. Selama dekade terakhir banyak studi dan yang menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi (immunomodulator), menurunkan kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan kejadian kardiovaskular. Terdapat bukti yang mendukung statin dapat memodulasi respon imun. Mencakup efek , diferensiasi, proliferasi dan aktivitas sekresi sejumlah sel-sel imun pada intima, terutama monosit / makrofag dan sel T.27

+ 7 9 : # * # $

pada Desember 2009 telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskularisasi, pada pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL normal dan tidak memiliki PJK, namun memiliki peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar hs-CRP dan sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung. Keputusan FDA

in didasarkan pada hasil penelitian ; ! $

< 0 + : # % ; 0+:% 528

Guideline terbaru yang diterbitkan oleh ! $ !

(31)

3.1 Kerangka konsep

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Angina Pektoris stabil menurut ACC/AHA 2002 adalah sindroma klinis dengan karakteristik adanya rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang semakin memberat bila beraktivitas atau adanya stres emosional dan hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin

3.2.2 hs-CRP adalah high sensitivity - C Reactive Protein, suatu protein fase akut yang meningkat sebagai respon terhadap injury, infeksi dan aktivasi inflamasi lainnya

3.2.3 Angiografi koroner adalah suatu prosedur invasif untuk memeriksa arteri koroner dan dapat melihat apakah arteri koroner mengalami penyempitan atau penyumbatan

3.2.4 Penyakit hati kronis adalah penyakit hati yang secara klinis ditandai dengan adanya tanda-tanda liver stigmata seperti ascites, ikterus, eritema palmaris, spider nevi, splenomegali, vena kolateral, caput medusa

Keparahan stenosis arteri koroner

Inflamasi kronis

Aterosklerosis Penyakit jantung koroner

hs-CRP

(32)

3.2.5 Derajat keparahan stenosis arteri koroner dinilai dari ! 1 yang terdiri dari 0 - 3 poin berdasarkan banyaknya jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 % yaitu :

- 0 poin untuk tidak adanya stenosis ≥ 50 %,

(33)

4.1 Disain Penelitian

Penelitian bersifat observasional dengan metode pengukuran potong lintang (Cross sectional study)

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu penelitian antara bulan Januari 2012 - April 2012 atau hingga subjek penelitian ini tercukupi di RSUP. H. Adam Malik Medan

b. Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah dilaksanakan oleh Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan

4.3 Subjek Penelitian

Penderita APS, baik pria maupun wanita yang berobat di RSUP. H. Adam Malik Medan

4.4 Kriteria inklusi

a. Penderita APS yang ditegakkan berdasarkan kriteria ACC/AHA 2002 b. Usia di atas 40 tahun

c. Bersedia dilakukan tindakan angiografi koroner

4.5 Kriteria eksklusi

a. Kadar hs-CRP > 10 mg/L

b. Penderita sindroma koroner akut

c. Pasien dengan riwayat angiografi sebelumnya

d. Pasien dengan riwayat CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)

e. Penyakit hati kronis, gagal ginjal kronis, penyakit keganasan, penyakit kolagen sistemik

f. Riwayat trauma, operasi, luka bakar

(34)

4.6 Besar sampel

4.6.1 Tehnik penarikan sampel

Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan " # yaitu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

4.6.2 Perkiraan besar sampel:

3 1 1 ln 5 , 0 2 +                   − + +

=α = β = 3

316 , 0 1 316 , 0 1 ln 5 , 0 282 , 1 96 , 1 2 +                     − + + ≥

= 33,28 ≈ 33 sampel dimana : Zα : deviat baku α untuk α = 0,05 à Zα = 1,96

Zß : deviat baku ß untuk ß = 0,10 à Zß = 1,282 r : Koefisien korelasi hs-CRP : 0,316 =

Keterangan : =Tenzin Nyandak dkk (2007)16

4.7 Cara kerja

a. Subjek penelitian dilakukan anamnesis tentang riwayat penyakit dan faktor resiko PJK seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, riwayat merokok dan riwayat keluarga yang menderita PJK. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, EKG 12 sandapan, dan laboratorium penunjang seperti darah lengkap, SGOT/SGPT, profil lipid, kadar gula darah, Troponin T, CK-MB dan hs-CRP

b. Setelah memenuhi kriteria penelitian, dilakukan dan mengisi surat persetujuan mengikuti penelitian

c. Pemeriksaan hs-CRP dilakukan melalui pengambilan darah vena pasien sebanyak 3 ml sebelum subjek penelitian dilakukan angiografi koroner. Selanjutnya darah disentrifugasi untuk pengambilan serum. Serum dapat disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -30ºC sebelum pemeriksaan. Serum kemudian diperiksa dengan metode > "

0 # menggunakan alat Roche/

(35)

d. Hasil hs-CRP pasien dibagi atas 3 kategori berdasarkan rentang resiko kardiovaskular menurut ACC/AHA tahun 2003 yaitu :

- Grup I dengan kadar hs-CRP < 1.0 mg/L

- Grup II dengan kadar hs-CRP 1.0 - 3.0 mg/L dan - Grup III dengan kadar hs-CRP > 3.0 mg/L

e. Angiografi dilakukan dengan tehnik Judkins oleh kardiologis yang berpengalaman dalam melakukan angiografi dan penilaian hasil angiografi dilakukan oleh kardiologis yang sama

f. Derajat stenosis arteri koroner dinilai dari hasil angiografi pasien, dievaluasi dan diklasifikasikan berdasarkan skoring yaitu 1

g. Selanjutnya hasil arteri koroner dihubungkan dengan kadar hs-CRP pasien dalam masing-masing grup tersebut.

4.8 Analisa Data

Untuk melihat gambaran karakteristik, kadar hs-CRP dan skor vessel pada subjek angina pektoris stabil disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan

Untuk melihat distribusi pasien berdasarkan grup kadar hs-CRP dengan skor vessel digunakan uji ? @

Untuk melihat hubungan kadar hs-CRP berdasarkan grup dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner berdasarkan skor Vessel digunakan uji korelasi !"

Untuk melihat perbedaan rerata kadar hs-CRP pada kelompok PJK dan non PJK digunakan uji "

Analisa data menggunakan program SPSS 15 8 8

Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9 Ethical Clearence dan informed consent

: (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, KKV, Sp.JP (K) pada tanggal 19 Januari 2012 dengan nomor 08/KOMET/FK USU/2012. 0

(36)

dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.

4.10 Kerangka Operasional

Pasien Angina pektoris stabil Kriteria

Eksklusi

Kriteria Inklusi

Pemeriksaan hs-CRP serum

Pemeriksan Angiografi koroner

Sampel penelitian

Grup I < 1

Grup II 1 - 3

Grup III > 3

0 poin 0 arteri

1 poin 1 arteri

2 poin 2 arteri

(37)

5.1. Hasil Penelitian

Selama periode penelitian (Januari 2012 s/d Maret 2012) di Cardiovascular Unit Care (CVCU) Departemen Kardiologi RSUP. H. Adam Malik Medan diperoleh 35 subjek penelitian dengan angina pektoris stabil dan semua subjek penelitian memiliki satu atau lebih faktor resiko PJK seperti usia, hipertensi, diabetes, dislipidemia, riwayat merokok dan riwayat keluarga menderita penyakit jantung. Semua subjek penelitian bersedia dilakukan tindakan angiografi koroner. Semua sampel darah diambil sebelum dilakukan tindakan angiografi koroner termasuk pemeriksaan hs-CRP. Subjek berjenis kelamin pria sebanyak 24 pasien (68,6 %) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 11 pasien (31,4 %) dan rentang usia antara 41-69 tahun dengan rerata (± SD) adalah 55,43 ± 6,7 tahun.

Rerata kadar leukosit serum adalah 7703,69 ± 2086,5/mm3, rerata kadar SGOT adalah 23,69 ± 7,34 U/L dan SGPT 20,86 ± 7,45 U/L, rerata kadar ureum 28,68 ± 8,72mg/dL dan kreatinin 1,06 ± 0,28 mg/dL. Rerata kadar CK-MB 17,14 ± 7,10 U/L. Semua subjek penelitian memiliki kadar troponin T yang negatif. Rentang kadar hs-CRP serum 0,35 - 8,18 mg/L dengan rerata 2,574 ± 1,87 mg/L (Tabel 5.1.1)

Hasil pemeriksaan kadar hs-CRP dibagi atas 3 grup berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular menurut AHA/CDC tahun 2003. Subjek yang tergolong dalam grup I (resiko rendah, kadar hs-CRP < 1 mg/L) ada 7 (20,0 %) pasien, pada grup II (resiko sedang, kadar hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L) ada 15 (42,9 %) pasien dan pada grup III (resiko tinggi, kadar hs-CRP > 3 mg/L) ada 13 (37,1 %) pasien (Tabel 5.1.2).

(38)
[image:38.595.141.483.228.544.2]

stenosis ≥ 50 % dari hasil pemeriksaan angiografi koroner sedangkan dikatakan non PJK (normal) apabila tidak ditemukan arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 %. Pada studi ini didapatkan 7 (20,0 %) pasien non PJK dengan skor 0, sedangkan pada skor 1, 2 dan 3 adalah 10 (28,6 %), 8 (22,9 %) dan 10 (28,6 %) pasien berturut-turut. (Tabel 5.1.3)

Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek penelitian %*$%+ ),$)% /-(*$# -%+$ )$# %&$) 3)7> 3?7

- Pria 24 (68,6)

- Wanita 11 (31,4)

&!* 3@ 7 3-% !)7 55,43 ± 6,7

%+(*%-(*$!& 3@ 7

- Hb (gr/dl) 13,92 ± 1,41

- Lekosit ( /mm3) 7703,69 ± 2086,53

- Trombosit ( /mm3) 247,97 ± 51,34

- SGOT (U/L) 23,69 ± 7,34

- SGPT (U/L) 20,86 ± 7,45

- Ureum (mg/dL) 28,68 ± 8,72

- Kreatinin (mg/dL) 1,06 ± 0,28

- KGD ad random (mg/dL) 129,24 ± 43,93

- Total Kolesterol (mg/dL) 188,49 ± 44,18

- HDL (mg/dL) 46,50 ± 18,63

- LDL (mg/dL) 121,57 ± 39,57

- Trigliserida (mg/dL) 147,84 ± 85,52

- CK-MB (U/L) 17,14 ± 7,10

- Troponin T (µg/L) Negatif

- hs-CRP (mg/L) 2,57 ± 1,87

Tabel 5.1.2 Distribusi pasien berdasarkan kadar hs-CRP # !& % 0%#$ ) 3)7 *# )-%#

Grup I ( < 1 mg/L) 7 20,0

Grup II ( 1 - 3 mg/L) 15 42,9

Grup III ( > 3 mg/L) 13 37,1

(39)
[image:39.595.141.486.113.220.2]

Tabel 5.1.3 Distribusi pasien berdasarkan skor Vessel

/(* ## !& % 0%#$ ) 3)7 *# )-%#

0 7 20,0

1 10 28,6

2 8 22,8

3 10 28,6

Total 35 100

Tabel 5.1.4 Distribusi pasien dan kadar hs-CRP berdasarkan faktor resiko PJK dan skor vessel

[image:39.595.121.504.578.724.2]

Pada tabel 5.1.4 menunjukkan bahwa rerata kadar hs-CRP berdasarkan faktor resiko PJK cenderung semakin meningkat sesuai dengan tingkat keparahan skor vessel.

Tabel 5.1.5 Distribusi pasien berdasarkan grup kadar hs-CRP dengan skor vessel*

/(* ##

*!0 *!0 *!0 *%-% @

3&,< 7

N % N % n %

0 3 42,9 4 26,7 0 0 1,21 ± 0,56

1 3 42,9 5 33,3 2 15,4 1,68 ± 1,26

2 1 14,2 3 20,0 4 30,8 2,59 ± 1,48

3 0 0 3 20,0 7 53,8 4,41 ± 1,91

Total 7 100 15 100 13 100 *uji Kruskal Wallis, p < 0,0001

/(* ##

$0 *- )#$ ) 3 *%-% @ 7

$%+ - # ) 3 *%-% @ 7

$# $0$" &$% ) 3 *%-% @ 7

*(/(/ ) 3 *%-% @ 7

$'8 !%*,% ) 3 *%-% @ 7

1 9

(1,82 ± 1,24)

1 (1,89)

4 (1,87 ± 1,24)

2

(1,97 ± 2,29) -

2 5

(2,27 ± 1.39)

2 (2,72 ± 1,95)

5 (2,69 ± 1,62)

7

(2,65 ± 1,59) -

3 7

(4,70 ± 2,15)

5 (4,07 ± 1,84)

6 (4,29 ± 2,18)

8 (3,67 ± 1,20)

3 (4,09 ± 1,60) Total 21

2,89 ± 2,03

8 3,46 ± 1,80

15 3.11 ± 1,97

17 (3,05 ± 1,52)

(40)

Pada Tabel 5.1.5 menunjukkan bahwa proporsi pasien dengan kadar hs-CRP yang lebih tinggi berdasarkan grup, cenderung berada pada skor vessel yang lebih besar demikian sebaliknya proporsi pasien dengan kadar hs-CRP yang lebih rendah berdasarkan grup, cenderung berada pada skor vessel yang lebih kecil. Rerata kadar hs-CRP secara signifikan semakin meningkat seiring dengan skor vessel yang semakin besar (p=0,0001)

Hubungan Antara Skor Vessel Dengan Kadar hs-CRP serum

Untuk mengetahui hubungan antara skor vessel dengan kadar hs-CRP serum dilakukan uji korelasi " 5 Diperoleh hasil adanya korelasi linier positif yang signifikan dengan koefisien korelasi (r) = 0,667 dan p= 0,0001 (Gambar 5.1.1)

Gambar 5.1.1. Korelasi antara kadar hs-CRP dengan skor Vessel

Perbandingan Kadar hs-CRP Antara Kelompok Non PJK Dengan PJK

Dari hasil penelitian ini, ada 7 (20 %) pasien non PJK (normal) dan pasien PJK ada 28 (80%) pasien. Didapatkan perbedaan yang signifikan rerata kadar hs-CRP kelompok pasien non PJK dengan kelompok PJK dengan nilai p = 0,0001 (Tabel 5.1.6)

(41)

Tabel 5.1.6 Rerata kadar hs-CRP pada pasien non PJK dan PJK* $%,)(#$# ) 3?7 *%-% #

Non PJK 7 (20) 1,21 ± 0,56

PJK 28 (80) 2,91 ± 1,93

* Uji t- independent, p= 0,0001

Titik A Kadar hs-CRP Pada Kelompok Non PJK Dengan Kelompok PJK Pada kurva ROC, didapatkan nilai AUC = 0,798 (nilai diagnostik baik) dengan nilai p = 0,016. Artinya terbukti memiliki kemampuan untuk membedakan antara 2 kelompok non PJK dengan kelompok PJK. (Gambar 5.1.2)

Gambar 5.1.2 Kurva ROC kadar hs-CRP pada non PJK dengan PJK (AUC = 0,798 dengan p = 0,016)

(42)

Gambar 5.1.3 Titik kadar hs-CRP dengan sensitivitas 78,57 % dan spesifisitas 85,71 %

5.2 Pembahasan

Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi berperanan penting dalam proses aterogenesis dan berbagai komplikasinya termasuk PJK, mulai dari awal perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Hs-CRP merupakan salah satu marker inflamasi yang paling banyak digunakan dalam penelitian untuk memprediksi adanya PJK. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus yang menyatakan bahwa peningkatan kadar hs-CRP serum dapat memprediksi ada tidaknya suatu aterosklerosis atau bahkan dapat memprediksi keparahan stenosis arteri koroner yang sudah terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hal ini masih menjadi perdebatan.

Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kadar hs-CRP serum berhubungan dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien APS yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara kadar hs-CRP serum dengan skor vessel. Berdasarkan uji korelasi!" , didapatkan korelasi linier postitif yang signifikan antara skor vessel dengan peningkatan kadar hs-CRP serum dengan koefisien korelasi (r) = 0,667 dan p = 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hs-CRP yang semakin meningkat, maka jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 % semakin banyak. Artinya kadar hs-CRP yang semakin

(43)

meningkat menggambarkan keparahan stenosis arteri koroner semakin berat.

Hasil ini sama dengan studi yang dilakukan oleh (B, dimana pada studi tersebut didapatkan koefisien korelasi (r) = 0,7409 dengan p < 0,001. Demikian juga dengan studi yang dilakukan oleh . / * (C, dimana didapatkan peningkatan kadar hs-CRP serum seiring dengan peningkatan jumlah arteri koroner utama yang mengalami stenosis ≥ 50 % (p < 0,01).

Hasil studi ini bertolak belakang dengan studi yang dilakukan oleh , .30 Hal ini dipengaruhi oleh adanya subjek penelitian yang menginklusi pasien SKA (20%) dan ada beberapa subjek penelitian pernah menjalani prosedur angiografi sebelumnya. ( yang meneliti 312 pasien PJK yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi, didapatkan hasil peningkatan kadar CRP tidak berhubungan signifikan dengan skor vessel (p = 0,7), tetapi kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK dibandingkan pasien non PJK (p= 0,0005). Demikian juga dengan studi yang dilakukan oleh + # & dimana pada penelitiannya ada beberapa subjek penelitian yang mendapat terapi statin. Tetapi setelah dieksklusi subjek yang mendapat statin, peningkatan kadar hs-CRP berhubungan signifikan dengan skor vessel (p < 0,01).

Statin merupakan obat penurun kolesterol " 8 # # , dan memiliki efek pleiotropik yang menguntungkan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder. Studi " menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi, menurunkan kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan

kejadian kardiovaskular. Pada studi JUPITER ( ; !

$ < 0 + : # % & suatu

studi randomized, double blind, placebo controlled trial pada 17.802 subjek penelitian tanpa riwayat diabetes, dan kadar LDL < 130 mg/dL namun kadar hs-CRP > 2 mg/L. Setelah di follow up selama 1,9 tahun, Rosuvastatin 20 mg/hari menurunkan kadar hs-CRP sebesar 37% dan secara signifikan menurunkan kejadian kardiovaskular sebesar 44 % dan kematian sebesar 20 % (p< 0,00001).28

(44)

$ ! $ ! , sebuah studi kohort terhadap 22.000 pria dewasa sehat tanpa riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya, subjek dengan kadar hs-CRP yang berada di kuartil tertinggi dibandingkan subyek dengan kadar hs-hs-CRP dalam kuartil terendah meningkat 2 kali lipat untuk mendapatkan kejadian stroke, 3 kali lipat untuk terjadinya risiko infark miokard dan 4 kali lipat untuk terjadinya penyakit arteri perifer (P < 0.001). Pada studi @ D ! $ @ ! , meneliti sebanyak 27.939 perempuan post menopause, didapatkan kadar hs-CRP serum > 3 mg/L memiliki peningkatan 2 kali lipat risiko kejadian infark miokard dan studi ini juga menunjukkan bahwa kadar hs-CRP merupakan prediktor yang lebih baik untuk menilai resiko kejadian kardiovaskular dibandingkan dengan kolesterol LDL. Pada studi - 9 ! $ - ! , yang meneliti 121.700

perempuan dan studi 7 8 " ! $ 7;! yang

meneliti 51.529 laki-laki mendukung hasil studi @ 9 ! $ @ ! 526,33,34

S$ ! meneliti 107 pasien PJK stabil dan 33 pasien sehat sebagai kontrol, didapatkan kadar hs-CRP lebih tinggi pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan kontrol (5.0 ± 4.4 vs 2.7 ± 2.7, "= 0.0166). Pada studi lain, beliau juga meneliti kadar hs-CRP pada pasien sindroma koroner akut. Didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien STEMI dibandingkan pasien NSTEMI (22,9 vs 13,5 dengan p < 0,0464).13,35 Diduga proses inflamasi berperan penting dalam menginduksi terjadinya ruptur plak. Studi terbaru oleh : 6 juga menunjukkan hasil yang sama dimana didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan stenosis arteri koroner ≥ 50% dibanding dengan stenosis arteri koroner < 50 % yaitu 1.11 (0.52-3.41) vs 0.70 (0.3-1.66) mg/L, p < 0.001. Pada studi ini didapatkan rerata kadar hs-CRP serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK dibanding non PJK yaitu 2,91 ± 1,93 vs 1,21 ± 0,56 dengan nilai p = 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hs-CRP yang lebih tinggi, menunjukkan adanya PJK.

(45)

membedakan kelompok non PJK dengan PJK. Selanjutnya dicari sensitifitas dan spesifisitas kadar hs-CRP pada kelompok PJK. Didapatkan kadar hs-CRP ≥ 1,21 mg/L merupakan titik yang dapat membedakan antara kelompok non PJK dengan PJK dengan sensitifitas 78.5 % dan spesifisitas 85,7 %. Artinya kadar hs-CRP ≥ 1,21 mg/L dapat memprediksi adanya PJK. Studi yang dilakukan oleh Idrus Alwi dkk 37 didapatkan titik cut off kadar hs-CRP yang membedakan pasien SKA dengan PJK stabil adalah ≥ 8,23 mg/L dengan sensitifitas 88,1 % dan spesifisitas 88,7 %.

Kelemahan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga penelitian ini hanya melihat hubungan antara peningkatan kadar hs-CRP serum dengan keparahan stenosis arteri koroner pada pasien APS.

Hs-CRP merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hs-CRP serum seperti adanya inflamasi ataupun infeksi di organ lain haruslah dieksklusi secara optimal sehingga diperoleh hasil yang akurat. Demikian juga dengan penggunaan steroid maupun statin yang mempunyai efek anti inflamasi yang dapat menurunkan kadar hs-CRP serum.

(46)

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Peningkatan kadar hs-CRP serum sebagai marker inflamasi sistemik memiliki hubungan positif dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner

2. Rerata kadar hs-CRP pada kelompok pasien PJK secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pasien non PJK yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi koroner

3. Titik kadar hs-CRP 1,21 mg/L dapat memprediksi adanya PJK pada pasien APS dengan sensitifitas 78.5 % dan spesifisitas 85,7 %.

6.2. Saran

1. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan desain penelitian prospektif untuk mendapatkan hubungan sebab akibat antara peningkatan kadar hs-CRP serum dengan keparahan stenosis arteri koroner.

(47)

1. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. 2006

2. World Health Organization. Deaths from Coronary Heart Disease. 2008. Availablef from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html 3. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Profil Kesehatan Indonesia. 2008

4. Raymond J. Gibbons, Jonathan Abrams, Kanu Chatterjee, Jennifer Daley, Prakash C. Deedwania et al. Guideline Update for the Management of Patients With Chronic Stable Angina. ACC/AHA 2002 Available from http://www.cardiosource.com/guidelines/guidelines/stable/stable_clean.pdf

5. Valentin Fuster, R. Wayne Alexander, Robert A. O' Rourke. Cardiac Catheterization, Cardiac Angiography and Coronary Blood Flow and Pressure Measurements. In Hurst's The Heart. 2004. 17 th ed; 17:483-537

6. Göran K. Hansson. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease. N Engl J Med 2005; 352: 1685-95

7. R. Ross. Atherosclerosis - an inflammatory disease, N Eng J Med. 1999; 340: 115–26

8. R.R.S. Packard and P. Libby. Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to biomarker discovery and risk prediction. Clinical Chemistry. 2008; 54: 24-38.

9. Peter Libby, Paul M Ridker. Inflammation and Atherosclerosis: Role of C-Reactive Protein in Risk Assessment. Am J Med. 2004;116: 9-16

10. Thura T. Abd, Danny J. Eapen, et al. The Role of C-Reactive Protein as a Risk Predictor of Coronary Atherosclerosis: Implications from the JUPITER Trial. Current Atherosclerosis Reports. 2011. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21274757

11. J.P. Casas, T.Shah, A.D. Hingorani, J.Danesh, M.B. Pepys. C-reactive protein and coronary heart disease: a critical review. J Intern Med 2008; 264: 295–314.

(48)

A Statement for Healthcare Professionals From the Centers for Disease Control and Prevention and the American Heart Association. AHA/CDC Scientific Statement. Circulation. 2003;107:499-511.

13. Syed Shahid Habib. Level of high sensitivity C-Reactive protein in Saudi Patients with chronic stable coronary artery disease. J Ayub Med Coll Abbottabad 2008; 20(2): 3-6

14. Yukihiko Momiyama, Akito Kawaguchib, Ichiro Kajiwara et al. Prognostic value of plasma high-sensitivity C-reactive protein levels in Japanese patients with stable coronary artery disease: The Japan NCVC-Collaborative Inflammation Cohort (JNIC) Study. Atherosclerosis. 2009; 207: 272–76

15. Maria Drakopoulou, Konstantinos Toutouzas, Elli Stefanadi et al. Association of Inflammatory Markers with Angiography Severity and Extent of Coronary Artery Disease. Atherosclerosis. 2009 ;206: 335-39

16. Tenzin Nyandak, Arun Gogna, Sandeep Bansal, Manorama Deb. High Sensitivity C-Reactive Protein and its Correlation with Angiographic Severity of Coronary Artery Disease. JIACM 2007; 8(3): 217-21

17. Hasnat MA, Islam Aemm, Chowdhury AW, Khan Hilr, Hosan MZ. High Sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) and its Correlation with Angiographic severity of Patient with Coronary Artery Disease. J Dhaka Med Coll. 2010; 19(2): 91-97

18. Lidija Memon, Vesna Spasojevic- Kalimanovska et al. Association of C-Reactive Protein with the Presence and Extent of Angiographically Verified Coronary Arterial Disease. Tohoku J. Exp. Med. 2006; 209: 197-206

19. Hany Younan, Khaled Al-Khasab. Correlation of High Sensitivity C-reactive Protein to Presence, Extent and Severity of Angiographic Coronary Artery Disease in Patients with Chronic Stable Angina. Egypt Heart Journal. 2008; 60 (1): 53-60

20. Achar SA, Kundu S, Norcross WA. Diagnosis of acute coronary syndrome. Am Fam Physician 2005; 72: 119-26

(49)

traditional risk factors for prediction of significant angiographic lesions in stable coronary artery disease. Heart 2009; 95: 297–303

22. Bucova M and Nikolitsa Pappa. C - Reactive protein, Cytokines and Inflammation in Cardiovascular Disease. Bratisl Lek Listy. 2008 ; 109 : 333- 40

23. Meier-Ewert HK, Ridker PM, Rifai N. Absence of diurnal variation of C-reactive protein concentrations in healthy human subjects.Clin Chem 2001; 47: 426–430.

24. Epaminondas Zakynthinos, Nikolitsa Pappa. Inflammatory biomarkers in coronary artery disease. Journal of Cardiology. 2009; 53: 317-33

25. John Danesh and Mark B. Pepys. C-Reactive Protein and Coronary Disease: Is There a Causal Link? Circulation. 2009; 120: 2036-39

26. Eleni S. Nakou, Evangelos N. Liberopoulos et al. The Role of C-Reactive Protein in Atherosclerotic Cardiovascular Disease: An Overview. Current Vascular Pharmacology. 2008; 6: 258-70

27. Richard Kones. Rosuvastatin, inflammation, C-reactive protein, JUPITER, and primary prevention of cardiovascular disease – a perspective. Drug Design, Development and Therapy 2010:4 383–413

28. Ridker PM, Danielson E, Fonseca FA, et al; JUPITER Study Group. Rosuvastatin to prevent vascular events in men and women with elevated C-reactive protein. N Engl J Med. 2008;359(21):2195–07.

29. Genest J, McPherson R, Frolich J, et al. Canadian Cardiovascular Society / Canadian guidelines for the diagnosis and treatment of dyslipidemia and prevention of cardiovascular disease in the adult. Can J Cardiol. 2009;25(10):567–79

(50)

31. Albrecht Hoffmeister, Dietrich Rothenbacher, Ute Ba¨zner et al. Role of Novel Markers of Inflammation in Patients With Stable Coronary Heart Disease. Am J Cardiol 2001;87:262–66

32. Hiroaki Taniguchi, Yukihiko Momiyamaa, Reiko Ohmoria et al. Associations of plasma C-reactive protein levels with the presence and extent of coronary stenosis in patients with stable coronary artery disease. Atherosclerosis. 2005; 178: 173–77

33. Eggle Corado, Manfredi Rizzo et al. an Up Date on the Role of Markers of Inflammation in Atherosclerosis. Journal of Atherosclerosis and Thrombosis. 2010; 17: 1-11

34. Ridker. PM. Prediction of Cardiovascular Events Among Those at Intermediate Risk Moving an Inflammatory Hypothesis Toward Consensus. Jour of Am Coll Cardiol 2007;49:2129-38

35. Syed Shahid Habib etal. CRP Levels are Higher in Patients with ST Elevation Than Non-ST Elevation Acute Coronary Syndrome. Arq Bras Cardiol. 2010

36. Choi EJ, Shin MH, Kang WY, Hwang SH, Kim W, Bak SW. Elevated hs-CRP in Patients with Stable Angina Pectoris. Korean J Med. 2012; 82(1): 45-51

(51)

Selamat pagi / siang Bapak / Ibu, pada hari ini, saya dr. Johannes Bernad Roh Dearma Purba akan melakukan penelitian yang berjudul: !+!),%) %"%*

$, )#$-$6$-. %5-$6 *(- $) 3 # 7 ),%) *%1%- - )(#$#

*- *$ (*() * %"% %#$ ) ),$)% /-(*$# -%+$”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan apakah semakin tinggi kadar hs-CRP, semakin berat keparahan stenosis arteri koroner pada pasien angina pektoris stabil.

Sebagai informasi, aterosklerosis merupakan dasar penyebab terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan inflamasi berperan penting dalam proses pembentukan aterosklerosis. hs-CRP merupakan petanda inflamasi non spesifik, yang konsentrasinya meningkat pada PJK. Dengan mengetahui hubungan kadar hs-CRP dengan derajat stenosis arteri koroner, dapat diketahui keadaan keparahan stenosis arteri koroner yang sudah terjadi. Kepada Bapak / Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mencari riwayat penyakit dan faktor resiko PJK seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, riwayat merokok dan riwayat keluarga yang menderita PJK. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, EKG 12 sandapan, dan laboratorium seperti darah lengkap, SGOT / SGPT, profil lipid, kadar gula darah, Troponin T, CK-MB dan hs-CRP.

Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat h

Gambar

Gambar 2.2.1  Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis
Gambar 2.3.1   Struktur C-Reactive Protein
Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek penelitian
Tabel 5.1.3  Distribusi pasien berdasarkan skor Vessel

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ini membahas tentang implementasi tugas dan fungsi komisi pemberantasan korupsi (KPK) sebagai komisi negara independen ( independent agencies ) dalam

Ada korelasi signifikan secara bersama-sama antara sifat-sifat kepemim- pinan, penggunaan kekuasaan, iklim organisasi sekolah, kriteria sukses, dan komitmen pemimpin

dapat dihitung untuk lokasi lainnya dipermukaan bumi dengan cara jika lokasi tempat yang akan ditentukan waktu tengah harinya terletak di sebelah barat dari kota London yaitu bujur

Dalam pembuatan web site ini penulis membuatnya secara sederhana sehingga semua orang dapat menggerti tata cara pembuatan web site baik untuk pemula maupun yang sudah mahir dalam

Penulisan ilmiah ini tentang bagaimana membuat website dengan menggunakan PHP dan MySQL, yang dimulai dari perancangan tampilan website, penulisan skrip PHP, dilanjutkan

[r]

Hadir Direktur atau yang dikuasakan dengan membawa surat kuasa (yang tercantum dalam akta perusahaan) dan membawa stempel perusahaan. Demikian atas perhatian dan kehadiran

[r]