Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Dan Hubungannya Dengan Atherosklerosis Koroner Pada Pasien Angina Pektoris Stabil
TESIS MAGISTER
Oleh
TEUKU BOB HAYKAL
NIM : 107115003
DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pendahuluan: Walaupun beberapa studi telah menyimpulkan bahwa nilai RDW
yang tinggi menggambarkan adanya peradangan kronis yang berakibat
meningkatnya resiko kardiovaskular, Informasi mengenai peran RDW pada pasien
angina pektoris stabil (APS) masih belum jelas.
Metode: Kami melakukan studi potong lintang pada pasien APS yang menjalani
pemeriksaan angiografi koroner dengan sangkaan penyakit jantung koroner (PJK)
selama 1 November 2012 sampai 31 Januari 2013 di rumah sakit Haji Adam
Malik.
Hasil: 66 (71%) dari 93 pasien mempunyai PJK (rata-rata umur ±SD: 66±16
tahun, pria 73%) dan 27 pasien (29%) mempunyai arteri koroner yang normal
(rata-rata umur ±SD: 51±18 tahun, pria 67%). Nilai RDW tidak memiliki
hubungan yang signifikan (p = 0,079) diantara subgrup yang berdasarkan
keparahan dan luas dari PJK.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa RDW tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap PJK pada pasien dengan APS
Kata Kunci: RDW, Angina Pektoris Stabil, Atherosklerosis, Penyakit Jantung
ABSTRACT
Introduction: Altough several previous study show that high RDW level can describe
chronic inflamation which incresed cardiovaskular risk. Information is scant about
possible role of RDW in angina pectoris stable patient.
Method: we enrolled cross sectional study of 93 stable angina pectoris patients who
undergone coronary angiography whith a suspicion of coronary artery disease in 1
November 2012 until 31 January 2013 in Haji Adam Malik hospital.
Result: 66 (71%) of 96 patient had CAD (mean age±SD: 66±16yrs, men 73%) and 27
patients (29%) had normal coronary artery (mean age±SD: 51±18yrs, men 67%).
RDW values were not significantly different among the subgroups determined for the
severity and extent of CAD
Conclusion: Our result show that RDW doesn’t have significant relationship with
CAD in patient with stable angina pectoris
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah
diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
Program Magister Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti
Program Magister Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Prof.Dr.Abdullah Afif Siregar, SpJP(K), SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan
penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti
Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Dr.Zulfikri Mukhtar, SpJP(K) serta Dr.Nizam Akbar, SpJP(K) selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis
melakukan penelitian yang telah banyak membimbing dan memberi bantuan
moril kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan
5. Guru-guru penulis : Prof.Dr.T.Bahri Anwar, SpJP(K); Prof.Dr.Sutomo
Kasiman, SpPD, SpJP(K); Prof.Dr.Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K);
Prof.Dr.Harris Hasan, SpPD, SpJP(K); Dr.Maruli T Simanjuntak SpJP(K);
Dr.Nora C Hutajulu SpJP(K); Dr.Zulfikri Mukhtar SpJP(K); Dr.Isfanuddin
Nyak Kaoy, SpJP(K); Dr.P.Manik, SpJP(K); Dr.Refli Hasan, SpPD, SpJP(K);
Dr.Amran Lubis, SpJP(K); Dr.Nizam Akbar, SpJP(K); Dr.Zainal Safri, SpPD,
SpJP; Dr.Andre Ketaren, SpJP(K); Dr.Andika Sitepu SpJP(K); Dr.Anggia
Chairudin Lubis SpJP; Dr.Ali Nafiah Nasution, SpJP; Dr.Cut Aryfa Andra,
SpJP, dr. Andi Kairul, SpJP, dr. Abdul Halim Raynaldo, serta guru lainnya
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh darah
6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga
penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah
7. Keempat sahabat karib penulis dr.Zulfahmi, dr. Blesdova Hutabarat, dr. Indah
Ayu dan dr. Elvrida Diatami yang telah banyak memberikan dukungan moril
dan bantuan tenaga dalam pengerjaan tesis ini
8. Rekan-rekan sejawat anggota Kelakar Medan (dr.Artha, dr.Rosmaliana,
dr.Rini, dr.Winda, dr. Yuke, dr.Indah, dr.Vivi, dr.Blessdova, dr.Zulfahmi,
dr.Erwin, dr.Hasinah, dr.Novia, dr.Ary, dr.Tina, dr.Hadi, dr.Realsyah, dr.Yuri,
dr.Joy, dr.Sany, dr.Harfian, dr.Syaiful, dr.Dika, dr.Junaedi, dr.Efrida, dr.Riri,
dr.Komariah, dr.Jaya, dr.Yani, dr.Kartika, dr. Zulfan, dr. Marwan, dr.
Theresia, dr. Masta, dr. Andrico, dr. Herman, dr.Dicky, dr. Sheila, dr.
Kemuning), dan anggota kelakar yang kini telah menjadi dokter spesialis
jantung (dr. Henry Panjaitan, dr. Mutiara Simanjuntak, dr. Triadi Milano, dr.
subjek penelitian dan pemantauan klinis serta laboratorium selama subjek
dirawat di rumah sakit.
9. Para perawat CVCU, RIC, Ahmad Syafii dan Zulkarnain yang telah
membantu terselenggaranya penelitian ini.
10.Kedua orang tua kandung penulis, drg. Hadi Kesuma Hasan dan drg.
Nurhaida, yang selama ini telah memberikan dukungan moril dan materi serta
doa dan nasihat yang tulus agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam
mengikuti pendidikan sampai selesai.
11.Kedua mertua penulis, Achmad Tasnimi dan Alice, yang selama ini telah
memberi dukungan dan doa yang tulus agar mengikuti pendidikan sampai
selesai.
12.Istri penulis, dr. Silvia, yang telah memberikan dukungan doa, moril dan
materi sehingga penulis tetap semangat dapat menyelesaikan pendidikan.
13.Adik penulis, dr. Teuku Yudi Iqbal, dr. Cut Mirshella Amanda, Teuku Reva
Alhamdi, yang telah memberikan doa dan dukungan moril sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan.
14.Anak kandung penulis, Teuku Bob Haykal, sumber semangat, sumber
inspirasi, sumber motivasi bagi penulis untuk menempuh segala perjuangan
dalam hidup ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat
bagi Kita semua. Amin
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian……… 3
1.3 Hipotesis………..……….… 3
1.4 Tujuan Penelitian………..……… 3
1.5 Manfaat Penelitian………..… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner………..…… ………. 5
2.2 Atherosklerosis dan Inflamasi………... 5
2.3 Red Blood Cell Distribution Width………... 8
2.4 Angina Pektoris Stabil……….………. 10
2.5 Angiografi Koroner………..………... 10
2.6 Kerangka Teori………...………… 11
2.7 Kerangka Konsep……… 22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain………... 13
3.2 Tempat dan Waktu………... 14
3.3 Populasi dan Sampel……… 14
3.4 Besar Sampel……… 14
3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi………. 15
3.7 Etika penelitian………. 16
3.8 Cara kerja dan alur penelitian………... 16
3.9 Identifikasi variabel……….. 16
3.10 Definisi operasional………. 17
3.11 Pengolahan dan analisis data……… 19
3.12 Rincian biaya penelitian……… 19
BAB IV HASIL 4.1 Karakteristik penelitian………... 20
4.2 Karakteristik subyek penelitian ………... 20
4.3 Karakteristik Pasien berdasarkan luas dan keparahan PJK ……… 22
4.4 Diskriminasi RDW………...………... 22
BAB V PEMBAHASAN ………. 24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………..………... 27
6.2 Keterbatasan penelitian ………... 27
6.3 Saran ………...……… 28
ABSTRAK
Pendahuluan: Walaupun beberapa studi telah menyimpulkan bahwa nilai RDW
yang tinggi menggambarkan adanya peradangan kronis yang berakibat
meningkatnya resiko kardiovaskular, Informasi mengenai peran RDW pada pasien
angina pektoris stabil (APS) masih belum jelas.
Metode: Kami melakukan studi potong lintang pada pasien APS yang menjalani
pemeriksaan angiografi koroner dengan sangkaan penyakit jantung koroner (PJK)
selama 1 November 2012 sampai 31 Januari 2013 di rumah sakit Haji Adam
Malik.
Hasil: 66 (71%) dari 93 pasien mempunyai PJK (rata-rata umur ±SD: 66±16
tahun, pria 73%) dan 27 pasien (29%) mempunyai arteri koroner yang normal
(rata-rata umur ±SD: 51±18 tahun, pria 67%). Nilai RDW tidak memiliki
hubungan yang signifikan (p = 0,079) diantara subgrup yang berdasarkan
keparahan dan luas dari PJK.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa RDW tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap PJK pada pasien dengan APS
Kata Kunci: RDW, Angina Pektoris Stabil, Atherosklerosis, Penyakit Jantung
ABSTRACT
Introduction: Altough several previous study show that high RDW level can describe
chronic inflamation which incresed cardiovaskular risk. Information is scant about
possible role of RDW in angina pectoris stable patient.
Method: we enrolled cross sectional study of 93 stable angina pectoris patients who
undergone coronary angiography whith a suspicion of coronary artery disease in 1
November 2012 until 31 January 2013 in Haji Adam Malik hospital.
Result: 66 (71%) of 96 patient had CAD (mean age±SD: 66±16yrs, men 73%) and 27
patients (29%) had normal coronary artery (mean age±SD: 51±18yrs, men 67%).
RDW values were not significantly different among the subgroups determined for the
severity and extent of CAD
Conclusion: Our result show that RDW doesn’t have significant relationship with
CAD in patient with stable angina pectoris
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) saat ini merupakan salah satu penyebab
utama kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya
fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata (Direktorat Bina Farmasi; 2006).
Menurut WHO pada tahun 2004 di negara berkembang, PJK menempati peringkat
ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan
angka kematian 3.40 juta jiwa sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama
kematian dengan angka kematian 1.33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK
merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian 7.20 juta jiwa dari
jumlah penduduk dunia (WHO, 2008). Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Depkes RI, 2008). PJK adalah
suatu keadaan abnormal yang disebabkan oleh disfungsi jantung dan pembuluh darah.
Penyumbatan pada arteri koroner ini dapat sebagian maupun total dari satu atau lebih
arteri koroner dan atau cabang-cabangnya. PJK bermakna didefinisikan sebagai
adanya stenosis ≥ 50 % minimal pada satu arteri koroner yan g dibuktikan dari
pemeriksaan angiografi (Raymond J, 2002). Derajat stenosis pada arteri koroner
dapat dilihat dengan tindakan angiografi dan biasanya diukur dengan evaluasi visual
dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan
proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis
awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan
foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous plaque (lesi
jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis
merupakan suatu proses inflamasi kronis (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard
RRS, 2008). Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan
aterosklerosis mulai dari awal perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang
dapat menyebabkan trombosis (Goran K, 2005; Libby P, 2004; Thura T, 2011)
Red blood cell distribution width (RDW) adalah pengukuran numerikal dari
variasi sirkulasi eritrosit (Greer JD et al, 2003). Parameter ini adalah parameter rutin
sebagai bagian dari pemeriksaan darah lengkap (PDL), biasanya dipakai terbatas
hanya untuk mendiagnosa banding penyakit anemia (McKenzie SD, 2003). Pada
studi terkini, RDW berhubungan secara signifikan dengan kejadian major cardiac
adverse events (MACE) pada pasien dengan gagal jantung (Felker GM et al, 2007).
Pada studi lainnya, telah dibuktikan bahwa peningkatan RDW berhubungan secara
independen kematian jangka panjang pada pasien dengan penyakit jantung koroner
(PJK) tanpa anemia (Tonelli M et al, 2008). Cetin Menyimpulkan bahwa RDW
mempunyai hubungan yang signifikan dengan penyakit jantung koroner pada pasien
angina pektoris stabil (Uyarei H, et al, 2011).
Walaupun beberapa studi di atas telah menyimpulkan bahwa nilai RDW yang
tinggi menggambarkan adanya peradangan kronis yang berakibat meningkatnya
resiko kardiovaskular, Informasi mengenai peran RDW untuk mendeteksi kejadian
PJK pada pasien angina pektoris stabil (APS) masih belum jelas, terutama pada
1.2Pertanyaan Penelitian
1. Apakah nilai RDW berhubungan dengan kejadian penyakit jantung
koroner.
2. Apakah RDW dapat menjadi suatu marker baru untuk kejadian penyakit
jantung koroner.
3. Apakah nilai RDW berhubungan dengan keparahan dan luasnya penyakit
jantung koroner yang dilihat dari angiografi koroner.
1.3Hipotesis
1. Nilai RDW berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner.
2. RDW dapat menjadi suatu marker baru untuk mendeteksi kejadian
penyakit jantung koroner.
3. Nilai RDW berhubungan dengan keparahan dan luasnya penyakit jantung
koroner yang dilihat dari angiografi koroner.
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Membuktikan apakah RDW dapat menjadi suatu marker baru dalam
mendeteksi kejadian penyakit jantung koroner
1.4.2 Tujuan khusus
Menilai apakah nilai RDW berhubungan dengan keparahan dan luasnya
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Kepentingan akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah dalam
membantu mendiagnosa kejadian penyakit jantung koroner pada pasien dengan
angina pektoris stabil
1.5.2 Kepentingan masyarakat
Mendapatkan suatu marker baru yang lebih murah dan kurang invasif untuk
mendeteksi kejadian penyakit jantung koroner pada pasien dengan angina pektoris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau
cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat,
akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena
oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
sel otot jantung (Achar SA, 2005). PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya
stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari pemeriksaan
angiografi (Raymond J et al, 2002; Peer A et al, 2009).
2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan
deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang
bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta
menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme
pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan
ke dalam sel ataupun organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan
agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan
homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke,
hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan
proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis
awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan
foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous cap (lesi
jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis
merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting
dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya
ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak
penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memainkan peranan penting di dalam
setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut
hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi penyakit
Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang
berperan berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil
proses inflamasi (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008; Libby, 2004).
Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas (akibat berbagai
faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel
arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada
endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi
aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi
endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti dislipidemia,
hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya
homosistein dan kelainan hemostatik (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S,
2008).
Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling
berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi
dan proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi
inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen – elemen inflamasi
seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel,
penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan
sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell
Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh
sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin.
Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih
dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah memasuki dinding arteri
ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan" LDL yang telah dioksidasi
melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau "foam
cell" dan selanjutnya akan menjadi “fatty streaks”. Aktivasi ini menghasilkan sitokin
dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel
otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks
terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap
lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan
menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah.
Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan
platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau
keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik
seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat
juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian
adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga
dengan sindroma koroner akut (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008;
Libby, 2004, Bucova, 2008; Eleni S, 2008).
2.3 Red Blood Cell Distribution Width
Red blood cell distribution width (RDW) adalah pengukuran
numerikal dari variasi sirkulasi eritrosit (Greer JD et al, 2003). Parameter ini adalah
parameter rutin sebagai bagian dari pemeriksaan darah lengkap (PDL), biasanya
dipakai terbatas hanya untuk mendiagnosa banding penyakit anemia (McKenzie SD,
2003). Perhitungan besarnya RDW adalah (standar deviasi volume sel darah merah /
volume sel rerate) x 100. Peningkatan RDW menunjukkan terdapat peningkatan
heterogenitas dari ukuran sel darah merah pada sirkulasi darah perifer (Evans TC,
1991; Marsh WL, 1987). Peningkatan level RDW dapat terjadi pada keadaan
hemolisis, kekurangan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folat, atau setelah
transfusi darah (Fukuta H et al, 2009). Pada thrombotic thrombocytopenic purpura,
penyakit inflamasi saluran cerna , dan kehamilan, dijumpai level RDW yang tinggi
pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) tanpa anemia (Tonelli M et al, 2008).
Cetin Menyimpulkan bahwa RDW mempunyai hubungan yang signifikan dengan
penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil (Uyarei H, et al, 2011).
Wen. melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi hubungan
antara RDW dan atherosklerosis arteri carotis pada penderita hipertensi. Terdapat
hubungan yang bermakna antara RDW yang tinggi dan ketebalan intima media, serta
kejadian plak arteri karotis. Namun studi ini hanya menghubungkan pasien hipertensi
dan memakai ketebalan intima media karotis sebagai penanda dari atherosklerosis
(Wen Y, 2010). Mustafa et all. membuat hipotesa bahwa semakin tinggi RDW
mencerminkan adanya proses inflamasi kronis yang berlangsung, yang
mengakibatkan meningkatnya resiko kardiovaskular semakin tinggi.
Telah diketahui bahwa atherosklerosis adalah penyakit peradangan kronis dan
berbagai cytokin seperti TNF-ɑ, IL-1b, dan IL-6 dilepaskan selama proses
berlangsung (Heyman S et al, 2009; Pascual-Figal DA et al, 2009). Peningkatan
cytokin radang di dalam aliran darah akan menekan efek dari erythropoietin (Epo)
dan sintesa hemoglobin yang dapat menyebabkan anemia peradangan kronis. Cytokin
dapat merangsang proses erythropoiesis melalui dua jalur: pertama, dengan
menghambat transkripsi gen Epo di hati fan ginjal; kedua, dengan menghambat
pematangan sel erythroid di sumsum tulang. Penelitian pada ginjal tikus yang
hipoksia menunjukkan produksi Epo ginjal dapat dipengaruhi oleh TNF-ɑ, IL-1b, dan
IL-6. Penekanan pada proses erythropoiesis terjadi di sumsum tulang akibat
hambatan proliferasi sel progenitor erythroid dan pematangan pro-erythroblast.
Modulasi cytokine radang di progenitor erythroid sumsum tulang dapat menghambat
perubahan sel ke Epo, yang akan menghambat efek anti apoptotic dan pro
pematangan (Helwig-Burgel T et al, 1999; McDougall et al, 2008). Menurunnya
pelepasan Epo akan mengakibatkan menurunnya produksi dan pelepasan sel darah
mungkin terjadi adalah peningkatan kadar cytokin radang akibat dari metabolisme
besi dan fungsi sumsum tulang (Heyman S et al, 1999; Pascual-Figal DA et al, 2009).
Studi yang dilakukan oleh Gotsman et all. Telah menunjukkan adanya hubungan
TNF-ɑ dan IL-6 dengan skor Gensini (Pierce CN, 2005).
Pada beberapa tahun belakangan ini, kadar RDW telah diteliti pada kasus
gagal jantung kronik, serangan koroner akut, intervensi koroner perkutan primer dan
menemukan bahwa RDW berhubungan dengan mortalitas, bahkan pada pasien yang
tanpa anemia (Gotsman I et al, 2008; Perlstein TS, 2009; Cavusoglu E et al, 2010)
2.4 Angina Pektoris Stabil
Pada pasien angina pektoris stabil oleh karena atherosklerosis, korelasi antara
neratnya usaha atau luasnya atherosklerosis dan beratnya simtom angina tidak kuat.
Perbedaan antara suplai aliran darah koroner dan kebutuhan metabolik miokard
merupakan faktor primer pada penyakit jantung iskemik. Ketidakseimbangan ini akan
menimbulkan manifestasi klinis iskemia bila kebutuhan miokard melebihi kapasitas
arteri koroner untuk mengangkut suplai oksigen yang cukup. Pada jantung normal
dijumpai kelebihan cadangan aliran darah koroner sehingga iskemia tidak terjadi
meskipun kerja sangat berlebihan. Penyakit atherosklerosis baik pada arteri koroner
epikardial atau pada mikrovaskuler koroner dapat menyebabkan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan meskipun pada tingkat kerja sedang (Rourke RA, 2001;
Selwyn AP, 2001).
2.5 Angiografi Koroner
Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan
perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian
ruptur plak dan trombosis dibandingkan dengan adanya atau beratnya aterosklerosis
dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis arteri koroner tidak berkaitan dengan
resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi
visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang
berdekatan (Valentin F, Drakopolou M, 2009)
2.6 Kerangka Teori
PENYAKIT JANTUNG KORONER
ATHEROSKLEROSIS
IL-1b IL-6
TNF-ɑ
↓ Erythropoietin (Epo)
↓Sintesa Hemoglobin
↓ Produksi & Pematangan Sel Darah Merah
3 VD
2.7 Kerangka Konsep
ANGINA PEKTORIS
STABIL
ANGIOGRAFI KORONER
NORMAL KORONER
PENYAKIT JANTUNG KORONER
RDW
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Desain
Penelitian ini merupakan studi potong lintang dan observasional. 93 pasien
yang didiagnosa dengan APS menjalani tindakan angiografi koroner di rumah sakit
Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara antara bulan November sampai Desember
2012. Semua pasien mempunyai keluhan nyeri dada atau angina equivalent.
Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan darah lainnya diambil 1 atau 2
hari sebelum tindakan angiografi dilakukan. Pemeriksaan darah lengkap dihitung
dengan menggunakan mesin. Atherosklerosis koroner dihitung dengan menggunakan
gensini score, skoring ini menghitung sumbatan pada arteri koroner (1 untuk
sumbatan 1-25%, 2 untuk sumbatan 26-50%, 4 untuk sumbatan 51-75%, 8 untuk
sumbatan 76-90%, 16 untuk sumbatan 91-99%, dan 32 untuk sumbatan total) dan
dikalikan dengan angka konstanta yang didasarkan pada posisi anatomi dari lesi.7
Pasien dengan gagal jantung kongestif, riwayat serangan koroner akut dalam 1
bulan terakhir, telah menjalani intervensi koroner perkutan sebelumnya, penyakit
katup jantung yang signifikan, penyakit pembuluh darah perifer yang bergejala ( TIA,
stroke, kaludikasio intermiten atau amputasi), telah menjalani bedah pintas koroner,
penyakit jantung kongenital, penyakit ginjal kronik, bukti adanya infeksi atau
inflamasi (leukosit > 11.000 mm), anemia (Hb < 12 mg/dl), penyakit keganasan dan
3.2Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan terhadap penderita angina pektoris stabil yang akan
dilakukan tindakan angiografi koroner di RSHUP Haji Adam Malik Medan mulai
dari 1 November 2012 sampai dengan 31 januari 2013.
3.3Populasi dan Sampel
Populasi target adalah penderita angina pektoris stabil. Populasi terjangkau
adalah penderita angina pektoris stabil yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi.
3.4Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel, yaitu :
n =
d2 Zα2 . p . q
n = jumlah subyek penelitian
Zα = nilai baku normal = 1,96
p = proporsi subyek dengan fungsi diastolik normal
q = 1-p (proporsi subyek dengan fungsi diastolik tidak normal)
3.5Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
1. Penderita angina pektoris stabil yang dilakukan tindakan angiografi
koroner.
2. Rentang usia 40 tahun sampai dengan 75 tahun.
3. Bersedia mengikuti penelitian.
3.5.2 Kriteria Ekslusi
1. Pasien dengan gagal jantung kongestif.
2. Pasien dengan riwayat serangan koroner akut dala 1 bulan terakhir.
3. Pasien yang telah menjalani tindakan intervensi koroner perkutan
sebelumnya.
4. Pasien dengan penyakit jantung katup yang signifikan.
5. Pasien dengan penyakit pembuluh darah perifer yang bergejala.
6. Pasien yang telah menjalani bedah pintas koroner sebelumnya.
7. Pasien dengan penyakit jantung kongenital.
8. Pasien dengan penyakit ginjal kronik.
9. Adanya bukti infeksi atau inflamasi pada pemeriksaan darah (leukosit
>11.000 mm).
10.Pasien dengan anemia (Hb <12 mg/dl).
11.Pasien dengan penyakit keganasan.
12.Pasien dengan indeks masa tubuh (IMT) >42.
13.Pasien menolak untuk ikut dalam penelitian.
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan setelah dilakukan
penjelasan terlebih dahulu mengengai alasan, tujuan dan metode penelitian ini
dilakukan.
3.7Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etis Kesehatan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.8Cara Kerja dan Alur Penelitian
Semua pasien mempunyai keluhan nyeri dada atau angina equivalent. Penelti
memeriksa rekam medis pasien untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa angna pektoris stabil, data
dasar dicatat secara lengkap.
Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan darah lainnya diambil 1 atau 2
hari sebelum tindakan angiografi dilakukan. Pemeriksaan darah lengkap dihitung
dengan menggunakan mesin. Atherosklerosis koroner dihitung dengan menggunakan
gensini score, skoring ini menghitung sumbatan pada arteri koroner (1 untuk
sumbatan 1-25%, 2 untuk sumbatan 26-50%, 4 untuk sumbatan 51-75%, 8 untuk
sumbatan 76-90%, 16 untuk sumbatan 91-99%, dan 32 untuk sumbatan total) dan
dikalikan dengan angka konstanta yang didasarkan pada posisi anatomi dari lesi.
Pasien dengan gagal jantung kongestif, riwayat serangan koroner akut dalam 1
bulan terakhir, telah menjalani intervensi koroner perkutan sebelumnya, penyakit
katup jantung yang signifikan, penyakit pembuluh darah perifer yang bergejala ( TIA,
stroke, kaludikasio intermiten atau amputasi), telah menjalani bedah pintas koroner,
3.9Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
RDW Numerik
Variabel tergantung Skala
PJK Katagorik
Pembuluh darah yang terkena Katagorik
Gensini score Numerik
3.10 Definisi Operasional
1. Red blood cell distribution width (RDW) adalah pengukuran numerikal dari
variasi sirkulasi eritrosit (Greer JD et al, 2003). Parameter ini adalah
parameter rutin sebagai bagian dari pemeriksaan darah lengkap (PDL).
2. Angina pektoris stabil adalah: sindroma klinis dengan karakteristik adanya
rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang semakin
memberat bila beraktivitas atau adanya stres emosional dan hilang dengan
istirahat atau pemberian nitrogliserin.
3. Penyakit jantung koroner adalah: suatu keadaan abnormal yang disebabkan
oleh disfungsi jantung dan pembuluh darah. Penyumbatan pada arteri koroner
ini dapat sebagian maupun total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau
cabang-cabangnya. PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis ≥ 50
% minimal pada satu arteri koroner yang dibuktikan dari pemeriksaan
angiografi.
4. Angiografi koroner adalah : suatu prosedur invasif untuk memeriksa arteri
koroner dan dapat melihat apakah arteri koroner mengalami penyempitan atau
penyumbatan.
5. gensini score adalah: skoring untuk menghitung sumbatan pada arteri koroner
(1 untuk sumbatan 1-25%, 2 untuk sumbatan 26-50%, 4 untuk sumbatan
sumbatan total) dan dikalikan dengan angka konstanta yang didasarkan pada
posisi anatomi dari lesi (Gensini GG, 1983).
6. Anemia. Hb serum < 11 g/dl, dengan nilai hematokrit ♀ < 36 % dan ♂< 39%.
(Mehran dkk, 2004).
7. Gagal jantung kronik. Adanya gejala gagal jantung seperti sesak nafas, mudah
lelah baik pada aktivitas ataupun istirahat dengan adanya gangguan fungsi
jantung dan respons klinis terhadap pengobatan gagal jantung. (Swedberg
dkk, 2005).
8. Gagal jantung kronik tidak terkompensasi. Adanya tanda dan gejala dari gagal
jantung akut yang tidak memenuhi kriteria untuk syok kardiogenik atau krisis
hipertensi. (Nieminen dkk, 2005).
9. Penyakit ginjal kronik. Kreatinin serum dasar > 1,5 mg/dl atau adanya
penurunan fungsi ginjal dengan nilai GFR < 60 ml/min/1,7 m2 (Mehran dkk,
2004).
10.Merokok didefinisikan sebagai riwayat merokok aktif atau subjek baru
berhenti merokok dalam 6 bulan terakhir (ACSM coronary artery disease risk
factor thresholds, 2008).
11.Riwayat hipertensi didefinisikan apabila memenuhi minimal salah satu
kriteria berikut ini (Karlsberg dkk, 2011):
• Riwayat pernah didiagnosi oleh dokter menderita hipertensi dan telah
diberikan terapi obat anti hipertensi serta advis diet dan olahraga.
• Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi
12.Diabetes didefinisikan sebagai berikut:
Subyek selama ini telah atau pernah menggunakan obat hipoglikemik oral
atau insulin, atau hasil pemeriksaan kadar gula darah selama perawatan di
rumah sakit memenuhi salah satu dari kriteria berikut: kadar HBA1C ≥6,5%,
13.Dislipidemia didefinisikan apabila dijumpai minimal salah satu dari kriteria
pemeriksaan kadar profil lipid (Karlsberg dkk, 2011; NCEP-ATP III, 2002),
selama perawatan di rumah sakit sebagai berikut:
• Kadar total kolesterol >200mg/dl.
• Kadar LDL >130mg/dl.
• Kadar HDL <40mg/dl pada laki-laki, atau <50mg/dl pada perempuan.
14.Riwayat penyakit keluarga terkena seangan jantung atau familia history (FH)
adalah adanya riwayat keluarga subyek yang menderita penyakit
aterosklerosis atau faktor resiko mayor (tekanan darah tinggi, dabetes melitus,
hiperlipidemia) dilihat dari garis keturunan pertama sebelum usia 55 tahun
pada laki-laki dan 65 tahun pada wanita (Perk, 2012)
3.11 Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan bantuan program
statistik. Analisis dan penyajian data dilakukan sebagai berikut:
• Data kontinu diekspresikan sebagai rerata dan standar deviasi dari rerata.
• Data katagorik diekspresikan sebagai persentase.
• Data diuji untuk distribusi normal menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov.
• Tes Student’s t digunakan untuk analisa univariat dari data kontinu dan tes x2 untuk data katagorik.
• Nilai rerata dibandingkan dengan uji ANOVA diantara kelompok grup.
• Analisa receiver operating caharacteristics (ROC) dilakukan berdasarkan
hasil angiografi koroner setelah membandingkan sensitifitas dan spesifisitas
pada beberapa nilai cut-off untuk menentukan nilai cut-off optimal untuk
mendeteksi PJK berdasarkan nilai RDW.
• Regresi logistik digunakan untuk analisa multivariat berdasarkan variabel
independen.
• Variabel yang mempunyai nilai p signifikan (p < 0,05) pada analisa univariat
• Tes bermakna secara statistik jika p <0,05.
3.12 Rincian Biaya Penelitian
Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp 1.000.000
Pengelolaan hasil statistik Rp 1.000.000
Biaya tidak terduga Rp. 500.000
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Penelitian
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien APS yang
menjalani pemeriksaan angiografi koroner dengan sangkaan penyakit jantung koroner
(PJK) selama 1 November 2012 sampai 31 Januari 2013 di Departemen Kardiologi
dan Kedokteran Vaskular RSHUP Haji Adam Malik Medan. Didapati jumlah sampel
sebanyak 93 orang dari populasi pasien angina pektoris stabil yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian ini.
4.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Dari 93 pasien dengan angina pektoris stabil, didapatkan penderita PJK
sebanyak 66 orang (rata-rata umur ±SD: 66±16 tahun, pria 71%) dan 27 pasien
(29%) mempunyai arteri koroner yang normal (rata-rata umur ±SD: 51±18 tahun, pria
67%). Distribusi dari faktor resiko kardiovaskular, karakteristik demografis, dan
Tabel 4.1 Data Karakteristik Subjek Penelitian
Parameter
Arteri koroner
normal (n:27)
Penyakit Jantung Koroner
Nilai P <50% (n:3) >50% (n:63)
Usia (tahun) 51±18 50±2 66±16 <0,001
Jenis kelamin (pria) 67% 33% 73% <0,001
Tinggi badan (cm) 162±6 161±4 162±6 ns
Berat badan (kg) 69±9 68±4 65±8 ns
BMI (kg/m2) 26±3 30±2 24±3 ns
Hemoglobin
(mg/dl)
14±1,2 13±1,9 13±1,1 ns
Leukosit ( /mm3) 8841±1692 8656±1272 8440±1575 ns
RDW (%) 13,5±1,5 13,7±1,6 13,8±1,5 ns
Trombosit ( /mm3) 252±92 208±50 251±63 ns
Ureum (mg/dl) 29±15 38±20 30±11 ns
Creatinin (mg/dl) 1,08±0,29 1,34±0,67 1,11±0,29 ns
KGD sewaktu
(mg/dl)
123±46 104±84 142±64 ns
yang lain tidak berbeda secara signifikan diantara grup berdasarkan luas dari penyakit
jantung koroner
4.3 Karakteristik Pasien berdasarkan Keparahan dan Luas PJK
Nilai red blood cell distribution width tidak berbeda bermakna secara statistik
diantara subgrup yang dibagi berdasarkan keparahan dan luas dari PJK (arteri koroner
normal dan subgrup PJK; arteri koroner normal: 13,5±1,5; PJK <50%: 13,7±1,6; PJK
>50% 1VD: 13,8±1,2; PJK >50% 2VD: 13,7±1,8; PJK>50% 3VD: 13,8±1,6; p =
0,079) (tabel 2).
Tabel 4.2 Nilai RDW pada subgrup berdasarkan keparahan dan luas PJK
Parameter
Untuk mengetahui diskriminasi data RDW dilakuka dengan menggunakan
kurva ROC. Dari kurva ROC, didapati bahwa RDW memiliki kemampuan deteksi
pasien mengalami PJK atau tidak. Dari gambar 5.1 diperoleh bahwa area dibawah
kurva ROC adalah 0,616 (95% CI: 0.478 – 0.754). Kekuatan diskriminasi ini bersifat
Gambar 5.1 Kurva ROC dari RDW
Dengan menggunakan cut offf point 14,87, maka didapati sensitifitas dan
BAB V
PEMBAHASAN
Red blood cell distribution width (RDW) adalah pengukuran numerikal dari
variasi sirkulasi eritrosit (Greer JD et al, 2003). Parameter ini adalah parameter rutin
sebagai bagian dari pemeriksaan darah lengkap (PDL), biasanya dipakai terbatas
hanya untuk mendiagnosa banding penyakit anemia (McKenzie SD, 2003).
Perhitungan besarnya RDW adalah (standar deviasi volume sel darah merah / volume
sel rerate) x 100. Peningkatan RDW menunjukkan terdapat peningkatan heterogenitas
dari ukuran sel darah merah pada sirkulasi darah perifer (Evans TC, 1991; Marsh
WL, 1987). Peningkatan level RDW dapat terjadi pada keadaan hemolisis,
kekurangan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folat, atau setelah transfusi
darah (Fukuta H et al, 2009). Pada thrombotic thrombocytopenic purpura, penyakit
inflamasi saluran cerna , dan kehamilan, dijumpai level RDW yang tinggi (Heymans
S et al, 2009). Pada studi terkini, RDW berhubungan secara signifikan dengan
kejadian major cardiac adverse events (MACE) pada pasien dengan gagal jantung
(Felker GM et al, 2007). Pada studi lainnya, telah dibuktikan bahwa peningkatan
RDW berhubungan secara independen kematian jangka panjang pada pasien dengan
penyakit jantung koroner (PJK) tanpa anemia (Tonelli M et al, 2008). Cetin
Menyimpulkan bahwa RDW mempunyai hubungan yang signifikan dengan penyakit
jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil (Uyarei H, et al, 2011).
Wen. melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi hubungan
antara RDW dan atherosklerosis arteri carotis pada penderita hipertensi. Terdapat
kejadian plak arteri karotis. Namun studi ini hanya menghubungkan pasien hipertensi
dan memakai ketebalan intima media karotis sebagai penanda dari atherosklerosis
(Wen Y, 2010). Mustafa et all. membuat hipotesa bahwa semakin tinggi RDW
mencerminkan adanya proses inflamasi kronis yang berlangsung, yang
mengakibatkan meningkatnya resiko kardiovaskular semakin tinggi.
Telah diketahui bahwa atherosklerosis adalah penyakit peradangan kronis dan
berbagai cytokin seperti TNF-ɑ, IL-1b, dan IL-6 dilepaskan selama proses
berlangsung (Heyman S et al, 2009; Pascual-Figal DA et al, 2009). Peningkatan
cytokin radang di dalam aliran darah akan menekan efek dari erythropoietin (Epo)
dan sintesa hemoglobin yang dapat menyebabkan anemia peradangan kronis. Cytokin
dapat merangsang proses erythropoiesis melalui dua jalur: pertama, dengan
menghambat transkripsi gen Epo di hati fan ginjal; kedua, dengan menghambat
pematangan sel erythroid di sumsum tulang. Penelitian pada ginjal tikus yang
hipoksia menunjukkan produksi Epo ginjal dapat dipengaruhi oleh TNF-ɑ, IL-1b, dan
IL-6. Penekanan pada proses erythropoiesis terjadi di sumsum tulang akibat
hambatan proliferasi sel progenitor erythroid dan pematangan pro-erythroblast.
Modulasi cytokine radang di progenitor erythroid sumsum tulang dapat menghambat
perubahan sel ke Epo, yang akan menghambat efek anti apoptotic dan pro
pematangan (Helwig-Burgel T et al, 1999; McDougall et al, 2008). Menurunnya
pelepasan Epo akan mengakibatkan menurunnya produksi dan pelepasan sel darah
merah yang matang maupun tidak matang ke sirkulasi darah. Mekanisme lain yang
mungkin terjadi adalah peningkatan kadar cytokin radang akibat dari metabolisme
besi dan fungsi sumsum tulang (Heyman S et al, 1999; Pascual-Figal DA et al, 2009).
Studi yang dilakukan oleh Gotsman et all. Telah menunjukkan adanya hubungan
kardiovaskular telah ditetapkan, namun mekanisme patofisiologi yang pasti masih
belum jelas. Cetin, mengemukakan hipotesa bahwa peningkatan nilai RDW dapat
menggambarkan proses inflamasi kronik, yang mana akan meningkatkan resiko
kardiovaskular (Cetin M, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah RDW berhubungan
dengan kejadian dan keparahan PJK. Kami menemukan bahwa walaupun mempunyai
nilai korelasi yang positif, akan tetapi nilai RDW tidak mempunyai hubungan yang
signifikan pada pasien PJK jika dibandingkan dengan pasien dengan arteri koroner
yang normal setelah dilakukan pemeriksaan angiografi koroner. Peningkatan RDW
juga tidak bermakna secara signifikan diantara subgrup berdasarkan keparajan dari
PJK.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Populasi studi relatif kecil,
dimana populasi yang lebih besar mungkin dapat mempunyai nilai statistik yang lebih
besar. Kami juga tidak dapat meyingkirkan kemungkinan ganguan nutrisi (defisiensi
besi, vitamin B12 dan folat), hipertiroid, dan hipotiroid yang dapat mengganggu nilai
RDW pada pasien penelitian dikarenakan pemeriksaan diatas bukan pemeriksaan
standar pada pasien-pasien yang akan menjalani tindakan angiografi koroner di
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
1. Nilai RDW tidak meningkat bermakna pada pasien-pasien yang mengalami
penyakit jantung koroner jika dibandingkan dengan pasien yang
mempunyai arteri koroner yang normal.
2. Nilai RDW juga tidak berbeda secara signifikan diantara subgrup penderita
PJK berdasarkan keparahan dan luas dari PJK.
3. Umur, jenis kelamin pria dan skor gensini berbeda bermakna (lebih tinggi)
pada pasien dengan PJK jika dibandingkan dengan pasien dengan arteri
koroner normal.
4. Apabila 14,8% dipakai sebagai nilai potong RDW, sensitifitas dan spesifisitas
untuk mendeteksi PJK adalah 13,6% dan 81,5%.
6.2Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel
6.3Keterbatasan Penelitian
1. Sampel penelitian relatif kecil dimana sampel yang lebih besar akan
memberikan nilai statistik yang lebih besar.
2. Desain penelitian merupakan retrospektif sehingga penilaian terhadap hasil
angiografi dan hasil lainnya tidak dapat diperoleh secara maksimal.
3. Kami juga tidak dapat meyingkirkan kemungkinan ganguan nutrisi (defisiensi
besi, vitamin B12 dan folat), hipertiroid, dan hipotiroid yang dapat
mengganggu nilai RDW pada pasien penelitian dikarenakan pemeriksaan
diatas bukan pemeriksaan standar pada pasien-pasien yang akan menjalani
DAFTAR PUSTAKA
Achar SA, Kundu S, Norcross WA. Diagnosis of acute coronary syndrome. Am Fam
Physician 2005; 72: 119-26.
Bucova M and Nikolitsa Pappa. C - Reactive protein, Cytokines and Inflammation in
Cardiovascular Disease. Bratisl Lek Listy. 2008 ; 109 :333- 40.
Cetin M, et al. Red Blood Cell Distribution Width (RDW) and Its Association With
Coronary Atherosclerotic Burden In Patients With Stable Angina Pectoris. Eur J
Gen Med 2012;9(1):7-13
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Profil Kesehatan Indonesia. 2008.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. 2006.
Drakopoulou M, Toutouzas K, Stefanadi E et al. Association of Inflammatory
Markers with Angiography Severity and Extent of Coronary Artery Disease.
Atherosclerosis. 2009 ;206: 335-39
Eleni S. Nakou, Evangelos N. Liberopoulos et al. The Role of C-Reactive Protein in
Atherosclerotic Cardiovascular Disease: An Overview. Current Vascular
Pharmacology. 2008; 6: 258-70.
Fukuta H, Ohte N, Mukai S, et al. Elevated plasma levels of B-type natriuretic
Peptide but not C-reactive protein are associated with higher red cell distribution
width in patients with coronary artery disease. Int Heart J 2009;50(3):301-2.
Gensini GG. A more meaningful scoring system for determining the severity of
coronary heart disease. Am J Cardiol 1983;51:606.
Göran K. Hansson. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease. N
Engl J Med 2005; 352: 1685-95.
Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraksevas F, Glader BE, eds. Perkins
SL. Examination of blood and bone marrow. Wintrobe’s Clinical Hematology.
11th ed. Salt Lake City, Utah: Lippincott Wilkins & Williams; 2003:5–25.
Heymans S, Hirsch E, Anker SD, et al. Inflammation as a therapeutic target in heart
failure? A scientific statement from the Translational Research Committee of the
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology. Eur J Heart
Fail 2009;11:119–29.
Hellwig-Burgel T, Rutkowski K, Metzen E, Faudrey J, Jelkmann W. Interleukin-1
beta and tumor necrosis factor-alpha stimulate DNA binding of hypoxiainducible
factor-1. Blood 1999;94: 1561-67.
Libby P, Ridker PM. Inflammation and Atherosclerosis: Role of C-Reactive Protein
in Risk Assessment. Am J Med. 2004;116: 9-16.
Marsh WL, Bishop JW, Darey TP. Evaluation of red cell volume distribution width
(RDW). Haematol Pathol 1987; 1:117–23.
Macdougall IC, Cooper A. The inflammatory response and epoetin sensitivity.
Nephrol Dialysis Transplant 2002;17 (Suppl 1): 48-52.
McKenzie SD, ed. Introduction to anemia. Clinical Laboratory Hematology. Saddle
Packard RRS and Libby P. Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to
biomarker discovery and risk prediction. Clinical Chemistry. 2008; 54: 24-38.
Pascual-Figal DA, Bonaque JC, Redondo B, et al. Red blood cell distribution width
predicts long-term outcome regardless of anaemia status in acute heart failure pa-
tients. European J Heart Failure 2009;11: 840–6.
Peer A, et al. Limited utilities of N-terminal pro B-type natriuretic peptide and other
newer risk markers compared with traditional risk factors for prediction of
significant angiographic lesions in stable coronary artery disease. Heart 2009;
95: 297–303.
Perlstein TS, Weuve J, Pfeffer MA, Beckman JA. Red Blood Cell Distribution Width
and Mortality Risk in a Community-Based Prospective Cohort. Arch Intern Med
2009;169(6):588-94
Pierce CN, Larson DF. Inflammatory cytokine inhibition of erythropoiesis in patients
implanted with a mechanical circulatory assist device. Perfusion 2005; 20:83–90.
Raymond J. Gibbons, Jonathan Abrams, Kanu Chatterjee, Jennifer Daley, Prakash C.
Deedwania et al. Guideline Update for the Management of Patients With
Chronic Stable Angina. ACC/AHA 2002.
Ross R. Atherosclerosis - an inflammatory disease, N Eng J Med. 1999; 340: 115–26.
Rourke RA, Schlant, Douglas JS. Diagnosis and Management of Patients With
Chronic Ischemic Heart Disease. In Fuster V, Alexander RW, Rourke RA.
Hurst’s The Heart 10 th ed. McGraw-Hill. New York 2001. 1207-36.
Thura T. Abd, Danny J. Eapen, et al. The Role of C-Reactive Protein as a Risk
Predictor of Coronary Atherosclerosis: Implications from the JUPITER Trial.
Current Atherosclerosis Reports. 2011. Available from
Tonelli M, Sacks F, Arnold M, Moye L, Davis B, Pfeffer M. Relation between red
blood cell distribution width and cardiovascular event rate in people with
coronary disease. Circulation 2008; 117:163–8
Uyarel H, Ergelen M, Cicek G, et al. Red cell distribution width as a novel prognostic
marker in patients undergoing primary angioplasty for acute myocardial
infarction. Coron Artery Dis 2011
Valentin Fuster, R. Wayne Alexander, Robert A. O' Rourke. Cardiac Catheterization,
Cardiac Angiography and Coronary Blood Flow and Pressure Measurements. In
Hurst's The Heart. 2004. 17 th ed; 17:483-537
Wen Y. High red blood cell distribution width is closely associated with risk of
carotid artery atherosclerosis in patients with hypertension. Exp Clin Cardiol
2010; 15(3):37-40.
World Health Organization. Deaths from Coronary Heart Disease. 2008.
Gotsman I, Stabholz A, Planer D, et al. Serum cytokine tumor necrosis factor-alpha
and interleukin-6 associated with the severity of coronary artery disease:
indicators of an active inflammatory burden? Isr Med Assoc J 2008;10(7):494-8
Cavusoglu E, Chopra V, Gupta A, et al. Relation between red blood cell distribution
width (RDW) and all-cause mortality at two years in an unselected population