BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel otot jantung (Achar SA, 2005). PJK bermakna didefinisikan sebagai adanya stenosis ≥ 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan dari pemeriksaan angiografi (Raymond J et al, 2002; Peer A et al, 2009).
2.2 Aterosklerosis dan Inflamasi
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskular (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008).
Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan hasil proses inflamasi (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008; Libby, 2004). Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas (akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan hemostatik (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008).
terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut (Goran K, 2005; Ross R, 1999; Packard R.R.S, 2008; Libby, 2004, Bucova, 2008; Eleni S, 2008).
2.3 Red Blood Cell Distribution Width
Red blood cell distribution width (RDW) adalah pengukuran
pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) tanpa anemia (Tonelli M et al, 2008). Cetin Menyimpulkan bahwa RDW mempunyai hubungan yang signifikan dengan penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil (Uyarei H, et al, 2011).
Wen. melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara RDW dan atherosklerosis arteri carotis pada penderita hipertensi. Terdapat hubungan yang bermakna antara RDW yang tinggi dan ketebalan intima media, serta kejadian plak arteri karotis. Namun studi ini hanya menghubungkan pasien hipertensi dan memakai ketebalan intima media karotis sebagai penanda dari atherosklerosis (Wen Y, 2010). Mustafa et all. membuat hipotesa bahwa semakin tinggi RDW mencerminkan adanya proses inflamasi kronis yang berlangsung, yang mengakibatkan meningkatnya resiko kardiovaskular semakin tinggi.
mungkin terjadi adalah peningkatan kadar cytokin radang akibat dari metabolisme besi dan fungsi sumsum tulang (Heyman S et al, 1999; Pascual-Figal DA et al, 2009). Studi yang dilakukan oleh Gotsman et all. Telah menunjukkan adanya hubungan TNF-ɑ dan IL-6 dengan skor Gensini (Pierce CN, 2005).
Pada beberapa tahun belakangan ini, kadar RDW telah diteliti pada kasus gagal jantung kronik, serangan koroner akut, intervensi koroner perkutan primer dan menemukan bahwa RDW berhubungan dengan mortalitas, bahkan pada pasien yang tanpa anemia (Gotsman I et al, 2008; Perlstein TS, 2009; Cavusoglu E et al, 2010)
2.4 Angina Pektoris Stabil
Pada pasien angina pektoris stabil oleh karena atherosklerosis, korelasi antara neratnya usaha atau luasnya atherosklerosis dan beratnya simtom angina tidak kuat. Perbedaan antara suplai aliran darah koroner dan kebutuhan metabolik miokard merupakan faktor primer pada penyakit jantung iskemik. Ketidakseimbangan ini akan menimbulkan manifestasi klinis iskemia bila kebutuhan miokard melebihi kapasitas arteri koroner untuk mengangkut suplai oksigen yang cukup. Pada jantung normal dijumpai kelebihan cadangan aliran darah koroner sehingga iskemia tidak terjadi meskipun kerja sangat berlebihan. Penyakit atherosklerosis baik pada arteri koroner epikardial atau pada mikrovaskuler koroner dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan meskipun pada tingkat kerja sedang (Rourke RA, 2001; Selwyn AP, 2001).
2.5 Angiografi Koroner
perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian ruptur plak dan trombosis dibandingkan dengan adanya atau beratnya aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan (Valentin F, Drakopolou M, 2009)
2.6 Kerangka Teori
PENYAKIT JANTUNG KORONER
ATHEROSKLEROSIS
IL-1b IL-6
TNF-ɑ
↓ Erythropoietin (Epo) ↓Sintesa Hemoglobin
↓ Produksi & Pematangan Sel Darah Merah
3 VD 2.7 Kerangka Konsep
ANGINA PEKTORIS
STABIL
ANGIOGRAFI KORONER
NORMAL KORONER
PENYAKIT JANTUNG KORONER
RDW
SKOR GENSINI
1 VD