• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Lokasi Pengamatan

Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra produksi nanas di Jawa Barat. Luas Desa Bunihayu adalah 808,145 ha, yang terdiri dari tanah sawah 106,4 ha, tanah kering 152,186 ha, tanah perkebunan 105,043 ha, dan fasilitas umum 3 ha. Tipologi Desa Bunihayu adalah desa sekitar hutan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Curug Agung, Desa Jalan Cagak di sebelah Selatan, Desa Sagalaherang di sebelah Barat, dan Desa Tambakan di sebelah Timur (Yasin 2006).

Desa Bunihayu terletak pada ketinggian 500-1000 m dpl, jenis tanah aluvial, dan kemiringan tanah < 10%. Tanah di Desa Bunihayu memiliki pH tanah berkisar antara 5,5-7. Suhu rata-rata harian 21-27ºC dan kelembaban 70-80% (Anonim 2008). Curah hujan di Desa Bunihayu adalah 3241 mm/tahun. Jumlah bulan basah 5 bulan dengan curah hujan > 200 mm, dan jumlah bulan kering 7 bulan, dengan curah hujan < 100 mm (Deptan 2005).

Sektor pertanian Desa Bunihayu terdiri dari tanaman pangan, tanaman obat, dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan diantaranya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar, sedangkan obat yang dibudidayakan adalah jahe dan kunyit. Tanaman hortikultura yang dibudidayakan adalah jeruk, alpukat, mangga, rambutan, manggis, salak, durian, dan pisang. Komoditas utama Desa Bunihayu adalah nanas varietas Smooth

Cayenne, dengan luas lahan 25 ha. Menurut Deptan 2005, lima kecamatan sentra

produksi nanas di Subang, yaitu Sagalaherang, Jalan Cagak, Cisalak, Tanjungsiang dan Cijambe. Luas areal total budidaya nanas adalah 3.523 ha dengan produksi 123.067,5 ton /tahun (Yasin 2006).

Teknik Budidaya Nanas

Plant crop (tanaman generasi pertama) adalah istilah yang digunakan untuk

tanaman nanas yang pertama kali ditanam dan belum pernah berbuah. Pertanaman nanas yang sudah lama dibongkar terlebih dahulu untuk dilakukan pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang. Ratoon crop (tanaman generasi kedua dan

seterusnya) adalah istilah yang digunakan untuk tanaman nanas yang sengaja dibiarkan tumbuh dan menghasilkan buah kembali. Tanaman nanas dipangkas dan dibiarkan beberapa lama agar tumbuh anakan atau tunas baru (sucker dan slip). Tunas yang muncul dari tanaman nanas yang sudah dipangkas disebut sucker, sedangkan tunas yang tumbuh bersama dengan batang tanaman disebut slip.

Umumnya, plant crop vegetatif ditanam pada bulan Mei dan Juni, sedangkan plant crop generatif ditanam sejak bulan Januari hingga Februari. Umur tanaman dan jumlah anakan ratoon crop vegetatif dan generatif tidak dapat ditentukan secara pasti, karena pengelolaan dan pencatatan yang kurang baik dari petani di Desa Bunihayu.

Tanaman nanas dibudidayakan secara vegetatif dengan menggunakan anakan dari tanaman nanas sebelumnya. Bibit diperoleh dari batang dan mahkota bunga yang dipotong dan dibelah. Ada perbedaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksi buahnya, antara anakan (slip), tunas batang (sucker), dan mahkota (crown). Bibit yang berasal dari mahkota akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan buah dibandingkan tanaman nanas yang berasal dari slip, karena ukurannya yang kecil. Batang harus segera dipanen setelah pembungaan atau setelah buah dipanen (CABI 2005).

Nanas ditanam di tanah dengan satu baris satu tanaman (single row), satu baris dua tanaman ataupun zig zag. Sebagian besar petani di Jalan Cagak menggunakan sistem zig zag dan penanaman dilakukan tanpa membuat guludan terlebih dahulu. Buah nanas harus dipanen setelah tua atau matang pohon. Kualitas nanas yang terbaik didapat ketika buah matang di tanaman. Nanas yang dipanen awal tidak akan menjadi lebih manis, karena tidak memiliki kandungan gula (Ploetz 2003).

Kejadian Penyakit Layu Nanas

Hasil pengamatan kejadian penyakit layu dari 4 stadia pertumbuhan tanaman nanas pada 4 kebun yang berbeda adalah seperti yang terlihat pada (Gambar 1).

Gambar 1 Persentase kejadian penyakit layu nanas pada masing-masing stadia pertumbuhan tanaman nanas.

Berdasarkan (Gambar 1) dapat dilihat bahwa, kejadian penyakit layu meningkat dari PC ke RC generatif. Hal ini disebabkan tanaman stadia RC generatif di Desa Bunihayu sudah berumur lebih dari dua tahun, sehingga semakin memperbesar kejadian penyakit layu di daerah tersebut.

Secara keseluruhan, peningkatan kejadian penyakit layu terjadi dari stadia

plant crop (PC) ke ratoon crop (RC). Penyebab utama tingginya kejadian

penyakit pada stadia RC generatif di Desa Bunihayu adalah karena tanaman stadia RC yang diusahakan oleh petani sudah berumur lebih dari dua tahun, sehingga semakin memperbesar persentase kejadian penyakit layu nanas di daerah tersebut. Pada stadia PC dan RC generatif, tanaman berada dalam masa pembentukan buah, sehingga nutrisinya berkurang akibatnya tanaman mudah terserang oleh penyakit layu.

Tanaman PC yang terinfeksi penyakit layu memiliki penampakan yang sangat berbeda dengan tanaman yang sehat (Gambar 2a). Tanaman sakit memiliki daun berwarna kuning hingga kemerahan, ujung daun nekrotik, dan tanaman menjadi layu (Gambar 2b). Pada tanaman RC yang sehat, buah nanas berukuran lebih besar dibandingkan dengan buah pada tanaman sakit (Gambar 2c). Tanaman RC sakit buahnya lebih kecil dan daunnya berwarna kuning (Gambar 2d). Gejala yang muncul akibat infeksi penyakit layu adalah pertumbuhan akar terhambat,

0 10 20 30 40 50 Rata-rata kejadian penyakit layu (%) PCV PCG RCV RCG

daun berwarna kemerahan, ujung daun nekrotik dan pertumbuhan tanaman terhambat (Barotto et al. 1998).

2a 2b

2c 2d

Gambar 2 a) Tanaman PC sehat, b) tanaman PC yang terinfeksi penyakit layu, c) tanaman RC sehat, d) tanaman RC sakit.

Nematoda Parasit Utama pada Tanaman Nanas

Nematoda parasit yang ditemukan dari hasil ekstraksi akar dan tanah yaitu

Pratylenchus, Helicotylenchus, Rotylenchulus, Hirschmanniella, dan Criconemoides (Tabel 1 dan Tabel 2). Pada sampel akar, Pratylenchus adalah

nematoda yang dominan pada sampel akar. Populasi Pratylenchus merata di setiap pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman sehat maupun tanaman sakit. Pada sampel tanah, nematoda yang paling tinggi populasinya pada semua stadia tanaman adalah Rotylenchulus.

Populasi Pratylenchus lebih tinggi pada tanaman yang sehat dibandingkan pada tanaman yang sakit (Tabel 1). Hal ini disebabkan Pratylenchus adalah nematoda endoparasit migrator yang terus bergerak di dalam akar. Setelah akar tanaman mengalami kerusakan berat dan tidak cocok lagi untuk perkembangannya, maka Pratylenchus akan pindah mencari tanaman baru yang

sesuai bagi perkembangan hidupnya (Dropkin 1996). Oleh karena itu,

Pratylenchus banyak ditemukan pada tanaman PC yang sehat dibandingkan

tanaman yang sakit. Populasi Pratylenchus meningkat sampai fase tanaman PC generatif dan mengalami penurunan saat memasuki stadia RC (Siregar 2007).

Pratylenchus tidak berperan dalam induksi penyakit layu pada tanaman

nanas. Tingginya populasi Pratylenchus tidak berkaitan dengan induksi gejala penyakit layu nanas, karena populasinya lebih tinggi pada tanaman yang tidak bergejala atau sehat (Sulu 2007).

Selain itu, tanaman nanas Smooth Cayenne merupakan kultivar nanas yang paling cocok bagi perkembangan Pratylenchus (Swibawa 2001). Faktor lingkungan juga menjadi pendukung tingginya populasi Pratylenchus. Suhu optimum berkisar antara 25-30°C dan tanah yang berpasir sangat cocok untuk perkembangan Pratylenchus. Tanah yang memiliki kandungan pasir yang tinggi akan mempermudah pergerakan Pratylenchus di dalam tanah (Olowe & Corbett 1976). Kabupaten Subang memiliki suhu rata-rata berkisar antara 21-27°C dan jenis tanah di Kecamatan Jalan Cagak adalah tanah yang berpasir (Deptan 2005).

Pratylenchus mudah dikenali dari ciri khasnya, yaitu kepala datar (set-off),

stilet pendek yang jelas, dan kerangka kepala yang kuat. Pada bagian ventral terdapat kelenjar esophagus yang tumpang tindih (overlap) dengan usus (Gambar 3).

Gambar 3 Pratylenchus

Infeksi yang berat oleh Pratylenchus mengakibatkan pertumbuhan akar primer dan sekunder terhambat. Pertumbuhan daun berkurang karena vigor tanaman menurun. Daun menjadi kuning kemudian merah, akar kehilangan

turgiditasnya, dan akhirnya layu. Namun, gejala tersebut dapat diakibatkan oleh kekurangan nutrisi dan defisiensi air (CABI 2005). Populasi Pratylenchus 100-300 nematoda per tanaman dapat menyebabkan kerusakan akar hingga 31,72% dan dapat mengurangi bobot basah tanaman hingga tiga kali lipat (Swibawa 2001).

Ada lebih dari 100 spesies nematoda yang berasosiasi dengan sistem perakaran tanaman nanas, tetapi hanya ada empat spesies yang paling sering ditemukan yaitu Meloidogyne javanica, M. incognita, R. reniformis dan P.

brachyurus (Sipes et al. 2005).

Berdasarkan (Tabel 2) dapat dilihat bahwa, Rotylenchulus adalah nematoda parasit dominan yang ditemukan pada sampel tanah di setiap stadia pertumbuhan tanaman, baik tanaman yang sehat maupun sakit. Populasi Rotylenchulus cenderung fluktuatif, karena pada stadia PC jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada stadia RC, baik pada tanaman yang sehat maupun tanaman yang sakit. Oleh karena itu, Rotylenchulus berperan dalam induksi penyakit layu pada nanas. Hal ini disebabkan tingginya jumlah Rotylenchulus pada pertanaman nanas.

Rotylenchulus berpotensi untuk meningkatkan keparahan penyakit layu, karena

dapat mengakibatkan kerusakan akar sekunder, sehingga tanaman menjadi tidak tegak dan daun kemerahan (Sipes et al. 2005).

Rotylenchulus merupakan nematoda yang bersifat parasit obligat. Ketika

tanaman inangnya mati, Rotylenchulus juga akan mati. Selain itu, Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sedenter, yang artinya nematoda tersebut akan menetap di dalam tanah ketika telah menemukan inangnya, sehingga keberadaanya berpengaruh terhadap fisiologis tanaman (Dropkin 1996). Oleh karena itu, keberadaan Rotylenchulus dapat ditemukan di setiap stadia pertumbuhan tanaman, terutama pada tanaman nanas yang sehat.

Selain itu, populasi Rotylenchulus yang tinggi didukung oleh faktor lingkungan. Suhu optimum perkembangan Rotylenchulus berkisar antara 25-29°C, dengan pH optimumnya berkisar antara 4,8-5,2. Kabupaten Subang memiliki suhu rata-rata tahunan berkisar antara 21-27°C, dengan pH tanah rata-rata 5,5-7 (Deptan 2005). Oleh karena itu, populasi Rotylenchulus di lokasi pengamatan

tinggi, karena didukung oleh faktor lingkungan yang optimum bagi perkembangan

Rotylenchulus.

Rotylenchulus memiliki bibir yang tidak set-off , kepala membulat sampai

kerucut dan ekornya meruncing (Gambar 4).

Gambar 4 Rotylenchulus (400 x)

Rotylenchulus betina menginfeksi akar, sedangkan juvenil dan jantan hidup

bebas di dalam tanah. Umumnya, hanya kepala dan sebagian tubuh saja yang masuk ke dalam akar, sedangkan sebagian tubuh lainnya hingga ekor berada di luar (Dropkin 1996).

Tabel 1 Populasi nematoda (per 5 g akar) di pertanaman nanas Desa Bunihayu. Sehat Sakit Spesies nematoda PCV PCG RCV RCG Rata-rata PCV PCG RCV RCG Rata-rata Pratylenchus 58 a 40 a 41 a 59 a 50 a 10 a 10 a 23 a 22 a 16 a Hirschmanniella 0 b 0 b 3 b 0 b 1 b 0 b 0 b 9 b 0 b 2 b *Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

Tabel 2 Populasi nematoda (per 100 cm3tanah) di sekitar tanaman nanas di pertanaman nanas Desa Bunihayu.

Spesies nematoda Sehat Rata-rata Sakit Rata-rata

PCV PCG RCV RCG PCV PCG RCV RCG Pratylenchus 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a Hirschmanniella 0 a 2 a 2 a 2 a 2 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a Rotylenchulus 121 b 94 b 167 b 333 b 179 b 22 b 90 b 133 b 113 b 90 b Helicotylenchus 21 a 6 a 2 a 4 a 8 a 5 a 11 a 6 a 9 a 8 a Criconemoides 2 a 15 a 16 a 5 a 10 a 0 a 3 a 4 a 6 a 3 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

Nematoda Parasit Lain pada Tanaman Nanas

Selain Pratylenchus, nematoda parasit lainnya yang ditemukan pada sampel akar adalah Hirschmanniella. Populasi Hirschmanniella lebih rendah jika dibandingkan dengan populasi Pratylenchus, dan Hirschmanniella tidak

ditemukan di setiap stadia pertumbuhan tanaman. Hirschmanniella hanya ditemukan pada stadia tanaman PC generatif dan RC vegetatif.

Hirschmanniella dengan populasi yang tinggi akan menimbulkan kerusakan

tanaman. Hal ini dikarenakan Hirschmanniella bersifat endoparasit berpindah yang mampu mengakibatkan sel jaringan korteks mati dan menghancurkan dinding sel, sehingga terbentuk rongga-rongga besar. Akibatnya, pertumbuhan akar menjadi terhambat (Dropkin 1996). Selain itu, Hirschmanniella juga ditemukan pada sampel tanah, meskipun populasinya sangat rendah, yaitu pada stadia tanaman PC generatif dan RC, baik vegetatif maupun generatif.

Ciri khas dari Hirschmanniella adalah memiliki ekor yang meruncing atau konoid, di bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut mukro. Jenis kelamin terpisah antara nematoda jantan dan betina, kecuali sifat kelaminnya yang sekunder (Gambar 5).

Gambar 5 Hirschmanniella bagian ekor (mukro) dan kepala (200 x).

Helicotylenchus adalah nematoda yang bersifat ektoparasit, tetapi beberapa

spesies dapat bersifat endoparasit. Dari hasil pengamatan, populasi

Helicotylenchus hanya ditemukan pada sampel tanah. Bentuk istirahat Helicotylenchus yang berbentuk G atau spiral adalah ciri khasnya (Gambar 6).

Gambar 6 Helicotylenchus pada posisi istirahat (200 x)

Pada sampel tanah, di setiap stadia pertumbuhan tanaman banyak ditemukan

Criconemoides yang merupakan nematoda kosmopolit yang sangat mudah

ditemukan di tanah. Ciri khas dari Criconemoides adalah bertubuh gemuk, ujung anterior membulat dan bagian posterior membulat sampai kerucut, anulasinya kasar, stilet kuat dengan basal knob yang jelas (Gambar 7). Criconemoides tidak termasuk ke dalam nematoda parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman nanas.

Gambar 7 Criconemoides (400 x)

Prevalensi Spesies Pratylenchus

Ada dua spesies Pratylenchus yang ditemukan pada tiap stadia tanaman di pertanaman nanas Desa Bunihayu, Kabupaten Subang, yaitu Pratylenchus

8a 8b 8c

Gambar 8 Pratylenchus brachyurus a) dewasa (100 x), b) ekor membulat dan

vulva (400 x), c) kepala set-off dan stilet (400 x).

9a 9b 9c

Gambar 9 Pratylenchus coffeae a) dewasa (200 x), b) ekor mendatar dan vulva

(400 x), c) kepala dan stilet (400 x).

Gambar 10 Prevalensi spesies P. brachyurus dan P. coffeae = P. brachyurus = P. coffeae 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Frekuensi keberadaan spesies Pratylenchus (%) PCV PCG RCV RCG

Stadia pertumbuhan tanaman Prevalensi

spesies

Pratylenchus

(%)

Prevalensi P. brachyurus sangat tinggi dibandingkan dengan P. coffeae (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa, P .brachyurus adalah spesies

Pratylenchus yang mendominasi perakaran tanaman nanas di pertanaman nanas

Desa Bunihayu. P. brachyurus merupakan nematoda kosmopolit, salah satu inangnya adalah tanaman nanas (CABI 2005).

Populasi P. coffeae tidak tinggi, karena tanaman nanas bukan merupakan inang utama dari P. coffeae. Tanaman inang utama P. coffeae adalah kopi. Tanaman lain yang menjadi inang bagi P. coffeae antara lain: pisang, mahogani, jeruk, apel, kentang, dan gulma (Loof 1978 dalam Nickle 1991).

Pratylenchus dan Rotylenchulus merupakan nematoda yang hidup di dalam

akar. Gejala yang ditimbulkan oleh Pratylenchus dan Rotylenchulus dapat terlihat dengan jelas dari akar bagian luarnya, seperti pada (Gambar 11). Dapat terlihat bahwa bagain akar tanaman nanas yang terserang oleh Pratylenchus mengalami lesio berwarna hitam, sedangkan bagian yang sehat berwarna coklat. Oleh karena itu, terlihat belang pada akar (Gambar 11a).

Rotylenchulus menghasilkan paket telur yang dilapisi oleh gelatin yang

menempel akar dan terlihat seperti gumpalan tanah (Gambar 11b). Pada akar yang terserang oleh Pratylenchus dan Rotylenchulus, dapat terlihat bahwa akar kering, serabut akar sedikit, hingga akhirnya akar mati.

11a 11b

Gambar 11 Akar yang terserang Pratylenchus dan Rotylenchulus a) akar belang hitam akibat serangan Pratylenchus, b) pada akar terdapat paket telur

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas

Rotylenchulus dan Pratylenchus adalah nematoda paling dominan yang

ditemukan pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Pengaruh stadia pertumbuhan tanaman terhadap populasi Rotylenchulus dapat dilihat pada (Tabel Lampiran 1).

Stadia pertumbuhan tanaman nanas sangat berpengaruh terhadap jumlah

Rotylenchulus di pertanaman nanas. Pada (Tabel 2) ditunjukkan bahwa, jumlah Rotylenchulus paling tinggi berada pada tanaman generatif. Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sedenter, tanaman stadia awal yang

terserang Rotylenchulus, maka populasinya meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman ke stadia berikutnya.

Kondisi tanaman nanas berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus. Populasi Rotylenchulus pada tanaman yang sehat lebih tinggi daripada tanaman yang sakit (Tabel 2). Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat parasit obligat, apabila tanaman inangnya mati, maka Rotylenchulus akan mati. Oleh karena itu,

Rotylenchulus lebih banyak ditemukan pada tanaman yang sehat.

Interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus Populasi Rotylenchulus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman.

Pengaruh stadia pertumbuhan tanaman terhadap populasi Pratylenchus dapat dilihat pada (Tabel Lampiran 2). Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus di perakaran tanaman nanas.

Pratylenchus hampir dapat ditemukan pada setiap stadia pertumbuhan tanaman

dengan jumlah yang relatif stabil (Tabel 1). Populasi Pratylenchus paling tinggi berada pada stadia pertumbuhan tanaman PC vegetatif. Populasi Pratylenchus meningkat sampai fase tanaman PC generatif dan mengalami penurunan ketika tanaman memasuki stadia RC (Siregar 2007).

Kondisi tanaman sangat berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus. Populasi Pratylenchus paling tinggi berada pada tanaman yang sehat (Tabel 2).

Pratylenchus merupakan nematoda nematoda endoparasit berpindah. Setelah akar

tanaman mengalami kerusakan berat dan tidak cocok lagi bagi perkembangan hidupnya, maka Pratylenchus akan pindah mencari tanaman baru yang sesuai bagi perkembangan hidupnya (Dropkin 1996).

Interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus. Populasi Pratylenhus relatif stabil di setiap stadia pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Populasi Pratylenchus sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman.

Tabel 3 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada setiap stadia pertumbuhan tanaman.

Stadia Populasi Pratylenchus Populasi Rotylenchulus

PCV 32 a 83 b

PCG 25 a 89 b

RCV 29 a 166 ab

RCG 44 a 256 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap populasi

Pratylenchus di perakaran tanaman nanas (Tabel 3). Hal ini menunjukkan

populasi Pratylenchus yang relatif stabil, diduga karena dinamika populasi yang selalu berubah. Menurut Sipes et al. 2005, populasi awal Pratylenchus rendah pada tanaman yang ditanam saat musim kering. Namun, populasi Pratylenchus akan meningkat dengan cepat dalam tiga bulan, apabila tanaman ditanam saat musim hujan.

Pengaruh stadia tanaman terhadap populasi Rotylenchulus dapat dilihat pada (Tabel 3). Populasi Rotylenchulus lebih tinggi pada stadia RC generatif dibandingkan pada stadia PC vegetatif. Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat semiendoparasit, yang artinya nematoda tersebut akan menetap di akar ketika telah menemukan inangnya (Dropkin 1996). Oleh karena itu, populasinya cenderung meningkat pada stadia pertumbuhan tanaman berikutnya. Menurut

Widyanto (2005), RC adalah stadia tanaman yang paling banyak terinfeksi oleh penyakit layu nanas.

Tabel 4 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada setiap kondisi tanaman. Kondisi Populasi Pratylenchus Populasi Rotylenchulus

Sehat 47 a 183 a

Sakit 18 b 113 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Populasi Pratylenchus dipengaruhi oleh kondisi tanaman, sedangkan populasi Rotylenchulus tidak dipengaruhi oleh kondisi tanaman (Tabel 4).

Pratylenchus merupakan nematoda endoparasit berpindah yang cenderung

mengikuti pertumbuhan akar tanaman. Pada tanaman yang baru ditanam, populasi

Pratylechus lebih banyak daripada pada tanaman sakit dan sudah berumur cukup

lama. Setelah akar mengalami kerusakan yang berat dan tidak cocok lagi bagi perkembangannya, maka Pratylenchus akan mencari akar tanaman yang baru (Dropkin 1996).

Rotylenchulus hidup lebih lama dalam satu tanaman dibandingkan

dengan Pratylenchus, karena Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sehingga membutuhkan waktu beberapa lama untuk tiap siklus hidupnya. Nematoda betina menginfeksi akar, sedangkan juvenil dan nematoda jantan hidup bebas di dalam tanah. Oleh karena itu, populasi Rotylenchulus tidak terpengaruh oleh kondisi tanaman. Rotylenchulus akan mati jika tanaman inangnya mati.

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Kejadian Penyakit Layu Mealybug Wilt of Pineapple (MWP)

Stadia pertumbuhan tanaman cenderung mempengaruhi populasi

Gambar 12 Hubungan stadia pertumbuhan tanaman dengan populasi

Rotylenchulus dan Pratylenchus dan kejadian penyakit layu

tanaman nanas.

= Rotylenchulus = Pratylenchus = Kejadian penyakit layu

Kejadian penyakit layu meningkat pada stadia PC dan RC generatif, sehingga data terlihat fluktuatif (Gambar 12). Hal ini disebabkan bibit nanas yang ditanam mengandung virus, sehingga kejadian penyakit layu pada stadia PC cenderung rendah. Kejadian penyakit layu meningkat pada stadia RC, karena pendistribusian penyakit oleh kutu putih sebagai vektornya, sehingga memperluas serangan penyakit layu di pertanaman nanas.

Menurut Widyanto (2005), kejadian penyakit layu nanas lebih banyak ditemukan pada stadia RC (40,97%-52,24%) dibandingkan dengan tanaman stadia PC (14,75%-17,70%). Hal ini disebabkan pola budidaya pada tanaman RC tidak seintensif pada tanaman PC, terutama pengelolaan gulma dan sanitasi yang kurang baik.

Populasi Rotylenchulus meningkat dari stadia PC vegetatif hingga ke stadia RC generatif (Gambar 12). Stadia pertumbuhan tanaman berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus (Tabel Lampiran 1). Artinya, populasi Rotylenchulus paling tinggi dapat ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman generatif, baik tanaman PC maupun RC. Hal ini disebabkan Rotylenchulus bersifat endoparasit, yaitu akan menetap pada tanaman inang yang cocok bagi perkembangan hidupnya, sehingga besar potensinya dalam peningkatan jumlah Rotylenchulus.

0 50 100 150 200 250 PCV PCG RCV RCG

Stadia pertumbuhan tanaman

Rata-r ata jum lah ne matoda (e ko r) 0 20 40 60 80 100 Rat a-r at a kejad ian penyak it lay u (% )

Hubungan antara Rotylenchulus dengan kejadian penyakit layu adalah kejadian penyakit yang fluktuatif meningkatkan populasi Rotylenchulus di pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Ketika kejadian penyakit layu tinggi, maka populasi Rotylenchulus meningkat, yaitu pada stadia PC dan RC generatif (Gambar 12). Demikian juga halnya, ketika kejadian penyakit layu rendah, maka populasi Rotylenchulus menurun. Oleh karena itu, Rotylenchulus diduga berperan dalam menginduksi penyakit layu nanas. Rotylenchulus berpotensi memperparah kejadian penyakit layu, karena dapat menyebabkan kerusakan akar sekunder, sehingga perakaran nanas menjadi tidak berkembang, terutama ketika tanaman telah terinfeksi oleh Rotylenchulus terlebih dahulu (Sipes et al. 2002).

Populasi Pratylenchus relatif stabil di setiap stadia pertumbuhan tanaman (Gambar 12). Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap populasi

Pratylenchus (Tabel Lampiran 2). Hal ini dikarenakan populasi Pratylenchus

merata di setiap stadia pertumbuhan tanaman nanas.

Hubungan antara Pratylenchus dengan kejadian penyakit layu adalah kejadian penyakit layu yang fluktuatif tidak meningkatkan populasi Pratylenchus pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Ketika kejadian penyakit layu tinggi, maka populasi Pratylenchus rendah (Gambar 12). Sebaliknya, ketika kejadian penyakit layu rendah, maka populasi Pratylenchus tinggi. Oleh karena itu,

Dokumen terkait