• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STADIA PERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN POPULASI NEMATODA PARASIT DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STADIA PERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN POPULASI NEMATODA PARASIT DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA NANAS (Ananas comosus (L.) Merr."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STADIA PERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN

POPULASI NEMATODA PARASIT DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

GIASTI PUSTIKASARI

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

GIASTI PUSTIKASARI. Hubungan Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda Parasit dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas (Ananas

comosus (L.) Merr). Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Nanas merupakan tanaman hortikultura dunia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Salah satu patogen yang dapat menurunkan hasil hingga 40% adalah Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV) dengan vektornya kutu putih. Nematoda parasit diduga berperan dalam menginduksi penyakit layu pada nanas. Beberapa nematoda yang menyebabkan kerusakan antara lain

Pratylenchus, Meloidogyne, dan Rotylenchulus. Tujuan penelitian adalah

mempelajari peranan spesies nematoda dalam laju penyebaran dan perkembangan penyakit layu pada pertanaman nanas plant crop dan ratoon crop.

Penelitian dilaksanakan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Januari sampai Juni 2008. Pengamatan kejadian penyakit dilakukan pada tanaman nanas yang bergejala layu pada empat stadia tanaman, yaitu Plant Crop Vegetatif (PCV), Plant Crop Generatif (PCG), Ratoon Crop Vegetatif (RCV), dan Ratoon

crop Generatif (RCG). Pengambilan sampel akar dan tanah dilakukan pada 4

kebun yang berbeda, yaitu 3 tanaman sehat dan 3 tanaman sakit untuk masing-masing stadia tanaman. Parameter pengamatan adalah populasi Pratylenchus sp.dan Rotylenchulus sp. Metode ekstraksi nematoda yang digunakan adalah metode flotasi sentrifugasi untuk sampel tanah dan metode pengabutan untuk sampel akar. Penghitungan prevalensi keberadaan spesies Pratylenchus dilakukan terhadap 10 Pratylenchus betina dari sampel akar.

Pratylenchus dan Rotylenchulus merupakan nematoda parasit yang

dominan, baik pada tanaman sehat maupun sakit. P. brachyurus mempunyai prevalensi tertinggi pada semua stadia pertumbuhan tanaman. Stadia pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus di pertanaman nanas, dan jumlah Rotylenchulus yang paling tinggi berada pada stadia pertumbuhan tanaman generatif. Sebaliknya, stadia pertumbuhan tanaman sangat tidak berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus di pertanaman nanas, karena jumlah

Pratylenchus hampir merata (stabil) di setiap stadia pertumbuhan tanaman.

Interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman berpengaruh terhadap populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus. Kejadian penyakit layu saling berkaitan dengan populasi Rotylenchulus dan tidak berkaitan dengan populasi Pratylenchus.

(3)

HUBUNGAN STADIA PERTUMBUHAN TANAMAN DENGAN

POPULASI NEMATODA PARASIT DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

GIASTI PUSTIKASARI

A44104033

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(4)

Judul Skripsi : Hubungan Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda Parasit dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.)

Nama Mahasiswa : Giasti Pustikasari

NIM : A44104033

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Supramana, MSi Dr. Ir. Gede Suastika, MSc NIP. 131 871 366 NIP. 131 669 946

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 23 September 1986, dari Ayah bernama Suryana Purawisastra dan Ibu bernama Nora Rita Atika. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMU di SMUN 5 Bogor pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi METAMORFOSA 2005-2007. Pada tahun 2006 aktif dalam klub Entomologi Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Cimanglid, Kabupaten Subang, Jawa Barat (2007). Selain aktif dalam organisasi kampus, penulis juga pernah menjabat sebagai asisten praktikum Hama dan Penyakit Tanaman Setahun.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Hubungan Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda Parasit dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad saw.

Terima kasih kepada kedua orang tua penulis atas doa dan dukungan yang selalu menyertai. Terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc sebagai pembimbing tugas akhir yang telah bersedia memberikan saran dan bantuan yang bermanfaat bagi penulis, serta kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si yang telah membimbing penulis dalam pengolahan data skripsi.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA sebagai dosen penguji tamu yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama belajar di HPT.

Terima kasih kepada yang telah menyediakan tempat tinggal selama penulis berada di Subang, Bapak Endi, Bapak Kusnadi, Bapak Narli, dan petani Desa Bunihayu lainnya telah mempercayakan lahannya kepada penulis untuk digunakan sebagai tempat pengamatan dan pengambilan sampel. Penulis sampaikan terima kasih kepada Pak Gatot dan para laboran atas petunjuk dan bantuan yang diberikan selama penulis di laboratorium. Terima kasih untuk keluarga besar Subang, Aceu, Edna, Dwi, Dini, Rike, Diah dan Isma. Terima kasih kepada keluarga besar Fistokologi, Amanda, Fitri, Dimas, Zulfirman, Siti, dan Mathilda yang telah membantu penulis dalam persiapan seminar dan sidang, serta teman-teman HPT 41 lainnya dan DPT 42 atas semangat dan dukungannya.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, maka kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk penyempunaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Hipotesis Penelitian... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)... 3

Penyakit Layu Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV) ... 4

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas ... 5

Rotylenchulus sp... 5

Pratylenchus spp ... 6

Hirschmanniella sp... 7

Helicotylenchus sp... 8

Criconemoides sp ... 8

Interaksi antara nematoda parasit dengan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV)... 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 10

Pengamatan kejadian penyakit layu ... 10

Pengambilan sampel akar dan tanah... 10

Ekstraksi nematoda dari akar ... 11

Ekstraksi nematoda dari tanah ... 11

Pembuatan preparat semipermanen dan identifikasi ... 12

Penghitungan populasi nematoda... 12

Prevalensi Pratylenchus spp ... 13

Analisis Data... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Pengamatan... 14

(8)

Teknik Budidaya Nanas ... 14

Kejadian Penyakit Layu Nanas... 15

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas ... 17

Nematoda Parasit Lain pada Tanaman Nanas ... 22

Prevalensi Spesies Pratylenchus... 23

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas ... 26

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Kejadian Penyakit Layu Nanas Mealybug Wilt of Pineapple (MWP)... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 31

Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Persentase kejadian penyakit layu nanas pada

masing-masing stadia tanaman nanas ... 16

2 a) Tanaman PC sehat, b) PC sakit, c) Tanaman RC sehat, d) RC sakit ... 17

3 Pratylenchus... 4 Rotylenchulus ... 20

5 Hirschmanniella bagian ekor (mukro) dan kepala ... 22

6 Helicotylenchus pada posisi istirahat... 23

7 Criconemoides... 23

8 Pratylenchus brachyurus a) dewasa, b) ekor nematoda, c) kepala dan stilet ... 24

9 Pratylenchus coffeae a) dewasa, b) ekor, c) kepala ... 24

10 Prevalensi Spesies Pratylenchus pada pertanaman nanas ... 24

11 Akar yang terserang Pratylenchus dan Rotylenchulus a) akar belang, b) pada akar terdapat paket telur berlapis gelatin ... 25

12 a) Rata-rata kejadian penyakit layu, b) Rata-rata jumlah Rotylenchulus dan Pratylenchus ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Teks

Halaman

1 Populasi nematoda (per 5 g akar) di pertanaman nanas

Desa Bunihayu ... 21

2 Populasi nematoda (per 100 cm3tanah) di sekitar tanaman

nanas di pertanaman nanas Desa Bunihayu ... 21

3 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada stadia

tanaman ... 27

4 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada kondisi

tanaman ... 28

Lampiran

1 ANOVA populasi Rotylenchulus terhadap kebun, stadia, kondisi, dan interaksi antara stadia dengan kondisi tanaman

nanas ... 36

2 ANOVA populasi Pratylenchus terhadap kebun, stadia, kondisi, dan interaksi antara stadia dengan kondisi tanaman

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan tanaman hortikultura penting, setelah pisang dan mangga. Nanas banyak mengandung vitamin A, B, C, enzim bromealin dan sejumlah mineral seperti kalium, besi, magnesium dan kalsium. Enzim bromealin berfungsi untuk melunakkan daging, pencegah radang akibat penyumbatan saluran pembuluh darah, mengobati tumor, dan infeksi saluran pencernaan (Duke 1983 dalam Nainggolan 2006).

Sentra produksi nanas di Indonesia terdapat di tujuh provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Riau. Jawa Barat merupakan provinsi nomor satu produsen nanas di Indonesia sebesar 313.593 ton pada tahun 2005 (Deptan 2007).

Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi nanas adalah serangan hama dan penyakit. Penyakit nanas yang utama antara lain layu nanas, busuk akar oleh fungi, busuk bakteri, dan kerusakan akar oleh nematoda. Penyakit minor pada tanaman nanas antara lain bercak putih daun, antraknosa, dan bercak kuning. Intensitas penyakit diukur dari kejadian penyakit dan keparahan infeksi penyakit pada tanaman nanas.

Penyakit layu nanas merupakan penyakit pada tanaman nanas yang menjadi permasalahan serius bagi sentra produksi nanas di seluruh dunia (Sether & Hu 2002). Epidemik penyakit tersebut sangat kompleks karena melibatkan banyak interaksi antara kutu putih, semut, predator dan parasit kutu putih, virus, tanaman nanas, dan gulma Paspalum sp. (Rohrbach et al. 2003). Dalam perkembangan populasi kutu putih, semut berperan untuk melindungi kutu putih terhadap serangan parasit dan predator, serta memindahkan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya perkembangan jelaga oleh cendawan yang menyebabkan tingkat kematian kutu putih yang tinggi Munculnya gejala pada tanaman nanas disebabkan oleh aktivitas makan kutu putih sebagai vektor dari Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV) (CABI 2005).

(12)

Gejala awal penyakit layu nanas yang disebabkan oleh PMWaV dengan vektor kutu putih adalah warna daun yang berubah dari hijau menjadi kemerahan, akibat terhambatnya pertumbuhan akar. Ujung daun mengalami nekrotik seiring berkembangnya penyakit tersebut. Spesies kutu putih yang merupakan vektor dari PMWaV adalah Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera : Pseudococcidae) dan D. neobrevipes (Beardsley) (Hemiptera : Pseudococcidae) (CABI 2005).

Menurut NCFAP 2002, Rotylenchulus reniformis merupakan nematoda parasit utama yang merugikan di Hawaii. Kerusakan pada plant crop vegetatif mencapai 30 %, sedangkan pada ratoon crop generatif mencapai 60 %. Selain itu, layu nanas berinteraksi dengan spesies nematoda lainnya, yaitu Meloidogyne

javanica, M. incognita, Pratylenchus brachyurus, dan P. coffeae.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan spesies nematoda parasit dalam laju penyebaran dan perkembangan penyakit layu pada nanas dan untuk mengetahui hubungan antara stadia pertumbuhan tanaman dengan populasi nematoda parasit dan kejadian penyakit layu pada nanas di pertanaman nanas Desa Bunihayu.

Hipotesis Penelitian

Kejadian penyakit layu pada tanaman nanas dipengaruhi adanya peran nematoda parasit baik dalam akar maupun tanah, sehingga semakin tinggi populasi nematoda parasit maka semakin tinggi tingkat kejadian penyakit layu pada tanaman nanas di Desa Bunihayu.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah tersedianya informasi mengenai peran spesies nematoda dalam laju penyebaran penyakit layu nanas pada lahan pertanaman nanas milik petani di Desa Bunihayu.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)

Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan anggota famili Bromeliaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Tanaman nanas adalah tanaman monokotiledon tahunan yang tingginya berkisar antara 50-100 cm. Daun nanas sempit, runcing, dan panjangnya mencapai 100 cm, serta tersusun secara spiral melingkari batang yang tebal (Bartholomew et al. 2003). Buah nanas berbentuk oval, berwarna keemasan, dan beratnya mencapai 2,3 kg. Buah yang siap panen memiliki aroma yang khas (Samson 1986).

Tanaman nanas tumbuh pada suhu berkisar antara 21-35ºC. Nanas termasuk salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh di hampir setiap jenis tanah dan tumbuh dengan baik pada tanah yang asam pada pH 4,5-5,5 (Ploetz 2003). Tanaman nanas dibudidayakan secara vegetatif, karena relatif lebih cepat berbuah dibandingkan secara generatif. Bibit untuk pembiakan diperoleh dari mahkota (crown), tunas batang (shoot), tunas tangkai (hapas), tunas anakan (suckers), dan tunas dasar buah (slips) (Samson 1986).

Teknik budidaya nanas yang dilakukan ada dua, yaitu plant crop dan ratoon

crop. Plant crop (tanaman generasi pertama) merupakan tanaman baru yang

ditanam oleh petani. Ratoon crop (tanaman generasi kedua) merupakan tanaman yang sengaja dibiarkan tumbuh dan menghasilkan buah kembali setelah dipanen. Tanaman yang sudah panen dipangkas, sehingga muncul anakan baru (succer). Waktu panen tanaman ratoon crop lebih cepat dari tanaman plant crop, yaitu sekitar 13 bulan (Rohrbach et al. 2003).

Kultivar nanas yang paling banyak dibudidayakan adalah Smooth Cayenne, yang berasal dari Hawaii. Smooth Cayenne berbentuk silinder dan besar, buahnya berwarna kuning pucat hingga kuning, dan daun tidak berduri, serta sangat cocok untuk dijadikan buah kalengan dan diolah menjadi makanan lainnya (Rohrbach et

(14)

Penyakit Layu pada Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV)

Penyakit layu nanas merupakan penyakit yang ditemukan pada seluruh stadia pertumbuhan tanaman, sehingga penyakit layu nanas dapat menjadi sangat merugikan (Sether et al. 2001). Penyebab langsung dari penyakit layu nanas belum dapat ditentukan, akan tetapi dipastikan adanya peran virus. Pada tanaman yang terserang penyakit layu pada nanas, ditemukan populasi kutu putih (Rohrbach et al. 2003).

Penyakit layu menimbulkan gejala awal berupa daun yang berubah warna menjadi kemerahan. Selama penyakit layu berkembang, ujung daun tanaman berubah warna menjadi coklat dan layu. Umumnya, tanaman nanas yang terinfeksi penyakit layu mudah untuk dicabut (CTFD 1994). Pada tanaman nanas kultivar Smooth Cayenne, menunjukkan gejala daun memerah, ujung daun mati, dan vigor tanaman melemah (Nainggolan 2006).

Ditemukan dua spesies kutu putih yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di daerah-daerah sentra produksi nanas, yaitu Dysmicoccus brevipes dan D.

neobrevipes. Spesies ketiga ditemukan di Hawaii, yaitu Pseudococcus longispinus. Dalam perkembangan populasi kutu putih, semut berperan untuk

melindungi kutu putih terhadap serangan parasit dan predator, serta menggunakan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih. Jumlah kutu putih dan semut pada pertanaman nanas saling berkorelasi (CABI 2005). Ditemukan tiga spesies semut di daerah pertanaman nanas di Hawaii, yaitu Pheidola megacephala, Iridomyrmex

humills dan Solenopsis geminata (Batholomew et al. 2003).

D. brevipes merupakan kutu putih dari ordo Hemiptera, sub ordo

Stennorryhncha, famili Pseudococcidae, genus Dysmicoccus atau Pseudococcus.

D. brevipes berbentuk bulat memanjang dengan segmen yang jelas, berwarna

agak kehijauan, abu-abu atau kekuningan, dan tubuhnya lunak (Kalshoven 1981).

D. brevipes menyerang setiap bagian tanaman nanas, tetapi serangan kutu putih

pada bagian daun memberikan pengaruh yang paling buruk (Pracaya 1993 dalam Juarsa 2005).

PMWaV merupakan virus dari famili Closteroviridae, genus Closterovirus, dilihat dari asam nukleat dan karakteristik proteinnya (Meltzer et al. 2001 dalam

(15)

Hidayat 2006). PMWaV merupakan virus yang kompleks karena memiliki dua strain, yaitu PMWaV-1 dan PMWaV-2. Gejala layu akan muncul pada tanaman yang terinfeksi PMWaV-2 dan terdapat D. brevipes, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala, meskipun pada tanaman nanas terdapat D. brevipes (Sipes et al. 2002).

Dalam pengendalian PMWaV, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek epidemiologi, keragaman virus, dan distribusi. Distribusi PMWaV berada di seluruh dunia. Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan sanitasi lahan untuk mencegah perkembangbiakan D. brevipes pada gulma yang ada di sekitar pertanaman nanas. Selain itu, untuk mencegah tanaman nanas dari infeksi PMWaV dapat menggunakan bibit nanas dari kultur jaringan yang berasal dari mahkota dan aksilar (Sether et al. 2001).

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas

Nematoda merupakan salah satu patogen yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada tanaman nanas. Rotylenchulus reniformis dan

Meloidogyne javanica adalah nematoda utama pada tanaman nanas di Hawaii.

Produksi nanas dapat berkurang 60-74% oleh nematoda yang menginfeksi plant

crop (tanaman generasi pertama) dan 45% pada ratoon crop (tanaman generasi

kedua) (CABI 2005). Spesies lain yang dominan ditemukan pada pertanaman nanas antara lain Meloidogyne incognita dan Pratylenchus brachyurus menjadi masalah utama di Australia (Sipes et al. 2005).

Rotylenchulus sp.

Menurut Dropkin 1996, Rotylenchulus sp. termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Hoplolaimidae, sub famili Rotylenchilinae, genus Rotylenchulus, dan spesies

Rotylenchulus reniformis.

Nematoda betina pradewasa berbentuk cacing (vermiform) dan betina dewasa berbentuk seperti ginjal dengan vulva yang menonjol. Nematoda betina yang belum dewasa terdapat di dalam tanah dan hidup bebas. Rasio jumlah betina

(16)

dan jantan adalah 1:1. Hanya betina yang bersifat parasit dan menyerang tanaman nanas (CABI 2005).

Nematoda betina panjangnya 1-2 mm. Kepala nematoda betina berbentuk setengah bola, sedikit berlekuk atau tidak berlekuk. Nematoda betina memiliki kerangka kepala kuat dan stilet yang besar dibandingkan dengan nematoda jantan. Kelenjar esofagus tumpang tindih (overlap) dengan sedikit usus pada bagian dorsal. Vulva terletak pada pertengahan panjang tubuh. Anulasi sangat jelas, ekor berbentuk kerucut dengan anulasi sampai ke ujung ekor (Dropkin 1996).

Betina R. reniformis bersifat semiendoparasit sedenter yang jumlahnya sangat banyak di daerah tropik dan subtropik (Robinson et al. 1997 dalam Chen 2004). R. reniformis hidup dengan kepala berada di dalam akar dan ekor di luar akar. R. reniformis berkembang biak dengan kopulasi dan partogenesis. Betina memproduksi telur dalam paket yang dilapisi gelatin hingga 50 telur. Suhu optimum untuk perkembangbiakkannya adalah 28-30ºC (Sipes & Schmitt 1994).

Tanaman nanas yang terinfeksi oleh R. reniformis daunnya kemerahan, lebih lurus dibandingkan tanaman yang sehat, dan pertumbuhannya terhambat. Infeksi oleh R. reniformis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar sekunder dan rusaknya sistem perakaran tanaman nanas (Sipes et al. 2005).

R. reniformis bersifat polifag. Tanaman inangnya antara lain : kapas, teh,

kedelai, tomat dan nanas. R. reniformis merupakan nematoda penting yang menjadi permasalahan utama di Hawaii dan Filipina (Evans et al.1993).

Pratylenchus spp.

Pratylenchus spp. termasuk dalam ordo Tylenchida, super famili Tylenchoidea, famili Tylenchidae, sub famili Pratylenchinae, genus

Pratylenchus, dan spesies P. brachyurus dan P. coffeae (Dropkin 1996).

Panjang tubuh P. brachyurus adalah < 1 mm. Bentuk P. brachyurus mudah dikenali dari bibirnya yang mendatar (set off) dan terdiri dari dua anulasi, stiletnya panjang, dan spermateka yang kosong. Nematoda jantan sangat jarang ditemukan (Loof 1978 dalam Nickle 1991).

P. brachyurus bersifat kosmopolitan dengan kisaran inang yang luas (CABI

(17)

cacing (verniform) selama siklus hidupnya. Pratylenchus spp. menyebabkan kerusakan mekanik pada sel akar ketika bermigrasi antar sel akar. Umumnya,

Pratylenchus spp. menghuni akar, rizoma atau umbi, tetapi dapat meninggalkan

jaringan tanaman dan hidup beberapa lama di dalam tanah (Brodie et al. 1993

dalam Chen 2004).

P. coffeae memiliki anulasi yang sedang hingga halus. Vulvanya terletak di

bagian posterior tubuhnya, dengan gonad tunggal (Dropkin 1996). Bagian mulut

P. coffeae terdiri dari dua anulasi, spermateka berbentuk oval membulat dan

penuh dengan sperma, serta nematoda jantan umum ditemukan (Loof 1978 dalam Nickle 1991).

Tanaman inang utama P. coffeae adalah kopi. Tanaman lain yang menjadi inang bagi P. coffeae antara lain: pisang, mahogani, jeruk, apel, kentang, dan gulma (Loof 1978 dalam Nickle 1991).

Gejala yang ditimbulkan oleh P. brachyurus dan P. coffeae berupa lesio akar berwarna gelap pada bagian akar yang terinfeksi. Infeksi yang berat mengakibatkan pertumbuhan akar primer dan sekunder terhambat. Pertumbuhan daun berkurang karena vigor tanaman menurun. Daun menjadi kuning kemudian merah, akar kehilangan turgiditasnya, dan akhirnya layu. Namun, gejala tersebut dapat diakibatkan oleh kekurangan nutrisi dan defisiensi air (CABI 2005).

Hirschmanniella sp.

Hirschmanniella termasuk ke dalam ordo Tylenchida, super famili

Tylechoidea, famili Pratylenchidae, sub famili Pratylenchinae, dan genus

Hirschmanniella (Dropkin 1996).

Hirschmanniella memiliki tubuh yang langsing dan panjangnya berkisar

antara 0,9-4,2 mm. Bagian bibirnya rendah, mendatar dan pada beberapa jenis bagian tepinya membulat, serta tidak berlekuk terhadap tubuhnya.

Hirschmanniella memiliki stilet yang kuat dan panjang. Kelenjar esofagus dorsal

tumpang tindih (overlap) dengan usus bagian ventral. Ciri khas dari

Hirschmanniella adalah memiliki ekor yang meruncing atau konoid, di bagian

ujungnya terdapat tonjolan yang disebut mukro. Jenis kelamin terpisah antara nematoda jantan dan betina.

(18)

Hirschmanniella bersifat endoparasit berpindah yang mampu

mengakibatkan sel jaringan korteks mati dan menghancurkan dinding sel, sehingga terbentuk rongga-rongga besar. Akibatnya, pertumbuhan akar menjadi terhambat (Dropkin 1996).

Helicotylenchus sp.

Menurut Dropkin 1996, Helicotylenchus termasuk ke dalam ordo

Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Hoplolaimidae dan sub famili Rotylenchinae, dan genus Helicotylenchus.

Helicotylenchus memiliki panjang tubuh berkisar antara 0,5-1 mm. Panjang

tubuh jantan dan betina tidak berbeda jauh, yang membedakan adalah organ kelamin yang sekunder. Bagian bibir berbentuk setengah bola dan tidak berlekuk terhadap tubuh. Helicotylenchus memiliki stilet yang berkembang baik dan sebagian kelenjar esofagusnya membungkus bagian ujung anterior. Vulva terletak pada 60% tubuhnya. Helicotylenchus merupakan nematoda yang bersifat semiendoparasit, terkadang bersifat endoparasit (Dropkin 1996). Helicotylenchus disebut juga nematoda spiral karena pada saat istirahat nematoda ini akan berbentuk seperti spiral (CABI 2005).

Criconemoides sp.

Criconemoides termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina,

super famili Tylenchoidea, famili Criconematidae, sub famili Criconematinae, dan genus Criconemoides. Panjang tubuh berkisar antara 0,4-0,6 mm. Tubuhnya gemuk, silindris, sedikit meruncing pada bagian kepala dan ekor, serta stiletnya kuat dan panjang. Vulva terletak di bagian posterior tubuh dan memiliki gonad tunggal (Dropkin 1996).

Criconemoides bersifat ektoparasit, yaitu tubuh nematoda tidak masuk ke

sel akar ketika makan, sehingga ujung akar akan berhenti tumbuh dan terstimulasi untuk membentuk akar lateral (Sinaga 2003). Kerusakan pada akar yang ditimbulkan oleh Criconemoides, mempengaruhi seluruh fisiologi tanaman dan sel-sel kosong yang mati menyebabkan luka nekrotik (Dropkin 1996).

(19)

Betina memiliki panjang tubuh 0,2-1 mm. Bentuk tubuh nematoda jantan silindris dan pendek. Ujung anterior tubuhnya membulat, esofagusnya mengalami degenerasi, dan tidak memiliki stilet. Spikulanya pendek dan sedikit melengkung. Nematoda jantan tidak makan. Sebagian besar Criconemoides bersifat

partenogenetik. Criconemoides yang mati tubuhnya lurus atau sedikit melengkung. (Luc et al 1995).

Interaksi Antara Nematoda Parasit dengan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV)

Telah diketahui bahwa dalam terjadinya penyakit, nematoda bersinergis dengan patogen lainnya. Dalam hal ini, nematoda akan memfasilitasi lubang masuk patogen dalam jaringan inang dan membuat luka atau kerusakan pada inang pada waktu memarasit inangnya (Sinaga 2003).

PMWaV merupakan virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu PMWaV-1 dan PMWaV-2. Gejala infeksi PMWaV-2 akan muncul bila terdapat

D. brevipes pada tanaman yang terinfeksi, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak

menunjukkan gejala. Kedua strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes (Sether&Hu 2002). PMWaV-1 tidak berperan langsung dalam menginfeksi penyakit layu pada nanas, akan tetapi keberadaannya berkorelasi dengan menurunnya pertumbuhan dan produksi buah pada tanaman nanas stadia PC (Sipes et al. 2002).

Nematoda dan infeksi virus, masing-masing mempengaruhi profitabilitas dan pengelolaan lanjut lahan pertanaman nanas di Hawaii. Infeksi PMWaV-1 pada tanaman nanas stadia PC tidak mempengaruhi jumlah R.reniformis. Keberadaan PMWaV-1 pada tanaman yang telah terinfeksi tidak berperan dalam meningkatkan populasi R. reniformis di awal penanaman (Sipes et al. 2002).

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Januari sampai Juni 2008.

Pengamatan Kejadian Penyakit Layu Nanas

Pengamatan dilakukan pada empat stadia pertumbuhan tanaman nanas yang bergejala layu, yaitu plant crop vegetatif (PCV), plant crop generatif (PCG),

ratoon crop vegetatif (RCV), dan ratoon crop generatif (RCG). Pengamatan

dilakukan terhadap seluruh individu dalam tiap kebun, karena luas lahan dan jumlah tanaman tiap kebun sangat bervariasi. Seluruh individu diamati kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

n Keterangan :

KP = x 100 % KP = Kejadian Penyakit (%)

N n = Jumlah tanaman yang teriserang layu

nanas

N = Jumlah tanaman yang diamati

Pengambilan Sampel Akar dan Tanah

Pengambilan sampel akar dan tanah dilakukan pada tanaman nanas yang bergejala penyakit layu dan tanaman sehat. Sampel diambil pada stadia PCV, PCG, RCV, dan RCG. Pengambilan sampel akar dan tanah dilakukan pada 4 kebun yang berbeda, yaitu 3 tanaman sehat dan 3 tanaman sakit untuk masing-masing stadia tanaman (Cohran 1991).

Sampel akar diambil dengan cara mencabut tanaman nanas dari tanah, kemudian akarnya dipotong dengan menggunakan pisau. Akar dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label. Sampel tanah diambil dengan menggunakan bor tanah. Tanah yang diambil hingga kedalaman± 30 cm dan diulang sebanyak tiga kali untuk tiap sampel tanah yang diambil. Tanah yang sudah diambil, kemudian

(21)

dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label. Sampel akar dan tanah yang sudah dimasukkan ke dalam plastik, disimpan dalam coolbox agar tidak kering dan diletakkan pada tempat yang teduh. Untuk menjaga suhu sampel akar dan tanah, maka dimasukkan bongkahan es batu ke dalam coolbox. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk diekstraksi.

Ekstraksi Nematoda dari Akar

Sampel akar yang didapat dari lapang dibersihkan dari tanah yang menempel dengan air mengalir. Kemudian, akar dipotong-potong sepanjang ± 1 cm, diambil sebanyak 5 g dan diletakkan pada saringan kasar yang ditumpuk di atas corong plastik. Saringan kasar yang ditumpuk dengan corong plastik diletakkan pada gelas plastik, kemudian diletakkan di dalam mist chamber selama 7 hari. Air yang didapatkan dalam gelas penampung, diambil dan disaring dengan menggunakan saringan 500 mesh. Penyaringan dilakukan dua hari sekali selama 7 hari pengabutan, sehingga diperoleh suspensi nematoda yang disimpan dalam botol koleksi untuk diamati (Hutagalung 1988).

Ekstraksi Nematoda dari Tanah

Metode sentrifugasi digunakan untuk memperoleh suspensi nematoda dari ekstraksi tanah. Sampel tanah dari tiap stadia tanaman diambil sebanyak 200 cm³ dan dimasukkan ke dalam ember plastik A. Kemudian tambahkan air 800 ml, diaduk rata dan didiamkan selama 20-40 detik agar tanah mengendap dan nematoda melayang dalam air. Air dari ember A dituangkan ke dalam ember B dengan menggunakan saringan biasa untuk menyaring kotoran yang terbawa. Air dalam ember B dituangkan di atas saringan bertumpuk, yaitu saringan 20 mesh untuk bagian atasnya dan saringan 400 mesh untuk bagian bawahnya, dengan posisi saringan miring 30°. Partikel tanah dan nematoda yang tertinggal di saringan 400 mesh dituang ke dalam tabung sentrifuse dengan cara menyemprotkan air dari belakang saringan. Suspensi yang diperoleh kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan dalam tabung dibuang, sedangkan endapannya disuspensikan dalam larutan gula 50%. Suspensi endapan tersebut disentrifugasi kembali dengan kecepatan 1700 rpm

(22)

selama 1 menit. Supernatan yang diperoleh lalu disaring dengan saringan 500 mesh, dan dibilas dengan air yang mengalir sehingga diperoleh suspensi nematoda dimasukkan ke dalam botol film untuk diamati dan diidentifikasi (Hutagalung 1988).

Pembuatan Preparat Nematoda Semipermanen dan Identifikasi

Pemancingan dilakukan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam penghitungan populasi nematoda. Preparat semipermanen dibuat dengan cara membuat lingkaran parafin di atas gelas objek dan ditetesi dengan medium laktofenol. Nematoda yang berhasil dikait, diletakkan ke dalam medium, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Panaskan di atas api hingga parafin mencair.

Setelah dingin, pada tepi gelas penutup dilapisi dengan cat kuku bening agar tidak mudah bergeser. Nematoda diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologinya menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100-400 kali. Identifikasi nematoda berpedoman pada buku Plant Nematodes: a Pictorial Key to Genera (May et al. 1996).

Penghitungan Populasi Nematoda

Penghitungan nematoda dilakukan dengan mengambil 1 ml suspensi dan dituangkan pada cawan sirakus, lalu dihitung langsung di bawah mikroskop stereo. Nematoda yang dihitung adalah nematoda parasit. Penghitungan diulangi tiga kali dari tiap sampel yang diamati, kemudian dihitung rata-ratanya dan dikonversi ke jumlah total nematoda dalam 200 cm3.

Untuk penghitungan rata-rata jumlah nematoda per sampel digunakan rumus berikut :

Χ = Χ1 +Χ2 +Χ3 Keterangan :

3 Χ = Rata-rata jumlah nematoda tiap sampel

Χ1 = Jumlah nematoda pada ulangan 1

Χ2 = Jumlah nematoda pada ulangan 2

(23)

Prevalensi Spesies Pratylenchus

Betina Pratylenchus spp. adalah nematoda yang mendominasi akar tanaman nanas. Oleh karena itu, dilakukan sampling terhadap sampel akar yang telah diekstraksi, untuk mengetahui spesies Pratylenchus yang dominan pada akar tanaman nanas di Desa Bunihayu. Jumlah pengambilan Pratylenchus tiap sampel yang diamati adalah sebanyak 10 kali.

Prevalensi spesies Pratylenchus pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah spesies Pratylenchus

Prevalensi spesies Pratylenchus = x100%

Jumlah sampel

Analisis Data

Data yang diperoleh disusun menggunakan perangkat lunak Microsoft

Excel. Data dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dan diolah

dengan menggunakan Statistical Analytic Software (SAS) V 6.12, serta dilakukan uji lanjutan dengan Uji Duncan pada taraf 5 %.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Pengamatan

Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra produksi nanas di Jawa Barat. Luas Desa Bunihayu adalah 808,145 ha, yang terdiri dari tanah sawah 106,4 ha, tanah kering 152,186 ha, tanah perkebunan 105,043 ha, dan fasilitas umum 3 ha. Tipologi Desa Bunihayu adalah desa sekitar hutan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Curug Agung, Desa Jalan Cagak di sebelah Selatan, Desa Sagalaherang di sebelah Barat, dan Desa Tambakan di sebelah Timur (Yasin 2006).

Desa Bunihayu terletak pada ketinggian 500-1000 m dpl, jenis tanah aluvial, dan kemiringan tanah < 10%. Tanah di Desa Bunihayu memiliki pH tanah berkisar antara 5,5-7. Suhu rata-rata harian 21-27ºC dan kelembaban 70-80% (Anonim 2008). Curah hujan di Desa Bunihayu adalah 3241 mm/tahun. Jumlah bulan basah 5 bulan dengan curah hujan > 200 mm, dan jumlah bulan kering 7 bulan, dengan curah hujan < 100 mm (Deptan 2005).

Sektor pertanian Desa Bunihayu terdiri dari tanaman pangan, tanaman obat, dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan diantaranya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar, sedangkan obat yang dibudidayakan adalah jahe dan kunyit. Tanaman hortikultura yang dibudidayakan adalah jeruk, alpukat, mangga, rambutan, manggis, salak, durian, dan pisang. Komoditas utama Desa Bunihayu adalah nanas varietas Smooth

Cayenne, dengan luas lahan 25 ha. Menurut Deptan 2005, lima kecamatan sentra

produksi nanas di Subang, yaitu Sagalaherang, Jalan Cagak, Cisalak, Tanjungsiang dan Cijambe. Luas areal total budidaya nanas adalah 3.523 ha dengan produksi 123.067,5 ton /tahun (Yasin 2006).

Teknik Budidaya Nanas

Plant crop (tanaman generasi pertama) adalah istilah yang digunakan untuk

tanaman nanas yang pertama kali ditanam dan belum pernah berbuah. Pertanaman nanas yang sudah lama dibongkar terlebih dahulu untuk dilakukan pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang. Ratoon crop (tanaman generasi kedua dan

(25)

seterusnya) adalah istilah yang digunakan untuk tanaman nanas yang sengaja dibiarkan tumbuh dan menghasilkan buah kembali. Tanaman nanas dipangkas dan dibiarkan beberapa lama agar tumbuh anakan atau tunas baru (sucker dan slip). Tunas yang muncul dari tanaman nanas yang sudah dipangkas disebut sucker, sedangkan tunas yang tumbuh bersama dengan batang tanaman disebut slip.

Umumnya, plant crop vegetatif ditanam pada bulan Mei dan Juni, sedangkan plant crop generatif ditanam sejak bulan Januari hingga Februari. Umur tanaman dan jumlah anakan ratoon crop vegetatif dan generatif tidak dapat ditentukan secara pasti, karena pengelolaan dan pencatatan yang kurang baik dari petani di Desa Bunihayu.

Tanaman nanas dibudidayakan secara vegetatif dengan menggunakan anakan dari tanaman nanas sebelumnya. Bibit diperoleh dari batang dan mahkota bunga yang dipotong dan dibelah. Ada perbedaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksi buahnya, antara anakan (slip), tunas batang (sucker), dan mahkota (crown). Bibit yang berasal dari mahkota akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan buah dibandingkan tanaman nanas yang berasal dari slip, karena ukurannya yang kecil. Batang harus segera dipanen setelah pembungaan atau setelah buah dipanen (CABI 2005).

Nanas ditanam di tanah dengan satu baris satu tanaman (single row), satu baris dua tanaman ataupun zig zag. Sebagian besar petani di Jalan Cagak menggunakan sistem zig zag dan penanaman dilakukan tanpa membuat guludan terlebih dahulu. Buah nanas harus dipanen setelah tua atau matang pohon. Kualitas nanas yang terbaik didapat ketika buah matang di tanaman. Nanas yang dipanen awal tidak akan menjadi lebih manis, karena tidak memiliki kandungan gula (Ploetz 2003).

Kejadian Penyakit Layu Nanas

Hasil pengamatan kejadian penyakit layu dari 4 stadia pertumbuhan tanaman nanas pada 4 kebun yang berbeda adalah seperti yang terlihat pada (Gambar 1).

(26)

Gambar 1 Persentase kejadian penyakit layu nanas pada masing-masing stadia pertumbuhan tanaman nanas.

Berdasarkan (Gambar 1) dapat dilihat bahwa, kejadian penyakit layu meningkat dari PC ke RC generatif. Hal ini disebabkan tanaman stadia RC generatif di Desa Bunihayu sudah berumur lebih dari dua tahun, sehingga semakin memperbesar kejadian penyakit layu di daerah tersebut.

Secara keseluruhan, peningkatan kejadian penyakit layu terjadi dari stadia

plant crop (PC) ke ratoon crop (RC). Penyebab utama tingginya kejadian

penyakit pada stadia RC generatif di Desa Bunihayu adalah karena tanaman stadia RC yang diusahakan oleh petani sudah berumur lebih dari dua tahun, sehingga semakin memperbesar persentase kejadian penyakit layu nanas di daerah tersebut. Pada stadia PC dan RC generatif, tanaman berada dalam masa pembentukan buah, sehingga nutrisinya berkurang akibatnya tanaman mudah terserang oleh penyakit layu.

Tanaman PC yang terinfeksi penyakit layu memiliki penampakan yang sangat berbeda dengan tanaman yang sehat (Gambar 2a). Tanaman sakit memiliki daun berwarna kuning hingga kemerahan, ujung daun nekrotik, dan tanaman menjadi layu (Gambar 2b). Pada tanaman RC yang sehat, buah nanas berukuran lebih besar dibandingkan dengan buah pada tanaman sakit (Gambar 2c). Tanaman RC sakit buahnya lebih kecil dan daunnya berwarna kuning (Gambar 2d). Gejala yang muncul akibat infeksi penyakit layu adalah pertumbuhan akar terhambat,

0 10 20 30 40 50 Rata-rata kejadian penyakit layu (%) PCV PCG RCV RCG

(27)

daun berwarna kemerahan, ujung daun nekrotik dan pertumbuhan tanaman terhambat (Barotto et al. 1998).

2a 2b

2c 2d

Gambar 2 a) Tanaman PC sehat, b) tanaman PC yang terinfeksi penyakit layu, c) tanaman RC sehat, d) tanaman RC sakit.

Nematoda Parasit Utama pada Tanaman Nanas

Nematoda parasit yang ditemukan dari hasil ekstraksi akar dan tanah yaitu

Pratylenchus, Helicotylenchus, Rotylenchulus, Hirschmanniella, dan Criconemoides (Tabel 1 dan Tabel 2). Pada sampel akar, Pratylenchus adalah

nematoda yang dominan pada sampel akar. Populasi Pratylenchus merata di setiap pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman sehat maupun tanaman sakit. Pada sampel tanah, nematoda yang paling tinggi populasinya pada semua stadia tanaman adalah Rotylenchulus.

Populasi Pratylenchus lebih tinggi pada tanaman yang sehat dibandingkan pada tanaman yang sakit (Tabel 1). Hal ini disebabkan Pratylenchus adalah nematoda endoparasit migrator yang terus bergerak di dalam akar. Setelah akar tanaman mengalami kerusakan berat dan tidak cocok lagi untuk perkembangannya, maka Pratylenchus akan pindah mencari tanaman baru yang

(28)

sesuai bagi perkembangan hidupnya (Dropkin 1996). Oleh karena itu,

Pratylenchus banyak ditemukan pada tanaman PC yang sehat dibandingkan

tanaman yang sakit. Populasi Pratylenchus meningkat sampai fase tanaman PC generatif dan mengalami penurunan saat memasuki stadia RC (Siregar 2007).

Pratylenchus tidak berperan dalam induksi penyakit layu pada tanaman

nanas. Tingginya populasi Pratylenchus tidak berkaitan dengan induksi gejala penyakit layu nanas, karena populasinya lebih tinggi pada tanaman yang tidak bergejala atau sehat (Sulu 2007).

Selain itu, tanaman nanas Smooth Cayenne merupakan kultivar nanas yang paling cocok bagi perkembangan Pratylenchus (Swibawa 2001). Faktor lingkungan juga menjadi pendukung tingginya populasi Pratylenchus. Suhu optimum berkisar antara 25-30°C dan tanah yang berpasir sangat cocok untuk perkembangan Pratylenchus. Tanah yang memiliki kandungan pasir yang tinggi akan mempermudah pergerakan Pratylenchus di dalam tanah (Olowe & Corbett 1976). Kabupaten Subang memiliki suhu rata-rata berkisar antara 21-27°C dan jenis tanah di Kecamatan Jalan Cagak adalah tanah yang berpasir (Deptan 2005).

Pratylenchus mudah dikenali dari ciri khasnya, yaitu kepala datar (set-off),

stilet pendek yang jelas, dan kerangka kepala yang kuat. Pada bagian ventral terdapat kelenjar esophagus yang tumpang tindih (overlap) dengan usus (Gambar 3).

Gambar 3 Pratylenchus

Infeksi yang berat oleh Pratylenchus mengakibatkan pertumbuhan akar primer dan sekunder terhambat. Pertumbuhan daun berkurang karena vigor tanaman menurun. Daun menjadi kuning kemudian merah, akar kehilangan

(29)

turgiditasnya, dan akhirnya layu. Namun, gejala tersebut dapat diakibatkan oleh kekurangan nutrisi dan defisiensi air (CABI 2005). Populasi Pratylenchus 100-300 nematoda per tanaman dapat menyebabkan kerusakan akar hingga 31,72% dan dapat mengurangi bobot basah tanaman hingga tiga kali lipat (Swibawa 2001).

Ada lebih dari 100 spesies nematoda yang berasosiasi dengan sistem perakaran tanaman nanas, tetapi hanya ada empat spesies yang paling sering ditemukan yaitu Meloidogyne javanica, M. incognita, R. reniformis dan P.

brachyurus (Sipes et al. 2005).

Berdasarkan (Tabel 2) dapat dilihat bahwa, Rotylenchulus adalah nematoda parasit dominan yang ditemukan pada sampel tanah di setiap stadia pertumbuhan tanaman, baik tanaman yang sehat maupun sakit. Populasi Rotylenchulus cenderung fluktuatif, karena pada stadia PC jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada stadia RC, baik pada tanaman yang sehat maupun tanaman yang sakit. Oleh karena itu, Rotylenchulus berperan dalam induksi penyakit layu pada nanas. Hal ini disebabkan tingginya jumlah Rotylenchulus pada pertanaman nanas.

Rotylenchulus berpotensi untuk meningkatkan keparahan penyakit layu, karena

dapat mengakibatkan kerusakan akar sekunder, sehingga tanaman menjadi tidak tegak dan daun kemerahan (Sipes et al. 2005).

Rotylenchulus merupakan nematoda yang bersifat parasit obligat. Ketika

tanaman inangnya mati, Rotylenchulus juga akan mati. Selain itu, Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sedenter, yang artinya nematoda tersebut akan menetap di dalam tanah ketika telah menemukan inangnya, sehingga keberadaanya berpengaruh terhadap fisiologis tanaman (Dropkin 1996). Oleh karena itu, keberadaan Rotylenchulus dapat ditemukan di setiap stadia pertumbuhan tanaman, terutama pada tanaman nanas yang sehat.

Selain itu, populasi Rotylenchulus yang tinggi didukung oleh faktor lingkungan. Suhu optimum perkembangan Rotylenchulus berkisar antara 25-29°C, dengan pH optimumnya berkisar antara 4,8-5,2. Kabupaten Subang memiliki suhu rata-rata tahunan berkisar antara 21-27°C, dengan pH tanah rata-rata 5,5-7 (Deptan 2005). Oleh karena itu, populasi Rotylenchulus di lokasi pengamatan

(30)

tinggi, karena didukung oleh faktor lingkungan yang optimum bagi perkembangan

Rotylenchulus.

Rotylenchulus memiliki bibir yang tidak set-off , kepala membulat sampai

kerucut dan ekornya meruncing (Gambar 4).

Gambar 4 Rotylenchulus (400 x)

Rotylenchulus betina menginfeksi akar, sedangkan juvenil dan jantan hidup

bebas di dalam tanah. Umumnya, hanya kepala dan sebagian tubuh saja yang masuk ke dalam akar, sedangkan sebagian tubuh lainnya hingga ekor berada di luar (Dropkin 1996).

(31)

Tabel 1 Populasi nematoda (per 5 g akar) di pertanaman nanas Desa Bunihayu. Sehat Sakit Spesies nematoda PCV PCG RCV RCG Rata-rata PCV PCG RCV RCG Rata-rata Pratylenchus 58 a 40 a 41 a 59 a 50 a 10 a 10 a 23 a 22 a 16 a Hirschmanniella 0 b 0 b 3 b 0 b 1 b 0 b 0 b 9 b 0 b 2 b *Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

Tabel 2 Populasi nematoda (per 100 cm3tanah) di sekitar tanaman nanas di pertanaman nanas Desa Bunihayu.

Spesies nematoda Sehat Rata-rata Sakit Rata-rata

PCV PCG RCV RCG PCV PCG RCV RCG Pratylenchus 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a Hirschmanniella 0 a 2 a 2 a 2 a 2 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a Rotylenchulus 121 b 94 b 167 b 333 b 179 b 22 b 90 b 133 b 113 b 90 b Helicotylenchus 21 a 6 a 2 a 4 a 8 a 5 a 11 a 6 a 9 a 8 a Criconemoides 2 a 15 a 16 a 5 a 10 a 0 a 3 a 4 a 6 a 3 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

(32)

Nematoda Parasit Lain pada Tanaman Nanas

Selain Pratylenchus, nematoda parasit lainnya yang ditemukan pada sampel akar adalah Hirschmanniella. Populasi Hirschmanniella lebih rendah jika dibandingkan dengan populasi Pratylenchus, dan Hirschmanniella tidak

ditemukan di setiap stadia pertumbuhan tanaman. Hirschmanniella hanya ditemukan pada stadia tanaman PC generatif dan RC vegetatif.

Hirschmanniella dengan populasi yang tinggi akan menimbulkan kerusakan

tanaman. Hal ini dikarenakan Hirschmanniella bersifat endoparasit berpindah yang mampu mengakibatkan sel jaringan korteks mati dan menghancurkan dinding sel, sehingga terbentuk rongga-rongga besar. Akibatnya, pertumbuhan akar menjadi terhambat (Dropkin 1996). Selain itu, Hirschmanniella juga ditemukan pada sampel tanah, meskipun populasinya sangat rendah, yaitu pada stadia tanaman PC generatif dan RC, baik vegetatif maupun generatif.

Ciri khas dari Hirschmanniella adalah memiliki ekor yang meruncing atau konoid, di bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut mukro. Jenis kelamin terpisah antara nematoda jantan dan betina, kecuali sifat kelaminnya yang sekunder (Gambar 5).

Gambar 5 Hirschmanniella bagian ekor (mukro) dan kepala (200 x).

Helicotylenchus adalah nematoda yang bersifat ektoparasit, tetapi beberapa

spesies dapat bersifat endoparasit. Dari hasil pengamatan, populasi

Helicotylenchus hanya ditemukan pada sampel tanah. Bentuk istirahat Helicotylenchus yang berbentuk G atau spiral adalah ciri khasnya (Gambar 6).

(33)

Gambar 6 Helicotylenchus pada posisi istirahat (200 x)

Pada sampel tanah, di setiap stadia pertumbuhan tanaman banyak ditemukan

Criconemoides yang merupakan nematoda kosmopolit yang sangat mudah

ditemukan di tanah. Ciri khas dari Criconemoides adalah bertubuh gemuk, ujung anterior membulat dan bagian posterior membulat sampai kerucut, anulasinya kasar, stilet kuat dengan basal knob yang jelas (Gambar 7). Criconemoides tidak termasuk ke dalam nematoda parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman nanas.

Gambar 7 Criconemoides (400 x)

Prevalensi Spesies Pratylenchus

Ada dua spesies Pratylenchus yang ditemukan pada tiap stadia tanaman di pertanaman nanas Desa Bunihayu, Kabupaten Subang, yaitu Pratylenchus

(34)

8a 8b 8c

Gambar 8 Pratylenchus brachyurus a) dewasa (100 x), b) ekor membulat dan

vulva (400 x), c) kepala set-off dan stilet (400 x).

9a 9b 9c

Gambar 9 Pratylenchus coffeae a) dewasa (200 x), b) ekor mendatar dan vulva

(400 x), c) kepala dan stilet (400 x).

Gambar 10 Prevalensi spesies P. brachyurus dan P. coffeae = P. brachyurus = P. coffeae 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Frekuensi keberadaan spesies Pratylenchus (%) PCV PCG RCV RCG

Stadia pertumbuhan tanaman Prevalensi

spesies

Pratylenchus

(%)

(35)

Prevalensi P. brachyurus sangat tinggi dibandingkan dengan P. coffeae (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa, P .brachyurus adalah spesies

Pratylenchus yang mendominasi perakaran tanaman nanas di pertanaman nanas

Desa Bunihayu. P. brachyurus merupakan nematoda kosmopolit, salah satu inangnya adalah tanaman nanas (CABI 2005).

Populasi P. coffeae tidak tinggi, karena tanaman nanas bukan merupakan inang utama dari P. coffeae. Tanaman inang utama P. coffeae adalah kopi. Tanaman lain yang menjadi inang bagi P. coffeae antara lain: pisang, mahogani, jeruk, apel, kentang, dan gulma (Loof 1978 dalam Nickle 1991).

Pratylenchus dan Rotylenchulus merupakan nematoda yang hidup di dalam

akar. Gejala yang ditimbulkan oleh Pratylenchus dan Rotylenchulus dapat terlihat dengan jelas dari akar bagian luarnya, seperti pada (Gambar 11). Dapat terlihat bahwa bagain akar tanaman nanas yang terserang oleh Pratylenchus mengalami lesio berwarna hitam, sedangkan bagian yang sehat berwarna coklat. Oleh karena itu, terlihat belang pada akar (Gambar 11a).

Rotylenchulus menghasilkan paket telur yang dilapisi oleh gelatin yang

menempel akar dan terlihat seperti gumpalan tanah (Gambar 11b). Pada akar yang terserang oleh Pratylenchus dan Rotylenchulus, dapat terlihat bahwa akar kering, serabut akar sedikit, hingga akhirnya akar mati.

11a 11b

Gambar 11 Akar yang terserang Pratylenchus dan Rotylenchulus a) akar belang hitam akibat serangan Pratylenchus, b) pada akar terdapat paket telur

(36)

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Populasi Nematoda dan Kejadian Penyakit Layu pada Nanas

Rotylenchulus dan Pratylenchus adalah nematoda paling dominan yang

ditemukan pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Pengaruh stadia pertumbuhan tanaman terhadap populasi Rotylenchulus dapat dilihat pada (Tabel Lampiran 1).

Stadia pertumbuhan tanaman nanas sangat berpengaruh terhadap jumlah

Rotylenchulus di pertanaman nanas. Pada (Tabel 2) ditunjukkan bahwa, jumlah Rotylenchulus paling tinggi berada pada tanaman generatif. Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sedenter, tanaman stadia awal yang

terserang Rotylenchulus, maka populasinya meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman ke stadia berikutnya.

Kondisi tanaman nanas berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus. Populasi Rotylenchulus pada tanaman yang sehat lebih tinggi daripada tanaman yang sakit (Tabel 2). Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat parasit obligat, apabila tanaman inangnya mati, maka Rotylenchulus akan mati. Oleh karena itu,

Rotylenchulus lebih banyak ditemukan pada tanaman yang sehat.

Interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus Populasi Rotylenchulus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman.

Pengaruh stadia pertumbuhan tanaman terhadap populasi Pratylenchus dapat dilihat pada (Tabel Lampiran 2). Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus di perakaran tanaman nanas.

Pratylenchus hampir dapat ditemukan pada setiap stadia pertumbuhan tanaman

dengan jumlah yang relatif stabil (Tabel 1). Populasi Pratylenchus paling tinggi berada pada stadia pertumbuhan tanaman PC vegetatif. Populasi Pratylenchus meningkat sampai fase tanaman PC generatif dan mengalami penurunan ketika tanaman memasuki stadia RC (Siregar 2007).

Kondisi tanaman sangat berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus. Populasi Pratylenchus paling tinggi berada pada tanaman yang sehat (Tabel 2).

(37)

Pratylenchus merupakan nematoda nematoda endoparasit berpindah. Setelah akar

tanaman mengalami kerusakan berat dan tidak cocok lagi bagi perkembangan hidupnya, maka Pratylenchus akan pindah mencari tanaman baru yang sesuai bagi perkembangan hidupnya (Dropkin 1996).

Interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman tidak berpengaruh terhadap jumlah Pratylenchus. Populasi Pratylenhus relatif stabil di setiap stadia pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Populasi Pratylenchus sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan interaksi antara stadia pertumbuhan tanaman dengan kondisi tanaman.

Tabel 3 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada setiap stadia pertumbuhan tanaman.

Stadia Populasi Pratylenchus Populasi Rotylenchulus

PCV 32 a 83 b

PCG 25 a 89 b

RCV 29 a 166 ab

RCG 44 a 256 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap populasi

Pratylenchus di perakaran tanaman nanas (Tabel 3). Hal ini menunjukkan

populasi Pratylenchus yang relatif stabil, diduga karena dinamika populasi yang selalu berubah. Menurut Sipes et al. 2005, populasi awal Pratylenchus rendah pada tanaman yang ditanam saat musim kering. Namun, populasi Pratylenchus akan meningkat dengan cepat dalam tiga bulan, apabila tanaman ditanam saat musim hujan.

Pengaruh stadia tanaman terhadap populasi Rotylenchulus dapat dilihat pada (Tabel 3). Populasi Rotylenchulus lebih tinggi pada stadia RC generatif dibandingkan pada stadia PC vegetatif. Hal ini dikarenakan Rotylenchulus bersifat semiendoparasit, yang artinya nematoda tersebut akan menetap di akar ketika telah menemukan inangnya (Dropkin 1996). Oleh karena itu, populasinya cenderung meningkat pada stadia pertumbuhan tanaman berikutnya. Menurut

(38)

Widyanto (2005), RC adalah stadia tanaman yang paling banyak terinfeksi oleh penyakit layu nanas.

Tabel 4 Populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus pada setiap kondisi tanaman. Kondisi Populasi Pratylenchus Populasi Rotylenchulus

Sehat 47 a 183 a

Sakit 18 b 113 a

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Populasi Pratylenchus dipengaruhi oleh kondisi tanaman, sedangkan populasi Rotylenchulus tidak dipengaruhi oleh kondisi tanaman (Tabel 4).

Pratylenchus merupakan nematoda endoparasit berpindah yang cenderung

mengikuti pertumbuhan akar tanaman. Pada tanaman yang baru ditanam, populasi

Pratylechus lebih banyak daripada pada tanaman sakit dan sudah berumur cukup

lama. Setelah akar mengalami kerusakan yang berat dan tidak cocok lagi bagi perkembangannya, maka Pratylenchus akan mencari akar tanaman yang baru (Dropkin 1996).

Rotylenchulus hidup lebih lama dalam satu tanaman dibandingkan

dengan Pratylenchus, karena Rotylenchulus bersifat semiendoparasit sehingga membutuhkan waktu beberapa lama untuk tiap siklus hidupnya. Nematoda betina menginfeksi akar, sedangkan juvenil dan nematoda jantan hidup bebas di dalam tanah. Oleh karena itu, populasi Rotylenchulus tidak terpengaruh oleh kondisi tanaman. Rotylenchulus akan mati jika tanaman inangnya mati.

Hubungan Antara Stadia Pertumbuhan Tanaman dengan Kejadian Penyakit Layu Mealybug Wilt of Pineapple (MWP)

Stadia pertumbuhan tanaman cenderung mempengaruhi populasi

(39)

Gambar 12 Hubungan stadia pertumbuhan tanaman dengan populasi

Rotylenchulus dan Pratylenchus dan kejadian penyakit layu

tanaman nanas.

= Rotylenchulus = Pratylenchus = Kejadian penyakit layu

Kejadian penyakit layu meningkat pada stadia PC dan RC generatif, sehingga data terlihat fluktuatif (Gambar 12). Hal ini disebabkan bibit nanas yang ditanam mengandung virus, sehingga kejadian penyakit layu pada stadia PC cenderung rendah. Kejadian penyakit layu meningkat pada stadia RC, karena pendistribusian penyakit oleh kutu putih sebagai vektornya, sehingga memperluas serangan penyakit layu di pertanaman nanas.

Menurut Widyanto (2005), kejadian penyakit layu nanas lebih banyak ditemukan pada stadia RC (40,97%-52,24%) dibandingkan dengan tanaman stadia PC (14,75%-17,70%). Hal ini disebabkan pola budidaya pada tanaman RC tidak seintensif pada tanaman PC, terutama pengelolaan gulma dan sanitasi yang kurang baik.

Populasi Rotylenchulus meningkat dari stadia PC vegetatif hingga ke stadia RC generatif (Gambar 12). Stadia pertumbuhan tanaman berpengaruh terhadap jumlah Rotylenchulus (Tabel Lampiran 1). Artinya, populasi Rotylenchulus paling tinggi dapat ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman generatif, baik tanaman PC maupun RC. Hal ini disebabkan Rotylenchulus bersifat endoparasit, yaitu akan menetap pada tanaman inang yang cocok bagi perkembangan hidupnya, sehingga besar potensinya dalam peningkatan jumlah Rotylenchulus.

0 50 100 150 200 250 PCV PCG RCV RCG

Stadia pertumbuhan tanaman

Rata-r ata jum lah ne matoda (e ko r) 0 20 40 60 80 100 Rat a-r at a kejad ian penyak it lay u (% )

(40)

Hubungan antara Rotylenchulus dengan kejadian penyakit layu adalah kejadian penyakit yang fluktuatif meningkatkan populasi Rotylenchulus di pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Ketika kejadian penyakit layu tinggi, maka populasi Rotylenchulus meningkat, yaitu pada stadia PC dan RC generatif (Gambar 12). Demikian juga halnya, ketika kejadian penyakit layu rendah, maka populasi Rotylenchulus menurun. Oleh karena itu, Rotylenchulus diduga berperan dalam menginduksi penyakit layu nanas. Rotylenchulus berpotensi memperparah kejadian penyakit layu, karena dapat menyebabkan kerusakan akar sekunder, sehingga perakaran nanas menjadi tidak berkembang, terutama ketika tanaman telah terinfeksi oleh Rotylenchulus terlebih dahulu (Sipes et al. 2002).

Populasi Pratylenchus relatif stabil di setiap stadia pertumbuhan tanaman (Gambar 12). Stadia pertumbuhan tanaman tidak berpengaruh terhadap populasi

Pratylenchus (Tabel Lampiran 2). Hal ini dikarenakan populasi Pratylenchus

merata di setiap stadia pertumbuhan tanaman nanas.

Hubungan antara Pratylenchus dengan kejadian penyakit layu adalah kejadian penyakit layu yang fluktuatif tidak meningkatkan populasi Pratylenchus pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu. Ketika kejadian penyakit layu tinggi, maka populasi Pratylenchus rendah (Gambar 12). Sebaliknya, ketika kejadian penyakit layu rendah, maka populasi Pratylenchus tinggi. Oleh karena itu,

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nematoda yang paling dominan pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat adalah Pratylenchus pada sampel akar dan Rotylenchulus pada sampel tanah. Spesies Pratylenchus yang ditemukan adalah P. brachyurus dan P. coffeae. Spesies Pratylenchus yang dominan adalah Pratylenchus brachyurus.

Populasi Rotylenchulus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi kesehatan tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Populasi Pratylenchus sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan tanaman, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan interaksi keduanya.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui interaksi

Rotylenchulus dalam menginduksi penyakit layu nanas. Selain itu, perlu dilakukan

penelitian untuk melihat pengaruh populasi Pratylenchus dan Rotylenchulus terhadap faktor-faktor luar yang didukung dengan faktor lingkungan seperti suhu, pH tanah, dan cuaca.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Kecamatan Jalan Cagak http//www.subang.go.id/pdf/kec.%20jalancagak.pdf. 25 Mei 2008.

Barroto EG, Mayra C, Justo G, Carlos B. 1998. First Report of a

Closterovirus-like Particle Associated with Pineapple Mealybug Wilt in Cuba. Plant

Disease 82:263.

Batholomew DP, Paull RE and Rohrbach KG. 2003. The Pineapple: Botany,

Production and Uses. University of Hawaii at Minoa Honolulu USA. CABI

Publishing.

[CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2005. Crop Protection Compendium. Wallingford: CAB International.

Cohran WG. 1991. Teknik Penarikan Sampel. Rudiansyah, Erwin r. Osman, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Sampling Techniques.

[CTFD] Compendium of Tropical Fruit Disease. 1994. Ploetz RC, Zentmyer KG, Nishijima WT, Rohrbach KG, Ohr HD, Editor. APS Press.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Profil Nanas Kabupaten Subang. http://www.deptan.go.id/ditbuah/Komoditas/Sentra/Kab_subang.htm. 25 Mei 2008.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Hasil Lokasi Produksi Nanas Nasional. http://database.deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_lok.asp. 25 Mei 2008.

Dropkin HV. 1996. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Ed ke-2. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology Ed ke-2.

Evans K, Trudgill DL, Webster JM. 1993. Extraction, Identification, and Control pf Plant Parasitic Nematodes dalam Plant Parasitic Nematodesin Temperate

Agriculture. CAB International.

Hidayat D. 2006. Respon lima varietas nanas terhadap infeksi Pineapple

Mealybug Wilt-associated Virus melalui vektor Dysmicoccus brevipes

(Cockerell) (Hemiptera : Pseudococcidae). [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hutagalung L. 1988. Teknik Ekstraksi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit

(43)

Juarsa AK. 2005. Pola penyebaran penyakit layu dan kutu putih pada perkebunan nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) PT Great Giant Pineapple Company Lampung. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crop in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen

van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Loof PAA. 1991. The Family Pratylenchidae. Di dalam : William RN, editor.

Manual of Agricultural Nematology. New York : Marcel Dekker. hlm

363-397.

Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and

Tropical Agricultural. London. CABI Institute of Parasitology.

Manzanilla-Lopez RH, Kenneth E, John B. 2004. Plant Disease Caused by Nematodes. Di dalam : Zhongxiao Chen, Senyu C, Donald WD, editor.

Nematology Advances and Perspectives : Nematode Management and Utilization. Edisi ke-2. China : CABI Publishing. hlm 637-703.

May WF, Mullin PG, Lyon HH, Loefflerk. 1996. Plant Parasitic Nematodes: A

Pictorial Key to Genera. London: Cornell University Press.

Nainggolan LM. 2006. Penularan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus melalui Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera : Pseudococcidae). [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[NCFAP] National Center for Food and Agricultural Policy. 2002. Plant Biotechnology : Current and Potential Impact For Improving Pest Management In U.S. Agriculture An Analysis of 40 Case Studies. http://www.ncfap.org. 25 Mei 2008.

Olowe T, Corbett DCM. 1976. Aspect of the biology of Pratylenchus brachyurus and P. zeae. Nematologica 22: 202 – 211.

Ploetz Randy C, editor. 2003. Diseases of Tropical Fruit Crops. USA: University of Florida, IFAS, Tropical Research and Education Center Home Stead, Florida.

Rohrbach KG, Johnson MW. 2003. Pest, Disease and Weeds dalam The

Pineapple: Botany, Production and Uses. CAB International.

(44)

Sether DM and Hu JS. 2002. Closterovirus Infection and Mealybug Exposure are

Necessary for Development of Mealybug Wilt Pineapple Disease.

Phytopathology. 92 : 928-935.

Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Buston JL, Hu JS. 2001. Differentiation, Distribution and Elimination of Two

Pineapple Mealybug Wilt-associated Viruses Found in Pineapple. Plant

Disease 85(8 : 856-864).

Sinaga MS. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Siregar BA. 2007. Peranan fitonematoda dalam menginduksi penyakit layu nanas (Ananas comosus L. Merr) : studi kasus di PT Great Giant Pineapple Company Lampung. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sipes BS, Caswell-Chen EP, Saraj JL, Apt WJ. 2005. Nematode parasite of pineapple dalam Plant Parasitic Nematode in Subtropic and Tropical

Agriculture, 2nd Ed. CAB International.

Sipes BS, Schmitt DP. 1994. Population fluctuation of Rotylenchulus reniformis and its effects on pineapple yield. Plant Disease 78 : 895-898.

Sipes BS, Sether DM and Hu JS. 2002. Interaction Between Rotylenchulus

reniformis and Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus-1 in Pineapple.

Plant Disease 86 : 933-938.

Sulu TD. 2007. Peranan fitonematoda dalam menginduksi penyakit layu nanas (Ananas comosus L. Merr) : studi kasus di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Swibawa GI, Amaliah I, Aeny TN. 2001. Pengaruh infestasi nematoda

Pratylenchus terhadap pertumbuhan tanaman nanas (Ananas comosus (L)

Merr). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 2001 : 1 No. 1.

Widyanto H. 2005. Pola penyebaran penyakit layu dan kutu putih pada perkebunan nanas (Ananas comosus L. Merr) rakyat di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yasin AF. 2006. Pendataan Profil Desa. Subang : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Subang.

(45)
(46)

Lampiran 1 ANOVA populasi Rotylenchulus terhadap kebun, stadia, kondisi, dan interaksi antara stadia dengan kondisi tanaman nanas.

Populasi Rotylenchulus Sumber DB KT F-hitung P Kebun 3 69730,5 1,97 0,1 Stadia 3 15824,2 4,47 0,0058 Kondisi 1 115509,3 3,26 0,1 Stadia*Kondisi 3 25234,4 0,71 0,5

*Angka-angka tersebut diperoleh setelah ditransformasi (log (x+1))

Lampiran 2 ANOVA populasi Pratylenchus terhadap kebun, stadia, kondisi, dan interaksi antara stadia dengan kondisi tanaman nanas.

Populasi Pratylenchus Sumber DB KT F-hitung P Kebun 3 3429,3 2,4 0,1 Stadia 3 1659,6 1,16 0,3 Kondisi 1 19608,3 13,7 0,0004 Stadia*Kondisi 3 1007,2 0,71 0,6

Gambar

Gambar 1   Persentase kejadian penyakit layu nanas pada masing-masing stadia pertumbuhan tanaman nanas.
Gambar 2   a) Tanaman PC sehat, b) tanaman PC yang terinfeksi penyakit layu,        c) tanaman RC sehat, d) tanaman RC sakit.
Gambar 3 Pratylenchus
Gambar 4 Rotylenchulus (400 x)
+7

Referensi

Dokumen terkait

apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional dan karakter anak.. Perkembangan zaman termasuk perkembangan dan kemajuan

Hasil pendataan Sensus Pertanian 2013 ini diperoleh data bahwa di Kabupaten Banggai Kepulauan, tidak terdapat usaha pertanian yang dikelola oleh perusahaan

aktif, cuti, lulus, keluar/DO. Melaksanakan administrasi KRS, ujian MID/UAS, KHS,usulan KKN/KKU, seminar skripsi, pendadaran,transkrip, dan usulan peserta

Berdasarkan hasil non tes siklus I yang diperoleh melalui deskripsi perilaku, catatan harian guru, catatan harian peserta didik, wawancara, dan dokumen foto, diketahui bahwa

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018 di kawasan perairan Pantai Indah Kapuk Jakarta. Ada dua tahap penelitian yaitu penelitian insitu, dan penelitian

Untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama antara penggunaan media cetak dengan media audio visual terhadap prestasi belajar Al- Qur’an Hadits.. di MTs

(2) Berdasarkan RPD Satker bersangkutan, KPPN atau Unit Eselon I perlu meneliti lebih lanjut terhadap kegiatan-kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan pada