• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA: ANALISIS KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID DALAM BUKU MENDIDIK ANAK BERSAMA NABI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA: ANALISIS KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID DALAM BUKU MENDIDIK ANAK BERSAMA NABI."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Oleh :

LILI IDAWATI NIM. D01212027

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TERBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

vi

ABSTRAK

Lili Idawati, Konsep Pendidikan Karakter Anak Dalam Keluarga (Analisis Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi). Skripsi, Surabaya: Program Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015. Yahya Aziz, M.Pd.

Pendidikan merupakan aset besar dalam pembangunan umat, ikut menentukan kualitas “kepribadian muslim peradaban” manusia. Berbicara mengenai masalah pendidikan, tidak terlepas dari eksistensi keluarga, Keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana dia mendapat pengaruh dari orang-orang berada disekitarnya

Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, era globalisasi saat ini merupakan tantangan besar bagi orang tua dalam upaya mendidik anak. Orang tua sebagai pemilik anak yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan utama. Karena orang tua mempunyai kedudukan penting dalam membentuk karakter anak. Maka hal yang perlu ditinjau ulang terlebih dulu adalah bagaimana pendidikan yang telah dilakukan oleh orang tua. Peran orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus mampu memberikan metode atau strategi dan aspek pembinaan pendidikan karakter secara Islami, yang sesuai dengan perkembangan anak-anaknya. Oleh sebab itu dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis ialah mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang peran

orang tua, aspek-aspek pembinaan pendidikan karakter anak dalam keluarga karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak

Bersama Nabi. Penelitian ini merupakan penelitian library research, yaitu kajian literatur melalui riset kepustakaan dengan menggunakan data kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis dan pedagogis. Teknik pengumpulan data penulisannya melalui dokumentasi terhadap data primer maupun data sekunder. Kemudian data yang sudah terkumpul dianalisis sehigga dapat ditarik kesimpulan yang diinginkan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran pendidikan karakter yang dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pendidikan islam yang lebih komperhensif, selain itu hasil penelitian ini belum bisa dikatakan final, maka dari itu diharapkan terdapat penelitian lebih lanjut yang mengkaji ulang hasil penelitian ini.

(6)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

MOTTO... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 11

(7)

xii

F. Tinjauan Pustaka ... 14

G.Metode Penelitian... 16

H.Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidikan Karakter ... 21

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 22

2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter... 30

3. Pembentukan Karakter... 36

B. Kajian Tentang Anak... 39

1. Pengertian Anak ... 39

2. Fase Perkembangan Anak ... 42

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Anak ... 48

C. Kajian Tentang Keluarga ... 51

1. Pengertian Keluarga ... 51

2. Peranan dan Fungsi Kelurga ... 54

BAB III GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA A. Gambarana Umum tentang Objek Penelitian... 57

1. Biografi Penulis ... 57

(8)

xiii

3. Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga dalam Buku

Mendidik Anak bersama Nabi ... 60

B. Analisis Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (dalam buku Mendidik

Anak bersama Nabi) ... ... 61

1. Peran Keluarga ... ... 63

2. Aspek-Aspek Pembinaan Karakter Anak ... ... 87

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 124

B. Saran ... ... 126

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani terdiri dari kata “pais

artinya anak dan “again” berarti membimbing.1 Pendidikan merupakan

bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak

didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup

dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian

pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dalam

anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani.2

Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat

mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan

pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip

dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan

salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan

pribadinya agar hidup dengan disiplin”.3

1

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.69

2

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1998), h,l1

3

(10)

Berbicara mengenai pendidikan memang tidak pernah ada habisnya.

Saat ini pendidikan banyak dihadapkan berbagai masalah yang dinamik, dan

merupakan isu yang selalu muncul (recurrent issues). Di negara-negara maju

maupun yang sedang berkembang, pendidikan diselenggarakan untuk

menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan

pembangunan dan pasaran kerja. Di samping itu lebih ideal lagi untuk

mencerdaskan bangsa dalam rangka mengangkat derajat dan martabat

mereka sebagai manusia. Dengan demikian berarti pendidikan merupakan

aset besar dalam pembangunan umat, ikut menentukan kualitas “kepribadian muslim peradaban” manusia, termasuk “hitam putihnya” dinamika ekonomi,

politik, ekologi, sosial budaya, dan masalah-masalah hidup dan kehidupan

manusia.4

Masalah pendidikan, tidak terlepas dari eksistensi keluarga. Keluarga

mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan

masyarakat Islam maupun non Islam, baik dalam pendidikan formal maupun

non formal. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang

pertama dimana dia mendapat pengaruh dari orang-orang berada disekitarnya.

Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, era globalisasi saat ini

merupakan tantangan besar bagi orang tua dalam upaya mendidik anak.

Teknologi yang semakin canggih dan akses informasi yang semakin mudah

4

(11)

sedikit banyak mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Akibatnya,

fenomena di masyarakat kita saat ini terhiasi dengan kian maraknya tawuran

antar pelajar, perilaku remaja yang menyimpang, seks bebas dan masih

banyak lagi kejadian yang jauh dari nilai-nilai karakter Islami. Orang tua pun

banyak mengeluh atas kenakalan anak-anak mereka yang sukar dikendalikan,

keras kepala, tidak mau menurut perintah orang tua, sering berkelahi, tidak

mau belajar, merusak milik orang lain, merampok, menipu dan suka

berbohong serta kerendahan moral lainnya.5 Jika kondisi ini dibiarkan,

kasus-kasus seperti ini nampaknya akan terus meluas seiring perkembangan

kemajuan zaman. Dan jika hal ini terus berlanjut maka anak sebagai generasi

Islam tidak mempunyai dasar karakter yang kuat dalam menghadapi

tantangan zaman.

Dalam kondisi ini banyak orang tua yang kurang menyadari apa

penyebab dari tingkah laku anak mereka. Orang tua lebih melempar

tanggungjawab pembinaan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah. Padahal

penanaman karakter pada diri anak bukan hanya tanggung jawab guru di

sekolah, artinya tidak harus melalui jalur pendidikan formal. Namun orang

tua sebagai pemilik anak yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang

sangat besar dan utama dalam hal ini. Maka hal yang perlu ditinjau ulang

terlebih dulu adalah bagaimana pendidikan yang telah dilakukan oleh orang

5

(12)

tua. Banyak kasus kenakalan yang dilakukan oleh anak lebih banyak

disebabkan karena kondisi orang tua sendiri, seperti kurangnya kasih sayang

dan perhatian orang tua, kurangnya pendidikan yang diberikan kepada anak di

rumah, kondisi keluarga yang tidak harmonis dan lain sebagainya.

Berbagai kejadian dan fenomena yang terjadi, semakin membuka

mata kita bahwa diperlukan obat yang mujarab dan ampuh, untuk bisa

menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka mengindikasikan perlu adanya

kesadaran dan pengembangan pendidikan karakter yang tidak sekedar

keintelektualan, tetapi juga menjangkau wilayah kepribadian/karakter sesuai

dengan ajaran islam. Berbagai macam upaya strategi dan pengembangan

untuk pendidikan karakter saat ini yang dilaksanakan di lembaga formal oleh

pemerintah, akan tetapi dalam upayanya masih belum menjadi pendongkrak

perubahan karakter anak bangsa yang baik. Kemuliaan seseorang terletak

pada karakternya. Karena dengan karakter yang baik membuat seseorang

tahan dan tabah dalam menghadapi cobaan dan dapat menjalani hidup dengan

sempurna. Kestabilan hidup tergantung pada karakter. Karakter membuat

individu menjadi matang, bertanggung jawab dan produktif. Kata kunci

dalam memecahkan persoalan diatas terletak pada upaya penanaman dan

pembinaan karakter sejak usia dini yang dilakukan oleh lingkungan keluarga.

Di keluarga inilah manusia mulai mengenyam pendidikan, keluarga

(13)

mereka dalam anggota keluarga terutama ayah dan ibunya. Anak merupakan

amanat dari Allah. Amanat tersebut harus ditunaikan dengan memeliharanya

secara serius, karena nantinya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Tentang hal ini Al-Qur'an menjelaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6 yaitu:















































Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.6

Sabda Nabi yang berbunyi

6

(14)

َةَراَم ُع ُنْبُدِعَس اَنَ ثدَح ٍشايَع ُنْب يِلَع اَنَ ثَدَح يِقْشَمِّدلا ِدِلَوْلا ُنْب ُساَبَعلْا اَنَ ثَدَح

ىلَص ه ِلْوُسَر ْنَع ُثِّدَُُ ِكِلاَم َنْب َسَنَأ ُتْعََِ ِناَمْع نلا ُنْب ُثِراَحا ِنَرَ بْخَأ

)هجام نبا( .ْمُهَ بَدَأ اوُنِسْحَأَو ْمُكَدَاْوَأ اْوُمِرْكَآ َلاَق َملَسَو ِهْيلَع ه

Artinya:

Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang baik. (H.R. Ibnu Majah)7

Ayat dan hadits di atas menunjukkan dua perintah, yaitu memelihara

dan mendidik. Memelihara anak agar terjaga dari sengatan api neraka dan

mendidik anak dengan didikan yang sebaik-baiknya, dan yang memiliki

tanggungjawab ini adalah orang tua. Sesuai dengan pernyataan tersebut,

Ahmad Tafsir menyatakan bahwa yang bertindak sebagai pendidik dalam

rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak serta semua orang yang merasa

bertanggungjawab terhadap perkembangan anak itu.8

Para pakar ilmu sosial memandang keluarga sebagai salah satu mata

rantai kehidupan yang paling essensial dalam sejarah perjalanan hidup anak

manusia. Keluarga sebagai pranata sosial pertama dan utama, tidak dibantah

7

Abdullah Muhammad bin Zaid Al-Qozwaini, Sunan Ibnu Majjah Juz 2, (Beirut: Darr al-fikr, 1995), h. 395

8

(15)

lagi mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai

kehidupan yang dibutuhkan oleh anak-anak yang tengah mencari makna

kehidupannya.9 Oleh karena itu, Islam menawarkan metode-metode yang

banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih

sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula

pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai

interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan

membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta

menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Mendidik anak memerlukan kesungguhan. Karena dalam hal pendidikan, ini

merupakan hal yang fundamental dan wajib bagi setiap orang tua muslim.

Pendidikan di dalam keluarga memiliki makna usaha sadar yang

dilakukan oleh orang tua untuk membantu mengembangkan kepribadian dan

kemampuan anak menjadi individu mandiri. Pendidikan keluarga juga

merupakan bentuk pendidikan di luar sekolah yang besar pengaruhnya

terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Dan pendidikan keluarga yang

maksimal, memiliki kecenderungan untuk meningkatkan minat siswa dalam

9

(16)

belajar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula terhadap karakter

anak10

Seorang anak akan menjadi baik ataukah justru menjadi beban

dalam masyarakat, sebagian besar merupakan refleksi dari pendidikan yang

didapatkannya dalam keluarga karena perkembangan sikap sosial pada anak

terbentuk mulai di dalam keluarga. Orang tua yang penyayang, lemah lembut,

adil dan bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan

pada anak. Ia akan terlihat ramah, gembira dan segera akrab dengan orang

lain karena ia merasa diterima dan disayangi oleh orang tuanya, maka akan

bertumbuh padanya rasa percaya diri dan percaya terhadap lingkunganya, hal

yang menunjang terbentuknya pribadinya yang menyenangkan dan suka

bergaul.11

Pada proses pendidikan yang telah berjalan selama ini menemui

berbagai kendala, terutama dalam hal kurangnya penerapan metode maupun

pemahaman aspek-aspek yang tepat khususnya dalam pola pendidikan

karakter anak yang bertujuan untuk membentuk kepribadian muslim. Oleh

karena itu, peran orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus mampu

memberikan metode atau strategi dan aspek materi pendidikan karakter yang

sesuai dengan perkembangan anak-anaknya.

10

Lilis Nurteti, Pedagogik, Pengantar Teori dan Analisis, (Ciamis: IAID, 2010), h.221

11

(17)

Melihat hal tersebut, bagaimana metode dalam menanamkan

pendidikan karakter sesungguhnya sudah dibawa oleh para Rasul Allah.

Pendidikan karakter merupakan misi utama para rasul diutus Allah di muka

bumi. Dan Islam hadir sebagai gerakan untuk menyempurnakan karakter.

Islam menegaskan bahwa pendidikan yang baik adalah hak anak atas orang

tua dan pendidikan yang baik yang dimaksud Islam adalah pendidikan yang

sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan tujuan-tujuannya dalam membentuk

kepribadian muslim yang berserah diri secara total kepada Tuhannya dengan

tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw..

Selama ini kita lebih banyak mengadopsi ajaran-ajaran maupun

pemikiran barat untuk kita gunakan sebagai pedoman hidup kita. Padahal kita

mempunyai sosok manusia yang diciptakan Allah SWT. sebagai sosok

teladan yang wajib kita ikuti. Rasulullah saw sebagai utusan Allah

mempunyai tugas untuk menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Allah

SWT berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21:





































(18)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” 12

Maka dari itu, kita perlu menggali lebih dalam bagaimana metode

dan panduan Rasulullah dalam hal mendidik anak, karena sesungguhnya

setiap apa yang Rasulullah ucapkan, lakukan dan ajarkan adalah sebagai

solusi dalam setiap problem yang kita temui di kehidupan kita saat ini.

Berangkat dari pernyataan di atas, penulis tertarik dan mengangkat

karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, seorang tokoh islam pada masa

sekarang yang mempunyai pemikiran mendalam dan sekaligus pemerhati

pendidikan islam, terutama pendidikan anak dalam keluarga. Beliau

memberikan kontribusi kepada orang tua agar memberikan pendidikan

karakter pada anak ynag sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Beliau

memaparkan secara mendalam dan luas mengenai konsep pendidikan anak

yang diajarkan Rasulullah SAW dalam kitab karangannya “Manhaj at

Tarbiyah an Nabawiyah lith Thifl” yang telah diterjemahkan dalam Bahasa

Indonesia dan diterbitkan dengan judul “Mendidik anak bersama Nabi”.

Dengan kemasan yang sederhana namun berisi lengkap, buku ini

menjadi mudah dalam mempelajarinya. Merasa tertarik untuk mengkaji lebih

dalam dan menganalisa buku tersebut, maka penulis menjadikannya sebagai

tema penelitian dengan judul penelitian ”KONSEP PENDIDIKAN

12

(19)

KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA (Analisis Karya Muhammad

Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik anak bersama Nabi)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di

atas maka ada beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian penulis

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa makna pendidikan karakter dalam buku Mendidik Anak Bersama

Nabikarya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid?

2. Bagaimana konsep pendidikan karakter anak dalam buku Mendidik

Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan makna pendidikan karakter

dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul

Hafizh Suwaid.

2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan lebih dalam tentang peran orang

tua, dan aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan karakter anak, Karya

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak

Bersama Nabi.

(20)

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui dan

menambah kazanah keilmuan kita tentang konsep pendidikan karakter

anak dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur

Abdul Hafizh Suwaid.

2. Secara praktis, bagi pembaca, orang tua, lembaga dan masyarakat pada

umumnya, penelitian ini dapat di jadikan acuan atau literatur untuk

mengajarkan dan mengamalkan bahwa banyak pelajaran yang dapat

diambil sehingga pengembangan pendidikan islam semakin meningkat

dan menambah hazanah pengetahuan pendidikan islam secara kaffah.

3. Secara empiris, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau

masukan bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya yang

berhubungan dengan pendidikan keluarga.

E. Definisi Operasional

Konsep : Istilah konsep berasal dari bahasa Inggris concept

yang secara etimologi berarti ide, atau prinsip

yang dihubungkan atau berhubungan dengan

sesuatu atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan sebagai rancangan, ide, atau pengertian.13

Dalam kamus tersebut konsep secara epistemologi

13

(21)

diartikan sebagai sebuah ide atau pengertian yang

diabstrasikan dari peristiwa konkret.14

Pendidikan : Seluruh aktifitas atau upaya sadar yang dilakukan

oleh pendidik kepada terdidik terhadap semua

aspek perkembangan kepribadian, baik asmani

atau ruhani, secara formal atau nonformal yang

berjalan terus menerus untuk mencapai kebaagiaan

dan nilai yang tinggi (baik nilai insaniyah atau

illahiyah).15

Karakter : Nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang

melalui pendidikan dan pengalaman yang menjadi

nilai intrinsik yang melandasi sikap dan

perilakunya.16

Anak : Secara terminologi anak adalah orang yang lahir

dalam rahim ibu, baik laki-laki, perempuan

maupun khunsa, sebagai hasil dari persetubuhan

antara dua lawan jenis. Secara status, seorang anak

14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.588

15

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Arruz Media, 2013), h. 26

16

(22)

adalah hasil pernikahan yang sah antara suami

istri, karena pernikahan adalah satu-satunya

tanggungjawab terhadap keturunan, baik ditinjau

dari segi nafkah yang wajib, bimbingan,

pendidikan maupun warisan.17

Keluarga : Suatu institusi masyarakat terkecil yang terdiri

dari ayah ibu dan anak, yang didalamnya terjalin

hubungan interaksi yang sangat erat.18 Keluarga,

juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit

terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan

proses pergaulan hidup. Keluarga merupakan

kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri

sebagai manusia sosial di dalam hubungan

interaksi dengan kelompoknya.19

Analisis : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,

perbuatan, dan lain sebagainya) untuk mengetahui

17

Mohammad Fauzil Adhim, Mendidik Anak Hingga Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h.12

18

Ibid., h,. 43

19

(23)

keadaan yang sebenarnya (sebab-sebab, duduk

perkara, dan sebagainya).20

F. Tinjauan Pustaka

Siti roychana nadziroh, dengan judul skripsi “Peran pendidikan

keluarga dalam pembentukan karakter displin ibadah anak pada keluarga TNI

Angkatan Laut (Studi Kasus di Rumdis Bhumi Marinir Karang Pilang

Surabaya)” skripsi ini membahas bagaimana peran pendidikan keluarga

menurut konsepsi Islam yang di implementasikan kedalam format pendidikan

keluarga TNI yang dapat membentuk dan membangun karakter disiplin pada

anak usia sekolah dasar untuk `berdisiplin waktu dan giat beribadah.

Sohabatul Munawarah dengan judul skripsi “Pola Pembentukan

Karakter Anak Melalui Pendidikan Ramah Anak Dalam Perspektif

Pendidikan Agama Islam. Kesimpulan skripsi ini penerapan konsep

pendidikan ramah anak baik secara umum dalam Pendidikan Islam meskipun

terdapat perbedaan dalam landasannya dimana dalam perspektif pendidikan

agama Islam berlandaskan pada al-Quran dan Hadis sedangkan konsep secara

umum berlandaskan pada UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,

namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk karakter anak

20

(24)

yang berkarakter positif (berakhlakul karimah) dengan pendekatan kasih

sayang dan berbasis humanistic

Rodiyah, Cholifah. 2011. Judul Skripsi. Pendidikan Karakter Dalam

Perspektif Pemikiran Ki Hajar Dewantara. . Ki Hajar Dewantara

menyatahkan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi

pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan

masyarakatnya

Dari uraian kajian kepustakaan diatas penulis dapat memberikan

simpulan bahwa masih belum ada penelitian yang mengkaji tentang “Konsep

pendidikan karakter anak dalam keluarga (analisis karya Muhammad Nur

Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi)”.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data dan

informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam

kepustakaan.

Adapun pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis

dan pedagogis. Dengan filosofis ini, pemecahan masalah diselidiki secara

rasional melalui penalaran yang terarah. Hal ini karena penelitian ini

(25)

pada upaya memformulasikan ide pemikiran melalui langkah-langkah

penafsiran terhadap teks.

Sedangkan maksud dari pendekatan pedagogis disini yaitu mencoba

menjelaskan lebih rinci konsep yang ada dengan menggunakan teori

pendidikan yakni menganalisis lebih dalam materi dan metode pendidikan

karakter anak dalam Islam

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan

teknik dokumenter atau dalam istilah Lexy J. Moeloeng adalah sumber

tertulis. Dengan cara mengumpulkan data melalui karya tulis seperti buku,

jurnal, surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Melalui dokumentasi ini,

diharapkan dapat menemukan teori-teori yang dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan yang berkenaan dengan konsep pendidikan karakter anak

dalam keluarga.

3. Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan

sekunder. Sumber primer adalah semua bahan-bahan informasi dari tangan

(26)

atau peristiwa tertentu, yang artinya sumber yang diperoleh dari data asli atau

pokok. Sumber primer dalam penelitian ini adalah yaitu buku Mendidik Anak

Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Sedangkan

sumber sekunder adalah data informasi yang kedua atau informasi yang

secara tidak langsung mempunyai wewenang dan tanggungjawab terhadap

informasi yang ada padanya. 21

Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang akan digunakan

adalah :

a. Islamic Parenting karya Fauzi Rachman

b. Pendidikan Anak Menurut Islam karya Abdullah Nasikh Ulwan

c. Metode Rasulullah Dalam Mendidik karya Yendri Junaidi

d. Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial karya

Masnur Muslich

e. Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia karya Nasih Ulwan Abdullah

f. Sofyan Sori karya Kesalehan Anak Terdidik

g. Wendi Zarman karya Mendidik Anak Cara Raulullah: itu Mudah & Lebih

Efektif

h. Dian andayani & Abdul majid karya Pedidikan karakter dalam

perspektif Islam

21

(27)

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi

pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan

menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang

dipilih. Oleh karena itu penelitian ini bersifat kualitatif. Jadi ada beberapa

metode analisa data yang dapat digunakan untuk menganalisa data-data yang

ada, diantaranya:

a. Metode deduktif

Metode deduktifadalah cara berpikir dengan menggunakan analisis

yang berpijak dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum

kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus.22 Dalam

penelitian ini, metode deduktif digunakan untuk memperoleh gambaran

secara detail mengenai pemikiran dari Muammad Nur Abdul Hafizh Suwaid.

b. Metode induktif

Metode induktif yaitu cara berpikir yang berpijak dari fakta-fakta

yang bersifat khusus, kemudian diteliti dan akhirnya ditemui pemecahan

persoalan yang bersifat umum.23 Dalam penelitian ini, metode induktif

22

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), cet. Ke-4, h.20

23

(28)

digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh terhadap pemikiran

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dari beberapa sumber buku yang ada.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka penulis menyusun

skripsi ini menjadi empat bab, yang secara sistematis adalah sebagai berikut

Bab satu bagian Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Hal ini dimaksudkan

sebagai kerangka awal dalam mengantarkan isi pembahasan kepada bagian

selanjutnya.

Bab kedua bagian Kajian Teori, dimaksudkan untuk memberikan

pra-wacana sebelum masuk dalam pembahasan utama. Yakni sub bahasan

yang akan disajikan adalah seputar konsep pendidikan karakter anak dalam

keluarga yang meliputi Pengertian konsep pendidikan karakter, pengertian

anak dan keluarga.

Bab ketiga bagian Pembahasan meliputi penyajian data dan analisis

data, yakni: membahas pemaparan riwayat hidup Muhammad Nur Abdul

Hafizh Suwaid dari aspek pendidikan dan karir akademik, corak pemikiran

dan karya-karyanya. Selain itu juga dipaparkan mengenai gambaran umum

(29)

anak dalam keluarga menurut Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam

buku Mendidik Anak Bersama Nabi.

(30)

21

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Istilah pendidikan, dalam bahasa inggris “education”, berakar dari

bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan.

Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan

yang berlangsung dari generasi dari ke generasi sepanjang eksistensi

kehidupan manusia. Secara teoritis, ada pendapat yang mengatakan bahwa

bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak dua puluh lima

tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat diartikan bahwa mendidik diri

sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anaknya. Tersirat dalam

kodratnya sebagai makhluk pendidikan atas potensi kodrat cipta, rasa dan

karsanya.

Kemampuan didik berarti tiga potensi kejiwaannya itu sejak kecil bisa

menerima perawatan, pertolongan, pembimbingan dari orang lain.

(31)

berasal dari bahasa Arab kesadaran dan keadaan tertentu, manusia bisa

melakukan perawatan, pertolongan dan bimbingan kepada orang lain. 1

Istilah pendidikan dalam pendidikan Islam pada umumnya mengacu

pada Al-Tarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga istilah tersebut yang

populer di gunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah Al-Tarbiyah,

sedangkan Al-Ta'lim dan Al-Ta'dib jarang sekali digunakan. Padahal kedua

istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.

Istilah Al-Tarbiyah berasal dari kata Rabb.Walaupun kata ini memiliki

banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh,

berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau

ekstiensinnya.2

Pada umumnya arti keberadaan pendidikan dibedakan menjadi tiga

kategori, yaitu dalam arti luas, sempit, dan keberadaan pendidikan dalam

arti alternatif.

1. Arti luas pendidikan adalah pendidikan merupakan system proses

perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri.

2. Arti sempit pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang

direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal

1

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.77

2

(32)

dalam system pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasa pada tujuan

yang telah ditentukan.

3. Arti alternative pendidikan adalah bahwa pelaku pendidikan ialah

keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam suatu system integral yang

disebut “tripartite” pendidikan.3

Sedangkan secara terminologi, pengertian pendidikan banyak sekali

dimunculkan oleh para pemerhati/tokoh pendidikan, diantaranya : Pertama,

menurut D. Rimba, pendidikan adalah “Bimbingan atau pembinaan secara

sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik

menuju terbentuknya kepribadian yang utuh4

Kedua, menurut Masnur Muslich, pendidikan adalah proses

internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga

membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan

sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai sarana

pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi).5

Ketiga, menurut Arifin, pendidikan ialah “memberi makan”

(opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan

3

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, ibid., h.32

4

Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h.19

5

(33)

rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar

manusia. 6

Keempat, menurut Ngalim Purwanto, pendidikan adalah segala

usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak, untuk

memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan, agar

berguna bagi diri sendiri dan masyrakat.7

Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah proses

pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Banyak kalangan

memberikan makna pendidikan sangat beragam bahkan sesuai dengan

pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi”, memberikan

pengertian tentang pendidikan adalah merupakan suatu proses di mana suatu

bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara

individu-individu.

Pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar bisa ditanamkan

menimpa fisik, mental, moral bagi individu, agar mereka menjadi manusia

6

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplinier), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.22

7

(34)

berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai

manusia (khalifah) di bumi oleh Allah. 8

Dari beberapa definisi dan pengertian pendidikan di atas, sehingga

bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu proses terencana

baik secara sengaja atau tidak sengaja untuk menumbuhkan,

mengembangkan potensi fitrahnya, dan menyadarkan pada perubahan

menuju pendewasaan, pencerdasan serta pematanagn diri untuk mencapai

kesempurnaan hidup.

Setelah mengetahui esensi pendidikan, yang perlu diketahui adalah

karakter. Maka makna pendidikan karakter bisa kita fahami. Karakter adalah

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang

atau sekelompok orang.9 Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa

Latin “Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat

kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah,

karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia

mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter merupakan sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang

8

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial, Ibid. h.57

9

(35)

terpatri dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku. Nilai-nilai yang

unik-baik itu kemudian di Disain Induk Pembangunan Karakter bangsa

2010-2025 dimaknai sebagai tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata

dalam kehidupan baik.10

Karakter dalam islam memiliki arti dan definisi yang sama. Definisi

karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang terbentuk

baik karena pengaruh hereditasi maupun pengaruh lingkungan, yang

membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan

perilaku dalam kehidupan sehari-hari.11

Griek mengemukakan bahwa karakter dapat didefinisikan sebagai

paduan dari pada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga

menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain.

Kemudian Leonardo A.Sjiamsuri dalam bukunya Kharisma Versus

Karakter yang dikutip Damanik mengemukakan bahwa karakter merupakan

siapa anda sebenarnya. Batasan ini menunjukkan bahwa karakter sebagai

identitas yang dimiliki seseorang bersifat menetap sehingga seseorang atau

itu berbeda dari yang lain.12

10

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.42

11

Ibid.,h.52

12

(36)

Dalam tulisan yang bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Suyanto

menjelaskan bahwa “karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang

menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang

berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.13

Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni :

moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan

moral), dan moral berhavior (perilaku moral). Dalam karakter yang baik,

diperlukan pembiasaan dalam pemikiran, pembiasaan dalam hati, dan

pembiasaan dalam tindakan. Ketika kita berfikir tentang jenis karakter yang

in[gin ditanamkan pada diri anak-anak, hal ini jelas kita menginginkan

anak-anak mampu menilai. Karakter seseorang berkembang berdasarkan

potensi yang dibawa sejak lahir dan hubungan atau interaksi dengan

lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan, karena

pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk membina,

mengarahkan dan menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. 14

Sebagai identitas atau jati diri bangsa, karakter merupakan nilai

dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara

universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama

13

Ibid.,h.11

14

(37)

berdasarkan atas pilar: kedamaian, menghargai, kerja keras, kebebasan,

kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab,

kesederhanaan, toleransi dan persatuan. Karakter dalam agama islam tidak

terpisah dari etika-etika Islam.

Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan

keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain

syari’ah dan ajaran agama Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk

kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik.

Keteladanan merujuk kepada yang ditampilkan oleh seorang muslim yang

baik, mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga inilah yang

menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.15 Pendidikan karakter dalam

khazanah pendidikan islam berarti mencakup struktur trilogi ajaran islam

yaitu iman, islam, dan ikhsan. Iman berakitan dengan akhlak manusia

kepada sang pencipta, islam merupakan perwujudan dari iman, dan ikhsan

adalah pranata nilai yang menentukan kualitatif dari pribadi atau akhlak.

Jadi pendidikan karakter dalam islam tidak terlepas dari konstruksi syari’at islam.

Firman Allah yang berkaitan dengan konsep pendidikan karakter

terdapat pada QS. Al-Isro’ ayat 23-24

15

(38)















































































Artinya :

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya samapai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan

ucapkanlah kepada mereka perktaan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka berdua telah

menyayangiku aku di waktu kecil.” (Qs. Al-Isro :23-24 )

Sedangkan kaitannya dengan hadist Rasulullah saw sebagai yaitu

(39)

زعلا ديع انثدح : لاق روصنم نبديعس أ يث دح ه دبع نع

د نع د ني زي

ه لوسر لاق : لاق ةرير أ نع حاص أ نع مكح نب عاقعقلا نع اجع نب

)دما اور(.قاخاا حاص مم أ تثعب اما : م.اص

Artinya :

Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ijlan dari

Qo‟qo‟ bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah

SAW bersabda : Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R.Ahmad)16

Jadi, pada intinya pendidikan karakter adalah proses melakukan

penanaman nilai (baik nilai yang bersumber dari keagamaan dan budaya

bangsa) dengan cara membimbing dan memberikan tuntunan seutuhnya

pada dimensi pikiran, hati, dan tindakan manusia yang bertujuan untuk

mengembangkan fitrah dan kemampuannya menjadi insan yang cerdas,

berkepribadian kuat serta berakhlak mulia. Pendidikan karakter merupakan

upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga & keluarga,

sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat luas. Oleh karena itu

pembentukan pendidikan karakter tidak berhasil jika antar lingkungan

pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.17

2. Nilai-nilai pendidikan karakter

16

Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), h.504

17

(40)

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau

kebajikan yang menjadi dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi

atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu,

pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang

berasal dari pandangan hidup atau ideology bangsa Indonesia (Pancasila),

agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan

nasional. 18

Menurut Richard Eyre & Linda, nilai yang benar-benar diterima

secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku

itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Inilah

prinsip yang memungkinkan tercapainya ketentraman yang membuat orang

lain senang dan tercegahnya orang lain sakit hati.19 Ia juga menenkankan

pada tiga komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan

tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action

(perbuatan moral). Sehingga dengan komponen tersebut, seseorang mampu

memahami, merasakan, dan meraskan nilai-nilai kebajikan.20

Lebih lanjut, Kemendiknas melansir bahwa berdasarkan kajian

nilai-nilai agama, norma-norma social, peratuaran atau hukum, etika akademik,

dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir niai yang

18

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Ibid.h.72-73

19

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Ibid. h.42

20

(41)

dikelompokkan menjadi lima nilai utama yaitu perilaku manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,

lingkungan dan kebangsaan. Berikut adalah daftar dan deskripsi ringkas

nilai-nilai utama yang dimaksud.21

a. Nilai karakter hubungannya dengan Tuhan.

Nilai ini bersifat religious. Dengan kata lain, pikiran, perkataan dan

tindakan seseoramg diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai

ketuhanan atau ajaran agama.

b. Nilai karakter dengan diri sendiri

Ada beberapa nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri

yaitu;

1) Jujur

Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

2) Bertanggung jawab

Sikap ini merupakan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kkewajiban, yang seharusnya dilakukan kepada diri sendiri, Tuhan,

masyarakat, dan lingkungan.

3) Bergaya hidup sehat

21 Jamal Ma’mur Asmani,

Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(42)

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam

menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk

yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5) Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan, guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6) Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan

tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

7) Berjiwa wirausaha

Sikap perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali

produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk

pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur pemodalan

operasi.

8) Berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif.

Berfikir dan melakukan sesuatu nyata atau logika untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dan mutakhir dari sesuatu yang telah dimiliki.

(43)

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10)Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.

11) Cinta ilmu

Cinta berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c. Nilai karakter yang hubungannya dengan manusia

1) Sadar hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan sesuatu yang menjadi

kewajiban dan milik atau hak diri sendiri dan orang lain.

2) Patuh pada aturan-aturan social

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan

masyarakat ataupun kepentingan umum.

3) Menghargai karya dan prestasi orang lain.

Menghargai, menghormati, dan mengakui karya dan prestasi orang

lain merupakan sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.

(44)

Santun merupakan sifat yang halus dan baik hati dari sudut bahasa tata

perilakunya kepada semua orang.

5) Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yangh menilai sama hak dan

kewajiban diri sendiri dan orang lain.

d. Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan

Hal ini berkenaan dengan kepedulian terhadap social dan

lingkungan. Nilai karakter itu berupa sikap dan tindakan yang selalu

berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan social ataupun lingkungan

alam sekitarnya.

1) Lingkungan kebangsaan

Artinya, cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri sendiri dan

kelompok.

2) Nasionalis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan,

kepeuliaan, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan

fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

(45)

Sikap memberikan respek atau hormat terhadap berbagai macam hal,

baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama.22

3. Pembentukan karakter

Secara alami, sejak lahir sampai usia tiga atau lima tahun, kemampuan

menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih

terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke

dalamnya tanpa ada pemfilteran, mulai dari orang tua ataupun lingkungan.

Maka dari situlah pondasi awal terbentuknya karakter anak sudah terbangun.

Pondasi tersebut merupakan kepercayaan tertentu dan konsep diri. Semua

pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan, lembaga dan media cetak

ataupun media masa mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang

semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari

sinilah, peran pikiran sadar menjadi dominan.

Semakin banyak informasi yang diterima, semakin matang system

kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan,

kebiasaan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Jika system

kepercayaannya selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka

kehidupannya akan terus baik dan membahagiakan. Maka jika sebaliknya,

maka kehidupannya akan dipenuhi dengan permaslaahan dan penderitaan. 23

22

Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Ibid.h.47

23

(46)

Selanjutnya, karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman nilai-nilai

yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun melalui

penghayatan dan pengalaman, meningkatkan rasa ingin yang sangat kuat,

serta bukan hanya menyibukkan diri dengan pengetahuan. Karakter yang

kuat akan cenderung hidup secara berakar jika sejak awal telah dibangkitkan

keinginan untuk mewujudkannya.

Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi

menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahap

pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap

pengembangan; ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap

pemantapan; dan keempat, pada usia tua, disebut sebagai tahap

pembijaksanaan. Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat

mendasar bagi terbentuknyta kepribadian yang baik. Menurut megawangi,

ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipeenuhi, yaitu; maternal

bonding (kelekatan psikologis oleh ibunya), rasa aman, stimulasi fisik dan

mental.

Hal yang harus diakui sebagai faktor yang mempengaruhi

pembentukan karakter adalah faktor keturunan/gen. jika tidak ada proses

berikutnya yang memilki pengaruh kuat, boleh jadi faktor genetis yang akan

menjadi karakter anak. Sedangkan Fauzi Rahman berpendapat bahwa faktor

(47)

genetic, dan faktor lingkungan yakni faktor extern yaitu lingkungan (baik

lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, sekolah dan Negara tempat anak

tinggal). Akan tetapi pengaruh lingkungan pertama dan utama setelah

kelahiran adalah lingkungan keluarga, orang tuanyalah yang akan

mengasuh, merawat, mendidik, memelihara agar anak menjadi pribadi yang

baik.24 Abdullah Munir mengemukakan bahwa ada faktor lain yang tak

kalah penting dampaknya bagi pembentukan karakter anak adalah makanan,

dan teman.

Pendidikan karakter anak haruslah disesuaikan dengan usia anak,

karena nilai karakter yang berkembang pada tiap individu mengikuti

perkembangan usia dan konteks sosialnya. Tahap-tahap perkembangan

kesadaran pada pelaksanaan aturan menurut Pieget :

a. Tahapan pada doamain kesadaran atuaran:

1) Usia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat

memaksa.

2) Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sacral dan diterima tanpa

pemikiran.

3) Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai kesepakatan.

b. Tahapan pada doamain pelaksanaan aturan:

1) Usia 0-2 tahun: aturan dilakukan hanya bersifat motorik.

24

(48)

2) Usia 2-6 tahun: aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri.

3) Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan.

4) Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah dihimpun.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pembentukan karakter

dapat dimulai sejak usia kelahiran sampai anak berumur kurang lebih dari 7

tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter adalah

intern dan extern, karena fitrahnya yang suci dan memiliki kompetensi dapat

di bentuk dan dikembangkan. Sedangkan kemampuan menalar seorang anak

belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan menerima

apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada

pemfilteran, mulai dari orang tua ataupun lingkungan. Maka dari situlah

pondasi awal terbentuknya karakter anak sudah terbangun, dan pondasi

tersebut merupakan kepercayaan tertentu dan menjadi konsep diri.

B. Kajian tentang Anak

1. Pengertian Anak

Secara umum pengertian anak adalah keturunan ayah dan ibu

(keturunan yang ke dua).25 Anak adalah buah hidup dan bunga yang harum

25

(49)

dari rumah tangga, harapan dan tujuan utama dari suatu pernikahan yang

sah.26

Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) dan (2) yaitu : Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Ayat 1 : memuat batas antara belum dewasa dengan telah

dewasa yaitu berumur 21 (dua puluh satu) tahun kecuali, anak yang sudah

kawin sebelum umur 21 tahun, pendewasaan. Ayat 2 : menyebutkan bahwa

pembubaran perkawinan yang terjadi pada seseorang sebelum berusia 21

tahun, tidak mempunyai pengaruh terhadap kedewasaan.27

Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang

merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini

biasanya disebut dengan periode pra sekolah, kemudian berkembang setara

dengan tahun tahun sekolah dasar.28

Secara etimologi anak biasanya diistilahkan dari akar kata al walad, al

ibn, at thifl, as sabi, dan al ghulam. Al walad, berarti keturunan yang kedua

manusia atau segala sesuatu yang dilahirkan atau masih kecil.29Al ibn sama

26

Fauzi Rachman, Islamic Parenting, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011),Ibid,. h.2

27Lihat D

i http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt548fe05d24ad9/parent/lt54 8fdfd3a87d2 Diakses pada 23 November 2015

28

https://id.wikipedia.org/wiki/Anak Diakses pada 23 November 2015

29

(50)

dengan anak yang baru lahir dan berjenis kelamin laki-laki.30 At thifl adalah

anak yang dalam masa usianya sampai baligh (yang sampai pada usia

tertentu untuk dibebani hukum syariat dan mampu mengetahui hukum

tersebut). Sedangkan as sabi dan al ghulam adalah anak, yang masa usianya

dari lahir sampai remaja.31

Secara terminologi anak adalah orang yang lahir dalam rahim ibu,

baik laki-laki, perempuan maupun khunsa, sebagai hasil dari persetubuhan

antara dua lawan jenis. Secara status, seorang anak adalah hasil pernikahan

yang sah antara suami istri, karena pernikahan adalah satu-satunya

tanggungjawab terhadap keturunan, baik ditinjau dari segi nafkah yang

wajib, bimbingan, pendidikan maupun warisan.

Adapun untuk batasan usia anak, Islam mempunyai batasan dalam

menentukan usia anak dan dewasa, yaitu baligh. Ukuran baligh bagi seorang

anak ketika sudah ihtilam (mimpi basah/ sekitar usia 12-15 tahun) bagi

laki-laki dan haid (sekitar 9 tahun) bagi perempuan. Dalam konsepsi Islam,

seorang anak seharusnya sudah dewasa pada usia 15 tahun. Pada usia itu

seharusnya seorang anak sudah bisa bertanggungjawab (taklif) penuh dalam

masalah ibadah, mu’amalah, munakahah dan jinayat (peradilan) selambat

-lambatnya pada usia 17 tahun bagi wanita dan 18 tahun bagi laki-laki. Pada

30

Ibid, h. 31

31

(51)

usia 21 tahun, anak-anak mestinya benar-benar sudah bisa lepas dari orang

tua, tetapi harus membina kedekatan dan perkhidmatan pada orang tua.32

2. Fase Perkembangan Anak

Setiap orang berkembang dengan karakteristiknya masing-masing.

Hampir sepanjang waktu perhatian kita tertuju pada keunikan tersendiri.

Setiap diri kita mulai belajar berjalan pada usia satu tahun, tenggelam dalam

keunikan fantasi, permainan pada masa kanak-kanak. Menurut Santrock

(1995, 2007) perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak

pembuahan dan terus berlanjut di sepanjang rentang kehidupan individu.

Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, namun juga

melibatkan kemunduran/penuaan. Senada dengan Suntrock, Hurlock (1980)

mengemukakan bahwa perkembangan merupakan serangkaian perubahan

progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan

pengalaman/belajar. Dalam proses pertumbuhan atau perkembangan

mengalami dua proses yakni evolusi (pertumbuhan), dan involusi

(kemunduran) dominan pada masa dewasa akhir.

Sedangkan fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan

atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai

ciri-ciri khusus atau pola tingkah laku, yang berlangsung pada individu dan

32

(52)

jangka waktu tertentu. Secara garis besar, para ahli menggolongkan fase

perkembangan menjadi tiga bagian yakni, analisis biologis, didaktis, dan

psikologis.

1. Fase berdasarkan Biologis

Para ahli mengatakan bahwa, fase berdasarkan biologis adalah

proses pertumbuhan fisik(motorik) anak. Tokoh yang mengemukakan

pendapat ini antara lain, Aristoteles, J.J.Rousseau, Stanly Hall, Elizabeth

Hurlock, Kretscmer, dan Sigmund Freud.33 Sigmund Freud, seorang ahli

psikologi jerman yang beraliran psikoanalisis, mengemukakan

perkembangannya sebagai berikut.

a. Fase Oral : 0-2 tahun : pada fase ini bayi akan merasa senang kalau

ada rangsamngan benda, makanan, atau barang lainnya pada

mulutnya.

b. Fase anal : 2-4 tahun : pada fase ini bayi akan merasa senang jika

buang air besar karena rangsangannya dari dubur.

c. Fase falik : 4-6 tahun : pada masa ini anak akan senang jika ada

rangsangan atau sentuhan pada kelaminnya.

d. Fase latensi : 6-12 tahun : pada masa ini dorongan seksualnya tidak

Nampak, karena banyaknya aktifitas dan hubungan social. Karena

33

(53)

itulah pada masa ini relataif mudah didik, anak cenderung nurut dan

patuh.

e. Fase genital : 12 tahun sampai dewasa : pada masa ini implus-implus

(dorongan kemabali menonjol), apabila dorong-dorongan ini dapat

ditransfer dan disublimasikan dengan baik, maka anak akan sampai

pada masa kematangan akhir/dewasa.34

2. Fase berdasarkan Didaktis

Fase didaktis meupakan fase dimana anak perkembangannya

dibagi menjadi beberapa tahap sebelum memasuki dunia pendidikan

sampai dengan perndidikan tinggi. Kiranya seorang pendidik orang

tua/guru memberikn keperluan atau materi dan metode yang sesuai

masa-masa tertentu. Berikut ini tokoh yang terkemuka dalam disiplin psikolog

kognitif yaitu Jean Piaget, yaitu :

a. Fase Sensori Motor (0-2 tahun)

Pada fase ini intelegensi masih primitive atau dasar

berdasarkan perilaku terbuka atau pengalaman terhadap

lingkungannya.

b. Fase pra operasional ( 2-7 tahun)

Pada fase ini intelegensi anak bukan pada sensor-motor akan

tetapi sudah mencakup pengamatan dan pemahaman anak terhadap

34

(54)

situasi lingkungan yang ia tanggapi, akan tetapi masih berwatak

egosentrisme atau belum bisa memahami pandangan orang lain yang

berbeda dengan pandangannya sendiri. Anak suka meniru perilaku

orang-orang disekitarnya.

c. Tahap konkret-operasional (7- 11 tahun)

Pada tahap ini anak mulai berfikir logis dan sistematis

mengenai benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Dan

berkurangnya sifat egosentrisme.

d. Tahap formal-opersional (11-15 tahun)

Dalam tahap ini anak telah memiliki kemampuan

mengembangakn pola-pola berfikir formal, karena telah mampu

berfikir logis, rasional, bshksn sbstrak.35

3. Fase perkembangan berdasarkan psikososial

Para ahli membahas fase perkembangan jiwa anak deengan

menggunakan sudut pandang psikososial ( proses jiwa dan social yang

berpengaruh pada perilaku). Di mana pada fase ini individu mengalami

kegoncangan-kegoncangan jiwa atau psikis anak. Menurut Erikson,

perkembangan psikososial terbagi menjadi 8 fase yaitu:

a. Perkembangan pada masa bayi (0-1,5 tahun)

35

(55)

Jika bayi dibesarkandalam lingkungan yang memenuhi

kebutuhan atau non materil maka anak akan tumbuh kea rah positif

dan mampu mengeksplorrasi terhadap lingkungannya. Jika anak

diperlakukan dengan sebaliknya maka anak akan tumbuh kerah yang

negative/tidak punya kepercayaan terhadap lingkungannya.

b. Tahap pra sekolah (1,5 - 3 tahun)

Jika anak dalam kondisi terus dikontrol oleh orang tua secara

seimbang tidak terlalu dan sdikit maka anak akan memiliki

kemampuan individu yang berfikir dan bertindak secara independen.

Sehingga anak aktif dan selalu menemukan hal-hal yang baru. Jika

pengontrolan ortu sedikit maka anak akan malu dan ragu sehingga

membatasi kemampuan anak untuk mengekspresikannya. Jika terlau

ketat dalam pengontrolan maka anak akan ragu dalam setiap

melakukan eksplorasi.

c. Masa kanak-kanak (3-6 tahun)

Anak mengalami perkembangan yang pesat ia merencanakan

dan melaksanakan kegiatan dengan kepercayaan diri dan selalu

memilki inisiatif untuk melakukan berbagai macam kegiatan menarik

dan percoabaan. Dan orang tua hendaknya menyediakan lingkungan

(56)

menyalahkan anak itu akan membuat anak selalu merasa

bersalah(Guit).36

d. Masa sekolah (6-12 tahun)

Krisis yang terjadi adalah kempetensi dan rendah diri. Pada

tahap ini sekolah dan belajar adalah tahap penting. Anak akan belajar

membuat keputusan, memperoleh keterampilan-keterampilan untuk

bidang-bidang pendidikan dan pekerjaan tertentu, serta pengembangan

potensi. Anak akan mengalami era transisi antara lingkungan keluarga

dan pergaulan teman sebaya. Jika anak memperoleh dukungan yang

baik dari keluarga maka anak akan tidak mengalami kegagalan

keterampilan atau intelektual yang berkelanjutan. Tapi jika sebaliknya

maka anak mengalami rendah diri.

e. Masa remaja ( 12-18 tahun)

Kriris yang terjadi adalah identitas vs. kebingungan peran.

Pada tahap ini remaja kebingungan berfokus pada pertanyaan ‘siapa

saya”. Untuk sukses menjawab pertanyaan ini, maka remaja mesti

bebas rasa konflik dalam berbagai hal, adanya peluang untuk

mengembangkan kepercayaan diri, indenpendensi, kompetensi, dan

control diri. Jika remaja mampu mengatasi konflik yang terjadi maka

36

(57)

ia akan sukses memeperoleh identitas diri yang kukuh, dan siap

membuat rancangan untuk masa depannya.37

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangnagn anak.

Adapun mengenai faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan

anak, para ahli berbeda pendapat disebabkan oleh sudut pandang, dan

pendekatan yang tidak sama. Berikut aliran-aliran yang berhubungan

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.

a) Aliran nativisme.

Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Sopenhauer seorang filusuf

jerman. Yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran teknik pemesinan pada siswa kelas X

Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi

Dari hasil wawancara dan observasi, didapati bahwa departemen Corporate IT telah menjalankan pendekatan untuk mengelola keamanan informasi, menjalankan teknologi

Pemahaman dan kemampuan dalam menjelaskan konsep pasar persaingan sempurna serta mampu memberikan contoh nyata Pemahaman dan kemampuan dalam menjelaskan konsep pasar persaingan

[r]

menggunakan metode tutor sebaya lebih tinggi dari pada. ceramah, H o ditolak apabila t hitung <

Sistem perulangan bahasa (reduplikasi) bahasa Gorontalo: Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.. Bahasa Toraja Saqdar: Proses morfemis