PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP
MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
HARDI PASARIBU 057019014/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Hardi Pasaribu Nomor Pokok : 057019014 Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si.) (Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si.) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Dr. Rismayani, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)
TELAH DIUJI PADA
TANGGAL : 01 Maret 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si.
ANGGOTA : 1. Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si.
2. Dr. Rismayani, MS
3. Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:
“PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP
MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN PROVINSI
SUMATERA UTARA”
adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Januari 2008
Yang membuat pernyataan
Hardi Pasaribu
ABSTRAK
Pegawai merupakan aset utama suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu setiap organisasi berusaha untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan memberikan insentif. Insentif yang diberikan pada umumnya berbentuk finansial dan non finansial. Melalui pemberian insentif ini, diharapkan akan meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sebagaimana direncanakan. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut James Gibson dan teori insentif menurut Sarwoto.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh pelaksanaan pemberian insentif yang terdiri dari finansial dan non finansial terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelaksanaan pemberian insentif terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara (interview), daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 orang. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan sifat penelitian adalah descriptive explanatory reseach. Variabel diukur dengan skala Ordinal.
Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda, melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).
Hasil pengujian dengan uji F menunjukkan pemberian insentif yang terdiri insentif finansial dan insentif non finansial berpengaruh highly significant terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. Secara parsial, insentif finansial dan insentif non finansial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.
ABSTRACT
In achieving the target on an organization, the employee is acknowledged as the main asset. Therefore, each organization is endeavor to improve their motivation as employee to work executed in variously ways, one of the efforts is done in giving incentive. In practice, by giving the incentive is expected able to improve their motivation to work accordingly for achieving the target of organization and it can be achieved as planned. Motivation theory adopted in this study is by James Gibbson, and incentive theory by Sarwoto.
The formulation of matter in this study is how far the effect of incentive in execution that comprising a financial and non financial on the motivation of working the employee of Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. The objective of this study is to know and analyze the effect of incentive as implemented on the working motivation of employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.
The technique of data collecting there are executed by observation, interview, provided questionaire and by a documentation study. The sample in this study amount 74 people. The approaching to this study is a quantitative descriptive with a descriptive explanatory research. To assess the variable is with ordinal scale.
The hypotesis test adopted there a multple linear regression through F test and t test aimed to know the effect of the independent variable on the dependent variable on the confidence of rate at 95 % (α = 0.05).
The result with F test shows that presenting an incentive comprising either financial incentive and non financial incentive have highly significantly effect on the motivation of waorking the employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. Partially, financial incentive and non financial incentive have a positively and significant effect toward the working motivation the employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan
petunjuk-Nya kepada penulis dalam masa proses menuntut ilmu dan menyelesaikan
tugas akhir penyusunan tesis ini.
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang meneliti masalah kualitas
pelayanan dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Pemberian Insentif Terhadap
Motivasi Kerja Pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara”.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp(AK), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada
Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.
2. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B.M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Rismayani, S.E.,MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si, selaku Ketua Pembimbing atas arahan dan
5. Bapak Amlys S. Silalahi, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dari awal hingga akhir penelitian ini.
6. Ibu Dr. Rismayani, S.E.,MS, Bapak Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri, dan Drs.
Syahyunan, M.Si, selaku Komisi Pembanding atas saran yang diberikan.
7. Bapak, Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Orang tua penulis S. Pangihutan Pasaribu (alm) dan Pastina Marpaung yang
memberikan perahtian, motivasi, saran, serta doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
9. Isteri tercinta Syafridah Siregar serta anak tersayang Nadira, Ameliya, Haikal, dan
Haidar atas kesabaran, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan studi dan penyusunan tesis ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna,
namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada pembaca. Semoga Allah
SWT memberi hidayah dan taufik kepada kita. Amin.
Medan, Pebruari 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Hardi Pasaribu, lahir pada tanggal 6 Januari 1968 di Tapanuli Selatan, anak
pertama dari dua bersaudara dari ayahanda S. Pangihutan Pasaribu (alm) dan
Pastina Marpaung, memeluk agama Islam, tinggal di Jl. Tombak No. 38 Medan,
dengan status sudah menikah dengan Syafridah Siregar dan dikaruniai anak
Nadira, Ameliya, Haikal, dan Haidar.
Pada tahun 1980 tamat dari SD Negeri Tapanuli Selatan, pada tahun 1983
tamat dari SMP Negeri Sipagimbar, pada tahun 1986 tamat dari SMA Negeri 2
Padang Sidempuan, tahun 1991 menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sosial
Politik Universitas Graha Nusantara Padang Sidempuan, tahun 2005 melanjutkan
studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Sejak tahun 1993 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten
DAFTAR ISI
2.2.3. Faktor-faktor Motivasi... 19
2.3. Teori Insentif ... 28
2.3.1. Pengertian Insentif... 28
2.3.2. Jenis-jenis Insentif ... 30
2.3.3. Program Insentif yang Efektif ... 31
2.4. Keterkaitan Insentif dan Motivasi Kerja ... 32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 35
3.2. Metode Penelitian... 35
3.3. Populasi dan Sampel ... 35
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 37
3.6. Identifikasi Variabel... 37
3.7. Definisi Operasional... 38
3.8. Pengujian Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 39
3.9. Uji Asumsi Klasik ... 41
3.10. Model Analisis Data... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46
4.1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara 46 4.2. Visi, Misi serta Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 49
4.3. Karakteristik Responden ... 55
4.4. Pernyataan Responden ... 57
4.4.1. Pernyataan Responden terhadap Insentif Finansial ... 58
4.4.2. Pernyataan Responden terhadap Insentif Non Finansial 66 4.4.3. Motivasi Kerja Pegawai ... 72
4.5. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 77
4.5.1. Uji Validitas ... 77
4.5.2. Uji Reliabilitas... 78
4.6. Uji Asumsi Klasik ... 79
4.6.1. Uji Normalitas ... 79
4.6.2. Uji Multikolinieritas ... 81
4.6.3. Uji Heteroskedastisitas ... 82
4.7. Pengujian Hipotesis... 83
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Sumatera Utara dari Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, 2001 – 2006 ... 3
3.1. Populasi dan Sampel ... 36
3.2. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian... 39
4.1. Jenis Kelamin Responden ... 55
4.2. Umur Responden... 56
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 56
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan ... 57
4.5. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Insentif ... 58
4.6. Pernyataan Responden terhadap Jumlah Insentif... 59
4.7. Pernyataan Responden terhadap Pelaksanaan Pemberian Insentif... 59
4.8. Pernyataan Responden terhadap Waktu Pemberian Insentif per Tiga Bulan ... 60
4.9. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Jaminan ... 61
4.10. Pernyataan Responden terhadap Jumlah Jaminan... 61
4.11. Pernyataan Responden terhadap Pelaksanaan Pemberian Jaminan ... 62
4.12. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Jaminan Diharapkan Meningkat... 63
4.13. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Tunjangan Keluarga... 63
4.14. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Tunjangan Kesehatan... 64
4.15. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian THR ... 65
4.16. Pernyataan Responden terhadap Insentif Finansial... 65
4.18. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Penghargaan meningkatkan
Motivasi Kerja... 67
4.19. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Tanda Jasa... 68
4.20. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Tanda Jasa meningkatkan Motivasi Kerja... 68
4.21. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Fasilitas Kerja ... 69
4.22. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Fasilitas Kerja meningkatkan Produktivitas ... 70
4.23. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Perlengkapan Kerja... 70
4.24. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Perlengkapan Kerja meningkatkan Produktivitas ... 71
4.25. Pernyataan Responden terhadap Insentif Non Finansial... 72
4.26. Pernyataan Responden terhadap Minat Kerja Pegawai... 73
4.27. Pernyataan Responden terhadap Produktivitas Kerja Pegawai... 73
4.28. Pernyataan Responden terhadap Kehadiran Pegawai ... 74
4.29. Pernyataan Responden terhadap Menyelesaikan Pekerjaan... 74
4.30. Pernyataan Responden terhadap Tanggung Jawab Melakukan Pekerjaan ... 75
4.31. Pernyataan Responden terhadap Menggunakan Waktu Kerja Sebaik-baiknya ... 76
4.32. Pernyataan Responden terhadap Motivasi Kerja Pegawai ... 76
4.33. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 78
4.34. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 81
4.35. Uji Multikolinieritas ... 81
4.36. Uji Heteroskedastisitas ... 83
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1. Kerangka Pemikiran ... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 94
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 100
3. Uji Asumsi Klasik ... 101
4. Pengujian Hipotesis... 103
5. Tabulasi Jawaban Responden... 104
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pegawai adalah aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan
pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Pegawai mempunyai pikiran,
dorongan perasaan, keinginan, kebutuhan status, latar belakang pendidikan, usia
dan jenis kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi perusahaan.
Pegawai bukan mesin, uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai
serta diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh para pimpinan adalah
bagaimana dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawainya sehingga dapat
mendukung keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan atau manajer
yang baik adalah yang mampu menciptakan suatu kondisi sehingga orang secara
individu atau kelompok dapat bekerja dan mencapai produktivitas kerja yang
tinggi. Permasalahan peningkatan produktivitas kerja erat kaitannya dengan
permasalahan bagaimana memotivasi karyawan, bagaimana pengawasan
dilakukan, dan bagaimana cara mengembangkan budaya kerja yang efektif serta
bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, agar
karyawan dapat dan mau bekerja optimal dan sehingga dapat mendukung
Memotivasi karyawan untuk dapat meningkatkan produktivitas kerjanya
merupakan salah satu tanggung jawab pimpinan perusahaan agar tujuan
perusahaan dapat tercapai. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong
(driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat
karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka
perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Pendorong dalam
hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih
terpandang diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk
berprestasi.
Berdasarkan teori motivasi Maslow, adanya kebutuhan yang harus
dipenuhi sesuai dengan tingkatannya mempengaruhi motivasi kerja seseorang.
Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan adalah mengharapkan suatu
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut. Beberapa faktor
yang memperngaruhi motivasi kerja pegawai diantaranya adalah penghasilan
(gaji), promosi, insentif, kondisi kerja dan sebagainya.
Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Seorang pegawai
cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan
kepuasan terhadap apa yang diharapkan. Dengan demikian pemberian insentif
akan lebih memotivasi pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
penyelenggaraan Pemerintahan Umum dan Pembangunan serta meningkatkan
kualitas pelayanan yang optimal. Untuk dapat melaksanakan misi ini, maka
motivasi kerja pegawai memegang peranan yang sangat penting dan menentukan
pencapaian visi dan misi Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.
Untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai dalam upaya mencapai misi
tersebut, Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara memberikan insentif kepada
pegawai berupa penghargaan atas segala jerih payah pegawai dalam
melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pemberian
insentif adalah diluar gaji, berupa uang yang diberikan per tiga bulan, asuransi
(jaminan sosial tenaga kerja) dan tunjangan dengan besaran berubah-ubah sesuai
dengan kinerja.
Tabel 1.1. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Sumatera Utara dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 2001 – 2006
Tahun Target (Rp.) Realisasi (Rp.) %
2001 380.492.970.000 403.465.741.654 106,04
2002 539.516.561.000 591.217.276.912 109,58
2003 774.456.900.000 878.899.847.356 113,49
2004 1.110.052.596.500 982.413.399.000 88,50
2005 1.250.370.750.000 1.100.544.910.858 88,02
Dari Tabel 1.1. dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan daerah Sumatera
Utara yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan
tanggung jawab Dinas Pendapatan Sumatera Utara, pada tahun 2004 dan 2005
menunjukkan penurunan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan target setiap
tahun sebagai akibat peningkatan kebutuhan pendanaan pembangunan di
Sumatera Utara. Fakta masalah di lapangan adalah bahwa pegawai bertugas untuk
menjumpai setiap wajib pajak dengan target tertentu. Namun sering kali petugas
yang bersangkutan tidak dapat mencapai target wajib pajak tersebut dengan
berbagai alasan, terutama jika tidak ada insentif finansial yang diperolehnya
apabila mencapai target tersebut. Studi awal tentang motivasi kerja pegawai Dinas
Pendapatan Sumatera Utara, menunjukkan bahwa motivasi kerja pegawai belum
optimal karena berhubungan dengan gaji yang diterima. Pegawai menilai gaji
yang diterima belum sesuai dengan hasil pekerjaan yang dicapai. Oleh karena itu
Dinas Pendapatan Sumatera Utara harus meningkatkan motivasi pegawai agar
target dapat tercapai. Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja pegawai tersebut,
Dinas Pendapatan Sumatera Utara memberikan insentif kepada pegawai.
1.2. Perumusan Masalah
Sejauhmana pengaruh pelaksanaan pemberian insentif yang terdiri dari finansial
dan non finansial terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi
Sumatera Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai
berikut: untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelaksanaan pemberian
insentif terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera
Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan di Dinas Pendapatan Provinsi
Sumatera Utara dan menjadi bahan pertimbangan dalam menjaga dan
meningkatkan motivasi kerja pegawai.
2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya dalam motivasi kerja pegawai bagi Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti pada khususnya
4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat
untuk meneliti tentang motivasi kerja pegawai di masa mendatang.
1.5. Kerangka Pemikiran
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian,
1995). Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting. Pertama,
pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan
dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota
organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan
yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka
tujuan pribadipun akan ikut pula tercapai. Kedua, motivasi merupakan proses
keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan
ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan
berusaha keras untuk melakukan sesuatu. Ketiga, kebutuhan yaitu suatu keadaan
Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan “ketegangan” yang
pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.
Pemberian insentif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi kerja seseorang. Menurut Hasibuan (2004), bahwa insentif merupakan
suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para
pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk
berprestasi bagi perusahaan. Selanjutnya menurut Sarwoto (1996) pemberian
insentif terdiri dari insentif finansial dan insentif non finansial.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa pemberian insentif dalam bentuk
finansial maupun non finansial mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja
pegawai. Hubungan antara pemberian insentif dengan motivasi kerja pegawai
dapat digambarkan dalam skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Insentif Finansial
Insentif Non Finansial Pelaksanaan Pemberian
Insentif
Motivasi Kerja Pegawai
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: Pemberian insentif yang terdiri dari finansial dan non finansial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai di Dinas
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Penelitian Terdahulu
Ismail (2006) dalam penelitiannya yang berjudul: ”Peranan insentif dalam
meningkatkan motivasi kerja di PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit
Pembangkitan Citara Purwakarta”, menunjukkan bahwa insentif memiliki peranan
yang signifikan dalam meningkatkan motivasi kerja. Hasil analisis uji korelasi (r)
menghasilkan 0,679, dimana posisi ini berada ditingkat yang kuat. Variabel dalam
penelitian tersebut sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu
menganalisis insentif dalam hubungannya dengan motivasi kerja.
Susiyani (2006) melakukan penelitian yang berjudul: ”Peranan program
insentif dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada PT. Bank Negara
Indonesia Tbk, Cabang ITB Bandung”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
program insentif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan. Peranan program insentif terhadap kepuasan kerja karyawan dengan
kontribusi sebesar 38,06 %. Dalam hal ini ada perbedaan variabel antara
penelitian Susiyani dengan penelitian ini, yaitu bahwa insentif dianalisis dalam
pengaruhnya terhadap kepuasan kerja.
Sujatmoko (2007) melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Insentif
Pemasaran di Dunkin’ Donuts Cabang Arteri Jakarta”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa antara pemberian insentif dengan peningkatan prestasi kerja
karyawan mempunyai hubungan yang signifikan. Kontribusi pemberian insentif
terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan adalah sebesar 67,89%. Karyawan
Departemen Operasional Pemasaran Dunkin’ Donuts Cabang Arteri Jakarta
mempunyai prestasi kerja yang baik dan memang rata-rata dipengaruhi oleh
insentif yang diterimanya.
2.2. Teori Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar
mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan (Hasibuan, 2004).
Sperling dalam Mangkunegara (2002) mengemukakan bahwa motivasi itu
didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari
dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Stanton
mendefinisikan motivasi suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang
Selanjutnya Mangkunegara (2002), mengatakan bahwa motivasi terbentuk
dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Menurut Moekijat (2002), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya
adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang
melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang
mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu
perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.
Pengertian motivasi menurut Gibson et all (1996) adalah kemauan
mengerjakan sesuatu karena adanya motif, kebutuhan, keinginan, dorongan dan
desakan hati dalam diri individu yang diarahkan pada tujuan. Hingga dapat
diketahui bahwa perilaku akan muncul dari dorongan kebutuhan yang akan
dirubah menjadi keinginan sehingga seseorang berusaha memenuhinya. Kootz et
al. dalam Winardi (2002) mendefinisikan motivasi sebagai suatu reaksi yang
diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya
mencapai tujuan, selanjutnya menimbulkan ketegangan, kemudian menyebabkan
timbulnya tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya dapat memuaskan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada
motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta
tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan
untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.
Motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu
dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu
mencapai tujuan dari motifnya.
2.2.2. Teori Motivasi
Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja ada beberapa
macam yaitu:
a. Teori Hierarkhi Kebutuhan (Need Hierarchi Theory)
Maslow dalam Gitosudarmo (1997) menyatakan bahwa kebutuhan
manusia mengandung unsur bertingkat atau memiliki hierarkhi dari kebutuhan
yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan manusia yang paling
dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum dan pakaian. Apabila
kebutuhan dasar ini belum terpenuhi secara cukup maka kebutuhan tersebut
akan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan kebutuhan yang lain menduduki
hierarkhi rendah. Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat
dengan urutan sebagai berikut:
3) Sosial/kemasyarakatan;
4) Penghargaan;
5) Aktualisasi diri.
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan
yang berhubungan dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan
papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan atas
perlindungan dari gangguan fihak lain baik yang berasal dari manusia lain
maupun dari makhluk lain seperti binatang buas dan sebagainya. Pemenuhan
kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan
diri, persenjataan, alat tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman
akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi.
Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman
terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain
atau anggota masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan
menerima rasa cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan
dan dibutuhkan, rasa berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan
ketiga ini telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri (harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa
yang baik, dosen yang rajin, karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan
dan sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri
yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang,
dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini
dapat berupa keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat
diakui oleh umum bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi
masyarakat atau orang lain.
Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila
kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat
berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang
dominan atau pada hierarkhi yang rendah.
b. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)
Teori dua faktor dari Herzberg (Gitosudarmo, 1997) berusaha mencari
sebab-sebab adanya rasa puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap
pekerjaan yang dilakukannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut,
maka akan diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan sehingga para pekerja
dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Teori ini
memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang
Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pekerja terhadap hasil
pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai,
memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa
tanggung jawab. Di pihak lain pada diri pekerja juga terdapat rasa
ketidak-puasan yang disebut faktor kesehatan (higiene factor).
Hygiene factor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain
berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak
aman dalam bekerja, kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji
yang cukup. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja
yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1997).
Kedua faktor yaitu satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau
disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama
secara efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja
mempunyai dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi
sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya,
bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan (Siagian, 1995).
c. Teori X dan Teori Y
Menurut Gregor dalam Gitosudarmo (1997) terdapat dua macam sikap
dasar dari setiap orang yaitu :
Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki
sifat malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja
daripada diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan.
Dalam hal ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya
menyenangi haknya saja serta selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah
untuk mendapatkan uang atau finansial saja (motif finansial). Manajer yang
mendasarkan teori ini akan melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak
memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan disusun dengan
berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan pekerja tinggal mengikuti
petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan, kemudian memberikan
hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran. Kebijaksanaan manajer
dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan yang terlalu ketat dan
tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan ketidakpuasan. Teori X
banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang masih berpendidikan
rendah yang pada umumnya mereka masih mendasarkan diri pada motif fisik
dan rasa aman saja.
Penerapan teori X bagi seorang manajer tercermin pada sikap atau
pandangannya terhadap bawahan yang berupa:
a) Karyawan pada umumnya tidak suka bekerja dan akan selalu berusaha
untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari
b) Karyawan harus dipaksa diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberikan
ancaman hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai;
c) Kebanyakan orang tidak kreatif, tidak berinisiatif dan tidak suka
bertanggung jawab, maka manajer harus selalu memberikan pengarahan
dan petunjuk kepada karyawannya.
2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y
Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja.
Bekerja adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi
anak-anak kecil. Oleh karena itu, sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap
orang dewasa akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia
akan selalu bekerja untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan
diri sendiri merupakan dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi.
Pencerminan dari manajer yang menerapkan teori Y ini adalah berupa
pemberian kelonggaran yang lebih besar kepada bawahan untuk berinisiatif,
mengembangkan kreasi-kreasi mereka guna selalu meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu manajer akan bersifat
terbuka (open management), yaitu berusaha memberikan informasi-informasi
yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja baik diminta maupun tidak
diminta oleh bawahan atau karyawannya. Gejala ini akan banyak dijumpai
Penerapan teori Y bagi seorang manajer tercermin dalam sikap dan
tindakannya yang berupa:
a) Karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan berinisiatif karena bekerja
adalah pada hakekatnya seperti halnya bermain pada anak-anak kecil;
b) Paksaan dan pengawasan ketat tidak banyak dilakukan akan tetapi lebih
banyak diadakan komitmen atau persetujuan dan kesepakatan bersama,
karena dengan kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri
karyawan itu sendiri, dorongan yang timbul dari dalam diri adalah yang
terbaik;
c) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan
tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain akan tetapi
mereka juga mencari tanggung jawab dari dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan adanya motivasi
akan terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta
bekerja sama itu maka produktivitas akan meningkat. Motivasi dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara antara lain dengan pendekatan finansial maupun pendekatan
non finansial. Pendekatan finansial untuk menimbulkan motivasi dapat dilakukan
dengan memberikan upah serta upah insentif kepada karyawan, sedangkan
pendekatan non finansial dapat dilakukan dengan cara mengadakan sinkronisasi
Di samping itu motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan
pengaturan kondisi kerja yang sehat. Hal-hal tersebut akan menimbulkan motivasi
kerja sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan
kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
2.2.3. Faktor-faktor Motivasi
Faktor-faktor motivasi yang diuraikan dalam hal ini dikutip dari teori dua
faktor Herzberg. Faktor-faktor motivasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gaji (Salary)
Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan
diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan
pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi
pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid (dalam
Ishak dan Tanjung, 2003) tidak ada satu organisasipun yang dapat
memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan
produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila
digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Program kompensasi yang
baik mempunyai tiga ciri penting yaitu bersaing, rasional, berdasarkan
Stephen et al. (dalam Ishak dan Tanjung, 2003) menyatakan bahwa
uang/gaji tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari
keterkaitannya dengan performa.
Sedangkan menurut Nitisemito dalam Saydam (2002) agar karyawan
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum
b. Dapat mengikat karyawan agat tidak keluar dari perusahaan
c. Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja
d. Selalu ditinjau kembali
e. Mencapai sasaran yang diinginkan
f. Mengangkat harkat kemanusiaan
g. Berpijak pada peraturan yang berlaku.
2) Supervisi
Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas pekerja
melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk sesuai standar
kerja, dan perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan lainnya.
Tanggungjawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik
mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara
Supervisor mengkoordinasikan sistem kerjanya itu dalam tiga hal penting
yaitu: melakukan dengan memberi petunjuk/pengarahan, memantau proses
pelaksanaan pekerjaan, dan menilai hasil dari sistem kerja yang diikuti dengan
melakukan umpan balik (feed back). Supervisor dalam melaksanakan
penilaian kinerja, menurut Harper dalam Ishak dan Tanjung (2003)
pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja (performance review and
development) lebih efektif dari sistem penilaian kinerja karena seorang
pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada pengembangan
kemampuan, potensi karier, dan keberhasilan profesional setiap karyawan.
Pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja mencakup penciptaan
sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja
aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengaitkan imbalan dengan
kinerja, membuat rencana pengembangan, dan menyepakati sasaran dan
standar kinerja masa depan.
3) Kebijakan dan Administrasi
Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan atau
totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui
pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai
objek, melainkan sebagai subjek (Mangkuprawira, 2002). Dengan komunikasi
yang diambil dalam organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari
pimpinan saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi.
Para pendukung manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa
manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif terhadap karyawan,
melalui partisipasi, para karyawan akan mampu mengumpulkan informasi,
pengetahuan, kekuatan dan kreaktivitas untuk memecahkan persoalan
(Mangkuprawira, 2002).
4) Hubungan Kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung
oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis yaitu terciptanya
hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling mendukung baik itu
hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai dengan atasan. Manusia
sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan orang
lain, baik itu ditempat kerja maupun diluar lingkungan kerja. Menurut
Ranupandojo dan Husnan (1997), bahwa manusia sebagai makhluk sosial
membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan
sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan hubungan dengan
teman-temannya.
Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta,
tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas
berada dalam kelompok. Kelompok kerja juga dapat memenuhi sistem sebagai
“sounding board” terhadap problem mereka atau sebagai sumber kesenangan
atau hiburan.
5) Kondisi Kerja
Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja.
Menurut Hasibuan (2004), bahwa dengan kondisi kerja yang nyaman,
karyawan akan merasa aman dan produktif dalam bekerja sehari-hari.
Lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam
kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri 30% dari kasus
absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dari
kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja.
6) Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi
pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan
perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang
memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena
keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.
Suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai
dengan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya.
Pekerjaan yang tidak disenangi kurang dan menantang, biasanya tidak mampu
menjadi daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas
yang membosankan dan tidak menjadi kebanggaan (Saydam, 2002).
Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi
pegawai dengan membuat pekerjaan mereka lebih menarik, dan membuat
tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja (Grensing dalam
Ishak dan Tanjung, 2003).
7) Peluang untuk maju (advance)
Peluang untuk maju (advance) merupakan pengembangan potensi diri
seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 2002). Setiap
karyawan tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam
pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau
bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan
adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk
meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan
potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih
baik.
yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji. Ada beberapa
alasan menurut Gomes (2004) perlunya promosi diprogramkan dengan baik
oleh organisasi sebagai berikut :
a. Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan
kepuasan pribadi dan kebanggaan.
b. Promosi menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai
dan hal tersebut akan merupakan daya dorong bagi pegawai yang lain.
c. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (labor
turnover).
d. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.
e. Adanya peluang promosi membangkitkan kemauan untuk maju pada
pegawai itu sendiri dan juga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti
pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi.
f. Promosi dapat menimbulkan keunggulan berantai dalam organisasi karena
timbulnya lowongan berantai.
8) Pengakuan/penghargaan (Recognition)
Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai
kebutuhan rasa ingin dihargai (sense of belonging). Pengakuan terhadap
prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi
Menurut Simamora (1997), pengakuan merupakan kepuasan yang
diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis
dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi
non finansial.
Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat
meningkatkan semangat kerjanya. Menurut Soeprihanto (2003): Kebutuhan
akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan
pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya
(kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih
rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara
manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak ingin direndahkan.
Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan
pengakuan/penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi
membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi
kerja pegawainya.
9) Keberhasilan (achievement)
Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/
tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement)
dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Seseorang yang
memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya
untuk mencapai sasaran.
Menurut David McCleland bahwa tingkat “needs of Achievement”
(n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan
seseorang (Ishak dan Tanjung, 2003). Kebutuhan berprestasi biasanya
dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang
diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
10) Tanggung Jawab
Menurut Flippo (1996), bahwa tanggung jawab adalah merupakan
kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. Setiap orang
yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang
tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya.
Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga
tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang
mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai
orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa
percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar (Saydam,
Selanjutnya berdasarkan teori kebutuhan Maslow (dalam Gomes, 2004), ada
tiga variabel utama dalam menjelaskan motivasi kerja, yaitu:
a. Employee needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang
hendak dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan stimuli internal
(motivasi) yang menyebabkan perilaku.
b. Organizational incentives. Organisasi atau perusahaan mempunyai sejumlah
rewards (insentif) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Faktor
insentif ini berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja.
c. Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi
mengenai: nilai dari rewards organisasi, hubungan antara performance dan
rewards, dan kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha-usaha mereka
dalam performasi kerjanya.
2.3. Teori Insentif
2.3.1. Pengertian Insentif
Pemberian insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang
merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian
insentif karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi
yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih
Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahan karyawan yang
mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif
itu sendiri merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan
untuk mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan
perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi
karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi perusahaan.
Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai insentif
seperti :
1. Menurut Sarwoto (1996), Insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa
perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para
pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk
berprestasi bagi organisasi”.
2. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie (2003) adalah :
“Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more
itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal
demand”.
Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia
cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima
3. Menurut Hasibuan (2004), insentif merupakan suatu perangsang atau
pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam
diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi
perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif
merupakan salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan
kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka bekerja
lebih produktif lagi, meningkatkan prestasinya dalam mencapai tujuan
perusahaan.
2.3.2. Jenis-Jenis Insentif
Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan, seperti yang
diuraikan oleh Sarwoto (1996) yaitu:
1. Insentif Finansial
Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas
hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus,
komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam
bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur,
tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.
2. Insentif Non Finansial
a. Pemberian piagam penghargaan
b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi
c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal
d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta
dianggap mampu.
e. Pemberian tanda jasa/medali kepada karyawan yang telah mencapai masa
kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi.
f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya
pada mobil atau lainnya)
g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja
2.3.3. Program Insentif yang Efektif
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang
lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan
berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi
iri dan benci kepada kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh
bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai
maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena
program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan
pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program
insentif yang dirancang secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya
tersendat-sendat.
Seperti yang diungkapkan oleh Simamora (1997) bahwa program insentif
yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut:
a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat
dimengerti.
b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan
supaya mereka kerjakan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk
akal untuk memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana
insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika
pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
2.4. Keterkaitan Insentif dengan Motivasi Kerja
Perusahaan-perusahaan meyakini bahwa sistem imbalan pada umumnya
dan sistem insentif pada khususnya mempengaruhi motivasi kerja. Selain itu,
banyak karyawan yang lebih menyukai bahwa bayaran mereka dikaitkan dengan
Insentif dan motivasi kerja adalah bagian dari pengelolaan yang kompleks
untuk menyatakan dan mempertahankan hubungan kerja di antara perusahaan dan
karyawan. Kedua hal tersebut mendemonstrasikan tidak hanya apa yang hendak
dicapai oleh manajemen, namun juga keyakinan manajemen tentang hubungan
tersebut. Untuk jelasnya penulis akan uraikan alasan-alasan mengaitkan bayaran
dengan motivasi kerja menurut Simamora (1997), sebagai berikut:
1. Motivasi
Teori harapan/ekspektasi (expectancy theory) yang dikedepankan oleh Vroom
menyatakan bahwa kaitan prestasi kerja dan pembayaran adalah esensial untuk
memotivasi peningkatan prestasi kerja.
2. Retensi
Mengaitkan bayaran dengan prestasi kerja kemungkinan akan membantu
memperbaiki komposisi tenaga kerja. Karyawan-karyawan yang baik akan
cenderung mendapatkan bagian yang lebih besar dari sumber daya kompensasi
dan dengan demikian termotivasi untuk tetap bersama organisasi.
Karyawan-karyawan yang di bawah rata-rata akan menjadi kecil hati dan meninggalkan
organisasi.
3. Produktivitas
Pada saat prestasi kerja dikaitkan dengan imbalan-imbalan, orang-orang
4. Penghematan-penghematan biaya
Manfaat paling kentara dari bayaran berdasarkan prestasi kerja adalah
kapabilitas mengaitkan biaya-biaya konpensasi dengan hasil-hasil
produktivitas. Dengan mendasarkan bayaran atas kinerja, perusahaan dapat
memastikan bahwa biaya-biaya konpensasi akan bertalian dengan hasil-hasil
organisasional.
Perusahaan menyadari bahwa karyawan perlu dimotivasi untuk
meningkatkan prestasi kerjanya. Salah satu motivasi yang dapat dilakukan
perusahaan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan adalah dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Sumatera
Utara yang berlokasi Jl. Sisingamangaraja Km 5,5 Medan. Penelitian dimulai pada
bulan Nopember 2007 sampai dengan bulan Januari 2008.
3.2. Metode Penelitian
Berdasarkan jenis masalah yang diteliti, teknik dan alat yang digunakan,
maka pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif
karena dalam memberikan gambaran atas suatu peristiwa atau gejala,
menggunakan alat bantu statistik, baik statistik deskriptif maupun statistik
inferensial (Riduwan, 2004). Jenis penelitian adalah studi kasus, didukung survey
untuk mengumpulkan data mengenai faktor-faktor terkait dengan variabel
penelitian. Adapun sifat penelitian adalah penelitian penjelasan (explanatory
research).
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas Pendapatan
Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan. Berdasarkan informasi yang diperoleh
Propinsi Sumatera Utara Medan (termasuk 2 Unit Pelaksana Teknis/ UPT)
sebanyak 238 orang. Populasi terdiri dari empat kelompok golongan (strata), yaitu
golongan I, II, III dan IV.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik stratifed
proportional sampling (Sugiyono, 2005). Menurut Arikunto (2004), cara
pengambilan sampel untuk subyek yang kurang dari 100, lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih.
Dalam penelitian ini sampel ditentukan sebesar 30 % dari populasi. Namun karena
golongan I dan IV hanya terdapat masing-masing satu orang, maka untuk
menjangkau semua strata, pegawai pada golongan ini secara langsung menjadi
sampel. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 74
orang. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Populasi dan Sampel
Strata Populasi (orang) Sampel (orang)
Golongan I 1 1
Golongan II 48 15
Golongan III 188 57
Golongan IV 1 1
Jumlah 238 74
1. Wawancara (interview) kepada Kepala Bina Program dan Kasubbag
Kepegawaian Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan.
2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pegawai Dinas
Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan yang dijadikan sampel
dalam penelitian ini.
3. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari Dinas Pendapatan Daerah
Propinsi Sumatera Utara Medan, berupa gambaran umum organisasi, visi
dan misi organisasi.
3.5. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada penelitian adalah :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara
(interview) dan daftar pertanyaan (questionaire) pada responden.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi.
3.6. Identifikasi Variabel
Memperjelas antara variabel yang satu dengan yang lain, maka variabel
dalam penelitian ini dibedakan menjadi:
1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab timbulnya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel bebas (X) adalah pelaksanaan pemberian insentif
bentuk uang yang diterima per tiga bulan, jaminan sosial dan tunjangan, dan
insentif non finansial (X2) dengan indiaktor terdiri dari penghargaan dan
tanda jasa, serta fasilitas dan perlengkapan kerja.
2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel terikat adalah motivasi kerja pegawai (Y).
3.7. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah menjelaskan variabel penelitian dan skala
pengukurannya, sebagai berikut:
1. Insentif finansial (X1)
Kesesuaian insentif dalam bentuk uang, jaminan sosial dan tunjangan yang
diterima pegawai dengan hasil pekerjaan. Untuk mengukur variabel
insentif finansial digunakan skala ordinal.
2. Insentif non finansial (X2)
Kesesuaian insentif non finansial dalam bentuk penghargaan, tanda jasa,
kelengkapan fasilitas dan perlengkapan kerja yang diterima atau diperoleh
pegawai sehubungan dengan prestasi kerjanya. Untuk mengukur variabel
insentif non finansial digunakan skala ordinal.
3. Motivasi kerja pegawai (Y)
tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Untuk mengukur
variabel motivasi kerja pegawai digunakan skala ordinal.
Tabel 3.2. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
1. Insentif dalam bentuk uang
2. Produktivitas kerja
3. Kehadiran
4. Menyelesaikan kerja
tepat waktu
5. Tanggung jawab
dalam pekerjaan
6. Menggunakan waktu
sebaik-baiknya
Ordinal Skala Likert
3.8. Pengujian Validitas dan Realibilitas Instrumen
Instrumen penelitian, sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data
penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk menguji validitas dan
reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan dan kecermatan
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus koefisien korelasi
Product Moment dari Pearson (Widodo, 2004), dengan rumus sebagai berikut:
rxy =
Menurut Sugiyono (2005: 114), syarat minimum yang dianggap memenuhi
syarat adalah kalau r = 0,30. Bila koefisien korelasi antara butir dengan skor total
kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
Selanjutnya untuk mendapatkan instrumen yang reliabel, dilakukan uji
reliabilitas. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu
pengukuran instrumen dapat dipercaya (Ghozali, 2005). Dalam hal ini teknik yang
digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Cronbach’s Alpha. Pada uji ini dinilai
reliabel jika lebih besar dari 0,6 dimana kriteria sebagai berikut :
α > 0,6 artinya instrumen reliabel
Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen adalah dengan
melakukan uji coba instrumen kepada 30 orang responden. Menurut Umar
(2000), sangat disarankan jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang.
3.9. Uji Asumsi Klasik
Dalam kaidah ekonometrika, apabila menggunakan regresi linear
berganda, perlu melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kemungkinan
pelanggaran asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji
heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk memastikan bahwa
model regresi linear berganda dapat digunakan atau tidak. Apabila uji asumsi
klasik telah terpenuhi, alat uji statistik linear berganda dapat digunakan.
1) Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2005), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal.
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
a. Scatter plot diagram
b. Kolmogorov-Smirnov Test.
2) Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2005), uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas
adalah dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF
lebih kecil dari 5, maka dalam model tidak terdapat multikolinieritas.
3) Uji Heterodaskesitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi linear
digunakan analisa residual berupa grafik sebagai dasar pengambilan
keputusan. Menurut Ghozali (2005), model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi hetersokedastisitas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, dan kemudian menyempit),
maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
⏐Ut⏐ = α + β Xt + vi
⏐Ut⏐ = nilai absolut residual
Xt = variabel bebas
vi = variabel gangguan
Ada tidaknya situasi heteroskedastisitas ditentukan oleh nilai dan . Jika
secara statistik = 0 dan ≠ 0, maka situasi yang disebut pure
heteroskedasticity terjadi. Jika secara statistik ≠ 0 dan ≠ 0, maka situasi
mixed heteroskedasticity terdapat dalam varian error terms.
3.10. Model Analisis Data
Untuk mengetahui adanya pengaruh yang nyata antara variabel independen
terhadap variabel dependen digunakan metode regresi linear berganda dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 +e
dimana :
Y = motivasi kerja pegawai
X1 = insentif finansial
X2 = insentif non finansial
b0 = konstanta
b2 = koefisien regresi variabel X2
e = error term
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis berdasarkan uji statistik sebagai
berikut:
1) Uji F
Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serempak
terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95 % (α = 5 %).
H0 : b1,b2 = 0; secara serempak variabel insentif finansial dan insentif non
finansial tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai
Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Medan.
H1 : minimal satu bi ≠ 0, secara serempak variabel insentif finansial dan
insentif non finansial berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja
pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Medan.
Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah
dengan uji statistik F, dengan ketentuan: H0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel, H0
ditolak jika Fhitung > Ftabel.
2) Uji t
Digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara
parsial (individual) terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95 %
Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesisi adalah
dengan uji statistik t (uji satu sisi), dengan ketentuan: H0 di terima jika thitung≤
ttabel; H0 di tolak jika thitung > ttabel.
3) Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah untuk mengukur proporsi dari variasi total
variabel terikat yang dijelaskan oleh variasi variabel bebas atau variabel
penjelas dalam regresi. Untuk mempertimbangkan kenyataan bahwa besaran
derajat kebebasan menurun sehubungan dengan bertambahnya variabel bebas
atau variabel penjelas di dalam regresi, juga dihitung R2 yang disesuaikan
(adjusted R2) sebagai berikut:
Adjusted R2 = 1 – (1 – R2)
⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡
−−k n
1 n
dimana n adalah jumlah observasi atau sampel data dan k adalah jumlah
parameter atau koefisien yang diestimasi.
Data diolah menggunakan program aplikasi software pengolahan data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara
Pada mulanya urusan Pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam
koordinasi Biro Keuangan (Sekretariat) sebagai Bagian Pajak dan Pendapatan.
Berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 102/II/GSU tanggal 6 Maret
1973 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Setwilda Tingkat I Sumatera Utara,
sejak tanggal 16 Mei 1973 Biro Keuangan berubah nomenklatur menjadi
Direktorat Keuangan, dengan demikian Bagian Pajak dan Pendapatan juga
berubah bentuk menjadi Sub Direktorat Pendapatan Daerah pada Direktorat
Keuangan.
Dengan terbitnya SK Gubernur Sumatera Utara tanggal 21 Maret 1975
Nomor 137/II/GSU (berdasarkan SK Mendagri Nomor Finmat 7/15/3/74 tanggal 7
Nopember 1974) maka terhitung sejak tanggal 1 April 1975, Sub Direktorat
Pendapatan Daerah ditingkatkan menjadi Direktorat Pendapatan Daerah.
Pada tanggal 1 September 1975 terbit SK Mendagri No. KUPD 3/12/43
tentang Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia,
maka dengan demikian Direktorat Pendapatan Daerah berubah menjadi Dinas