• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan dilakukan dengan mencatat identitas, memeriksa indeks plak, indeks gingivitis dan status karies lalu dilakukan pencatatan dilembar pemeriksaan. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner diberikan untuk mengetahui karakteristik masyarakat Desa Ujung Rambung yang berhubungan dengan faktor resiko oral hygiene. Pertanyaan ini meliputi tingkat pendidikan, sosial- ekonomi dan perilaku terhadap kesehatan gigi. Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak terdistribusi normal sehingga tidak ditentukan rata-rata (mean) pada masing-masing skala pengukuran.

Prevalensi karies gigi murid-murid Sekolah Dasar yang berumur 6-12 tahun di Desa Ujung Rambung sebesar 90,2% (tabel 1) serta def-t 3,00(0,00–18,00) dan DMF- T 1,00(0,00-12,00). Prevalensi tersebut berbeda dengan prevalensi pada saat pengabdian FKG USU di Desa Ujung Rambung tahun 2008, dimana prevalensi karies anak dengan umur 0-14 tahun adalah sebesar 73,18%.7 Penelitian Situmorang N. (2008) di beberapa Kecamatan di Kota Madya Medan, diperoleh prevalensi karies anak usia sekolah sebesar 74,69 %.33 Berbeda dengan hasil penelitian Essie O. dan Yati R. (2001) pada anak-anak Panti Karya Pungai di Binjai diperoleh karies pada gigi susu kelompok umur 6-14 tahun def-t 6,29 ± 4,41 dan karies gigi tetap DMFT tiap anak 6-14 tahun dijumpai rata-rata 1,68 ± 1,91 gigi.4

Pada penelitian ini diperoleh indeks plak buruk (≥ 2) sebanyak 101 orang dengan presentase 25,38%, indeks plak sedang (1-1,9) sebanyak 225 orang dengan

presentase 56,53%, indeks plak baik (0-0,9) sebanyak 72 orang dengan presentase 18,09% , hal ini dapat diartikan yang tinggi presentase oral hygiene adalah oral hygiene yang sedang (tabel 1). Diperoleh juga median sebesar 1,50(0,00 – 3,00). Pada penelitian Silvia Anitasari pada siswa Sekolah Dasar dari kelas 1-6 di Kecamatan Palaran Samarinda didapatkan 6,73% siswa keadaan kebersihan gigi dan mulut baik ; 59,03% sedang ;34,24% buruk dengan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) rata-rata adalah 3 (kategori sedang).1 Sama dengan hasil penelitian Essie O. dan Yati R. (2001) pada anak-anak Panti Karya Pungai di Binjai diperoleh indeks OHI-S anak umur 6-14 tahun dengan rata-rata 2,37 termasuk kriteria sedang, lebih baik dibandingkan indeks OHI-S pada anak SD Yon Angmor Jakarta yaitu 3,36.

Pada indeks gingivitis terdapat 35 orang (8,8%) yang bernilai 0,00 sehingga didapat prevalensi gingivitis pada penelitian ini sebesar 91,2% dengan dengan median sebesar 0,83(0,00-2,67) (tabel2). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nurmala S., pada tahun 2004 di Kota Madya Medan, prevalensi penyakit periodontal pada seluruh kelompok umur cukup tinggi yaitu 96,58%. Pada umur 6 tahun sebesar 50 % dan pada umur 11 tahun sebesar 90%.6 Pada penelitian yang dilakukan Dhar dkk (2007), prevalensi gingivitis pada anak-anak usia 5-14 tahun di Rajasthan (India) sekitar 84,37 %.30 Di Lithuania, prevalensi gingivitis pada anak-anak usia 6-14 tahun sekitar 56,4 % (Pauraite dkk).31

Pada penelitian diuji hubungan antara gingivitis dengan oral hygiene (indeks plak) dan juga antara deft, DMFT dengan indeks plak. Dilakukan uji Kruskal-Wallis dikarenakan tidak terdistribusi normal data yang dikumpulkan, diperoleh nilai p pada hubungan antara gingivitis dengan indeks plak , dengan nilai p = 0,00 (tabel 3). Oleh

karena p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat hubungan antara gingivitis dengan indeks plak antara dua kelompok. Untuk mengetahui kelompok yang mempunyai hubungan atau yang memiliki perbedaan, maka dilakukan analisis post hoc, alat untuk analisis post hoc pada uji Kruskal- Wallis adalahuji Mann Whitney.

Hasil dari analisis post hoc tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan gingivitis adalah antara kelompok plak buruk dan sedang, kelompok plak buruk dan baik dan kelompok plak baik dan sedang. Perbedaan tersebut peneliti melihat pada kondisi plak (oral hygiene) buruk, indeks gingivitisnya, yaitu 1,41 (0,33-2,67) , lebih tinggi daripada indeks gingivitis pada saat kondisi plak (oral hygiene) baik,yaitu 0,50 (0,00-2,00). Artinya semakin bertambah buruk tingkat keparahan plak anak maka indeks gingivitisnya juga semakin bertambah tinggi.

Diperoleh juga nilai p pada hubungan antara deft dengan indeks plak , dengan nilai p = 0,009 dan pada DMFT dengan indeks plak diperoleh nilai p = 0,007 (tabel 4). Dilakukan juga analisis post hoc dengan uji Mann Whitney. Hasil dari post hoc tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan deft adalah antara kelompok plak buruk dan baik serta kelompok plak baik dan sedang, sedangkan antara kelompok plak buruk dan sedang tidak terdapat perbedaan deft.

Antara kelompok indeks DMFT dengan plak, hasil dari post hoc tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan DMFT adalah antara kelompok plak buruk dan sedang, kelompok plak buruk dan baik serta kelompok plak baik dan sedang. Dapat dilihat pada kondisi keparahan plak

buruk,keadaan DMFT nya yaitu 1,00(0,00-12,00) lebih tinggi daripada indeks DMFT pada saat kondisi plak baik 0,00(0,00-6,00) .

Proses terjadinya karies berhubungan dengan plak yang didalamnya terdapat kumpulan mikrorganisme termasuk streptococcus mutans. Gingivitis dan karies gigi merupakan akibat dari oral higiene yang buruk.Kedua penyakit tersebut dipengaruhi oleh tindakan kontrol plak oleh pasien dan perawatan dari dokter gigi.22 Hasil penelitian dari Alaluusua dan Malnivirta menunjukkan bahwa akumulasi plak pada permukaan fasial gigi insisivus maxilaris merupakan tanda awal adanya resiko karies.35

Hasil analitik untuk melihat hubungan antara indeks plak, deft dan DMFT dengan faktor resiko oral hygiene diperoleh adanya hubungan indeks plak dengan faktor umur (p = 0,038) dan faktor pendidikan ibu (p = 0,05) (tabel 5). Antara def-t dengan faktor resiko oral hygiene ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) pada faktor umur (p = 0,00) (tabel 6). Diperoleh pada hubungan antara DMFT dengan faktor resiko oral hygiene bahwa ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) pada faktor umur (p = 0,001). Selain faktor umur diperoleh juga adanya nilai p < 0,05 pada uji statistik untuk melihat hubungan antara DMF-T dengan faktor resiko oral hygiene yaitu pada faktor frekuensi menyikat gigi dalam sehari (p = 0,014) ; faktor menyikat gigi menggunakan pasta gigi berflour (p = 0,048).

Uji analitik yang dilakukan pada kriteria umur tersebut merupakan uji Kruskal-Wallis sehingga hanya diketahui terdapatnya hubungan atau perbedaan paling tidak diantara dua kelompok,maka dilakukan post hoc dengan uji Mann- Whitney untuk mengetahui kelompok umur yang memiliki perbedaan bermakna.

Pada hubungan antara indeks plak dengan umur dari hasil uji Mann-Whitney diperoleh kelompok yang memiliki hubungan adalah antara :

- kelompok umur 8-9 tahun dan 10-11 tahun ( p = 0,013 ). - kelompok umur 8-9 tahun dan 12 tahun ( p = 0,042).

Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks plak, dimana pada anak umur 8-9 tahun indeks plak merupakan yang tertinggi diantara yang lainnya, yaitu 1,66 (0,00-3,00) dan pada anak umur 12 tahun,indeks plak merupakan yang terendah, yaitu 1,26 (0,00- 2,33). Perbedaan plak pada anak umur 8-9 tahun dengan 10-11 dan 12 tahun dapat dikarenakan anak umur 8-9 tahun memiliki populasi yang terbesar (39,4%) dibandingkan kelompok umur lain. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok pendidikan ibu yang memiliki perbedaan bermakna indeks plaknya.

Diketahui bahwa antara pendidikan ibu tingkat rendah (tidak sekolah dan tamat SD), kondisi indeks plaknya tidak memiliki perbedaan bermakna dengan tingkat pendidikan sedang ( tamat SLTP).

Pada hubungan antara deft dengan umur dari hasil uji Mann-Whitney diperoleh kelompok umur memiliki hubungan dengan deft, yaitu :

- antara umur 6-7 tahun dan 8-9 tahun ( p = 0,00); - antara umur 6-7 tahun dan 10-11 tahun ( p = 0,00); - antara umur 6-7 tahun dan 12 tahun ( p = 0,00); - antara umur 8-9 tahun dan 10-11 tahun ( p = 0,00); - antara umur 8-9 tahun dan 12 tahun ( p = 0,00); - antara umur 10-11 tahun dan 12 tahun ( p = 0,05).

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna deft pada tiap-tiap kelompok. Pada kelompok umur terendah memiliki median deft sebesar 7(0,00-16,00) sedangkan umur tertinggi memiliki median 0(0,00-6,00), dimana keadaannya semakin bertambah umur maka indek deft berkurang dikarenakan bertambahnya umur menyebabkan semakin banyak gigi sulung yang hilang sehingga nilai deft menjadi berkurang.

Pada hubungan antara DMFT dengan umur dari hasil uji Mann-Whitney diperoleh selain kelompok umur 10-11 tahun dan 12 tahun, semua kelompok umur memiliki perbedaan bermakna pada DMFT nya, yaitu :

- antara umur 6-7 tahun dan 8-9 tahun (p = 0,026); - antara umur 6-7 tahun dan 10-11 tahun (p = 0,000); - antara umur 6-7 tahun dan 12 tahun (p = 0,002); - antara umur 8-9 tahun dan 10-11 tahun (p = 0,077); - antara umur 8-9 tahun dan 12 tahun (p = 0,042).

Hal ini menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok umur yang terendah dengan tertinggi. Pada kelompok umur 6-7 tahun juga diperoleh nilai DMFT sebesar 0,00(0,00-4,00), dimana keadaan nilai DMFT nya semakin besar seiring bertambahnya umur, dikarenakan semakin banyaknya gigi yang erupsi.

Terdapat juga perbedaan yang bermakna antara DMFT dengan frekuensi anak menyikat gigi dalam sehari (p = 0,014). Artinya antara frekuensi salah (tidak pernah sikat gigi, tidak setiap hari sikat gigi dan 1 kali sehari sikat gigi) dan frekuensi benar (2 kali sehari, 3 kali sehari, lebih dari 3 kali sehari) terdapat perbedaan bermakna DMFT nya. Hasil uji analitik ini berbeda penelitian oleh Silvia Anitasari di

Samarinda (2004) dimana yang terdapat hubungan antara frekuensi sikat gigi siswa sekolah dasar dengan kebersihan gigi dan mulut dimana X2hitung = X2tabel maka Ho pada penelitian itu ditolak, artinya ada hubungan antara frekuensi menyikat gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut.dan karies1.

Dalam hal waktu menyikat gigi, nilai DMFT anak tidak memiliki perbedaan bermakna antara menyikat gigi waktu salah dan benar, tetapi dalam hal frekuensi sikat gigi ada perbedaan. Ini dapat disebabkan karena jumlah anak yang menyikat dengan frekuensi benar mempunyai jumlah terbesar yaitu 82,8% dan waktu dilakukan menyikat gigi terbesar pada waktu salah (68,8%).

Faktor sosial ekonomi dengan plak,deft dan DMFT tidak diperoleh adanya hubungan (p<0,05). Sama halnya dengan penelitian Mustahsen dkk tahun 2008, status kesehatan rongga mulut tidak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi. Pada penelitian Mustahsen dkk, keadaan sosial ekonomi menengah memiliki kesehatan rongga mulut yang lebih buruk daripada yang keadaan sosial ekonominya rendah atau tinggi.23

Berdasarkan kelompok umur, subjek terbanyak adalah kelompok umur 8-9 tahun yaitu 157 orang (39,4%) dan paling sedikit adalah kelompok umur 12 tahun ke atas yaitu 28 orang (7%) (tabel 7). Jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama sebesar 199 orang. Pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin, median deft pada laki-laki adalah sebesar 3,00(0,00-15,00) dan median deft pada perempuan adalah sebesar 3,00(0,00-18,00) serta tidak ada perbedaan deft dan DMFT pada jenis kelamin, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustahsen dkk pada usia sekolah di Abu Dhabi antara laki-laki dan perempuan, terdapat rata-rata

karies anak laki-laki dan perempuan dimana rata-rata karies lebih tinggi pada perempuan (3,82 ± 3,42) dibandingkan laki-laki (2,79 ± 2,50).23

Pada penelitian Dhar V di Udaipur, Rajasthan, pada anak sekolah umur 5-14 tahun lebih besar indeks gingivitis pada anak perempuan dibandingkan dengan laki- laki yaitu indeks gingivitis pada anak laki-laki sebanyak 83,31% dan perempuan sebanyak 85,53%.30 Berbeda dengan penelitian Aiste Zaborskyte, pada anak umur 12 tahun,lebih besar pada anak laki-laki (51,2%) dibandingkan perempuan (44,2%).33

Berdasarkan pendidikan terakhir orang tua, pendidikan terakhir yang paling besar adalah yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD dan tidak sekolah) yaitu ayah 154 orang (46,6%) dan ibu 183 orang (55,45%), dan paling kecil frekuensinya adalah tingkat pendidikan tinggi (SLTA dan Akademik/Perguruan Tinggi) yaitu ayah 8 orang (25,8%) dan ibu 52 orang (15,77%). Berdasarkan pekerjaan ibu dari subjek, kebanyakan ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 134 orang (40,6%).

Dokumen terkait