• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Hasil Penelitian

1. Per tumbuhan

Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi dan berat basah akhir tanaman. Tinggi merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan dan berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman (Anonim, 2009b).

a. Panjang Tanaman.

Hasil analisis ragam dengan uji F menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang berbeda nyata terhadap rata-rata panjang tanaman Wheatgrass. Namun, pada masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman wheatgrass (tabel lampiran 1).

Tabel 4. Rata-rata Panjang Tanaman Wheatgrass pada Perlakuan Kombinasi antara Media Tanam dan Volume Penyiraman yang Berbeda

Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman Saat Panen

Faktor I. Media Tanam M1 (Pasir dan Kompos) M2 (Kertas Merang) M3 (Baby blanket) 51.73 b 33.40 a 40.20 a BNJ 5% 6.81

Faktor II. Volume Penyiraman P1 ( ½ Kapasitas Lapang) P2 (Kapasitas Lapang) P3 (1 ½ Kapasitas Lapang) 33.10 a 43.50 b 48.73 b BNJ 5% 6.81

Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 5% (tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan media M1 menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi, berbeda nyata dengan perlakuan M2 dan M3, sedangkan pada M2 dan M3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan volume penyiraman menunjukkan bahwa perlakuan P3 menunjukkan nilai rata-rata tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan pemberian air pada kondisi kapasitas lapang, sedangkan pemberian air pada kondisi ½ kapasitas lapang menunjukkan rata-rata paling rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

b. Ber at Basah Tanaman

Hasil analisis statistik dengan uji F menunjukkan bahwa perlakuan yang dicobakan berbeda nyata pada perlakuan media tanam dan volume penyiraman serta terjadi interaksi antara kedua perlakuan terhadap rata-rata berat basah tanaman (tabel lampiran 2).

Tabel 5. Rata-rata Berat Basah Tanaman Wheatgrass per-pot pada Perlakuan Kombinasi antara Media Tanam dan Volume Penyiraman yang Berbeda

Per lakuan Rata-r ata

M1P1 37.98 bc M1P2 52.81 de M1P3 85.76 f M2P1 28.06 ab M2P2 43.50 cde M2P3 53.26 e M3P1 23.31 a M3P2 39.79 bcd M3P3 56.28 e BNJ 5% 13.45

Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 5% (tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan media campuran pasir dan kompos menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada tingkat volume penyiraman 1 ½ kapasitas lapang (M1P3) dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Gambar 5. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Media Pasir dan Kompos dengan Volume Penyiraman yang Berbeda

Gambar 6. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Media Kertas Merang dengan Volume Penyiraman yang Berbeda

M1P3 M1P2

M1P1

Gambar 7. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Media Baby Blanket dengan Volume Penyiraman yang Berbeda

Gambar 8. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Berbagai Media Tanam yang Berbeda dengan Volume Penyiraman ½ Kapasitas Lapang

Gambar 9. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Berbagai Media Tanam yang Berbeda dengan Volume Penyiraman Kapasitas Lapang

M3P3 M3P2 M3P1 M3P1 M2P1 M1P1 M3P2 M2P2 M1P2

Gambar 10. Perbedaan Pertumbuhan Tanaman Wheatgrass pada Berbagai Media Tanam yang Berbeda dengan Volume Penyiraman 1½ Kapasitas Lapang

Hasil uji sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan macam media tanam dan volume penyiraman yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap berat basah tanaman (tabel lampiran 2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman wheatgrass dengan kombinasi perlakuan M1P3 (Media tanam pasir dan kompos dengan volume penyiraman 1 ½ kapasitas lapang) dan M1P2 (media tanam pasir dan kompos dengan volume penyiraman kapasitas lapang) memperlihatkan pertumbuhan yang cenderung lebih bagus daripada tanaman dengan perlakuan lainnya.

Tanaman dengan perlakuan M1 (pasir dan kompos) memilki panjang tanaman yang cenderung lebih tinggi serta berat basah yang cenderung lebih besar dari tanaman dengan perlakuan M2 (kertas merang) dan M3 (Baby blanket). Perbandingan antara M2 dan M3 menunjukkan bahwa tanaman M3 mempunyai tinggi tanaman yang cenderung lebih tinggi daripada tanaman M2 dan

M3P3 M2P3

perbandingan berat basah antara M2 dan M3 cenderung lebih besar tanaman M2

daripada tanaman M3.

Tanaman wheatgrass dengan volume penyiraman 1½ kapasitas lapang (P3) menunjukkan panjang tanaman yang cenderung lebih tinggi serta berat basah yang cenderung lebih besar dari tanaman dengan perlakuan P1 (½ kapasitas lapang) dan P2 (kapasitas lapang). Perbandingan antara P1 dan P2 menunjukkan bahwa tanaman P2 mempunyai panjang tanaman yang cenderung lebih tinggi serta berat basah yang cenderung lebih besar daripada tanaman P1. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman wheatgrass paling optimal adalah pada tanaman dengan kombinasi perlakuan M1P2 (media tanam pasir dan kompos dengan volume penyiraman kapasitas lapang).

Dari hasil analisis yang diperoleh, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh yang yang berbeda signifikan terhadap pertumbuhan tanaman wheatgrass. Hal ini berarti kombinasi antara perlakuan media tanam dan pemberian air dengan volume yang berbeda merupakan faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman wheatgrass.

2. Kadar Klorofil

Kadar klorofil yang diukur merupakan klorofil a, klorofil b dan klorofil total tanaman. Tabel 6 berikut merupakan nilai rata-rata kadar klorofil pada masing-masing perlakuan yang diberikan.

Tabel 6. Rata-rata Kadar Klorofil a, klorofil b dan klorofil total Tanaman Wheatgrass pada Perlakuan Kombinasi antara Media Tanam dan Volume Penyiraman yang Berbeda

Keterangan : Rata-rata menunjukkan hasil tidak nyata (tn)

Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan uji sidik ragam sembilan kombinasi perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata secara signifikan terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pada tanaman wheatgrass (tabel lampiran 3, 4 dan 5).

PERLAKUAN Rata-r ata

Klorofil a (mg/l) Klorofil b (mg/l) Klorofil total (mg/l)

M1P1 7.52 3.69 11.21 M1P2 8.37 3.39 11.77 M1P3 8.56 3.54 12.10 M2P1 7.73 3.16 10.90 M2P2 7.91 3.23 11.14 M2P3 8.51 3.36 11.87 M3P1 7.24 3.55 10.79 M3P2 8.40 3.28 11.68 M3P3 8.69 3.34 12.03 tn tn tn

Tabel 7. Rata-rata Kadar Klorofil a, Klorofil b dan Klorofil Total Wheatgrass pada Perlakuan Kombinasi antara Media Tanam dan Volume Penyiraman yang Berbeda Perlakuan Rata-rata Kadar Klorofil-a Rata-rata Kadar Klorofil-b Rata-rata Kadar Klorofil Total Faktor I. Media Tanam

M1 (Pasir dan Kompos) M2 (Kertas Merang) M3 (Baby blanket) 8.12 8.05 8.11 3.54 3.25 3.39 11.69 11.31 11.50 BNJ 5% tn tn tn

Faktor II. Volume Penyiraman P1 ( ½ Kapasitas Lapang) P2 (Kapasitas Lapang) P3 (1 ½ Kapasitas Lapang) 7.50 a 8.23 b 8.58 b 3.46 3.30 3.41 10.97 a 11.53 b 12.00 b BNJ 5% 0.39 tn 1.11

Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 5% (tabel 7) menunjukkan bahwa perlakuan pada berbagai media tanam yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar klorofil total pada tanaman. Pada perlakuan volume penyiraman menunjukkan bahwa pemberian air pada kondisi 1½ kapasitas lapang menunjukkan nilai rata-rata tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan pemberian air pada kondisi kapasitas lapang, sedangkan pemberian air pada kondisi ½ kapasitas lapang menunjukkan rata-rata paling rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

B. PEMBAHASAN

1. Per tumbuhan

Hasil uji sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang berbeda

sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan pada perlakuan volume penyiraman juga memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata.

Pada variabel pertumbuhan, hasil terbaik ditunjukan pada perlakuan M1. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan media tanam pasir dan kompos merupakan media tanam yang ideal bagi pertumbuhan wheatgrass jika dibandingkan dengan media tanam kertas merang dan baby blanket. Hal ini didukung oleh parameter tinggi tanaman wheatgrass yang mencapai hasil maksimal pada media tanam M1

kemudian media tanam M3 dan media tanam yang memilki hasil terendah adalah M2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah bahan organik serta unsur hara esensial yang cukup (Andalusia, 2005). Perlakuan (M1) media tanam pasir dan kompos (1:1) memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan tanaman wheatgrass dibandingkan dengan perlakuan media kertas merang dan baby blanket. Hal ini kemungkinan disebabkan karena media pasir memiliki ruang pori yang cukup besar dan drainase yang baik pula, kemudian penambahan kompos sebagai soil conditioner. Menurut Setyorini, Saraswati dan Anwar (2004) tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur, penyebab kompak dan gemburnya tanah ini adalah senyawa-senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium atau hifa yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik ini berarti difusi O2 atau aerasi akan lebih banyak sehingga proses fisiologis di akar akan lancar.

Pada perlakuan volume penyiraman, hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan P3, yaitu pemberian air pada kondisi 1½ kapasitas lapang. Hal ini menunjukkan pada perlakuan volume penyiraman 1½ kapasitas lapang, tanaman menunjukkan hasil terbaik, demikian pula pada kondisi kapasitas lapang tanaman dapat tumbuh dengan baik juga. Tanaman wheatgrass membutuhkan kondisi lembab dan cenderung basah untuk pertumbuhannya sehingga dalam kondisi 1½ kapasitas lapang dia sangat toleran dan dapat memberikan hasil terbaik. Namun menjadi kurang efektif pemberian air pada volume 1½ kapasitas lapang dikarenakan dalam pengamatannya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan pemberian air pada kapasitas lapang. Sehingga volume penyiraman yang efektif bagi pertumbuhan tanaman adalah pada kondisi kapasitas lapang.

Proses pertumbuhan tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang berbeda, bergantung pada jenis tanaman (Hendriyani dan Setiari, 2009). Air yang tersedia dalam tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air, akan tetapi terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumlah penyerapan air oleh tanaman untuk petumbuhannya disamping itu pertumbuhan juga bergantung pada interaksi antara sel dengan lingkungannya (Anonim, 2009b).

Kombinasi perlakuan media tanam dan volume penyiraman mampu menghasilkan berat basah tanaman secara sangat nyata, hasil terbaik ditunjukan pada kombinasi M1P3. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi media tanam pasir dan volume penyiraman 1½ kapasitas lapang mempunyai keterkaitan dalam pertumbuhan tanaman wheatgrass. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa media

kertas merang dapat memberikan hasil terbaik pada volume penyiraman 1½ kapasitas lapang, demikian pula pada media tanam baby blanket yang menunjukkan hasil terbaik pada volume penyiraman 1½ kapasitas lapang.

Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh media tanam. Masing-masing media tanam memilki karakteristik yang berbeda pada kondisi air cukup tersedia, hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh yang berbeda secara signifikan pada pertumbuhan tanaman wheatgrass.

Tanaman wheatgrass dengan volume penyiraman berdasarkan kapasitas lapang (P2), media tanamnya berada dalam kondisi yang lembab. Sedangkan pada volume penyiraman satu setengah kapasitas lapang (P3), media tanamnya berada dalam kondisi basah. Kedua kondisi tersebut sesuai untuk pertumbuhan wheatgrass. Pada perlakuan penyiraman satu setengah kapasitas lapang, kondisi media tanam mengandung banyak air tetapi pertumbuhan wheatgrass masih bisa berjalan dengan baik bahkan pertumbuhannya terlihat yang paling bagus diantara perlakuan volume penyiraman lainnya. Hal yang paling penting dalam penyiraman wheatgrass adalah volume air yang digunakan utuk menyiram cukup banyak (tidak menggenang). Hal ini disebabkan tanaman wheatgrass merupakan tanaman yang membutuhkan kondisi lembab dalam pertumbuhannya dan toleran terhadap kondisi yang basah.

Air dalam media tanam akan diserap oleh akar tanaman kemudian masuk ke dalam tanaman. Selanjutnya, air akan menuju ke daun untuk menjalankan

fotosintesis. Hasil fotosintesis kemudian digunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan. Peranan air bagi kehidupan tanaman antara lain, air sebagai pelarut unsur hara di dalam tanah sehingga tanaman dapat dengan mudah mengambil hara tersebut melalui akar sebagai makanan dan sekaligus mengangkut hara tersebut ke bagian-bagian tanaman yang memerlukan melalui pembuluh xilem. Selain itu, air juga berperan dalam proses fotosintesis. Air akan melarutkan glukosa sebagai hasil fotosintesis dan mengangkutnya ke seluruh tubuh tumbuhan melalui pembuluh floem. Hasil fotosintesis ini akan digunakan tumbuhan untuk proses pertumbuhannya (Hendriyani daan Setiari, 2009).

Perlakuan media tanam M1 menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan perlakuan M2 dan M3. Sifat media tanam M1 yang mempunyai pori besar membuat akar tanaman mampu bergerak bebas dan dapat menyerap air dengan lebih baik. Menurut Setyorini, Saraswati dan Anwar (2004) penggunaan kompos membuat tanah berpasir menjadi lebih kompak sehingga mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga penyerapan energi cahaya lebih banyak dan fluktuasi suhu di dalam tanah dapat dihindarkan.

Pada perlakuan media tanam M2, tanaman menunjukkan pertumbuhan paling rendah diantara perlakuan lainnya. Hal ini kemungkinan karena ketersediaan air di dalam media tidak mampu diserap dengan baik oleh akar tanaman. Menurut ISTA (2005) persyaratan media kertas untuk pengujian viabilitas antara lain harus memiliki kapasitas menahan air yang cukup selama periode pengujian benih untuk memastikan kontuitas suplai air bagi pertumbuhan benih. Optimasi media terutama kelembabannya, selain ditentukan oleh jenis

kertas juga ditentukan oleh ukuran benih. Ukuran benih merupakan faktor penting karena jumlah air yang diperlukan untuk pertumbuhan benih berukuran besar berbeda dengan benih berukuran kecil. Benih yang berukuran besar menyerap air lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan benih berukuran sedang dan kecil.

Pada perlakuan M3 yaitu media baby blanket memiliki sifat mudah menyerap air, juga memiliki pori-pori yang memudahkan pertukaran udara dan masuknya sinar matahari (Triana, 2011). Pertumbuhan tanaman pada media M3

cenderung kurang maksimal, kemungkinan pori-pori yang besar mengakibatkan penguapan semakin tinggi.

2. Kadar Klorofil

Hasil uji sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kadar klorofil tanaman wheatgrass, sedangkan pada perlakuan volume penyiraman berpengaruh terhadap kadar klorofil tanaman wheatgrass. Hal ini menunjukkan bahwa air berpengaruh terhadap sintesis dan kadar klorofil. Peran air dalam pembentukan klorofil adalah air dapat membawa unsur-unsur hara penting untuk pembentukan klorofil yang terdapat dalam tanah misalnya unsur nitrogen. Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil dan sintesis protein maupun enzim (Suyitno, 2008).

Menurut Hendriyani dan Setiari (2009) pada tumbuhan, nitrogen mula-mula berbentuk ammonia dan selanjutnya mengalami perubahan menjadi asam glutamate, dikatalis oleh enzim glutamine sintetase. Asam glutamate berfungsi sebagai bahan dasar di dalam biosintesis asam amino dan asam nukleat. Asam

glutamate akan membentuk asam aminolevulinat (ALA) yang berperan sebagai cincin porfirin pembentukan klorofil.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman wheatgrass pada perlakuan P3 memiliki kadar klorofil yang lebih banyak dibandingkan tanaman wheatgrass yang diberi perlakuan P1 dan P2. Tingginya kadar klorofil pada perlakuan P3

dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2 ini disebabkan karena ketersediaan air pada masing-masing perlakuan berbeda. Pada perlakuan P3 mengandung kadar air yang cukup tinggi dalam media tanamnya artinya kadar air cukup banyak, namun mengingat tanaman wheatgrass membutuhkan kondisi yang lembab sehingga hal ini bukan merupakan masalah selama kondisi air tidak menggenang.

Tanaman wheatgrass pada perlakuan P3 mengandung kadar air yang tinggi dalam media tanamnya. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman wheatgrass, hasil yang tidak berbeda nyata ditunjukkan dengan perlakuan P2. Pada perlakuan P2 mengandung kadar air yang sedang dalam media tanamnya artinya kadar airnya tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit sehingga memungkinkan udara masih bisa memasuki pori-pori dalam media tanam.

Tanaman wheatgrass pada perlakuan P1 mengandung kadar air yang rendah dalam media tanamnya. Kondisi ini tidak cocok bagi tanaman wheatgrass, seperti yang dinyatakan oleh Susanto (2008) bahwa kurangnya air pada tanaman menyebabkan kenaikan temperatur dan transpirasi sehingga menyebabkan disintegrasi klorofil.

Gambar 11. Biosintesis Klorofil (Shermer, 2008)

Ketersediaan air yang cukup dan diimbangi dengan ketersediaan unsur hara yang cukup akan mendukung pertumbuhan bibit tanaman. Air secara langsung berperan dalam setiap jalur biosintesis klorofil. Pada awalnya nitrogen berbentuk ammonia dan selanjutnya ammonia mengalami perubahan menjadi asam glutamate, dikatalis oleh enzim glutamine sintetase. Asam glutamate berfungsi sebagai bahan dasar di dalam biosintesis asam amino dan asam nukleat. Asam glutamate akan membentuk asam aminolevulinat (ALA) yang berperan sebagai cincin porfirin pembentukan klorofil. Setelah terbentuk ALA, kemudian akan

terbentuk porfobilinogen dan kemudian terbentuk hidroksimetibilane. Pembentukan hidroksimetibilan pada biosintesis klorofil dimana porfobilinogen akan berikatan dengan H2O dengan bantuan enzim hidroksimetibilan sinetase. Hidroksimetibilan akan membentuk uroporfirinogen III dan H2O dengan bantuan enzim uroporifirinogen III synthase. Kemudian uroporfirinogen III akan membentuk protoporfirin IX, kemudian bergabung dengan Mg2+ dan H2O akan membentuk Mg-protoporfirin IX dengan bantuan enzim Mg-chetalase. Penambahan gugus metil pada protoporfirin IX dengan bantuan Mg-protoporfirin IX metiltransferase dan H2O akan membentuk Mg-protoporfirin IX monometil ester. Selanjutnya dalah perubahan Mg-protoporfirin IX monometil ester menjadi protoklorofilide (Shermer, 2008).

Perubahan protoklorofilide menjadi klorofil a terjadi melalui terbentuknya klorofilide a dengan bantuan protoklorofilide oksidoreduktase. Dari klorofilide a dengan bantuan klorofil sinetase yang mengkatalis esterifikasi senyawa fitol akan terbentuk klorofil a. Klorofil b terbentuk dari klorofil a yang mengalami oksidasi gugus metil pada cincin keduanya menjadi gugus aldehid ataupun dimungkinkan dari senyawa porfirin yang dapat diubah menjadi klorofil a maupun klorofil b (Cummings, 2006).

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia. Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan

menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan molekul organik lainnya (Bahri, 2007).

Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tumbuhan hanya dapat memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm (Tarigan, 2009).

Tanaman tingkat tinggi ada dua macam klorofil yaitu klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang berwarna hijau muda. Klorofil-a dan b paling kuat menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600 nm). Sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh karotenoid. Karotenoid ternyata berperan membantu mengabsorpsi cahaya sehingga spektrum matahari dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Energi yang diserap karotenoid diteruskan kepada klorofil a untuk diserap digunakan dalam proses fotosintesis, demikian pula dengan klorofil b (Sengbusch, 2003).

Molekul klorofil terdiri dari dua bagian (Gambar 12) yaitu kepala porfirin dan rantai hidrokarbon. Porfirin adalah tetrapirol siklik yang terdiri dari empat

nitrogen yang mengikat cincin pirol yang dihubungkan dengan empat rantai metana disebut porfin (Cummings, 2006).

Gambar 12. Rumus Molekul Klorofil a dan Klorofil b (Sengbusch, 2003) Klorofil adalah katalisator fotosintesis penting yang terdapat pada membrane tilakoid sebagai pigmen hijau dalam jaringan tumbuhan berfotosintesis. Air merupakan salah satu faktor utaman pembentuk klorofil. Klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer pada tumbuhan dan merupakan produk esensial yang terdapat pada semua makhluk hidup (Shermer, 2008). Menurut Gross (1991) mengatakan bahwa tanaman kaya akan berbagai metabolit fitokimia yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder, klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer selain gula dan asam amino.

Huda (2011) menyatakan bahwa klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer yang berperan penting dalam proses metabolisme tumbuhan

yaitu fontosintesis. Shermer (2008) juga mengatakan bahwa biosintesis klorofil merupakan salah satu jalur metabolit primer pada tumbuhan.

Perlakuan pemberian air, erat hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam media tanam. Air yang tersedia dalam media tanam akan berpengaruh terhadap metabolisme tanaman dan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan terhambatnya metabolisme primer dalam tubuh tumbuhan. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumlah air (Hendriyani dan Setiari 2009).

Pada perlakuan P2 kadar airnya cukup tersedia dan hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil tanaman tertinggi pada perlakuan P3. Sehingga perlakuan P2

merupakan perlakuan volume penyiraman yang efektif dalam pembentukan kadar klorfil. Hal tersebut di atas menunjukkan pada perlakuan P2 kadar airnya cukup tersedia sehingga tidak menyebabkan terganggunya proses metabolisme primer tanaman wheatgrass. Tidak terganggunya metabolisme primer tersebut menyebabkan kadar klorofil juga lebih banyak dibandingkan perlakuan P1.

Secara umum, apabila suatu tumbuhan tumbuh pada ketersediaan air yang rendah atau berlebih maka proses-proses metabolisme primer akan terganggu. Jika metabolisme tanaman dapat berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman juga akan maksimal. Pemberian air kapasitas lapang lebih efisien dibandingkan dengan pemberian air 1½ kapasitas lapang dalam pembentukan klorofil. Hal ini ditunjukkan dengan tidak berbeda nyatanya antara perlakuan P2 dan P3.

Dokumen terkait