• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat-sifat Fisik Tanah

Tanah merupakan sistem tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase padat terdiri dari bahan organik atau mineral tanah meliputi pasir, debu, dan liat. Fase cair adalah kandungan air dalam tanah, dan fase gas adalah udara yang terdapat dalam tanah. Beberapa sifat fisik tanah antara lain kadar air tanah, tekstur dan struktur tanah yang merupakan sifat utama fisik tanah.

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah atau dapat juga diartikan sebagai perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir yang terkandung dalam tanah.

Tabel 3. Hasil Analisis Tekstur Tanah

Tekstur Persentase (%)

Pasir 43,28

Debu 22,00

Liat 34,72

Bahan Organik 0,31

Keterangan : Berdasarkan segitiga USDA jenis tanah yang didapat adalah Lempung Berliat Tanah Latosol yang digunakan memiliki tekstur Lempung Berliat. Sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan di laboratorium yang dapat dilihat pada Lampiran 3, diperoleh bahwa kandungan yang terdapat pada tanah Latosol yang digunakan yaitu pasir 43,38%, debu 22,00%, dan liat 34,72% dengan kandungan C-Organik 031%. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2009) yang menyatakan bahwa proporsi fraksi tanah untuk kelas tekstur tanah lempung berliat (clay loam) adalah pasir 20-45%, debu 15-53%, dan liat 27-40% dan Nugroho (2009) yang menyatakan bahwa jenis tanah Latosol berasal dari bahan induk

vulkanik, baik tufa maupun batuan beku. Ciri-ciri umumnya bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai gumpal dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan mineralogi bahan induknya, drainase, umur dan keadaan iklimnya. Kandungan unsur hara rendah sampai sedang, sehingga sifat tanahnya secara fisik tergolong baik, namun secara kimia kurang baik.

Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas

Hasil analisis sifat fisik pada tanah Latosol dapat dilihat pada Tabel 4 berikut dan perhitungannya pada Lampiran 4

Tabel 4.Nilai Bulk Density, Particle Density, dan Porositas Tanah Latosol Ulangan Kerapatan massa

(g/cm3) Kerapatan partikel (g/cm3) Porositas (%) 1 1,11 2,63 57,71 2 1,01 2,38 57,47 3 1,01 2,38 57,47 4 1,06 2,63 59,62 Rata-Rata 1,05 2,50 58,07

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai bulk density (kerapatan massa) pada tanah Latosol adalah sebesar 1,05 gram/cm3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3 volume tanah Latosol total (termasuk pori-porinya) terdapat sekitar 1,05 g tanah Latosol kering. Hal ini sesuai dengan literatur Dingus (1999) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur lempung berliat memiliki kerapatan massa tanah sebesar 1,0 – 1,5 gram/cm3.

Nilai particle density (kerapatan partikel) pada tanah Latosol dapat dilihat sebesar 2,5 gr/cm3, yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3 volume partikel padatan tanah Latosol kering terdapat sekitar 2,5 g tanah Latosol kering. Nilai ini tergolong rendah jika dibandingkan nilai kerapatan partikel pada umumnya. Hal ini disebabkan penelitian ini menggunakan tanah yang sudah terganggu. Hasibuan

(2011) menyatakan pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,6 – 2,7 g/cc.

Nilai porositas pada tanah Latosol dapat dilihat sebesar 58,07 %. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. Ditinjau dari ruang pori susunan secara acak mempunyai ruang yang paling tinggi, dan susunan terarah mempunyai ruang pori paling rendah.

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang hilang dari tanaman akibat penguapan dan biasanya disebut kebutuhan air tanaman agar tanaman tetap bisa tumbuh. Hal ini sesuai dengan literatur Soewarno (2000) yang menyatakan bahwa evapotranspirasi tanaman (corp evapotranspiration, corp water requirement, consumptive use, consumptive water requirement, ETc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi kekurangan air (dengan kata lain adalah tebal air yang digunakan untuk tanaman supaya hidup). Evapotranspirasi yang dihitung berdasarkan nilai evaporasi yang diukur dengan evapopan dikalikan dengan koefisien panci sebesar 0,7 sesuai dengan literatur Sosrodarsono dan Takeda (2003) dan koefisien tanaman sehingga hasil yang didapat adalah evapotranspirasi aktual. Hal ini sesuai dengan literatur Sosrodarsono dan Takeda (2003) yang menyatakan bahwa evapotranspirasi tanaman dapat juga ditentukan berdasarkan nilai evaporasi yang

diukur dengan alat seperti evapopan kemudian dikalikan dengan koefisien tanamannya. Tabel 5 menunjukkan nilai evapotranspirasi aktual tanaman

Tabel 5. Evapotranspirasi Aktual Fase tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien panci evapopan (k) Evaporasi potensial (Et0) (mm/hari) Koefisien tanaman (kc)*) Evapotranspirasi (ETc) (mm/hari) Fase Awal (0-15 hari) 5.28 0,7 3,70 0,3 1,11 Fase Tengah (16- 30 hari) 2.27 0,7 1,59 1,2 1,91 Fase Akhir (31- 45) 3.18 0,7 2,26 0,6 1,18

*)(Kumar dalam Allen, 2011).

Gambar 2 menunjukkan Evapotranspirasi (ETc) pada fase awal, tengah dan akhir pertumbuhan yang didapat dari Tabel 5

Dari Tabel 5 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada evapotranspirasi tertinggi terjadi pada fase tengah dengan evapotranspirasi aktual sebesar 1,91 mm/hari dan yang terendah fase awal dengan evapotranspirasi aktual sebesar 1.11 mm/hari (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5). Fase awal merupakan yang terendah dikarenakan nilai � pada fase awal merupakan nilai terkecil sebesar 0,3 karena pada fase ini merupakan fase yang membutuhkan air paling sedikit pada

0 0,5 1 1,5 2 2,5

Fase Awal fase Tengah Fase Akhir

E v a p o tr a n sp ir a si m m /h a ri

pertumbuhan awal dan penguapan yang dilakukan tanaman kecil, sedangkan fase tengah merupakan yang tertinggi dikarenakan nilai � pada fase tengah

merupakan nilai tertinggi sebesar 1,2 karena pada fase ini membutuhkan air paling besar karena merupakan fase pertumbuhan maksimal untuk pertumbuhan tanaman dan penguapan yang dilakukan tanaman besar.

Hasil yang didapatkan sama dengan penenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Simangunsong (2013) dengan hasil kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan yaitu 7,45 mm/hari atau 336,86 ml/hari dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan yaitu 1,86 mm/hari atau 84,10 ml/hari. Namun perbedaan nilai yang didapat diakibatkan oleh perbedaan jenis tanah yang digunakan, bibit Caisim yang digunakan, keadaan lingkungan (seperti intensitas matahari, kecepatan angin dan suhu lingkungan), lokasi dilakukannya penelitian yaitu di rumah kassa, dan waktu dilakukannya penanaman.

Perkolasi

Perkolasi adalah proses mengalirnya air ke bawah secara gravitasi dari suatu lapisan tanah ke lapisan di bawahnya, sehingga mencapai permukaan air tanah pada lapisan jenuh air. Di setiap tempat memiliki jenis tanah yang berbeda maka daya resap tanahnya juga akan berbeda pula.

Pada penelitian ini, tanah Latosol yang diberi air tidak mengalami perkolasi atau perkolasi tidak ada (bernilai nol). Hal ini dikarenakan penyebaran pemberian air sesuai dengan evapotranspirasi harian sehingga tanah tidak sampai jenuh. Hal ini sesuai dengan literatur Soemarto (1995) yang menyatakan bahwa daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang

besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity). Kadar Air Kapasitas Lapang

Kadar Air kapasitas lapang yang diambil dari 6 polybag dengan 3 polybag bervegetasi dan 3 polybag tidak bervegetasi sehingga didapatkan rata-rata dari setiap sampel sebesar 36,67%. Nilai ini digunakan sebagai acuan (batas atas) pemberian air irigasi dalam menghitung efisiensi penyimpanan air pada tanaman. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Namun ada perbedaan yang dapat dilihat pada tanah bervegetasi dan tanah tanpa vegetasi. Hal ini dikarenakan adanya vegetasi yang mempengaruhi bahan organik yang ada di dalam tanah sehingga tanah yang bahan organiknya semakin tinggi maka daya tanahnya untuk menyimpan air akan semakin tinggi Hal ini sesuai dengan literatur Notohadiprawiro (1998) yang menyatakan bahwa bahan organik tanah (BOT) memperbaiki struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki kapasitas tukar kation (KTK), aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menahan air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri.

Debit Air Rata-Rata Keluaran

Debit air keluaran emitter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air yang tertampung dari semua emitter per satuan waktu dari jumlah emitter yang ada kemudian dibagikan banyaknya emmiter yang digunakan pada keseluruhan lateral. Dari hasil pengukuran debit air yang keluar dari setiap infuse dari tiap lateral dapat dilihat pada Tabel 7 berikut

Tabel 7. Debit Air Rata-Rata Keluaran

Emitter Debit rata-rata (l/jam) Lateral 1 Lateral 2 1 6,96 4,94 2 7,44 6,51 3 5,83 6,21 4 7,48 4,67 5 6,84 3,15 6 6,38 3,98 7 7,15 4,62 8 7,36 3,84 9 5,24 0,96 10 8,71 2,67 11 8,87 3,63 12 5,89 4,31 Rata-rata 5,57

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa debit air terbesar yaitu pada Emmiter ke 11 lateral 1 sebesar 8,87 l/jam dan yang terendah pada Emmiter ke 9 lateral 2 sebesar 0,96 l/jam dan debit rata-rata keluaran sebesar 5,57 l/jam (Perhitungan pada Lampiran 7). Menurut Sumarna (1998) yang menyatakan bahwa air dikeluarkan melalui penetes dalam debit air yang rendah secara konstan dan kontinu, kondisi ini tergantung pada tekanan dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan. Karakteristik dari penetes akan menunjukkan debit air yang dapat melewati penetes tersebut. Dapat dilihat dari Tabel 7 perbedaan yang cukup signifikan pada debit air yang terbesar dan terkecil. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan pada setiap lubang emitter pada saat perakitan irigasi tetes dikarenakan lubang emitter dibuat secara manual dengan mesin bor tangan sehingga adanya kemungkinan tidak seragamnya ukuran lubang emitter. Hal tersebut sesuai dengan literatur Michael (1978) yang menyatakan bahwa secara hidraulik, variasi tekanan sepanjang sebuah pipa lateral akan menyebabkan aliran emitter yang bervariasi sepanjang pipa lateral dan dan variasi tekanan pada pipa sub utama akan menyebabkan variasi aliran pada pipa lateral (pada setiap

pipa lateral) sepanjang pipa sub utama. Emitter yang biasanya paling banyak digunakan dan juga diasumsikan aliran turbulensi pada pipa lateral.

Keseragaman Pemakaian Air

Keseragaman Pemakaian Air adalah jumlah air yang diberikan dan dipakai oleh setiap tanaman adalah sama. Namun sejauh ini tidak ada keseragaman yang ideal atau mencapai 100% karena dipengaruhi oleh banyak faktor.

Keseragaman pemakaian air digambarkan dengan koefisien variasi, semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tidak seragam debit yang keluar. Hal ini sesuai dengan literatur James (1988) yang menyatakan bahwa koefisien variasi menggambarkan kualitas dari alat penetes. Koefisien variasi ditentukan dari pengukuran laju aliran untuk beberapa alat penetes yang identik.

Dari Tabel 8 dapat dilihat nilai keseragaman pemakaian air Tabel 8. Keseragaman Pemakaian Air

Qmin (l/jam) Qave (l/jam) Cv Emission uniformity (%) Lateral 1 5,83 7,01 0,16 66,27 Lateral 2 0,96 4,12 0,36 12,64 Rata-Rata 2,44 5,57 0,26 39,46

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa keseragaman paling besar terjadi pada Lateral 1 sebesar 66,27% dan yang terkecil pada Lateral 2 sebesar 12,64% dengan rata-rata sebesar 39,46% (Perhitungan dapat dilihat di Lampiran 8). Nilai ini sangat rendah karena seharusnya keseragaman irigasi tetes lebih dari 90%. Hal ini sesuai dengan literatur Sumaryanto, dkk (2006) kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan

ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Kerugian yang timbul akibat water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup pula mubazirnya sebagian masukan usahatani yang telah diaplikasikan (pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain).

Sangat rendahnya keseragaman irigasi tetes dalam penelitian ini disebabkan tidak seragamnya lubang emitter. Hal ini sesuai dengan literatur Prabowo dkk (2010) yang menyatakan bahwa desain yang tepat dari sistem irigasi harus mendapat keseragaman pemberian air pada tanah, sehingga mampu memberi air yang tepat selama selang waktu yang tepat dengan desain ideal mencapai 100%. Namun pada kenyataan di lapangan, keseragaman distribusi tetesan tidak mungkin bisa mencapai 100% karena banyak faktor yang mempengaruhi.

Efisiensi Irigasi Tanaman

Efisiensi irigasi tetes adalah indikator untuk melihat kinerja dari suatu sistem jaringan irigasi tetes. Hal ini sesuai dengan literatur Sumaryanto, dkk (2006) yang menyatakan bahwa kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal.

Dapat dilihat pada Tabel 9 (perhitungan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10) efisiensi pemakaian air dan efisiensi penyimpanan air irigasi tetes.

Tabel 9. Efisiensi Pemakaian (Ea) dan Penyimpanan Air (Es) Irigasi Tetes Akhir Pertumbuhan Tanaman Sebelum penyiraman Sesudah penyiraman Kapasitas lapang (%) Ketebalan (mm) Ea (%) Es (%) KA (%) Ketebalan (mm) KA (%) Ketebalan (mm) Tanaman 27,10 14,23 31,74 16,66 36,67 19,25 100 49,28 Tanpa tanaman 20,03 10,53 30,03 11,82 36,67 19,25 100 15,42 *Ea adalah efisiensi pemakaian

*Es adalah efisiensi penyimpanan

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai efisiensi pemakaian irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman tergolong tinggi yaitu 100% pada tanah dengan tanaman maupun tanpa tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa air yang tersimpan di daerah perakaran tanaman sama dengan volume air irigasi yang disalurkan sehingga tidak terjadi perkolasi. Hal ini sesuai dengan literatur Saprianto dan Nora (1999) yang menyatakan bahwa irigasi tetes merupakan salah satu cara pemberian air pada tanaman yang terdiri dari pipa-pipa lateral dan emitter. Penggunaan irigasi ini sangat efektif bagi pemberian air karena air yang disalurkan langsung diberikan pada daerah perakaran tanaman. Efisiensi irigasi ini juga cukup tinggi yakni dapat mencapai 90%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai efisiensi penyimpanan irigasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman tergolong rendah pada tanah dengan tanaman yaitu 49,28% dan pada tanah tanpa tanaman yaitu 15,42%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah dengan tanaman air dan pada tanah tanpa tanaman air yang diberikan belum memenuhi kapasitas lapang tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen dkk (1992) yang menyatakan bahwa konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan

perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Efisiensi penyimpanan air irigasi penting untuk mengetahui apabila air yang disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi tidak memadai, menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.

Efisiensi penyimpanan dan pemakaian irigasi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Nilai efisiensi pemakaian yang tinggi tidak menjamin bahwa nilai efisiensi penyimpanan juga akan tinggi. Hal ini menunjukkan berarti sekalipun tanah dapat menerima 100% air yang diberikan oleh emitter namun jumlah air belum mencapai kapasitas lapang. Hal ini juga akan mempengaruhi nilai produksi tanaman yang dibudidayakan.

Kecukupan Air Irigasi

Kecukupan air irigasi adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai keadaan kapasitas lapang dan memenuhi evapotranspirasi setiap harinya. Dari hasil efisiensi penyimpanan irigasi tetes pada fase akhir pertumbuhan (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman pada tanah dengan tanaman dan tanpa tanaman, dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kecukupan Air Irigasi Fase Akhir Pertumbuhan

0 20 40 60 80 100 120 0-5 cm 6-10cm 11-15 cm 16-20 cm P er se nt ase E fi si ens i P eny im pa na n Lapisan Tanah Tanaman Tanpa Tanaman % Kapasitas Lapang

Gambar 3 menunjukkan efisiensi penyimpanan irigasi pada tanah dengan tanaman dan pada tanah tanpa tanaman belum cukup atau belum mencapai kapasitas lapang. Hal ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan air tanaman yang kurang tepat akibat perubahan cuaca yang selalu berubah. Perhitungan kebutuhan air (ETc) untuk hari berikutnya ditentukan berdasarkan data ETc pada hari sebelumnya yang kondisinya tidak sama. Hal ini sesuai dengan literatur Sosrodarsono dan Takeda (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfer), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.

Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)

Berat kering tanaman dihitung untuk mengetahui produktivitas tanaman. Berat kering tanaman sawi yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 10

Tabel 10. Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) Tanaman Berat caisim

(g) Berat kering (g) Kadar air (%) 1 10 1,1 89 2 20 2,2 89 3 15 2,16 85,6 4 15 1,74 88,4 5 9 1,30 85,56 6 12 1,39 88,42 Rata-Rata 13,5 1.65 87,66

Berdasarkan Tabel 10 (Perhitungan dilihat di Lampiran 11) dapat dilihat rata-rata berat 13,5 gram dan kadar air 87,66%.. Menurut KEPMENTAN No. 253/kpt/TP.240/5/2000 pada kemasan benih jenis Tosakan bobot per tanaman dapat mencapai berat 150 – 200 gr. Berat tanaman Caisim yang dihasilkan masih

jauh dari kondisi ideal, karena efisiensi penyimpanan air irigasi masih sangat rendah di bawah kapasitas lapang. Kondisi kapasitas lapang tanah merupakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman semusim, yang dapat memenuhi kebutuhan evapotranpirasi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Soewarno (2000) yang menyatakan bahwa evapotranspirasi tanaman (corp evapotranspiration, corp water requirement, consumptive use, consumptive water requirement, ETc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi kekurangan air. Dengan kata lain adalah tebal air yang digunakan untuk tanaman supaya hidup dan Hakim dkk (1986) yang menyatakan bahwa banyaknya pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebih mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memperburuk aerasi tanah.

Dokumen terkait