Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor adalah tanaman ekor naga (Rhaphidopora pinnata Schott.) famili Araceae.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia dapat digunakan sebagai bahan pembanding, diperoleh kadar air simplisia 7,3%, menunjukkan bahwa simplisia telah memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar sari yang larut dalam air 11,70%, kadar sari yang larut dalam etanol 10,99%.Kadar abu total yaitu 5,32%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,43%.
Hasil skrining fitokimia daun tanaman ekor naga (Rhaphidophorae pinnatae Folium) golongan senyawa yang positif adalah flavonoida, alkaloida, tanin, glikosida, glikosida antrakinon dan steroida/triterpenoida.
Ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi menggunakan pelarut etanol, hasil sokletasi 150 g serbuk daun ekor naga diperoleh ekstrak 23,405 g. Dilakukan ekstraksi cair-cair secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana dan air, dari 3 g ekstrak diperoleh fraksi n-heksana 90 ml, fraksi air di fraksinasi dengan kloroform, dan diperoleh fraksi kloroform 75 ml, selanjutnya fraksi air difraksinasi lagi dengan etil asetat sehingga diperoleh fraksi etil asetat 20,1 ml dan fraksi air 13 ml.
Terhadap ekstrak etanol dan hasil fraksi-fraksi diatas yang diperoleh, dilakukan kromatografi kertas dengan tiga jenis fase gerak yaitu BAA, forestal, dan
sinar lampu Ultraviolet dan AlCl3 5%. Pada fraksi etil asetat diperoleh pemisahan yang baik dengan fase gerak asam asetat 50% yang memberikan empat bercak dengan sinar lampu UV 366 nm, kromatogram dibaca dari bawah keatas yaitu warna ungu (Rf = 0,27), biru (Rf= 0,63), kuning (Rf = 0,7), ungu (Rf = 0,74). Menurut Markham (1988) senyawa flavonoida yang memberikan fluoresensi warna ungu dan biru dengan sinar lampu ultraviolet menunjukkan senyawa flavonoida golongan flavon, isoflavon, flavanon dan flavonol.
Terhadap fraksi etil asetat ini kemudian dilakukan pemisahan dengan kromatografi kertas preparatif dengan fase gerak asam asetat 50 % dan fase diam kertas whatman no.3, pita-pita dipisahkan berdasarkan fluoresensinya dibawah sinar lampu UV 366 nm, hasilnya diperoleh 3 pita yaitu isolat F1, berfluoresensi ungu; F2 berfluoresensi biru dan F3 berfluoresensi kuning ungu. Selanjutnya dilakukan uji kualitatif terhadap isolat tersebut. Hasil uji kualitatif terhadap isolat F1 dan F2 dengan penambahan serbuk Mg dan HCl pekat memberikan warna merah, ini menunjukkan senyawa flavonoida tersebut adalah golongan flavonol (Fransworth, 1966). Uji kulitatif juga dilakukan dengan kromatografi kertas dengan fase gerak asam asetat 50%, forestal dan BAA. Penampak noda digunakan sinar lampu UV 366 nm, uap ammonia dan AlCl3 5%, ternyata F1 menunujukkan satu bercak berwarna ungu (fase gerak asam asetat 50 %, Rf = 0,29; BAA, Rf = 0,83; forestal Rf = 0,56), Sedangkan F2 juga menunjukkan satu bercak berwarna biru muda (fase gerak asam asetat 50%, Rf = 0,56; BAA, Rf = 0,83; forestal, Rf = 0,53), sehingga F1 dan F2 dapat disebut isolat murni, sedangkan F3 masih menunjukkan satu bercak tetapi
memiliki dua warna yang berbeda yaitu warna kuning dan ungu (fase gerak asam asetat 50%, Rf = 0,37; BAA, Rf = 0,81; forestal, Rf = 0,77).
Hasil uji kemurnian isolat F1 dan F2 menggunakan kromatografi kertas dua arah dengan fase gerak I adalah BAA (n-butanol:asam asetat:air = 4:1:5) dan asam asetat 50 % sebagai fase gerak II, hasilnya menunjukkan satu bercak jika dilihat dibawah sinar lampu UV 366 nm dan setelah diberi AlCl3 5 % masih menunjukkan satu bercak yaitu F1 (Rf = 0,78) fluoresensi ungu, F2 (Rf = 0,91) fluoresensi biru muda.
Penafsiran spektrum ultraviolet dilakukan untuk isolat F1 dan F2, dengan merujuk pada Markham (1988).
Penafsiran spektrum ultraviolet untuk isolat F1:
1. Hasil spektrum F1 dalam metanol memberikan pita absorpsi maksimum pada pita I yaitu 354 nm, sedangkan untuk pita II 267 nm. Absorpsi maksimum pada pita I ini sesuai untuk senyawa Flavonol yang panjang gelombang absorpsi maksimum pada pita I adalah 350-385 nm, dengan demikian diduga senyawa flavonoida tersebut adalah flavonol.
2. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum yang telah diukur setelah 5 menit terlihat adanya penguraian yang ditandai intensitas meningkat, dimana pergeseran panjang gelombang pada pita I dari 354 nm menjadi 378 nm jadi diperoleh perubahan panjang gelombang pada pita 24 nm.
terjadi pada pita I sebesar 23 nm. Pergesaran batokromik 20-26 nm menunjukkan gugus 5-OH (dihidroflavonol). Dengan demikian dijumpai gugus 5-OH pada golongan flavonol ini. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl3 terjadi pergeseran hiperkromik 1 nm pada pita 1 bila dibandingkan terhadap spektrum dalam metanol dengan penambahan AlCl3/HCl.
4. Hasil spektrum F1 dalam metanol dengan panambahan natrium asetat (NaOAc) menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik pada pita II sebesar 1 nm jika dibandingkan dengan spektrum dalam metanol, Jika terjadi pergeseran sebesar 5-20 nm pada pita II, maka terdapat gugus 7-OH pada cincin A, maka pada senyawa flavonol ini tidak dijumpai adanya gugus 7-OH.
5. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan NaOAc/H3BO3 dibandingkan terhadap spektrum dalam metanol menunjukkan pergeseran pada pita I sebesar 11 nm, jika terjadi pergeseran sebesar 12-36 nm pada pita I, maka terdapat gugus orto- dihidroksi pada cincin B, dengan demikian pada senyawa flavonol ini tidak terdapat gugus orto-dihidroksi pada cincin B.
Hasil penafsiran spektrum ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser terhadap isolat F2 dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoida ini diduga senyawa flavonol yang mempunyai gugus hidroksi pada posisi 5-OH.
Penafsiran spektrum ultraviolet untuk isolat F2 :
1. Hasil spektrum F2 dalam metanol memberikan pita absorpsi maksimum pada pita I 330 nm sedangkan untuk pita II 216nm. Pita absopsi maksimum ini sesuai untuk senyawa flavonol dengan panjang gelombang absorpsi maksimum pada
pita I adalah 330-360 nm, dengan demikian senyawa flavonoida tersebut adalah golongan flavonol.
2. Pada spektrum F2 dalam metanol dengan penambahan NaOH menunjukkan adanya pergeseran batokromik pada pita I yaitu 43 nm tanpa penurunan intensitas. Pergesarn batokromik pada pita I ini sesuai untuk senyawa flavonol yaitu sebesar 45-60 nm, tanpa adanya penurunan intensitas, ini menunjukkan bahwa pada F2 tidak dijumpai gugus 4’-OH bebas.
3. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dibandingkan dengan spektrum yang telah diukur setelah 5 menit terlihat adanya penguraian yang ditandai intensitas meningkat, dimana pergeseran panjang gelombang pada pita I dari 373 nm menjadi 378 nm jadi diperoleh perubahan panjang gelombang pada pita 5 nm.
4. Pada spektrum F2 dalam metanol dengan penambahan AlCl3/HCl terjadi pergeseran batokromik bila dibandingkan spektrum dalam metanol. Pergeseran batokromik ini terjadi pada pita I sebesar 46 nm. Jika terjadi pergeseran batokromik sekitar 35-55 nm menunjukkan gugus 5-OH pada cincin A, dengan demikian dijumpai adanya gugus 5-OH bebas. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl3 terjadi pergeseran hiperkromik 1 nm pada pita 1 dibandingkan terhadap spektrum dalam metanol dengan penambahan AlCl3/HCl3.
5. Pada spektrum F2 dalam metanol dengan penambahan NaOAc terjadi pergeseran batokromik pada pita II sebesar 1 nm bila dibandingkan dengan spektrum metanol. Jika terjadi pergeseran batokromik 5-20 nm pada pita II dalam NaOAc
maka terdapat gugus 7-OH pada cincin A dengan demikian pada senyawa flavonol ini tidak dijumpai gugus 7-OH.
6. Pada spektrum F2 dalam metanol dengan panambahan NaOAc/H3BO3 bila dibandingkan spektrum isolat dalam metanol menunjukkan pergeseran batokromik pada pita I, senyawa flavonol yang mempunyai gugus orto- dihidroksi pada cincin B biasanya menunjukkan pergeseran batokromik pada pita I dengan NaOAc/H3BO3 dengan demikian pada senyawa flavonol ini dijumpai adanya tidak adanya gugus orto-dihidroksi pada cincin B.
Hasil penafsiran spektrum ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser terhadap isolat F2 dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoida ini diduga senyawa flavonol yang mempunyai gugus hidroksi pada posisi 5-OH.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN