5.1 Sosiodemografi Penderita Abortus Inkompletus 5.1.1 Umur
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
61% 39%
Umur Risiko Rendah Umur Risiko Tinggi
Gambar 1. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan umur Berdasarkan gambar.1 dapat dilihat bahwa berdasarkan umur, proporsi
tertinggi penderita abortus inkompletus adalah pada kelompok umur risiko rendah dengan proporsi 61% dimana umur risiko rendah adalah wanita berumur 20 – 35 tahun. Selebihnya adalah kelompok umur risiko tinggi dengan proporsi 39% dimana umur risiko tinggi terdiri dari wanita berumur < 20 tahun dan wanita berumur > 35 tahun.
Dalam penelitian ini, ditemukan penderita berumur < 20 tahun sebanyak 6 orang dan penderita berumur > 35 tahun sebanyak 33 orang. Umur penderita abortus inkompletus yang paling muda adalah umur 16 tahun, dan tertua adalah umur 45 tahun. Tercatat bahwa paling banyak penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 adalah berumur 20 – 35 tahun, yaitu sebanyak 61 orang.
Hal ini menunjukkan bahwa memang di rentang usia tersebut merupakan keadaan yang optimal bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan sesuai dengan penelitian Azhari (2002) yang menyatakan bahwa umur reproduksi sehat atau umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur 20 – 35 tahun.2,34 Hasil penelitian Arimbi (2000-2001) di RSUP Adam Malik Medan dalam Panjaitan (2011) juga menunjukkan bahwa kejadian abortus, termasuk abortus inkompletus, paling banyak terjadi pada wanita berumur 20 – 35 tahun dengan proporsi 68,5%.26
5.1.2 Status Perkawinan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
96% 4%
Kawin Tidak Kawin
Gambar 2. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan status perkawinan
Berdasarkan gambar.2 dapat dilihat bahwa berdasarkan status perkawinan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah penderita dengan status kawin atau sudah menikah dengan proporsi 96%. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus dengan status tidak kawin dengan proporsi 4%.
Dalam penelitian ini, tercatat 96 penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 dengan status kawin atau sudah menikah. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (2001) bahwa wanita berstatus menikah yang melakukan abortus masih tinggi dengan alasan tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Namun, tidak menutupi kecenderungan kalangan wanita yang belum menikah untuk melakukan abortus.14
Selebihnya, tercatat 4 penderita abortus inkompletus yang berstatus belum kawin, dimana umur penderita tersebut masing-masing 16 tahun, 18 tahun, 20 tahun, dan 21 tahun dengan pekerjaan tercatat sebagai pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa
angka kejadian abortus, termasuk abortus inkompletus, pada usia muda dan dengan status belum menikah mungkin saja lebih banyak dari angka yang tercatat dikarenakan faktor psikososial.43 Menurut Chalik (1998) bahwa banyak wanita yang terlanjur hamil menggugurkan kandungannya secara sembunyi-sembunyi dan baru muncul ke permukaan bila terjadi komplikasi.13
5.1.3 Pendidikan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
6 18 59 6 11 0 10 20 30 40 50 60 70 SD SMP SMA D3 Sarjana Pendidikan P ro p o rs i (%)
Gambar 3. Diagram bar proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan pendidikan
Berdasarkan gambar.3 dapat dilihat bahwa berdasarkan pendidikan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah penderita dengan pendidikan terakhir SMA, yaitu dengan proporsi 59%. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus yang memiliki pendidikan SMP dengan proporsi 18%, sarjana dengan proporsi 11%, D3 dengan proporsi 6%, dan SD dengan proporsi 6%.
Hal ini bukan berarti bahwa wanita yang berpendidikan terakhir SMA berisiko tinggi terhadap kejadian abortus inkompletus, hanya saja kebanyakan penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berpendidikan terakhir SMA. Semua bergantung pada pengetahuan seseorang mengenai abortus inkompletus dan dampaknya. Dalam Depkes RI (2008) bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang sangat berperan dalam mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk berperilaku sehat. Biasanya pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan lingkungan.7
5.1.4 Pekerjaan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
69 13 7 7 4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 IRT PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Pelajar Pekerjaan P ro p o rs i (% )
Gambar 4. Diagram bar proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan gambar.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan pekerjaan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah penderita dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT), yaitu dengan proporsi 69%. Selebihnya tercatat dengan pekerjaan sebagai PNS 13%, Karyawan Swasta 7%, Wiraswasta 7%, dan pelajar 4%. Hal ini kurang sesuai dengan hasil penelitian Mutmainah (2008) bahwa kejadian abortus inkompletus yang tercatat di RSUD’45 Kuningan adalah peran ganda ibu hamil yang disebabkan kondisi sosial-ekonomi rendah di daerah kuningan sehingga memaksa ibu hamil membantu suaminya mencari nafkah, seperti membantu di sawah dan di ladang serta menjadi pembantu rumah tangga.24
Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini bukan berarti ibu rumah tangga sebagai proporsi tertinggi berdasarkan pekerjaan lebih berisiko tinggi terhadap kejadian abortus inkompletus, akan tetapi hal ini hanya menunjukkan bahwa pekerjaan penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 mayoritas tercatat sebagai ibu rumah tangga. Hal ini sama dengan hasil penelitian Panjaitan (2011) di RS Martha Friska Medan bahwa 74,3% penderita abortus adalah ibu rumah tangga, dimana abortus inkompletus menempati proporsi tertinggi 57,4% dari semua kejadian abortus di RS Martha Friska.26
5.1.5 Agama
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan agama dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
56%
44% Islam
Kristen
Gambar 5. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan agama
Berdasarkan gambar.5 dapat dilihat bahwa berdasarkan agama, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah beragama Islam sebesar 56%. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus beragama Kristen dengan proporsi 44%. Dalam penelitian ini tidak ditemukan penderita beragama budha, hindu, dan konghuchu.
Dapat dikatakan bahwa bukan berarti wanita yang beragama Islam mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami abortus inkompletus. Agama bukanlah hal penyumbang tinggi-rendah risiko terjadinya abortus inkompletus. Dalam penelitian ini, terdapat 56 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi adalah bergama Islam dan angka tersebut tidak jauh berbeda dengan jumlah penderita abortus inkompletus beragama Kristen yaitu sebanyak 44 orang.
Besar kecilnya proporsi agama pada catatan pelayanan kesehatan bergantung pada banyaknya penderita penganut suatu agama yang datang berobat ke pelayanan kesehatan tersebut. Hasil penelitian oleh Panjaitan (2011) juga menunjukkan bahwa penderita abortus, dengan proporsi tertinggi abortus inkompletus, di RS Martha Friska adalah beragama Islam sebesar 73,8%.26
5.1.6 Tempat Tinggal
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
78% 22%
Kota Medan Luar Kota Medan
Gambar 6. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan tempat tinggal
Berdasarkan gambar.6 dapat dilihat bahwa berdasarkan tempat tinggal, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah bertempat tinggal di Kota Medan sebesar 78%. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus yang bertempat tinggal di luar Kota Medan dengan proporsi 22%. Penderita yang tercatat
bertempat tinggal di luar Kota Medan adalah penderita dari Kabupaten Deliserdang, Simalungun, dan Aceh Timur.
Namun, hal ini bukan berarti bahwa wanita yang bertempat tinggal di Kota Medan lebih berisiko tinggi terhadap kejadian abortus inkompletus daripada wanita yang bertempat tinggal di Luar Kota Medan, tetapi hanya berkaitan dengan jarak tempuh dari tempat tinggal menuju fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia. Adapun penderita abortus inkompletus yang tercatat bertempat tinggal di luar Kota Medan biasanya adalah penderita yang kebetulan sedang datang ke Kota Medan kemudian mengalami kejadian abortus inkompletus dan mencari pengobatan ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.
5.2 Faktor Mediko Obstetrik Penderita Abortus Inkompletus 5.2.1 Usia Kehamilan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan usia kehamilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
8 17 30 38 4 2 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40
5 minggu 7 minggu 8 minggu 9 minggu 10 minggu 12 minggu 16 minggu
Usia Kehamilan P ro p o rs i (% )
Gambar 7. Diagram bar proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan usia kehamilan
Berdasarkan gambar.7 dapat dilihat bahwa berdasarkan usia kehamilan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah pada usia kehamilan 9 minggu, yaitu sebesar 38%. Selebihnya adalah penderita pada usia kehamilan 8 minggu dengan proporsi 30%, 7 minggu dengan proporsi 17%, 5 minggu dengan proporsi 8%, 10 minggu dengan proporsi 4%, 12 minggu dengan proporsi 2%, dan 16 minggu dengan proporsi 1%.
Bila ditinjau dari data penderita yang mengalami abortus inkompletus pada usia kehamilan 9 minggu dikarenakan penderita memang memiliki riwayat kehamilan keguguran pada kehamilan sebelumnya, memiliki paritas multipara atau grandemultipara dimana paritas tersebut termasuk paritas yang tidak aman, serta mungkin disebabkan oleh adanya riwayat penyakit menular maupun tidak menular bahkan mungkin disebabkan adanya trauma sehingga menurunkan keadaan penderita.
Hal ini sesuai dengan Chalik (1998) bahwa abortus inkompletus memang terjadi pada usia lebih dari 8 minggu karna villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga pelepasannya biasanya tidak sempurna dan masih ada bagian yang tersisa melekat di dinding rahim.13 Hasil penelitian Panjaitan (2011) dimana abortus inkompletus merupakan kejadian yang paling banyak di RS Martha Friska Medan juga menunjukkan bahwa berdasarkan umur kehamilan yang tercatat proporsi tertinggi adalah penderita pada usia kehamilan 7 – 9 minggu dengan proporsi 32,7%.26
5.2.2 Paritas
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan paritas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
54% 29% 14% 3% Multipara Primipara Grandemultipara Nullipara
Gambar 8. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan paritas
Berdasarkan gambar.8 dapat dilihat bahwa berdasarkan paritas, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah multipara sebesar 54%. Selebihnya paritas penderita abortus inkompletus adalah primipara dengan proporsi 29%, grandemultipara dengan proporsi 14%, dan nullipara dengan proporsi 3%.
Dalam penelitian ini, hampir semua penderita abortus inkompletus yang memiliki paritas multipara adalah penderita dengan usia risiko rendah, yaitu 20 – 35 tahun dan memiliki riwayat keguguran dimana memang pada rentang usia tersebut merupakan keadaan yang optimal bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan sesuai dengan penelitian Azhari (2002) yang menyatakan bahwa umur reproduksi sehat atau umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur 20 – 35 tahun.2,34 Ditambah lagi dengan adanya riwayat keguguran pada kehamilan sebelumnya maka risiko abortus, termasuk abortus inkompletus, akan semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu.15,39
5.2.3 Riwayat Kehamilan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat kehamilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
70% 27%
3%
Keguguran Lahir Hidup
Belum Pernah Hamil Sebelumnya
Gambar 9. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat kehamilan
Berdasarkan gambar.9 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat kehamilan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah keguguran, yaitu dengan proporsi 70%. Selebihnya penderita abortus inkompletus memiliki riwayat kehamilan lahir hidup dengan proporsi 27% dan belum pernah hamil sebelumnya dengan proporsi 3%.
Artinya, dari 100 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 terdapat 70 penderita yang memiliki riwayat keguguran pada kehamilan sebelumnya, 27 penderita tidak memiliki riwayat keguguran pada kehamilan sebelumnya, dan 3 penderita belum pernah hamil sebelumnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kusumawati (2006) yang menyatakan bahwa seorang wanita yang memiliki riwayat kehamilan yang jelek pada kehamilan sebelumnya, seperti keguguran, lahir belum cukup bulan, lahir mati, lahir hidup kemudian mati dalam waktu ≤7 hari akan meningkatkan risiko pada persalinan berikutnya.39 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Malpas dan Eastman yang menyatakan bahwa terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang pernah mengalami abortus ialah 73% – 83,6%. 13,26
5.2.4 Riwayat Tindakan Persalinan
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat tindakan persalinan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
73% 24%
3%
Normal Tindakan
Belum Pernah Bersalin Sebelumnya
Gambar 10. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat tindakan persalinan
Berdasarkan gambar.10 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat tindakan persalinan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah normal, yaitu dengan proporsi 73%. Selebihnya riwayat tindakan persalinan penderita abortus inkompletus adalah tindakan dengan proporsi 24%, dan belum pernah hamil sebelumnya dengan proporsi 3%.
Artinya, dari 100 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 terdapat 73 penderita yang memiliki riwayat tindakan persalinan normal pada kehamilan sebelumnya. Selebihnya terdapat 24 penderita abortus inkompletus dengan riwayat tindakan persalinan, yaitu sectio caesaria (SC), dan 3 penderita abortus inkompletus dengan tidak ada riwayat tindakan persalinan karena belum pernah hamil sebelumnya.
5.2.5 Riwayat Kejadian Abortus
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat kejadian abortus dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
70% 30%
Abortus Spontan Tidak Ada
Gambar 11. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat kejadian abortus
Berdasarkan gambar.11 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat kejadian abortus, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah abortus spontan, yaitu dengan proporsi 70%. Selebihnya penderita abortus inkompletus tidak memiliki riwayat kejadian abortus pada kehamilan sebelumnya dengan proporsi 30%. Dapat diartikan bahwa dari 100 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 terdapat 70 penderita yang memiliki riwayat kejadian abortus pada kehamilan sebelumnya dan semuanya adalah abortus spontan.
Hal ini sesuai dengan Prawirohardjo (2009) yang menyatakan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan akan mempunyai risiko sebesar 15% mangalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%, dan setelah 3 kali mengalami abortus berturut-turut akan mempunyai risiko untuk keguguran lagi sebesar 30 – 45%. 11
5.2.6 Riwayat Penyakit
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
87% 13%
Tidak Ada Ada
Gambar 12. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat penyakit
Berdasarkan gambar.12 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat penyakit, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah tidak ada riwayat penyakit, yaitu dengan proporsi 87%. Selebihnya terdapat penderita abortus inkompletus yang memiliki riwayat penyakit dengan proporsi 13%. Artinya, dari 100 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 terdapat 87 penderita yang tidak memiliki riwayat penyakit, dan 13 penderita yang memiliki riwayat penyakit. Hasil temuan dari kartu status mengenai riwayat penyakit yang dimiliki oleh 13 penderita abortus inkompletus tersebut kemudian dikategorikan dengan penyakit menular dan penyakit tidak menular.
5.2.7 Ada Riwayat Penyakit
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan ada riwayat penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
77% 23%
Penyakit Tidak Menular
Penyakit Menular
Gambar 13. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan ada riwayat penyakit
Berdasarkan gambar.13 dapat dilihat bahwa berdasarkan adanya riwayat penyakit yang tercatat, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah memiliki riwayat penyakit tidak menular, yaitu dengan proporsi 77%. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus yang memiliki riwayat penyakit menular dengan proporsi 23%.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dari 100 penderita abortus inkompletus terdapat 13 penderita yang memiliki riwayat penyakit. Dari 13 penderita abortus inkompletus yang memiliki riwayat penyakit tersebut terdapat 10 penderita adalah dengan riwayat penyakit tidak menular, yaitu diabetes, hipotensi, hipertensi, dan
asma. Selebihnya 3 penderita lain adalah dengan riwayat penyakit menular, yaitu TBC, TORCH dan chikungunya.
Riwayat penyakit yang mungkin telah terjadi sebelum kehamilan dan diperburuk oleh kehamilan, misalnya penyakit jantung, anemia, hipertensi esensial, diabetes mellitus, hemoglobinopati, keracunan, peritonitis umum, pneumonia, tifus abdominalis, malaria dapat menurunkan keadaan umum penderita dan menyebabkan abortus.13,15,30
5.2.8 Komplikasi
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan komplikasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
98% 2%
Tidak Ada Komplikasi
Ada Komplikasi
Gambar 14. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan komplikasi
Berdasarkan gambar.14 dapat dilihat bahwa berdasarkan komplikasi, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah tidak ada komplikasi, yaitu dengan proporsi 98%. Selebihnya tercatat ada komplikasi penderita abortus inkompletus dengan proporsi 2%.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dari 100 penderita abortus inkompletus hanya terdapat 2 penderita yang memiliki komplikasi dan kedua penderita tersebut masing-masing berumur 16 tahun dan 42 tahun dengan jenis komplikasi perdarahan. Tidak ditemukan jenis komplikasi syok, perforasi, ataupun infeksi. Komplikasi penderita tersebut sesuai dengan Chalik (1998) dan Prawirohardjo (2009) bahwa risiko komplikasi akibat abortus inkompletus antara lain: perdarahan akibat pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi, perforasi akibat pengerokan, syok karena perdarahan, dan infeksi.11,13
5.3 Status Rawatan Penderita Abortus Inkompletus 5.3.1 Penatalaksanaan Medis
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan penatalaksanaan medis dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
94% 4% 2%
Kuretase Obat Oral Aspirasi Vakum
Gambar 15. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan penatalaksanaan medis
Berdasarkan gambar.15 dapat dilihat bahwa berdasarkan penatalaksanaan medis, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah kuretase, yaitu dengan proporsi 94%. Selebihnya penderita abortus inkompletus mendapatkan penatalaksanaan medis berupa obat oral dengan proporsi 4% dan aspirasi vakum dengan proporsi 2%.
Dalam hasil penelitian ini ditemukan bahwa dari 100 penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan terdapat 94 penderita dengan penatalaksanaan medis kuretase, 4 penderita hanya dengan obat oral, dan 2 penderita dengan aspirasi vakum. Sesuai dengan Chalik (1998) bahwa untuk penanganan abortus inkompletus sisa kehamilan yang tertinggal di dalam rahim harus dibersihkan dengan melakukan kerokan untuk menghentikan perdarahan dengan kuretase.13
Tercatat bahwa 2 penderita dengan penatalaksaan medis aspirasi vakum tersebut mengalami komplikasi perdarahan. Hal ini sesuai dengan Wiknjosastro (2002) dan Prawirohardjo (2009) bahwa jika disertai dengan perdarahan yang banyak dan terus berlangsung perlu dilakukan aspirasi vakum (aspirasi vakum) untuk pengosongan uterus sekaligus diberikan infus cairan atau transfusi darah untuk menghindari syok.11,30
5.3.2 Lama Rawatan Rata-Rata
Berdasarkan tabel.5 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 adalah dirawat selama 2,23 hari (2 hari) dengan standard deviation (SD) 1,246 hari. Lama rawatan paling singkat adalah 0 hari dan lama rawatan yang paling lama adalah 6 hari. Di dalam penelitian ini, 1 penderita yang dirawat selama 6 hari adalah penderita berumur 42 tahun, memiliki paritas grandemultipara, dan mengalami komplikasi perdarahan sehingga memerlukan perawatan yang cukup sampai kondisi penderita benar-benar pulih.
5.3.3 Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
59%
41% Sehat
PBJ
Gambar 16. Diagram pie proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang
Berdasarkan gambar.17 dapat dilihat bahwa berdasarkan keadaan sewaktu pulang, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah berkeadaan sehat sewaktu pulang, yaitu dengan proporsi 59%. Selebihnya adalah pulang berobat jalan (PBJ) dengan proporsi 41%. Tidak ditemukan penderita dengan keadaan sewaktu pulang meninggal dunia. Hal ini bisa menjadi masukan bahwa pelayanan di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan sudah cukup baik dalam menangani kejadian abortus termasuk abortus inkompletus sehingga tidak ada penderita abortus inkompletus yang meninggal dunia.
5.4.1 Pekerjaan Penderita Abortus Inkompletus Berdasarkan Riwayat Kehamilan
Proporsi pekerjaan penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 –2011 berdasarkan riwayat kehamilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
70 74.1 15.7 7.4 5.7 11.1 1.4 3.7 7.1 3.7 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Keguguran Lahir Hidup
Pekerjaan P ro p o rs i (%)
IRT PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Pelajar
Gambar 17. Diagram bar pekerjaan penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan riwayat kehamilan
Berdasarkan gambar.18 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus yang memiliki riwayat kehamilan keguguran adalah bekerja sebagai IRT dengan proporsi 70%. Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi
Square tidak dapat dilakukan karena terdapat 6 sel (60,0%) dengan frekuensi harapan
< 5. Artinya, dari 100 penderita abortus inkompletus terdapat 70 penderita yang memiliki riwayat keguguran, 49 penderita tercatat bekerja sebagai IRT dengan proporsi 70%.
5.4.2 Kategori Risiko Umur Penderita Abortus Inkompletus Berdasarkan Paritas
Proporsi kategori risiko umur penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010 – 2011 berdasarkan paritas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 66.7 17.2 38.9 78.6 33.3 82.8 61.1 21.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Nullipara Primipara Multipara Grandemultipara
Umur P ro p o rs i (%)
Umur Risiko Tinggi Umur Risiko Rendah
Gambar 18. Diagram bar kategori risiko umur penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010 – 2011 berdasarkan paritas
Berdasarkan gambar.19 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus yang memiliki paritas multipara adalah termasuk umur risiko rendah (20 – 35 tahun) dengan proporsi 61,1%. Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001. Artinya, terdapat perbedaan