• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Distribusi Frekuensi Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Bulan Pada Tahun 2008

Distrbusi proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan bulan yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.1.

Gambar 6.1. Diagram Batang Jumlah Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Bulan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 Berdasarkan gambar 6.1. dapat dilihat bahwa jumlah penderita tertinggi pada Januari sebanyak 23 orang dan terendah pada bulan Februari dan Mei sebanyak 3 orang. Kecendrungan penderita menunjukkan penurunan dengan persamaan garis , frekuensi kasus menurun sebanyak 15 kasus dengan simple ratio penurunan 0,35 kali, serta persentase penurunan kasus sebesar 65,22%.

8485 , 8 028 , 0 + − = x y

Hal ini tidak dapat disimpulkan secara langsung bahwa terjadi penurunan penderita DBD yang mengalami DSS di masyarakat, tetapi yang mengalami penurunan adalah penderita DBD yang mengalami DSS yang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi tahun 2008.

6.2.Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Sosiodemografi

6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.2.

Gambar 6.2.Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita tertinggi pada kelompok umur 10-14 tahun 26%, dengan proporsi laki-laki 13,5% dan perempuan 12,5%. Hal ini dapat dikaitkan dengan penderita yang berobat di RSUD Dr.Pirngadi Medan banyak yang masih pelajar. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Pudji Andayani (1999) di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 1995-1997 bahwa proporsi tertinggi penderita DBD yang mengalami DSS adalah pada kelompok umur 4-6 tahun (41,6%).30

Sex ratio penderita DBD yang mengalami DSS 100% 92,6% 54

50

=

× ,

menunjukkan jumlah penderita DBD yang mengalami DSS lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Pudji, A (1999) di RS Sanglah Denpasar tahun 1995-1997 yang mendapatkan jumlah penderita DBD yang mengalami DSS lebih banyak pada laki-laki (52,6%)30, dan penelitian yang dilakukan oleh Taufik. A, dkk (2007) di RS Islam Siti Hajar Mataran dari Juni 2005 sampai Juni 2006 yang mendapatkan hasil jumlah penderita DBD yang mengalami DSS lebih banyak pada laki-laki juga (53%).31 Sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat memberikan jawaban yang tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD yang mengalami DSS.

6.2.2. Suku

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan Suku yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.3.

Gambar 6.3. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Suku di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita tertinggi suku Batak (67,3%) dan terendah Suku Minang (1,0%). Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa suku Batak merupakan faktor risiko menderita DBD dan mengalami DSS, namun menunjukkan bahwa yang berobat ke RSUD.Dr.Pirngadi Medan mayoritas bersuku Batak.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hutasoit di RSUD.Dr.Pirngadi Medan tahun 2004-2007 yang memperoleh hasil bahwa jumlah penderita kanker payudara rawat inap di RSUD.Dr.Pirngadi Medan sebagian besar adalah suku Batak (39,7%).32 Hal ini menunjukkan bahwa kunjungan pasien yang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Medan belum ada perubahan dari tahun 2004-2008.

6.2.3. Agama

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan agama yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.4.

Gambar 6.4. Diagram Pie Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Agama di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita tertinggi beragama Islam (52,9%) dan terendah Kristen (47,1%). Hal ini bukan berarti bahwa Agama Islam merupakan faktor resiko untuk menderita DSS, tetapi menunjukkan penderita yang datang berobat ke RSUD Dr. Pirngadi Medan mayoritas beragama Islam, dan ini didukung oleh data dari profil Sumatera Utara (2002) yang memperoleh proporsi agama paling tinggi di kota Medan adalah Agama Islam yaitu 65,45%.26

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hutasoit di RSUD.Dr.Pirngadi Medan tahun 2004-2007 yang memperoleh hasil bahwa jumlah penderita kanker payudara rawat inap di RSUD.Dr.Pirngadi Medan sebagian besar adalah beragama Islam (59,7%).32 Hal ini menunjukkan bahwa kunjungan pasien yang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Medan belum ada perubahan dari tahun 2004-2008.

6.2.4. Pendidikan

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan pendidikan yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.5.

Gambar 6.5. Diagram Pie Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Pendidikan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.5 dapat dilihat bahwa proporsi penderita tertinggi berpendidikan SD/SLTP (42,3%) dan terendah Akademi/PT (11,5%). Hal ini bukan berarti tingkat pendidikan SD/SLTP berisiko tinggi terhadap DBD yang mengalami DSS, hanya menunjukkan penderita yang datang berobat ke RSUD Dr. Pirngadi Medan mayoritas berpendidikan SD/SLTP. Hal ini juga didukung dengan pekerjaan penderita DBD yang mengalami DSS lebih banyak adalah pelajar/mahasiswa.

6.2.5. Pekerjaan

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan Pekerjaan yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.6.

Gambar 6.6.. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.6 dapat dilihat bahwa proporsi pekerjaan penderita tertinggi adalah Pelajar/Mahasiswa 52,9% dan terendah Karyawan/Pegawai Swasta 1,9%. Hal ini berkaitan dengan jumlah penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan 2008 lebih banyak berumur 10-14 tahun, yaitu pada usia sekolah.

6.3. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Asal Rujukan

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan asal rujukan yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.7

Gambar 6.7.. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Asal Rujukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi asal rujukan penderita DBD yang mengalami DSS tertinggi adalah bukan rujukan yaitu sebesar 61,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien sebagian besar mengalami DSS di Rumah Sakit

6.4.Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Derajat Keparahan Pada Saat Masuk RS

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan derajat keparahan pada saat masuk RS yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.8.

Gambar 6.8.. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Derajat Keparahan Pada saat masuk RS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa proporsi Derajat keparahan pada saat masuk RS penderita DBD yang mengalami DSS tertinggi adalah Derajat I yaitu sebesar 43,3%.

DBD dengan derajat I akan bermanifestasi menjadi DSS apabila tidak ditangani dengan segera sebab keterlambatan penanganan berakibat pada memburuknya keadaan umum penderita dan makin beratnya derajat keparahan yang dialami.

Pada penelitian ini banyak penderita yang masuk ke RS dengan derajat I (43,3%) dan kemudian bermanifestasi menjadi DSS, hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mendapatkan penanganan yang baik sehingga menyebabkan keadaan pasien tersebut memburuk dan kemudian bermanifestasi menjadi DSS.

6.5.Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Keluhan

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan keluhan yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.9.

Gambar 6.9.. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Keluhan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 Berdasarkan gambar 6.9 dapat dilihat bahwa proporsi penderita dengan keluhan tertinggi adalah Demam 100% dan yang terendah perdarahan gusi 1,9%.

Keluhan demam mempunyai sensitivitas sebesar 100% terhadap DBD yang mengalami DSS artinya seluruh penderita mempunyai keluhan demam. Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari dan naik turun. Akhir fase demam merupakan fase kritis dari DBD, pada saat demam mulai turun dan pasien tampak seakan sembuh, namun fase tersebut sebagai awal kejadian shock. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah.

6.6. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Jumlah Trombosit

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan jumlah trombosit yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.10.

Gambar 6.10. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Jumlah Trombosit di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa proporsi jumlah trombosit penderita pada saat masuk RS tertinggi adalah 50.000-100.000/mm3 sebesar 45,2%, sedangkan jumlah trombosit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS tertinggi adalah < 50.000/mm3 (51%).

Penderita dengan jumlah trombosit pada saat masuk RS > 150.000/mm3 masuk ke RS dengan derajat I, sehingga belum terjadi penurunan jumlah trombosit, namun pada saat bermanifestasi menjadi DSS tidak ada penderita dengan jumlah trombosit >150.000/mm3.

Proporsi penderita dengan jumlah trombosit 50.000-100.000/mm3 dan < 50.000/mm3 mengalami peningkatan dari keadaan pada saat masuk RS hingga menjadi bermanifestasi menjadi DSS. Hal ini berarti pada saat bermanifestasi menjadi DSS jumlah trombosit semakin menurun karena tidak langsung mendapat penanganan yang baik.

Pada penelitian ini proporsi jumlah trombosit penderita pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS tertinggi adalah <50.000/mm3 (51%), dan ini sesuai dengan penelitian Pudji A (1999) di RS Sanglah Denpasar tahun 1995-1997 bahwa proporsi tertinggi jumlah trombosit penderita saat DBD bermanifestasi menjadi DSS adalah < 50.000/mm3 sebesar 56,1 %.30

6.7. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Persentase Hematokrit

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan persentase hematokrit pada saat masuk RS yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.11.

Gambar 6.11. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Persentase Hematokrit di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.11. dapat dilihat bahwa proporsi persentase hematokrit penderita pada saat masuk RS dan pada saat bermanifestasi menjadi DSS tertinggi adalah < 40% sebesar 63,5% dan 60,6%. Proporsi persentase hematokrit penderita pada saat masuk RS dan pada saat bermanifestasi menjadi DSS relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini banyak penderita yang masih memiliki kadar hematokrit yang normal yaitu < 40%.

6.8. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan penatalaksanaan medis yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.12.

Gambar 6.12. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.12. dapat dilihat bahwa penatalaksanaan medis penderita DBD yang mengalami DSS tertinggi adalah dengan carian tunggal (ringer laktat) dengan proporsi 89,4% dan terendah cairan ringer laktat dan transfuse 10,6%.

Dalam hal ini terapi cairan yang diberikan ada 2 yaitu cairan kristaloid (ringer laktat) dan cairan koloid. Namun untuk pendeita DBD yang mengalami DSS di RSU Dr.Pingadi Medan hanya digunakan cairan kristaloid sebab keuntungan kristaloid ini adalah mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, dan mudah disimpan dalam temperatur ruang.29

Transfusi darah diberikan atas indikasi adanya perdarahan yang bermanifestasi sebagai perdarahan nyata atau penurunan persentase hematokrit yang tajam dalam waktu singkat. 29 Pada penelitian ini penatalaksanaan medis dengan transfusi hanya sebesar (10,6%) sebab hanya sedikit penderita yang mengalami penurunan persentase hematokrit yang tajam.Hal ini dapat ditunjukkan dengan

proposi persentase hematokrit penderita pada saat masuk RS dan pada saat bermanifestasi menjadi DSS relatif sama.

6.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DBD yang mengalami DSS

Lama rawatan rata-rata penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 adalah 4,62 hari (5 hari) dengan 95% Confidence Interval 4,22 – 5,01. Standard Deviation (SD) adalah 2,054 hari dengan lama rawatan yang paling singkat 1 hari sedangkan yang paling lama 10 hari.

Karakteristik penderita DBD yang mengalami DSS yang paling lama dirawat yaitu jenis kelamin wanita dengan umur 5 tahun, keluhan yang dirasakan demam,nyeri kepala, gelisah, muntah dan pulang dengan sembuh.

6.10. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita dari DBD menjadi DSS

Lama rawatan rata-rata penderita dari DBD menjadi DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 adalah 1,72 hari (2 hari) dengan 95% Confidence Interval 1,54-1,90. Standard Deviation (SD) adalah 0,919 hari dengan lama rawatan yang paling singkat 1 hari sedangkan yang paling lama 4 hari.

Karakteristik penderita dengan lama rawatan rata-rata penderita dari DBD menjadi DSS paling lama yaitu jenis kelamin wanita dengan umur 45 tahun, keluhan yang dirasakan demam, nyeri sendi, mual, muntah dan pulang dengan berobat jalan.

6.11. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Lama Rawatan Dari DBD menjadi DSS.

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan lama rawatan dari DBD menadi DSS yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.13.

Gambar 6.13. Diagram Batang Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Lama Rawatan dari DBD Menjadi DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.13. dapat dilihat bahwa lama rawatan penderita dari DBD menjadi DSS tertinggi adalah 1 hari 52,9%. Hal ini dapat diasumsikan bahwa penderita tidak langsung ditangani dengan baik, sehingga bermanifestasi menjadi DSS dengan lama rawatan 1 hari.

6.12. Distribusi Proporsi Penderita DBD Yang Mengalami DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita DBD yang mengalami DSS berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.14.

Gambar 6.14. Diagram Pie Penderita DBD yang mengalami DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.14. dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS tertinggi adalah pulang atas pemintaan sendiri dengan proporsi 39,4% dan terendah meninggal 8,7%. Hal ini disumsikan karena pelayanan yang diberikan kurang memuaskan bagi penderita.

Dapat diketahui bahwa penderita yang meninggal tertinggi berumur < 5 tahun 66,7% dengan proporsi laki-laki 22,2 % dan perempuan 44,4%, beragama islam 66,7%, suku batak 44,4%, tingkat pendidikan belum sekolah (55,6%), tidak bekerja (55,6%), bukan rujukan 55,6%, masuk ke RS dengan Derajat III (44,5%).

Penderita yang meninggal lebih banyak anak-anak usia <5 tahun, dengan jumlah trombosit yang rendah dan persentase hematokrit yang meningkat,sehingga sulit untuk bertahan apabila sudah masuk pada tahap DSS.

6.13.Analisis Statistik

6.13.1.Jumlah Trombosit Pada Saat Masuk RS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi jumlah trombosit pada saat masuk RS berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.15.

Gambar 6.15. Diagram Batang Jumlah Trombosit Pada Saat Masuk RS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DBD yang Mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.15 dapat dilihat bahwa penderita yang sembuh tertinggi dengan jumlah trombosit pada saat masuk RS ≥ 50.000/mm3 dengan proporsi 90,5%. Penderita yang meninggal tertinggi dengan jumlah trombosit ≥ 50.000/mm3dengan proporsi 88,9%.

Analisa statistic chie-square tidak dapat dilakukan karena pada table 2x2 terdapat 1 sel (25%) expected count yang bersarnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact diperoleh p=1,000 (p>0,05) yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah trombosit pada saat masuk RS berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

6.13.2.Jumlah Trombosit Pada Saat DBD Bermanifestasi Menjadi DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang.

Proporsi jumlah trombosit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.16.

Gambar 6.16. Diagram Batang Jumlah Trombosit Pada Saat DBD Bermanifestasi Menjadi DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DBD yang Mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa penderita yang sembuh tertinggi dengan jumlah trombosit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS <50.000/mm3 dengan proporsi 51,6%. Penderita yang meninggal tertinggi dengan jumlah trombosit < 50.000/mm3 dengan proporsi 55,6%.

Analisa statistic chie-square tidak dapat dilakukan karena pada tabel 2x2 terdapat 2 sel (50%) expected count yang besanya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact diperoleh p=1,000 (p>0,05) yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah trombosit pada saat DBD bermanifestasti menjadi DSS berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

6.13.3.Persentase Hematokrit Pada Saat Masuk RS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi Persentase hematokrit pada saat masuk RS berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.17.

Gambar 6.17. Diagram Batang Persentase Hematokrit Pada Saat Masuk RS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DBD yang Mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.17 dapat dilihat bahwa penderita yang sembuh tertinggi dengan persentase hematokrit pada saat masuk RS < 40% dengan proporsi 67,4%. Penderita yang meninggal tertinggi dengan persentase hematokrit ≥40% dengan proporsi 77,8%.

Analisa statistic chie-square tidak dapat dilakukan karena pada tabel 2x2 terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact diperoleh p=0,011 (p<0,05) yang berarti secara statistik ada perbedaan

yang bermakna antara persentase hematokrit pada saat masuk RS berdasarkan keadaan sewaktu pulang, yaitu penderita yang pulang meninggal dengan persentase hematokritnya pada saat masuk RS ≥40% lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan penderita yang pulang sembuh.(77,8% vs 32,6%)

6.13.4.Persentase Hematokrit Pada Pada Saat DBD Bermanifestasi Menjadi DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang.

Proporsi persentase hematokrit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.18.

Gambar 6.18. Diagram Batang Persentase Hematokrit Pada Saat DBD Bermanifestasi Menjadi DSS Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DBD yang Mengalami DSS di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.18 dapat dilihat bahwa penderita yang sembuh tertinggi dengan persentase hematokrit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS

<40% dengan proporsi 64,2%. Penderita yang meninggal tertinggi dengan persentase hematokrit ≥40% dengan proporsi 77,8%.

Analisa statistic chie-square tidak dapat dilakukan karena pada tabel 2x2 terdapat 1 sel (25%) expected count yang besarnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact diperoleh p=0,027 (p<0,05) yang berarti secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara persentase hematokrit pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS berdasarkan keadaan sewaktu pulang yaitu penderita yang pulang meninggal dengan persentase hematokritnya pada saat DBD bermanifestasi menjadi DSS ≥40% lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan penderita yang pulang sembuh.(77,8% vs 35,8%)

6.13.5.Umur Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi umur berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.19.

Gambar 6.19. Diagram Batang Umur Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DBD yang Mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.19 dapat dilihat bahwa penderita yang sembuh tertinggi berumur 5-15 tahun dengan proporsi 44,2%, dan penderita yang meninggal tertinggi berumur < 5 tahun dengan proporsi 66,7%.

Analisis statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 9 sel (56,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.

6.13.6.Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Derajat Keparahan Pada Saat Masuk RS

Lama rawatan rata-rata berdasarkan Derajat keparahan pada saat masuk RS penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.20.

Gambar 6.20. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Derajat Keparahan Pada Saat Masuk RS Penderita DBD yang mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.20 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita dengan Derajat keparahan pada saat masuk RS Derajat I satu adalah 5,18 hari lama rawatan penderita dengan Derajat II adalah 4,63 hari, lama rawatan rata- rata penderita dengan Derajat III adalah 3,21 hari, dan lama rawatan rata-rata penderita dengan Derajat IV adalah 1,5 hari.

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Walis diperoleh p = 0,003 p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan derajat keparahan pada saat masuk RS.

Lama rawatan rata-rata penderita DBD yang mengalami DSS dengan Derajat IV relatif lebih singkat (1,5 hari) dibandingkan dengan Derajat III (3,21 hari), Derajat II (4,63 hari) maupun Derajat I (5,18 hari), artinya makin tinggi Derajat keparahan pada saat masuk RS maka makin singkat lama rawatannya. Hal ini dapat disebabkan karena penderita yang masuk ke RS dengan Derajat IV umumnya tidak dapat ditolong lagi, sehingga lama rawatannya singkat.

6.13.7.Lama Rawatan Rata-Rata Penderita dari DBD menjadi DSS

Lama rawatan rata-rata penderita dari DBD menjadi DSS berdasarkan Derajat keparahan pada saat masuk RS penderita DBD yang mengalami DSS rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 6.21.

Gambar 6.21. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Dari DBD Menjadi DSS Berdasarkan Derajat Keparahan Pada Saat Masuk RS Penderita DBD yang mengalami DSS di RSUD Dr. Pirngadi

Dokumen terkait