• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) 6.1.1. Sosiodemografi

a. Umur dan Jenis Kelamin

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.1. dapat dilihat bahwa proporsi umur tertinggi adalah umur 49-55 tahun 24,8% (laki-laki 12,4% dan perempuan 12,4%) dan terendah 14-20 tahun dan 21-27 tahun yaitu 1,0% (laki-laki 1,0% dan perempuan tidak ada). Penderita dengan umur termuda 14 tahun ada 1 orang dengan jenis kelamin laki-laki, pendidikan SLTP, tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan pulang berobat jalan (PBJ). Penderita dengan umur tertua 78 tahun ada 2 orang dengan jenis kelamin

laki-laki dan perempuan, dan keduanya memiliki pendidikan SLTA serta sumber biaya Askes.

Proporsi laki-laki yang menderita GGK pada kelompok umur 14-20 tahun sama dengan kelompok umur 21-27 tahun dan 28-34 tahun (1,0%), semakin meningkat sampai kelompok umur 49-55 tahun (12,4%), menurun pada kelompok umur 56-62 tahun (11,9%), menurun kembali pada kelompok umur 63-69 tahun (7,5%) dan tetap pada kelompok umur > 69 tahun (7,5%). Proporsi perempuan yang menderita GGK tidak ada sampai kelompok umur 21-27 tahun dan meningkat mulai kelompok umur 28-34 tahun(1,0%) hingga 49-55 tahun (12,4%), kemudian menurun pada kelompok umur 56-62 (9,0%), meningkat lagi pada kelompok umur 63-69 tahun (11,9%) dan menurun kembali pada kelompok umur > 69 tahun (4,0%).

Semakin meningkatnya umur, proporsi penderita GGK semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena pada saat usia lebih dari 40 tahun akan terjadi proses hilangnya beberapa nefron dan penurunan fungsi ginjal sekitar 10 ml/menit/1,73 m2.17 Distribusi proporsi laki-laki 53,7% lebih tinggi dibandingkan perempuan 46,3% dengan Sex ratio laki-laki terhadap perempuan adalah 108:93 = 1,16:1. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maddal Umri (2011) di RSU. Dr. Pirngadi Medan dengan desain case series, proporsi jenis kelamin penderita GGK tertinggi adalah laki-laki 54,7%.42

b. Suku

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan suku dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.2. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Suku yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi suku tertinggi adalah Batak 61,2% dan terendah adalah suku Minang 1,0%. Hal ini tidak berarti suku Batak berisiko tinggi menderita GGK, tetapi menunjukkan penderita yang berkunjung ke RS Martha Friska Medan sebagian besar adalah suku Batak yaitu 61,2%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maddal Umri (2011) di RSU. Dr. Pirngadi Medan dengan desain case series, proporsi suku penderita GGK tertinggi adalah suku Batak yaitu (49,1%).42

c. Agama

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan agama dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Agama yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.3. dapat dilihat bahwa proporsi agama tertinggi adalah Islam 48,7%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara agama dengan kejadian GGK, namun hanya menunjukkan bahwa jumlah penderita GGK yang datang berobat ke RS Martha Friska Medan sebagian besar beragama Islam. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wiwin Handayani (2006) di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan dengan desain case series, proporsi agama penderita GGK tertinggi adalah Islam 87,3%.43

d. Pendidikan

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Pendidikan yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.4. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan tertinggi adalah Akademik/PT 50,7% dan terendah tidak sekolah/tidak tamat SD tidak ada. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan penderita mengenai faktor risiko GGK, komplikasi, gejala klinis dan kesadaran untuk memeriksakan diri dan menjalani pengobatan yang sesuai dengan kondisi penyakit.

Hasil penelitian Wiwin Handayani (2006) di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan dengan desain case series, menunjukkan bahwa pendidikan penderita GGK adalah Akademik/PT 15,9% menduduki urutan ketiga tertinggi setelah SLTA dan SD.43

e. Pekerjaan

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Pekerjaan yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.5. dapat dilihat bahwa proporsi pekerjaan tertinggi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)/pensiunan 58,2% dan terendah wiraswasta 9,0%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian E. Suranta Tarigan (2005) di Rumah Sakit Haji Medan dengan desain case series, proporsi pekerjaan penderita GGK tertinggi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 30,4%.44 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Romauli (2009) di RSUD. Dr H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi dengan desain case series, proporsi pekerjaan penderita GGK tertinggi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar21,6%.15

f. Tempat Tinggal

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Tempat Tinggal yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan ganbar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK berdasarkan tempat tinggal lebih yang tinggi adalah Kota Medan 62,2% dibandingkan dengan luar Kota Medan 37,8%.

Penderita GGK tertinggi berasal dari Kota Medan kemungkinan karena letak rumah sakit ini berada di kota Medan sehingga pengunjung yang datang lebih banyak dari Kota Medan. Sedangkan penderita yang berasal dari luar Kota Medan dapat disebabkan karena ingin mendapatkan fasilitas yang lebih memadai. Penderita dari luar Kota Medan yaitu berasal dari Sidikalang, Samosir, Tebing Tinggi, Simalungun, Riau, Sibolga, Deli Serdang, Aceh, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, Asahan, Binjai, Nias, Langkat, Pakpak Barat dan Labuhan Batu.

6.1.2. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.7. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi riwayat penyakit sebelumnya tertinggi adalah Hipertensi 30,2% diikuti Diabetes Melitus (DM) 23,8%, lebih dari satu RPS 23,8%, tidak ada riwayat 15,1%, Batu Ginjal 5,0%, Infeksi Saluran Kemih (ISK) 1,4% dan penyakit ginjal polikistik 0,7%.

Proporsi riwayat penyakit sebelumnya yang tercatat 69,2%. Data riwayat penyakit sebelumnya berguna untuk melihat besarnya risiko yang dimiliki untuk mengalami penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Terdapat 21 penderita (15,1%) yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya tidak termasuk sebagai faktor risiko GGK

seperti penyakit jantung koroner (PJK), stroke, ISPA, kanker nasopharing, dispepsia dan asam urat. Penderita GGK yang memiliki lebih dari satu riwayat penyakit sebelumnya (23,8%) meliputi Hipertensi + DM dan Hipertensi + Batu Ginjal.

Hipertensi dapat menyebabkan nefrosklerosis (pengerasan ginjal) dimana terjadi perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama GGK. DM merupakan gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan GGK. Penderita DM tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi GGK dibandingkan DM tipe 1. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multipel, bilateral dan berekspansi yang semakin lama mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Penyakit ini dapat menurunkan fungsi ginjal yang progresif lambat dan sekitar 50% akan menjadi GGK pada usia 60 tahun.18

Obstuksi saluran kemih seperti batu ginjal dapat terjadi dibagian mana saja pada sistem perkemihan. Obstruksi yang terjadi dapat menimbulkan tekanan yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Penambahan tekanan dapat sampai ke jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan gagal ginjal. Infeksi saluran kemih dapat merusak jaringan ginjal secara permanen karena inflamasi yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas. Perkembangan ISK menjadi GGK dapat berlangsung selama beberapa tahun.16

6.1.3. Kadar Ureum Darah

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan kadar ureum darah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Kadar Ureum Darah yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK yang memiliki kadar ureum darah > 100 mg/100 mL ada 126 orang ( 68,9%) lebih tinggi dibandingkan ≤ 100 mg/100 mL yaitu 57 orang (31,1%). Kadar ureum darah > 100 mg/100 mL menunjukkan retensi sampah urea dalam darah. Indikasi dialisis dapat dilakukan apabila kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) >100 mg per 100 ml.38

6.1.4. Kadar Kreatinin Darah

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan kadar kreatinin darah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Kadar Kreatinin Darah yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.9. dapat dilihat bahwa proporsi kadar kreatinin darah penderita GGK tertinggi adalah > 4 mg/100 mL yaitu 77,0% diikuti 2-4 mg/100 mL yaitu 19,7% dan < 2 mg/100 mL yaitu 3,3%. Kadar kreatinin darah diperoleh dari hasil uji faal ginjal pada pemeriksaan laboratorium. Kadar kreatinin darah > 4 mg/100 mL tergolong dalam kelompok gagal ginjal berat.33 Tingginya proporsi penderita GGK yang memiliki kadar kreatinin darah > 4 mg/100 mL menunjukkan bahwa sebagian besar penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan merupakan kelompok penderita gagal ginjal berat.

6.1.5. Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan penatalaksanaan medis dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.10 dapat dilihat bahwa proporsi penatalaksanaan medik penderita GGK lebih tinggi dengan obat + diet + hemodialisis 55,2% daripada obat + diet 44,8%. Penderita GGK yang datang berobat ke RS Martha Friska Medan sebagian besar tidak dapat lagi diobati dengan penatalaksanaan medis obat + diet sehingga diberikan penatalaksanaan hemodialisis untuk mempertahankan hidup. Diet yang diberikan adalah diet natrium dan pembatasan protein. Diet rendah protein telah terbukti dapat memperlambat progresivitas gagal ginjal. Gejala-gejala uremia akan hilang bila protein dibatasi dan keperluan energi dicukupi dengan baik.11

6.1.6. Sumber Biaya

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Sumber Biaya yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan 6.11. dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah Askes 73,6% dan terendah perusahaan 7,5%. Tingginya proporsi penderita GGK dengan sumber biaya Askes dikarenakan sebagian besar penderita GGK yang datang berobat adalah pekerja PNS. Dari seluruh penderita yang menggunakan Askes proporsinya paling tinggi pada penderita yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)/pensiunan (76,4%). Sedangkan dari seluruh penderita yang menggunakan sumber biaya perusahaan proporsinya paling tinggi pada penderita IRT/ tidak bekerja (53,3%).

6.1.7. Lama Rawatan Rata-rata

Lama rawatan rata-rata penderita GGK adalah 12,2 hari (12 hari) dan standar deviasi 10,7. Lama rawatan minimum 1 hari sedangkan maksimum 58 hari. Terdapat 5 orang penderita GGK yang menjalani hanya 1 hari perawatan dengan keadaan sewaktu pulang PAPS (1 orang) dan meninggal (4 orang). Penderita GGK dengan lama rawatan 58 hari ada 1 orang dengan karakteristik penderita menggunakan sumber biaya perusahaan, memiliki riwayat penyakit sebelumnya adalah hipertensi, kadar ureum darah > 100 mg/100 mL, kadar kreatinin darah > 4 mg/100 mL dan keadaan sewaktu pulang meninggal.

6.1.8. Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita GGK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.12 dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi adalah pulang berobat jalan (PBJ) 55,7% dan yang terendah adalah pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 17,4%. Proporsi penderita GGK paling tinggi pulang berobat jalan karena penyakit GGK membutuhkan pengobatan ulang yang berkelanjutan.

Proporsi penderita GGK yang meninggal 26,9% dengan karakteristik: proporsi tertinggi adalah umur > 40 tahum 92,6%, laki-laki 57,4%, suku Batak 61,1%, Kristen protestan 48,1%, SLTA 51,9%, pegawai negeri (PNS dan TNI/POLRI)/ Pensiunan 51,9%, tempat tinggal kota Medan 61,1%, riwayat penyakit sebelumnya tercatat 63,0%, riwayat penyakit sebelumnya Diabetes Melitus (DM) 44,2%, kadar ureum tercatat 92,6%, kadar ureum darah tercatat > 100 mg/100 mL 78,0%, kadar kreatinin darah tercatat 92,6%, kadar kreatinin darah tercatat > 4 mg/100 mL 78,0%, penatalaksanaan medis obat + diet + hemodialisis 72,2% dan sumber biaya Askes 66,7%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wiwin Handayani (2006) di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan dengan desain case series, proporsi keaadaan sewaktu pulang penderita GGK tertinggi adalah pulang berobat jalan (PBJ) sebesar 61,9%.43 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian E. Suranta Tarigan (2005) di Rumah Sakit Haji Medan dengan desain case series, proporsi keadaan sewaktu pulang penderita GGK tertinggi adalah pulang berobat jalan (PBJ) sebesar 50,3%.44

6.2. Analisis Statistik

6.2.1. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kadar Ureum Darah

Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan kadar ureum darah penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kadar Ureum Darah Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.13. dapat dilihat bahwa proporsi kadar ureum darah ≤ 100 mg/100 mL tertinggi pada penderita dengan obat + diet 52,6%. Proporsi kadar ureum darah > 100 mg/100 mL tertinggi pada penderita dengan obat + diet + hemodialisis 59,5%. Indikasi dialisis dilakukan apabila kadar ureum darah penderita mencapai >100 mg per 100 ml.38

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara penatalaksanaan medis berdasarkan kadar ureum darah.

6.2.2. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kadar Kreatinin Darah

Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan kadar kreatinin darah penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kadar Kreatinin Darah Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.14 dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK dengan kadar kreatinin darah < 2 mg/100 mL yang mendapat penatalaksanaan medis obat + diet ada 66,7% dan obat + diet + hemodialisa 33,3%, dengan kadar kreatinin darah 2-4 mg/100 mL yang mendapat penatalaksanaan medis dengan obat + diet ada 72,2% dan obat + diet + hemodialisa 27,8%, dengan kadar kreatinin darah > 4 mg/100 mL yang mendapat penatalaksanaan medis dengan obat + diet ada 36,2% dan obat + diet + hemodialisis 63,8%. Penderita GGK yang memiliki kadar kreatinin darah > 4 mg/100 mL merupakan indikasi untuk melakukan hemodialisis, namun terdapat 36,2% penderita yang tidak melakukan tindakan hemodialisis. Beberapa

penderita membuat surat pernyataan menolak untuk hemodialisis. Hemodialisis tidak berbahaya untuk dilakukan dan tindakan ini bertujuan untuk mencegah GGK menjadi lebih parah.

Analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki nilai expected count kurang dari 5.

6.2.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Umur

Lama rawatan rata-rata berdasarkan umur penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.15. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Umur Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan tabel 5.13. dapat dilihat dari seluruh penderita GGK terdapat 14 orang yang berumur ≤ 40 tahun dengan lama rawatan rata -rata 11,86 hari (12 hari) dan 187 orang yang berumur > 40 tahun dengan lama rawatan rata-rata 12,24 hari (12 hari). Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diperoleh p>0,05 maka dapat disimpulkan

tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan umur. Hal ini menunjukkan bahwa umur tidak menentukan lamanya dirawat di rumah sakit.

6.2.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.16. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata 90 orang dengan penatalaksanaan medis obat + diet adalah 9,41 hari (9 hari) dan lama rawatan rata-rata 111 orang dengan penatalaksanaan medis obat + diet + hemodialisis adalah 14,49 hari (14 hari). Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diperoleh p<0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis. Penderita GGK yang memperoleh penatalaksanaan medis

obat + diet + hemodialisis memiliki lama rawatan rata-rata lebih lama daripada obat + diet.

6.2.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.17. dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita GGK terdapat 112 orang yang pulang berobat jalan (PBJ) dengan lama rawatan rata-rata 14,42 hari (14 hari), 35 orang yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dengan lama rawatan rata-rata 6,57 hari (7 hari) dan 54 orang yang meninggal dengan lama rawatan rata-rata 11,30 hari (11 hari). Berdasarkan hasil uji Kruskal Walis diperoleh p<0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan

keadaan sewaktu pulang. Hal ini menunjukkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita GGK yang pulang berobat jalan (PBJ) lebih lama daripada yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dan meninggal.

6.2.6. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita GGK yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.18. Diagram Bar Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita GGK yang Dirawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Berdasarkan gambar 6.18. dapat dilihat bahwa proporsi penderita GGK yang pulang berobat jalan (PBJ) dengan penatalaksanaan medis obat + diet sebesar 43,8% dan dengan penatalaksanaan medis obat + diet + hemodialisis sebesar 56,2%. Proporsi penderita GGK yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dengan penatalaksanaan medis obat + diet sebesar 74,3% dan dengan penatalaksanaan medis obat + diet + hemodialisis sebesar 25,7%. Proporsi penderita GGK yang meninggal

dengan penatalaksanaan medis obat + diet sebesar 27,8% dan dengan penatalaksanaan medis obat + diet + hemodialisis sebesar 72,2%.

Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh p<0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Proporsi penderita GGK yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) lebih tinggi pada yang mendapat penatalaksanaan obat + diet dibandingkan dengan yang pulang berobat jalan (PBJ) dan meninggal.

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Proporsi penderita GGK berdasarkan sosiodemografi tertinggi terdapat pada kelompok umur 49-55 tahun (24,8%), jenis kelamin laki-laki (53,7%), suku Batak (61,2%), agama Islam (48,7%), pendidikan Akademik/PT (50,7%), pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)/pensiunan (58,2%) dan tempat tinggal kota Medan (62,2%).

7.1.2. Proporsi penderita GGK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya tertinggi adalah Hipertensi (30,2%).

7.1.3. Proporsi penderita GGK berdasarkan kadar ureum darah tertinggi adalah > 100 mg/100 mL (68,9%).

7.1.4. Proporsi penderita GGK berdasarkan kadar kreatinin darah tertinggi adalah > 4 mg/ 100 mL (77,0%).

7.1.5. Proporsi penderita GGK berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah obat + diet + hemodialisis (55,2%).

7.1.6. Proporsi penderita GGK berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah Askes (73,6%).

7.1.7. Lama rawatan rata-rata penderita GGK adalah 12,2 hari (12 hari).

7.1.8. Proporsi penderita GGK berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan (55,7%).

7.1.9. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara penatalaksanaan medis berdasarkan kadar ureum darah (p=0,170).

7.1.10. Uji Chi-square tidak dapat dilakukan untuk melihat perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan kadar kreatinin darah.

7.1.11. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan umur penderita (p=0,259).

7.1.12. Ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis (p=0,002).

7.1.13. Ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,001).

7.1.14. Ada perbedaan proporsi antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0.001).

7.2. Saran

7.2.1. Kepada petugas kesehatan baik dokter maupun perawat RS Martha Friska Medan agar memberikan konseling/penyuluhan kepada penderita tentang penatalaksanaan medis GGK karena pada penelitian ini terdapat penderita yang menolak hemodialisis dan pulang atas permintaan sendiri padahal biaya pengobatan sudah ditanggung melalui Askes.

7.2.2. Kepada pihak rumah sakit RS Martha Friska Medan sebaiknya melengkapin pencatatan data pada kartu status penderita seperti riwayat penyakit sebelumnya, kadar kreatinin darah dan kadar ureum darah.

7.2.3. Kepada penderita GGK yang pulang atas permintaan sendiri diharapkan untuk segera mengontrol ulang penyakitnya apabila terdapat keluhan yang berhubungan dengan penyakit tersebut agar tidak berlanjut menjadi lebih parah.

7.2.4. Kepada penderita penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus agar tidak takut meminum obat dan mengontrol penyakitnya agar tidak berlanjut menjadi

Dokumen terkait