• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai kemampuan dari ekstrak daun zodia sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya dengan menggunakan konsentrasi 0% (kontrol) dan konsentrasi 3% dengan 3 kali pengulangan, maka diperoleh jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap pada tiap konsentrasi dan pengulangan berbeda-beda. Selama percobaan berlangsung, kulit subjek test yang diolesi lotion tidak dicuci dan tidak ada penambahan lotion untuk melihat daya tahan repellent dari ekstrak daun zodia terhadap nyamuk Ae. aegypti.

Percobaan dilakukan pada marmut selama 5 menit dilihat berapa nyamuk yang hinggap kemudian istirahat selama 30 menit dan hal ini dilakukan berulang kali selama 6 jam. Selama istirahat, marmut di keluarkan dari kotak percobaan dan saat percobaan dilakukan, marmut diletakkan kembali di kotak percobaan.

Penelitian ini dilakukan pada siang hari dengan kondisi tempat yang terang dan cuaca yang cerah. Pada saat nyamuk hinggap, ada beberapa nyamuk yang menggigit hingga kenyang dan ada beberapa nyamuk yang hanya hinggap sebentar kemudian terbang karena gerakan dari marmut yang terganggu oleh gigitan nyamuk. Marmut-marmut tersebut cenderung diam tetapi karena terlalu sering dihinggapi dan digigit oleh nyamuk maka marmut mulai merasa terganggu dan gelisah. Kondisi-

kondisi tersebut yang mempengaruhi hasil penelitian ini menjadi cenderung fluktuatif.

Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari saja, khususnya di tempat yang agak gelap (Waryono, 2004). Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim (WHO, 2005). Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (Soedarmo, 1988).

Kebiasaan menggigit nyamuk Ae. aegypti saat mencari makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu didorong rasa lapar, bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbondioksida, dan warna. Khan, dkk (1996) melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lain (Soegijanto, 2006).

Pada gambar diagram 4.1. dapat dilihat kondisi nyamuk menggigit yang cenderung fluktuatif pada hasil percobaan . Hal ini dapat disebabkan sifat nyamuk Ae. aegypti yang sangat sensitif dan mudah terganggu (Soedarmo, 1988).

Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang. Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga berfungsi sebagai insektisida di antaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri (Naria, 2005).

Senyawa lainnya yang dapat berpotensi sebagai repellent yaitu linalool, polifenol, kamper, limonene, sitronela, geraniol, sineol, eugenol, dll. Linalool, kamper, saponin, dan limonene dikenal sebagai zat penolak serangga sehingga zat tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk (Kardinan, 2008).

Pada skrining fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu alkaloida, tannin, flavonoida, steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri (Ernita, 2009). Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%).

Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa pada marmut dengan olesan lotion 3%, nyamuk tidak hinggap hanya pada jam ke 0; jam ke 0,5; dan jam ke 1. Pada jam-jam berikutnya, nyamuk mulai hinggap pada marmut. Ekstrak daun zodia dengan konsentrasi 3% ini hanya mampu bertahan selama 1 jam pertama sehingga kurang baik dijadikan sebagai repellent.

Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric pada tahun 2003 menyatakan bahwa lotion yang mengandung 10% DEET hanya efektif dalam waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung 24% DEET hanya dapat bertahan selama 5 jam. Di Indonesia, lotion anti nyamuk mengandung DEET 10-15% dan diklaim para produsennya (pada kemasan) dapat bertahan selama 6-8 jam. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian mensyaratkan bahwa

suatu lotion anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan mampu bertahan selama 6 jam (Kardinan, 2007).

Menurut Brown and Hebbert dalam Dewi (2009), menjelaskan bahwa repellent yang baik mempunyai daya penolak yang besar dan tepat serta tidak berbahaya bagi binatang dan manusia, murah harganya, mudah didapat dalam jumlah besar, mempunyai susunan kimia yang stabil, tidak mudah terbakar, mudah digunakan, dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut yang dapat digunakan untuk menolak nyamuk.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ernita tentang uji aktivitas nyamuk dari ekstrak zodia. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan perbedaan konsentrasi krim cair pada 10 orang sukarelawan yang berusia 19-24 tahun. Cara kerja yang dilakukan adalah dengan memasukkan tangan sukarelawan ke dalam kotak berisi nyamuk, dibiarkan selama 2 jam, dan dihitung jumlah gigitan nyamuk. Pada hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan jumlah gigitan nyamuk dimana pada konsentrasi 3% tidak ada bekas gigitan.

5.2. Suhu Udara

Selama penelitian berlangsung, dilakukan pengukuran suhu udara di ruangan dengan menggunakan thermometer yang digantung pada dinding ruangan, sehingga dapat diketahui berapa suhu udara pada saat perlakuan dilakukan. Suhu udara pada saat penelitian memiliki rata-rata 27,50C Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan

nyamuk adalah 250 – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C. Berarti nyamuk berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk hidup dan beraktifitas pada saat melakukan percobaan.

5.3. Kelembaban

Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa kelembaban di tempat penelitian selama penelitian berlangsung memiliki rata-rata 79,2%. Menurut Mardihusodo dalam Yudhastuti (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Berarti kondisi kelembaban pada ruang penelitian masih cukup sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk Ae. aegypti karena kelembaban udara di ruang penelitian tidak terlalu jauh dengan kelembaban optimal.

Dokumen terkait