KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA
PENGGUNAANNYA
SKRIPSI
Oleh:
NIM. 061000143
MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA
PENGGUNAANNYA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 061000143
MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul :
KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA
PENGGUNAANNYA
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM. 061000143
MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji Ketua Penguji
Ir. Evi Naria, M.Kes NIP. 19680320 199303 2 001
Penguji II
Penguji I
Ir. Indra Chahaya S., M.Si NIP. 19681101 199303 2 005
dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes NIP. 19700219 199802 2 001
Penguji III
NIP. 19650109 199403 2 002 Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS
Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Sejak dilaporkan kasus DBD pada tahun 1968, penyakit ini telah menjadi endemis di Indonesia dan kasus dilaporkan setiap tahun. Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan lotion anti nyamuk.yang umumnya dibuat dari bahan kimia sintetis. Oleh sebab itu perlu ditemukan bahan alami untuk mengendalikan nyamuk, salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah dari daun tanaman zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa lama ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti.
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Pada percobaan ini, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dibuat dalam bentuk lotion dan dilakukan pada 4 ekor marmut. Dari 4 ekor marmut, 3 ekor marmut diolesi lotion dengan konsentrasi 3% dan diamati pada 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam sedangkan 1 ekor marmut tidak diolesi lotion. Marmut yang telah dicukur kemudian diletakkan di kotak percobaan yang masing-masing kotak telah diisi dengan 25 ekor nyamuk Ae. aegypti dewasa.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6 jam percobaan yang dilakukan, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% hanya dapat bertahan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 1 jam pertama. Setelah itu, nyamuk yang hinggap pada kulit marmut cenderung fluktuatif.
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) hanya dapat bertahan selama 1 jam sebagai repellent. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanaman yang sama dengan beberapa konsentrasi yang berbeda.
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease is a contagious disease that caused by dengue virus and infected by Ae. aegypti. Since reported in 1968, this disease has become endemic and reported every yearin Indonesia. One of the way to avoid it by using anti mosquitoes lotion which generally made by synthetic chemistry. Therefore, it necessary to find natural substance to avoid mosquitoes, one of the natural substances that can use is from zodia leaves (Evodia suaveolens) as repellent.
The aim of this research is to know how long extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration as repellent of adult Ae. aegypti mosquitoes.
This research is a descriptive research. In this experiment, extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves changed into lotion and using 4 marmots. Three marmots is spread by lotion in 3% concentration and observed at 0 hour; o,5 hour; 1 hour; 1,5 hours; 2 hours; 2,5 hours; 3 hours; 3,5 hours; 4 hours; 4,5 hours; 5 hours; 5,5 hours; and 6 hours and one marmot doesn’t spread by lotion. Marmot’s hairs has shaved and they put in experiment boxes where each of boxes consists of 25 adult Ae. aegipty mosquito.
The result of this research show that extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour from 6 hours experiment. After that, the numbers of mosquitoes were perch on marmot skin tend to be fluctuate.
The conclusion of this research is extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour. Therefore, it necessary doing experiment with the same plant in different concentration.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Melati Agnes Anggreini Sianipar
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru / 08 Januari 1988
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Bersaudara : 4 Orang
Alamat Rumah : Jl. Garuda No. 9 Sigunggung, Labuh Baru, Pekanbaru
Riwayat Pendidikan
1. 1994-2000 : SD Santa Maria Pekanbaru
2. 2000-2003 : SLTP Santa Maria Pekanbaru
3. 2003-2006 : SMA Negeri 1 Pekanbaru
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
kasih-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul : “KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA
(Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA PENGGUNAANNYA” yang merupakan salah satu
syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak sendirian. Ada banyak pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. R. Kintoko Rochadi, Drs., M.Kes , selaku Dosen Penasehat
Akademik yang telah membimbing penulis selama melaksanakan perkuliahan
di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Ibu dr. Devi Nuraini
Santi, M.Kes selaku dosen pembimbing II, yang telah sabar membimbing,
mendidik, dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam
5. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Obat
Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Bapak Ahadi Kurniawan, SSi, DAPE selaku Kepala Laboratorium
Entomologi BTKL Medan yang telah memberi izin penulis untuk melakukan
penelitian.
7. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam
penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.
8. Teristimewa kepada orangtua terkasih Ayahanda R. Sianipar dan Ibunda L. br
Siregar, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang
dan juga yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, nasehat dan doa pada
penulis setiap saat, serta abang penulis Roy Hendri J.S., adik penulis Riduan
Febri H.S. dan Ruth Tiarma E.S. yang telah memberikan dukungan, doa, dan
semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat penulis (Asri, Eli, Lidya, Emme, Paulina, Wilma, Purnama,
dan Herlina) yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman di kos-kosan “Pak Batu” baik yang masih ada di kos maupun
yang sudah merantau (Herna, Emme, K’Nila, K’Sastra Weasley, K’Annie
Granger , K’Astri, Siska, dan Anna) yang telah banyak memberi dukungan
baik dalam doa, pikiran ,dan tenaga pada penulis dalam menyelesaikan skripsi
11.Sahabat-sahabat penulis “KK Shining” (K’Eka, Emme, dan Maria) yang
dengan setia mendengar serta memberikan dukungan dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman PBL (Purnama, Deri, K’Ayu, Vivi, dan B’Pian) dan LKP
(Viviane, Dila, Leni, dan B’Yunus) yang telah memberi dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
13.Keluarga besar UKM KMK khususnya POMK Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
14.Teman-teman seperjuangan di peminatan Kesehatan Lingkungan serta
rekan-rekan FKM 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
15.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan inspirasi
bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan masyarakat.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ...i
Abstrak ... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel dan Gambar ... xi
Daftar Lampiran ...xii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1.Tujuan Umum ... 5
1.3.2.Tujuan Khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Gambaran Umum Nyamuk Ae. aegypti ... 7
2.1.1.Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti ... 7
2.1.2.Morfologi Nyamuk Ae. aegypti ... 7
2.1.3.Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti ... 10
2.1.4.Tata Hidup Nyamuk Ae. aegypti ... 10
2.1.5.Suhu ... 12
2.1.6.Kelembaban ... 12
2.2. Nyamuk Ae. aegypti sebagai Vektor Penyakit ... 13
2.2.1.Demam Berdarah Dengue ... 14
2.2.2.Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 15
2.2.3.Penularan Demam Berdarah Dengue ... 16
2.3. Pengendalian Vektor ... 17
2.3.1.Pengendalian Vektor Secara Kimiawi ... 18
2.3.2.Pengendalian Vektor Secara Biologis/ Hayati ... 21
2.3.3.Pengendalian Vektor Secara Mekanik ... 22
2.4. Tanaman-Tanaman yang dapat Dijadikan Repellent ... 23
2.4.1.Gambaran Umum Zodia (Evodia suaveolens) ... 23
2.4.2.Kandungan Aktif ... 24
2.4.3.Kegunaan Zodia ... 25
2.5. Kerangka Konsep... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27
3.2.1.Lokasi Penelitian ... 27
3.2.2.Waktu Penelitian... 27
3.3. Objek Penelitian ... 27
3.4. Subjek Penelitian ... 28
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 28
3.5.1.Data Primer ... 28
3.5.2.Data Sekunder ... 29
3.6. Alat dan Bahan Penelitian ... 28
3.6.1.Alat Penelitian ... 28
3.6.2.Bahan Penelitian ... 29
3.7. Cara Kerja Penelitian ... 30
3.7.1.Cara Mendapatkan Nyamuk Ae. aegypti ... 30
3.7.2.Cara Mendapatkan Lotion dari Ekstrak Daun Zodia ... 30
3.7.3.Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Zodia ... 31
3.7.4.Cara Pembuatan Kotak Pengamatan dan Kotak Pemeliharaan ... 32
3.8. Prosedur Penelitian ... 32
3.8.1.Prosedur yang Dilakukan oleh Subjek Test ... 32
3.8.2.Prosedur Percobaan... 32
3.9. Defenisi Operasional ... 33
3.10. Analisa Data ... 34
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35
4.1. Jumlah Nyamuk yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)... 35
4.2. Suhu Udara ... 38
BAB 5 PEMBAHASAN ... 40
5.1. Jumlah Nyamuk yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)... 40
5.2. Suhu Udara ... 43
5.3. Kelembaban ... 44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
6.1. Kesimpulan ... 45
6.2. Saran ... 45
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3% ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Letak Kotak Pengamatan
Lampiran 2. Dokumentasi
Lampiran 3. Perbedaan sifat-sifat secara garis besar antara nyamuk Anopheles,
Aedes, Culex, dan Mansonia
Lampiran 4 Surat Izin Melakukan Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Fakultas Farmasi
USU
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari BTKL-PPM
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Sejak dilaporkan kasus DBD pada tahun 1968, penyakit ini telah menjadi endemis di Indonesia dan kasus dilaporkan setiap tahun. Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan lotion anti nyamuk.yang umumnya dibuat dari bahan kimia sintetis. Oleh sebab itu perlu ditemukan bahan alami untuk mengendalikan nyamuk, salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah dari daun tanaman zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa lama ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti.
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Pada percobaan ini, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dibuat dalam bentuk lotion dan dilakukan pada 4 ekor marmut. Dari 4 ekor marmut, 3 ekor marmut diolesi lotion dengan konsentrasi 3% dan diamati pada 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam sedangkan 1 ekor marmut tidak diolesi lotion. Marmut yang telah dicukur kemudian diletakkan di kotak percobaan yang masing-masing kotak telah diisi dengan 25 ekor nyamuk Ae. aegypti dewasa.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6 jam percobaan yang dilakukan, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% hanya dapat bertahan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 1 jam pertama. Setelah itu, nyamuk yang hinggap pada kulit marmut cenderung fluktuatif.
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) hanya dapat bertahan selama 1 jam sebagai repellent. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanaman yang sama dengan beberapa konsentrasi yang berbeda.
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease is a contagious disease that caused by dengue virus and infected by Ae. aegypti. Since reported in 1968, this disease has become endemic and reported every yearin Indonesia. One of the way to avoid it by using anti mosquitoes lotion which generally made by synthetic chemistry. Therefore, it necessary to find natural substance to avoid mosquitoes, one of the natural substances that can use is from zodia leaves (Evodia suaveolens) as repellent.
The aim of this research is to know how long extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration as repellent of adult Ae. aegypti mosquitoes.
This research is a descriptive research. In this experiment, extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves changed into lotion and using 4 marmots. Three marmots is spread by lotion in 3% concentration and observed at 0 hour; o,5 hour; 1 hour; 1,5 hours; 2 hours; 2,5 hours; 3 hours; 3,5 hours; 4 hours; 4,5 hours; 5 hours; 5,5 hours; and 6 hours and one marmot doesn’t spread by lotion. Marmot’s hairs has shaved and they put in experiment boxes where each of boxes consists of 25 adult Ae. aegipty mosquito.
The result of this research show that extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour from 6 hours experiment. After that, the numbers of mosquitoes were perch on marmot skin tend to be fluctuate.
The conclusion of this research is extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour. Therefore, it necessary doing experiment with the same plant in different concentration.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, terjadi peningkatan kasus
DBD di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2007. Angka Incidence Rate (IR) per
100. 000 penduduk pada tahun 2003 sebesar 23,87; tahun 2004 sebesar 37,11; tahun
2005 sebesar 43,42; tahun 2006 sebesar 52,48; tahun 2007 sebesar 71,78.
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, angka kesakitan
(IR) DBD di Sumatera Utara sampai tahun 2007 mengalami peningkatan yakni
sebesar 34,5/100.000 penduduk. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008
menjadi 33,74/100.000 penduduk, angka ini masih jauh dari target Indonesia Sehat
2010 yaitu 2/100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2007, angka kesakitan
(IR) tahun 2008 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan sebaliknya angka
kematian (CFR) mengalami peningkatan yaitu 0,83% menjadi 1,13%. Kota Medan
adalah salah satu kabupaten/ kota di Sumatera Utara dengan angka kesakitan pada
tahun 2008 sebesar 88,35/ 100.000 penduduk.
Pemanasan bumi secara bertahap diprediksikan meningkat yang akan
berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan nyamuk. Siklus perkawinan dan
pertumbuhan nyamuk yang sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban akan
semakin cepat sehingga jumlah populasi meningkat dengan cepat. Pemanasan global
yang mencairkan sebagian besar es di kutub akan besar pengaruhnya dalam
menyediakan air sebagai tempat perindukan karena jentik nyamuk bersifat aquatik
Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Di
Asia, Ae. aegypti merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD
karena tempat perindukan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada
darah manusia. Pada daerah yang penduduknya jarang, Ae. aegypti masih memiliki
kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebut menghisap
darah manusia berulang-ulang pada siang hari (Chahaya, 2003).
Menurut Rui et al. (2003) dalam Kardinan (2007), menyatakan cara
menghindari nyamuk yang paling baik adalah dengan pemakaian anti nyamuk
berbentuk lotion, cream, ataupun pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan
nyamuk. Hampir semua lotion anti nyamuk yang beredar di Indonesia berbahan aktif
DEET (Diethyltoluamide) yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15% (Kardinan, 2007). DEET (Diethyltoluamide) mempunyai daya
repelan yang sangat bagus, tetapi dalam penggunaannya dapat menimbulkan reaksi
hipersensitisasi dan iritasi (Yuliani, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric pada tahun
2003 menyatakan bahwa lotion yang mengandung 10% DEET hanya efektif dalam
waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung 24% DEET hanya dapat bertahan selama
5 jam. Di Indonesia, lotion anti nyamuk mengandung DEET 10-15% dan diklaim
para produsennya (pada kemasan) dapat bertahan selama 6-8 jam. Peraturan
Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian mensyaratkan bahwa
suatu lotion anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling
Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk
mengontrol nyamuk dan serangga lainnya sebagai kepentingan kesehatan masyarakat.
Sebagai akibatnya, Ae.aegypti dan vektor dengue lainnya di beberapa negara telah
menjadi resisten terhadap insektisida yang umum digunakan, termasuk temephos,
malathion, fenthion, permethrin, propoxur, dan fenitrothion (WHO, 1999). Dampak
negatif penggunaan insektisida kimia ini perlu dihindarkan. Salah satu alternatif yang
perlu dicoba adalah menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan
bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena
residunya mudah hilang. Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga
berfungsi sebagai insektisida di antaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin,
flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri (Naria, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Sumatera Utara (2007), beberapa tanaman yang dapat mengusir nyamuk yaitu zodia,
rosemary, selasih, kenikir, dan inggu. Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang
berasal dari daerah Irian (Papua). Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan
minyak atsiri (essential oil) yang mengandung bahan aktif evodiamine dan
rutaecarpine (Kardinan, 2009). Tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm
hingga 200 cm ini dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari
sekitar tanaman (Kardinan, 2004).
Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah
ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%). Linalool ini sudah sangat
dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk (Kardinan, 2004). Pada skrining
fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan
senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu alkaloida, tannin, flavonoida,
steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri (Ernita, 2009).
Penelitian sebelumnya menggunakan tumbuhan sebagai repellent telah
dilakukan oleh Hasibuan (2008). Dari hasil penelitian diketahui bahwa minyak atsiri
serai wangi (Cymbopogon nardus) efektif digunakan sebagai repellent terhadap
nyamuk Ae. aegypti sebesar 100%. Penelitian lain tentang repellent juga dilakukan
oleh Darwis (2009). Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun rosmery
(Rosmarinus officinalis) efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae.
aegypti sebesar 5%.
Penelitian lain yang menggunakan selasih sebagai repellent terhadap nyamuk
Ae. aegypti dilakukan oleh Kardinan (2007) untuk melihat rata-rata daya proteksi
terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 6 jam dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
Pada konsentrasi 2,5% daya proteksi terhadap nyamuk 34,18%, pada konsentrasi 5%
rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk 39,67%, konsentrasi 10% rata-rata daya
proteksi terhadap nyamuk 45, 75% dan pada konsentrasi 20% rata-rata daya
proteksinya 57,59%.
Penelitian mengenai ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent
telah dilakukan sebelumnya oleh Ernita (2009). Penelitian tersebut dilakukan selama
konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia efektif sebagai repellent selama 2 jam.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian
terhadap kemampuan ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent
nyamuk Aedes aegypti berdasarkan lama penggunaannya.
1.2. Perumusan Masalah
Sebagian besar repellent dalam bentuk lotion anti nyamuk yang beredar di
Indonesia berbahan aktif DEET yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dan
dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dan iritasi. Oleh sebab itu perlu dilakukan
penelitian repellent yang berasal dari bahan alami. Daun zodia diduga dapat dijadikan
salah satu alternatif insektisida nabati karena mengandung linalool, minyak atsiri
dengan bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine, dan lainnya, dimana linalool sudah
sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk . Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai kemampuan daun zodia sebagai repellent nyamuk Ae. aegypti
berdasarkan lama penggunaannya.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens)
sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap pada marmut
2. Untuk mengetahui jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap setelah diolesi
dengan ekstrak daun zodia pada konsentrasi 3% selama 5 menit setiap 30
menit selama 6 jam berturut-turut.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa zodia dapat digunakan
sebagai alternatif repellent yang aman.
2. Masukan bagi para produsen dalam pemanfaatan daun zodia sebagai bahan
baku produksi repellent dalam rangka pengendalian nyamuk Aedes aegypti.
3. Sebagai masukan bagi penulis dan mahasiswa FKM, khususnya mahasiswa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Nyamuk Ae. aegypti 2.1.1. Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti
Kedudukan nyamuk Ae. aegypti dalam klasifikasi hewan, yaitu (Soegijanto,
2006) :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Aedes aegypti L
2.1.2. Morfologi Nyamuk Ae. Aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil bila dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks bagian belakang terdapat garis-garis putih
keperak-perakan. Pada bagian toraks ini terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki
tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada tubuh nyamuk
umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada
nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006).
Dalam hal ukuran, nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan
diamati dengan mata telanjang (Wikipedia, 2009). Morfologi nyamuk Ae. aegypti
(Soegijanto, 2006).
1. Telur
Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam,
ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung, dan
diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian
dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan
air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat di dinding
TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air.
2. Larva
Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu
sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang
terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya
sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada
(thorax) belum jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Larva instar
II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan
sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas
tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut
(abdomen).
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa
Larva Ae. Aegypti ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat
fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan
bidang permukaan air.
3. Pupa
Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada
(cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga
tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat
bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang
berguna untuk berenang. Alat pengayuh terdapat berjumbai panjang dan bulu di
nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan,
tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat,
posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.
4. Dewasa
Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan
perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu.
Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk
lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut
lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong
lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena
2.1.3. Siklus Hidup Nyamuk Ae. Aegypti
Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami metamorphosis
sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva (beberapa instar), pupa, dan
dewasa (Sembel, 2009). Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu
meletakkan 100-400 butir telur. Biasanya, telur-telur tersebut diletakkan di bagian
yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak
berhubungan langsung dengan tanah (Kardinan, 2009).
Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu 20-400C akan menetas
menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan
larva dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air, dan
kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi
optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa
menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan
telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari
(Soegijanto, 2006).
2.1.4. Tata Hidup Nyamuk Ae. Aegypti
Nyamuk Ae. aegypti bersifat urban, hidup di perkotaan dan lebih sering hidup
di dalam dan di sekitar rumah (domestik) dan sangat erat hubungannya dengan
manusia. Tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti yaitu tempat di mana nyamuk
Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah
(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah
tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias,
perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan yang ada di luar rumah
(halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias
yang terisi oleh air hujan, tendon air minum, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).
Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap
darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya
untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan
memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area
yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah (Wikipedia, 2009).
Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan sehingga memiliki
kebiasaan menggigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat memungkinkan
penyebaran virus demam berdarah ke beberapa orang sekaligus (Kardinan, 2009).
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak
aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Depkes, 2005).
Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap, dan tersembunyi
di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil,
maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di
tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka
adalah di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di
Penyebaran nyamuk Ae. aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas
sampai jarak 100 meter dan lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di
Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400
meter terutama untuk mencari tempat bertelur. Transportasi aktif dapat berlangsung
melalui telur dan larva yang ada dalam penampungan (WHO, 2005).
2.1.5. Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar
kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada umumnya
kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum 250C, dan suhu
maksimum 450C (Jumar, 2000). Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti
(2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
250 – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari
100C atau lebih dari 400C.
2.1.6. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat
hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi,
kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai, serangga
biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem (Jumar, 2000). Menurut Mardihusodo
dalam Yudhastuti (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar 81,5 -
89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan
2.2. Nyamuk Ae. Aegypti Sebagai Vektor Penyakit
Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau Arthropoda
(Soemirat, 2007). Nyamuk merupakan anggota ordo Diptera yang berbentuk
langsing, baik tubuhnya, sayap maupun proboscisnya. Ciri-ciri khas ordo Diptera,
yaitu (Soedarto, 1992):
1. Kepala, toraks, dan abdomen berbatas jelas
2. Mempunyai sepasang antenna
3. Sepasang sayap selaput melekat pada segmen toraks yang kedua; pasangan
sayap lainnya berubah bentuk menjadi alat keseimbangan
4. Mulut berfungsi untuk mengisap
5. Abdomen terdiri dari 10 segmen
Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-penyakit
arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis, dan
lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa (malaria).
Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun sebagian besar
dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit. Jenis-jenis
nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp., Culex spp.,
Anopheles spp., dan Mansonia spp (Sembel, 2009).
Aedes aegypti adalah vektor terpenting bagi virus demam kuning, dengue, dan
chikungunya. Nyamuk ini terdistribusi antara 400 Lintang Utara dan 400 Lintang
2.2.1. Demam Berdarah Dengue
Demam dengue dan dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai
demam berdarah dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang berbeda,
tetapi sangat dekat satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
dari genus Flavivirus. Demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk dengue yang
parah, berpotensi mengakibatkan kematian (Sembel, 2009).
Gambaran klinik demam berdarah dengue sering kali tergantung dari umur
penderita. Pada bayi dan anak biasanya didapatkan demam dengan ruam
makulopapular saja. Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya didapatkan demam
ringan, atau gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala
hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam. Tidak jarang
ditemukan pendarahan kulit, biasanya didapatkan lekopeni dan kadang-kadang
trombositopeni. Pada waktu wabah tidak jarang Demam Dengue dapat disertai
pendarah hebat. Yang membedakan Demam Dengue disertai pendarahan dan DBD
adalah kebocoran plasma yang terdapat pada DBD dan tidak pada demam Dengue
(Soegijanto, 2006).
Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya
menderita demam dengue (DD) atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda
yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali
(asimptomatis). Penderita DD biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari
DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi
sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe
virus dengue yang lain adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang
parah. Infeksi oleh salah satu serotipe ini tidak menimbulkan imunitas dengan
protektif-silang sehingga seseorang yang tinggal di daerah endemik dapat terinfeksi
oleh demam dengue selama hidupnya (Sembel, 2009).
Diagnosis klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO terdiri dari (Depkes, 2005):
1. Kriteria klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji Tourniquet (Rumple
Leede) positif
c. Pembesaran hati
d. Syok
2. Kriteria laboratories
a. Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20%.
2.2.2. Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Penyakit yang sekarang dikenal sebagai DHF pertama kali dikenali di Filipina
pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubungan dengan virus dengue
kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di
Bangkok, Thailand (WHO, 1999).
Tahun 1968, Demam Berdarah Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di
Indonesia yaitu berupa kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di
Jakarta dan Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR= 41,5%).
Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang berada di wilayah
Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar biasa penyakit
DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan
(Soegijanto, 2006).
2.2.3. Penularan Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti.
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang
sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus
dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (Lestari, 2007).
Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak
diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar
liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap
untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Oleh karena itu,
sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit,
sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes, 2005).
2.3. Pengendalian Vektor
Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan
populasi nyamuk Ae. aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan
sebagai vector menghilang. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu
dengan cara kimiawi, biologis, mekanik, dan radiasi (Soegijanto, 2006).
Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam
penyakit karena berbagai alasan (Soemirat, 2007):
1. Penyakit tadi belum ada obat ataupun vaksinnya, seperti hampir semua
penyakit yang disebabkan oleh virus
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasit
3. Berbagai penyakit didapat pada banyak hewan selain manusia sehingga
sulit dikendalikan
4. Sering menimbulkan cacat seperti filariasis dan malaria
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat, seperti
2.3.1. Pengendalian Vektor Secara Kimiawi 1. Insektisida
Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang mempunyai arti potongan,
keratin, atau segmen tubuh, seperti kita lihat pada bagian tubuh serangga (Soemirat,
2005). Insektisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memberantas
serangga (Soedarto, 1992).
Pembagian insektisida berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh insektisida
dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida, yaitu racun lambung, racun kontak,
dan racun pernapasan. Untuk mengendalikan serangga yang terbang(seperti nyamuk
Ae. aegypti), insektisida yang digunakan adalah yang mengandung racun lambung
atau racun kontak (Djojosumarto, 2000).
2. Larvasida
Saat ini larvasida yang paling luas digunakan untuk mengendalikan larva
Aedes aegypti adalah temefos. Di Indonesia, temefos 1% (Abate 1SG) telah
digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk
program pemberantasan Aedes aegypti di Indonesia (Gafur, 2006).
Cara ini biasanya dengan menaburkan abate ke dalam bejana tempat
penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, yang dapat mencegah adanya
jentik selama 2-3 bulan (Chahaya, 2003).
3. Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk
gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan cara
menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena itu
harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat
atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak
menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan daya
pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET
(N,N-diethyl-m-toluamide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi
menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan membranous
(Soedarto, 1992).
Repellent yang berbeda bekerja melawan hama yang berbeda pula. Oleh sebab
itu, penting untuk memperhatikan kandungan aktif dari suatu repellent pada label
produknya. Repellent yang mengandung DEET (N,N-diethyl-m-toluamide),
permethrin, IR3535 (3-[N-butyl-N-acetyl]-aminopropionic acid) atau picaridin (KBR
3023) merupakan repellent untuk nyamuk. DEET tidak boleh digunakan pada bayi
yang berumur di bawah 2 bulan. Anak-anak yang berumur dua bulan atau lebih hanya
dapat menggunakan produk dengan konsentrasi DEET 30% atau lebih (MDPH,
2008).
DEET diserap ke dalam tubuh melalui kulit. Penyerapannya melalui kulit
tergantung dari konsentrasi dan pelarut dalam formulasi produk repellent tersebut.
Konsentrasi DEET sebesar 15% dalam etanol akan diserap ke dalam tubuh rata-rata
8,4%. Penyerapannya ke dalam tubuh akan dimulai dalam 2 jam setelah penggunaan.
<2 bulan memiliki rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh yang lebih besar
sehingga lebih mudah terserap dan mudah mencapai konsentrasi plasma yang tinggi.
Kandungan repellent seperti DEET merupakan bahan korosif. Walaupun telah
ditambahkan dengan zat-zat lain yang berfungsi sebagai pelembab, zat ini tetap
berbahaya (POM, 2010).
Petunjuk pemakaian repellent oleh EPA (Environmental Protection Agency ),
yaitu:
a. Penggunaan repellent hanya di kulit yang terbuka dan/atau di pakaian (seperti
petunjuk di label). Jangan digunakan di kulit yang terlindungi pakaian.
b. Jangan menggunakan repellent pada kulit yang terluka atau kulit yang iritasi.
c. Jangan digunakan di mata atau mulut dan gunakan sesedikit mungkin di
sekitar telinga. Ketika menggunakan spray, jangan disemprotkan langsung ke
wajah, tapi semprotkan terlebih dahulu ke tangan lalu sapukan ke wajah.
d. Jangan biarkan anak-anak memegang produk repellent. Ketika menggunakan
pada anak-anak, letakkan terlebih dahulu pada tangan kita lalu gunakan pada
anak.
e. Gunakan repellent secukupnya untuk kulit yang terbuka dan/ atau pakaian.
Jika penggunaan repellent tadi tidak berpengaruh, maka tambahkan sedikit
lagi.
f. Setelah memasuki ruangan, cuci kulit yang memakai repellent dengan sabun
dan air atau segera mandi. Ini sangat penting ketika repellent digunakan
pakaian yang sudah terkena repellent juga harus dicuci sebelum dipakai
kembali.
g. Jika kulit mengalami ruam/ kemerahan atau reaksi buruk lainnya akibat
penggunaan repellent, berhentikan penggunaan repellent, bersihkan kulit
dengan sabun dan air. Jika pergi ke dokter, bawa repellent yang digunakan
untuk ditunjukkan pada dokter (CDC, 2008).
2.3.2. Pengendalian Vektor Secara Biologis/ Hayati
Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan
dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan
invertebrate atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan
sebagai pathogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala
timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang
cocok untuk larva nyamuk. Sebagai pathogen, seperti dari golongan virus, bakteri,
fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati larva nyamuk di
tempat perindukannya (Soegijanto, 2006).
Beberapa keuntungan pengendalian hayati adalah (Jumar, 2000):
1. Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak menyebabkan
keracunan pada manusia dan ternak
2. Tidak menyebabkan resistensi terhadap hama
4. Bersifat permanen, untuk jangka panjang dinilai lebih murah apabila
keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara
hama dengan musuh alaminya.
2.3.3. Pengendalian Vektor Secara Mekanik
Pengendalian yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah gigitan
nyamuk dengan menggunakan pakaian yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh,
kecuali muka dan penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah (Sembel, 2009).
Selain itu, yang sekarang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M
(Soegijanto, 2006):
1. Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat bagian
dinding dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali
2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak
dapat diterobos oleh nyamuk dewasa
3. menanam/ menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang
dapat menampung air hujan.
2.3.4. Pengendalian Vektor Secara Radiasi
Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis
tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini
dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina
tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil (Soegijanto,
2.4. Tanaman-Tanaman yang dapat Dijadikan Repellent
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik telah melakukan serangkaian
penelitian terhadap potensi tanaman aromatik sebagai penghalau (repellent) nyamuk
dan lalat dengan memanfaatkan tanaman aromatik dalam bentuk minyak atsiri
(essential oil), antara lain: serai wangi, zodia, cengkeh, geranium, nilam, selasih yang
mampu menghalau nyamuk Ae. aegypti (Kardinan, 2008).
2.4.1. Gambaran Umum Zodia (Evodia suaveolens)
Klasifikasi zodia (Evodia suaveolens) dalam klasifikasi tumbuhan adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Family : Rutaceae
Genus : Evodia
Species : Evodia suaveolens (Tjitrosoepoma, 2000).
Zodia memiliki nama latin Evodia suaveolens, tetapi ada juga yang menyebut
dengan Euodia suaveolens. Tanaman perdu ini berasal dari keluarga Rutaceae. Zodia
diduga berasal dari Papua. Namun, saat ini sudah banyak tumbuh di Pulau Jawa,
bahkan sering dijumpai ditanam di halaman rumah atau kebun sebagai tanaman hias
Zodia mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75 cm).
Tanaman ini sangat mudah diperbanyak, yaitu melalui biji dan stek ranting. Biasanya
apabila kita sudah memiliki tanaman yang sudah berbunga dan berbiji, maka bijinya
akan jatuh dan tumbuh disekitar tanaman (Kardinan, 2004). Tanaman ini memiliki
daun pipih panjang berwarna hijau kekuningan (Anonimous, 2010).
Zodia punya suatu keunikan, yaitu tanaman akan berubah warna daunnya bila
ditempatkan di tempat yang mempunyai suhu yang berbeda. Bila ditanam di Bogor
misalnya, zodia akan berdaun hijau muda terang. Akan berbeda dengan zodia yang
ditanam di Jakarta, yang akan berdaun hijau tua. Untuk penanaman di Bogor, dari biji
hingga setinggi 20 cm dibutuhkan waktu sekitar 8-9 bulan. Sedangkan untuk di
daerah Jakarta memakan waktu yang lebih lama, biasanya hingga satu tahun. Hal ini
dikarenakan udara di Bogor lebih lembab(Anonimous, 2008).
2.4.2. Kandungan Aktif
Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan minyak atsiri (essential oil)
yang mengandung bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine. Diduga, kedua bahan
aktif inilah yang membuat nyamuk tidak menyukai tanaman ini (Kardinan, 2009).
Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun
tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%) di mana linalool
sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk (Kardinan, 2004).
Pada skrining fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan
alkaloida, tannin, flavonoida, steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri
(Ernita, 2009).
2.4.3. Kegunaan Zodia
Daun zodia terasa pahit, kadang-kadang digunakan sebagai obat tradisional,
antara lain sebagai tonik untuk menambah stamina tubuh, sementara rebusan
batangnya bermanfaat sebagai pereda demam malaria. Oleh masyarakat papua,
tanaman ini sudah lama digunakan sebagai penghalau serangga, khususnya nyamuk
(Kardinan, 2009).
Dari beberapa literatur, tanaman ini bermanfaat sebagai anti-kanker. Selain
itu, lengan yang digigit oleh nyamuk demam berdarah akan cepat sembuh (bentol dan
2.5. Kerangka Konsep
Daun Zodia
Suhu
Repellent Daya proteksi formulasi
ekstrak daun zodia pada: a. Marmut tanpa olesan
lotion,
b. Marmut dengan olesan lotion konsentrasi3%, selama
−0 jam;
−0,5 jam;
−1 jam;
−1,5 jam;
−2 jam;
−2,5 jam;
−3 jam;
−3,5 jam;
−4 jam;
−4,5 jam;
−5 jam;
−5,5 jam; dan
− 6 jam
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat kemampuan dari ekstrak
daun zodia (Evodia suoveolens) sebagai repellent nyamuk Ae. aegypti berdasarkan
lama penggunaannya. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 4 ekor marmut
dimana 1 ekor marmut tidak diolesi lotion dan 3 ekor marmut diolesi lotion dengan
konsentrasi 3% dengan lama pemaparan 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5
jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) dan
pembuatan formula dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret - Mei 2010
3.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah nyamuk Ae. aegypti dewasa yang diambil dari kotak
pemeliharaan dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm (p x l x t). Setelah itu
dimasukkan ke dalam kotak-kotak pengamatan berukuran 40 cm x 27 cm x 25 cm
(p x l x t). Masing-masing kotak berisi 25 ekor nyamuk dewasa. Jumlah nyamuk yang
3.4. Subjek Penelitian
Untuk menunjang proses penelitian ini diperlukan adanya subjek penelitian
yaitu dengan menggunakan marmot. Jumlah marmot yang dibutuhkan adalah 4 ekor.
3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil percobaan yang akan dilakukan berupa data
jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut yang tidak diolesi lotion dan pada
marmut yang diolesi lotion konsentrasi 3% dengan lama pemaparan 0 jam; 0,5 jam;
1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6
jam.
3.5.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta
literatur-literatur yang mendukung sebagai bahan kepustakaan.
3.6. Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian
1. Kotak pemeliharaan
2. Kotak pengamatan
3. Timbangan
4. Cawan porselin
5. Lumpang porselin
7. Spatula
8. Kain kasa
9. Wadah tempat larva
10. Peciduk jentik
11. Wadah untuk lotion
12. Rotary evaporator
3.6.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Formula Lotion 3%, yaitu:
a. Setil alkohol : 0,5 gr
b. Asam Stearat : 3 gr
c. Lanolin : 1 gr
d. Gliserin : 2 gr
e. Metil Paraben : 0,1 gr
f. Trietanolamin : 0,75 gr
g. Ekstrak Zodia : 3 gr
h. Aquadest : secukupnya sampai 100 gr
2. Jentik nyamuk
3. Nyamuk dewasa
3.7. Cara Kerja Penelitian
3.7.1. Cara Mendapatkan Nyamuk Ae. aegypti
Untuk mendapatkan nyamuk Ae. aegypti dewasa dilakukan dengan
memelihara larva nyamuk Aedes aegypti dengan cara sebagai berikut:
1. Larva Ae. aegypti dimasukkan ke dalam baskom kecil yang berisi air bersih
dan diletakkan di dalam kotak pemeliharaan
2. Simpan di tempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya matahari langsung
3. Amati kotak pemeliharaan dan apabila jentik telah berubah menjadi
kepompong, lalu masukkan air gula/ madu ke dalam kotak pemeliharaan
untuk makanan nyamuk setelah keluar dari kepompong.
4. Setelah nyamuk dewasa maka nyamuk tersebut ditangkap dengan aspirator
kemudian dipindahkan ke kotak pemeliharaan
5. Nyamuk tidak diberi makan/ dilaparkan 12 jam sebelum dilakukan penelitian.
6. Pada akhir penelitian, nyamuk dibunuh dengan menggunakan kloroform.
3.7.2. Cara Mendapatkan Lotion dari Ekstrak Daun Zodia
Prosedur pembuatan lotion dari ekstrak daun zodia didapat dari Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Daun zodia sebanyak 500 gr ditumbuk dengan penambahan 700 ml etanol,
lalu diperas dengan kain kasa, hasil perasannya didiamkan. Maka akan
2. Kemudian ampas dari perasan tersebut ditambahkan etanol 700 ml, lalu
didiamkan satu malam. Setelah pendiaman, kemudian diperas kembali lalu
didiamkan kembali (Cairan II).
3. Cairan I dan II diuapkan dengan rotary evaporator, lalu diuapkan di atas
penangas air sampai kental (Cairan III).
4. Setil alkohol, asam stearat, lanolin ditimbang dan dimasukkan ke dalam
cawan porselin, dilebur di atas penangas air hingga suhu 750C (Bahan A).
5. Gliserin, metil paraben, trietanolamin dilarutkan dalam aquadest panas (Bahan
B).
6. Bahan A dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, lalu ditambahkan
Bahan B, lalu ditambahkan Cairan III dan aduk rata.
7. Kemudian tambahkan aquadest dan aduk rata.
3.7.3. Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Zodia
Untuk mendapatkan konsentrasi larutan hasil ekstraksi daun zodia 3% dengan
menggunakan rumus:
V1.N1 = V2.N2
Keterangan: V1 = Volume dari zat awal yang dibutuhkan
N1 = Konsentrasi awal
V2 = Volume yang diinginkan
N2 = Konsentrasi yang diinginkan
Contoh : Larutan 3 % dari ekstrak daun zodia dalam 100 ml aquadest
N1 = 100%
Dit : V1 =……?
Jawab : V1.N1 = V2.N2
V1. 100% = 100 ml. 3 %
V1 = 3 ml
Artinya, 3 ml ekstrak pekat 100% diencerkan dalam labu takar dengan aquadest
sampai volume 100 ml.
3.7.4. Cara Pembuatan Kotak Pengamatan dan Kotak Pemeliharaan
Kotak pemeliharaan berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm (p x l x t), dan kotak
pengamatan dengan ukuran 40 cm x 27 cm x 25 cm (p x l x t). Tiap sisi kotak ditutup
dengan kain kasa (kasa nyamuk).
3.8. Prosedur Penelitian
3.8.1. Prosedur yang dilakukan oleh subjek test
Subjek test yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut. Adapun
prosedur yang dilakukan pada subjek test ini adalah:
1. Marmut yang telah dipelihara sebelumnya diberi makan
2. Sebelum penelitian dilakukan, cukur bagian tubuh marmot yang akan
dijadikan objek gigitan nyamuk. Pilih bagian tubuh yang memiliki banyak
otot karena terdapat banyak pembuluh darah.
3. Keempat kaki marmut diikat agar marmut tidak bergerak-gerak
3.8.2. Prosedur percobaan
1 Dari kotak pemeliharaan, nyamuk dewasa diambil dengan alat aspirator
dan dibagi ke dalam kotak-kotak pengamatan masing-masing sebanyak 25
ekor dan pada kotak percobaan masing-masing diberi tanda yaitu K, M1,
M2, M3.
2 Setelah itu lakukan test dengan mengoleskan lotion dari ekstrak daun
zodia pada kulit marmut yang telah dicukur dengan konsentrasi 3%
dengan menggunakan kuas sebanyak 1 ml.
3 Letakkan marmut yang telah dicukur di tempat yang telah disediakan
dengan arah kulit yang di cukur ke areal nyamuk menggigit selama 6 jam
berturut-turut.
4 Selama percobaan, kulit marmut yang telah dicukur tidak dicuci dan
perlakuan (lotion) tidak ditambah, hal ini untuk melihat daya tahan
proteksi repellent.
5 Amati dan hitung jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut. Dalam
penelitian dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban.
6 Hasil data yang didapat dianalisa secara deskriptif, kemudian disajikan
dalam bentuk tabel dan dinarasikan sesuai dengan kepustakaan yang
relevan.
3.9. Defenisi Operasional
1. Daun zodia adalah bagian tumbuhan berwarna hijau yang diambil dari
2. Daya proteksi formulasi ekstrak daun zodia adalah kemampuan ekstrak daun
zodia untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk. Untuk mendapatkan
ekstrak daun zodia, daun zodia ditumbuk dengan penambahan etanol
kemudian diperas dengan kain kassa dan didiamkan lalu ditambahkan etanol
dan didiamkan lagi. Setelah itu diencerkan dengan aquadest untuk
mendapatkan konsentrasi 3% kemudian digunakan sebagai repellent terhadap
nyamuk Ae. aegypti selama 6 jam untuk melihat daya tahannya sebagai
repellent.
3. Jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap adalah banyaknya nyamuk Ae.
aegypti yang hinggap di tangan setelah perlakuan pemberian repellent hasil
ekstrak daun zodia selama beberapa waktu penggunaannya.
4. Suhu adalah temperatur udara di tempat melakukan penelitian selama
penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan thermometer dan
dinyatakan dalam derajat celcius.
5. Kelembaban adalah kandungan uap air di udara di tempat melakukan
penelitian selama penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan
alat hygrometer dan dinyatakan dalam persen.
3.10. Analisa Data
Analisa terhadap data yang terkumpul dilakukan secara deskriptif, kemudian
disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan sesuai dengan kepustakaan yang
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)
Penelitian dilakukan untuk mengetahui lamanya bertahan repellent dalam
bentuk lotion yang dibuat dari ekstrak daun zodia. Konsentrasi yang diuji adalah 0%
(tidak ada diolesi lotion) dan 3%. Marmut yang digunakan ada 4 ekor, yaitu 1 marmut
tanpa diolesi lotion dan 3 ekor marmut dengan pengolesan lotion konsentrasi 3%.
Marmut yang telah dicukur dan diolesi lotion dari ekstrak daun zodia diletakkan pada
tempat yang telah disediakan di kotak percobaan selama 5 menit, selanjutnya
dikeluarkan selama 30 menit dan diletakkan kembali di kotak percobaan selama 5
menit hingga 6 jam pengamatan. Hasil dari pengamatan tersebut dapat dilihat pada
[image:51.612.108.534.458.683.2]tabel dibawah ini:
Tabel 4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3%
Penga matan Waktu Pengamatan (Pukul) Jam Setelah Pengolesan
Jumlah Nyamuk Yang Hinggap (Ekor) Marmut
tanpa diolesi lotion
Konsentrasi 3%
Marmut 1 Marmut 2 Marmut 3
1 11:00 - 11:05 0 4 0 0 0
2 11:25 - 11:30 0,5 2 0 0 0
3 11:55 - 12:00 1 4 0 0 0
4 12:25 - 12:30 1,5 1 2 3 2
5 12:55 - 13:00 2 1 0 2 1
6 13:25 - 13:30 2,5 3 6 3 3
7 13:55 - 14:00 3 6 7 4 3
8 14:25 - 14:30 3,5 3 5 2 2
9 14:55 - 15:00 4 1 3 3 4
10 15:25 - 15:30 4,5 2 8 3 6
11 15:55 - 16:00 5 3 1 4 2
12 16:25 - 16:30 5,5 11 5 3 3
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada 5 menit pengamatan 1 (0 jam
setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 4 ekor,
pada marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 dengan olesan lotion 3% tidak ada nyamuk
yang hinggap pada kulit marmut. Pada 5 menit pengamatan 2 (0,5 jam setelah
pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 2 ekor, pada
marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 tidak ada nyamuk yang hinggap pada marmut.
Pada 5 menit pengamatan 3 (1 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada
marmut tanpa olesan ada 4 ekor, pada marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 tidak ada
nyamuk yang hinggap pada marmut.
Pada 5 menit pengamatan 4 (1,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 ada 2 ekor nyamuk,
pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk yang hinggap, dan pada marmut 3 ada 2 ekor
nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 5 (2 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 tidak ada nyamuk yang
hinggap, pada marmut 2 ada 1 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 1 ekor nyamuk.
Pada 5 menit pengamatan 6 (2,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada
marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 6 ekor nyamuk yang hinggap,
pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor nyamuk.
Pada 5 menit pengamatan 7 (3 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap
pada marmut tanpa olesan ada 6 ekor, pada marmut 1 ada 7 ekor nyamuk yang
hinggap, pada marmut 2 ada 5 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor nyamuk.
marmut tanpa olesan ada 3 ekor nyamuk, pada marmut 1 ada 5 ekor nyamuk yang
hinggap, pada marmut 2 ada 2 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk.
Pada 5 menit pengamatan 9 (4 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada
marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 ada 3 ekor nyamuk yang hinggap,
pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 4 ekor nyamuk.
Pada 5 menit pengamatan 10 (4,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 2 ekor, pada marmut 1 ada 8 ekor nyamuk
yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 6 ekor
nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 11 (5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 1 ekor nyamuk
yang hinggap, pada marmut 2 ada 4 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor
nyamuk.
Pada 5 menit pengamatan 12 (5,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 11 ekor, pada marmut 1 ada 5 ekor nyamuk
yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor
nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 13 (6 jam setelah pengolesan), nyamuk yang
hinggap pada marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 4 ekor nyamuk,
pada marmut 2 ada 5 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk yang
Gambar 4.1. Diagram Garis Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3%
Dari gambar 4.1. dapat dilihat bahwa pada ekstrak daun zodia dengan
konsentrasi 3%, nyamuk tidak hinggap pada jam ke 0; jam ke 0,5; dan jam ke 1.
Setelah itu, jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut cenderung fluktuatif yaitu
pada marmut tanpa olesan, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada
jam ke 5,5 setelah pengolesan. Pada marmut 1, jumlah nyamuk yang hinggap paling
banyak adalah pada jam ke 4,5 setelah pengolesan. Pada marmut 2, jumlah nyamuk
yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 6 setelah pengolesan. Pada marmut
3, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 4,5 setelah
pengolesan.
4.2. Suhu Udara
Pada saat penelitian dilakukan, suhu ruangan pada tempat melakukan
percobaan diukur untuk mengetahui keadaan suhu yang mendukung atau tidaknya
kelangsungan hidup nyamuk dalam melakukan percobaan. Selama penelitian,
menggunakan thermometer yang digantung pada dinding ruangan. Dan suhu rata-rata
dari hasil pengukuran yang didapatkan adalah 27,50C.
4.3. Kelembaban
Pada saat penelitian dilakukan, pengukuran kelembaban udara di ruangan
untuk mengetahui apakah kelembaban udara pada ruangan melakukan percobaan
mendukung atau tidaknya kelangsungan hidup nyamuk. Kelembaban udara yang
diukur dengan alat hygrometer yang diletakkan/ digantung pada dinding ruangan.
Dan kelembaban rata-rata dari hasil pengukuran yang didapatkan selama melakukan
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)
Hasil penelitian yang dilakukan mengenai kemampuan dari ekstrak daun
zodia sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama
penggunaannya dengan menggunakan konsentrasi 0% (kontrol) dan konsentrasi 3%
dengan 3 kali pengulangan, maka diperoleh jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap
pada tiap konsentrasi dan pengulangan berbeda-beda. Selama percobaan berlangsung,
kulit subjek test yang diolesi lotion tidak dicuci dan tidak ada penambahan lotion
untuk melihat daya tahan repellent dari ekstrak daun zodia terhadap nyamuk Ae.
aegypti.
Percobaan dilakukan pada marmut selama 5 menit dilihat berapa nyamuk
yang hinggap kemudian istirahat selama 30 menit dan hal ini dilakukan berulang kali
selama 6 jam. Selama istirahat, marmut di keluarkan dari kotak percobaan dan saat
percobaan dilakukan, marmut diletakkan kembali di kotak percobaan.
Penelitian ini dilakukan pada siang hari dengan kondisi tempat yang terang
dan cuaca yang cerah. Pada saat nyamuk hinggap, ada beberapa nyamuk yang
menggigit hingga kenyang dan ada beberapa nyamuk yang hanya hinggap sebentar
kemudian terbang karena gerakan dari marmut yang terganggu oleh gigitan nyamuk.
Marmut-marmut tersebut cenderung diam tetapi karena terlalu sering dihinggapi dan
Kondisi-kondisi tersebut yang mempengaruhi hasil penelitian ini menjadi cenderung
fluktuatif.
Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari saja, khususnya di t