BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
5.2 Pembahasan
Hasil pengumpulan data selama satu bulan yang dilakukan di Ruang Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik didapatkan bahawa pada tahun 2013 ditemukan sebesar 243 sampel kelahiran hidup non-rujukan. Setelah dilakukan penelitian, hanya 54 rekam medik termasuk dalam kriteria inklusi yaitu rekam medik yang tercatat kadar hemoglobin ibu dan berat badan lahir bayi ketika lahir.
Dari data yang diperoleh, jumlah ibu hamil yang menderita anemia merupakan yang terbanyak yaitu berjumlah 30 orang dimana yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah sebanyak 18 orang (60%) dan yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal (BBLN) adalah sebanyak 12 orang (40%). Sedangkan ibu hamil yang tidak menderita anemia berjumlah 24 orang yaitu sebanyak 5 orang (20,8%) yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan 19 orang (79,2%) lagi melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal (BBLN).
Hubungan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dalam penelitian ini membuktikan bahwa terdapatnya hubungan anemia dengan kejadian BBLR dengan derajat signifikasi 5%. Sama halnya apabila terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang dilahirkan atau bayi dengan berat lahir normal (Jumirah dkk, 1999). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal ini dapat disebabkan kadar hemoglobin
yang rendah akan mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin sehingga pertumbuhan janin terhambat (Artana dkk, 2002).
Hal senada juga dipaparkan dalam penelitian Villar dan Belkvan (1982) yang menyebutkan bahwa penyebab BBLR yang terpenting di negara yang sedang berkembang adalah hambatan pertumbuhan janin dalam rahim (63%) dan prematur (17%). Sedangkan penyebab hambatan pertumbuhan janin dalam
rahim 40-45% itu disebabkan oleh nutrisi ibu yang buruk saat hamil (Kader dan Wong, 1982).
Angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Indonesia tergolong tinggi. Data yang menunjukkan hal tersebut diperoleh berdasarkan analisis lanjut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994) yaitu angka kejadian BBLR adalah sebesar 7,1%, sedangkan dari Profil Kesehatan Indonesia, bayi berat lahir rendah di Indonesia adalah sebanyak 14%. Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (WHO, 2004). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain.
Beberapa peneliti telah melaporkan angka kejadian BBLR di Indonesia. Diantaranya penelitian kohort di Sukabumi yang memperoleh insiden BBLR sebanyak 10,7%, penelitian di Ujung Berung mendapatkan angka kejadian BBLR sebesar 14,7% dan Penelitian di Ciawi Kabupaten Bogor mendapatkan kejadian BBLR sebanyak 16,1% (Rahman, 2000).
Disisi yang lain, pada kondisi bayi berat lahir normal, proporsi terbanyak adalah pada kelompok bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami anemia sebesar 79,7%. Hal ini berarti ibu hamil yang tidak menderita anemia di dalam tubuhnya memiliki zat besi yang cukup dibutuhkan untuk memenuhi kehilangan
basal, juga cukup dibutuhkan untuk pembentukkan sel-sel darah merah yang semakin banyak, serta untuk janin dan plasentanya (Depkes RI, 2002).
Pada kelompok ibu anemia yang melahirkan bayi BBLR dapat dipengaruhi oleh ketidakmampuan ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungannya. Oleh karena itu bayi berat lahir rendah rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia (Wirakusumah, 1999).
Pendapat lain juga mendukung pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa dengan semakin tinggi kadar hemoglobin ibu berarti jumlah zat besi yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dan pembentukan darah semakin banyak. Dengan semakin banyak darah yang dibentuk maka janin dan plasenta memperoleh kebutuhannya sesuai dengan kadar hemoglobin yang dimiliki oleh ibu (Khomsan, 2003).
Nutrisi ibu yang buruk saat hamil salah satunya disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi. Sedangkan zat besi memiliki fungsi utama untuk pembentukan sel darah merah yang berarti mempengaruhi jumlah kadar hemoglobin pada ibu hamil (Khomsan, 2003).
Pada analisa bivariat anemia pada batas 9 gr/dl dan anemia berat secara statistik tidak ditemukan secara nyata melahirkan bayi BBLR (Lubis, 2003). Namun untuk melahirkan bayi BBLR mempunyai resiko 3,081 kali. Sedangkan dari hasil analisa multivariat dengan memperhatikan masalah riwayat kehamilan sebelumnya menunjukkan bahwa ibu hamil penderita anemia berat memperoleh resiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibanding dengan yang tidak menderita anemia berat.
Status besi yang dihubungkan dengan hasil kehamilan pada wanita hamil di Korea menjelaskan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang kadar Hb rendah menunjukkan rata-rata lahir dengan kelahiran prematur, berat badan dan nilai
APGAR yang rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan ibu yang memiliki tingkat Hb yang tinggi (Lee, 2006)
.
Beberapa studi terdahulu menyebutkan penyebab BBLR adalah multifaktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, gizi, riwayat obstetri, morbiditas ibu selama hamil (prenatal care) dan paparan toksis (merokok). Asam folat harus dikonsumsi ibu hamil setiap hari karena pada saat mengkonsumsi, asam folat akan tercerna kemudian dikirim ke hati. Hati menyimpan sebagian asam folat dan mengirimkan sebagian lainnya ke sumsum tulang. Dalam sumsum tulang inilah asam folat digunakan untuk membuat sel darah merah. Sel darah merah ini mengapung di dalam plasma dan mengalir melalui pembuluh arteri dan vena. Sel darah merah selanjutnya mengambil oksigen dari paru dan mendistribusikannya pada seluruh jaringan dan organ tubuh. Pada kondisi abnormal, karena kehamilan, tubuh ibu memerlukan asam folat lebih banyak untuk keperluan tubuh kembang janin. Ibu yang mengalami defisiensi asam folat akan berdampak pada bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (Khomsan, 2003).
Akhirnya, berdasarkan beberapa hasil penelitian lain dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa teori dan hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR meskipun ada beberapa hasil penelitian lain yang menyebutkan hasilnya berbeda. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih detail dan spesifik untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian bayi berat lahir rendah.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN