• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

4.2. Pembahasan

Kajian peresepan obat sitagliptin dilakukan dengan skrining resep pada bulan Agustus 2013. Resep yang mengandung sitagliptin (Januvia®) dibandingkan dengan jumlah lembar resep yang masuk pada bulan tersebut. Selanjutnya resep dianalisis kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Penilaian kerasionalan dilihat dari ada tidaknya masalah yang terkait dengan obat, seperti kombinasi dengan obat anti diabetes dari golongan yang berbeda maupun obat dengan indikasi berbeda dan interaksinya dengan obat lain.

Sedangkan penilaian kelengkapan administrasi resep meliputi nama dokter, nomor SIP (Surat Izin Praktek) dokter, alamat dokter penulis resep, tanggal penulisan resep, paraf dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, dan informasi lain yang diperlukan.

Dari hasil pengkajian resep, sitagliptin (Januvia®

) diresepkan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe-2, dengan terapi tunggal sitagliptin maupun kombinasi dngan obat anti diabetik golongan lain seperti insulin, biguanid dan sulfonilurea. Terkadang dokter juga meresepkan obat-obatan dengan indikasi berbeda seperti obat-obatan antihipertensi ataupun obat-obatan dislipidemia. Hal ini berhubungan dengan komplikasi dari penyakit diabetes dalam waktu lama yang dapat menyebabkan gangguan vaskuler.

Peresepan Januvia® bersama dengan obat antidiabetik golongan lain harus diperhatikan dengan baik, karena berpotensi terhadap terjadinya keadaan hipoglikemia yang dapat membahayakan pasien. Karena Januvia® dapat menyebabkan efek samping (pada sebagian kecil pasien) berupa sakit kepala, mual, nyeri perut, maka efek samping dari obat-obatan lain perlu diperhatikan

Resep 5

Dokter : AM Pradono Pro : Ny. Sri Heni Usia : Dewasa Jakarta, 26/08/13 R/ Glimepiride 3mg No. XXX S1dd1 R/ Januvia 100 mg No. XX S1dd1 siang Resep 6

Dokter : Ridwan Harianto Pro : Tn. Jamawi Usia : Dewasa Jakarta, 20/08/13 R/ Januvia 100 mg No. XXX S1dd tab 1 (pagi) R/ Glucophage No. XXX S1dd tab 1 (pagi)

agar tidak memperberat efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan Januvia®

dan menutupi gejala dari hipoglikemia yang mungkin timbul. Januvia® hanya berinteraksi dengan digoksin, dan berdasarkan data resep yang diamati, tidak satupun dari resep yang mengandung Januvia® dan digoksin secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan tidak ada interaksi antara Januvia® dengan obat-obatan lain dalam resep-resep tersebut.

Peresepan Januvia® pada resep yang diskrining sebagian besar rasional. Ketidak rasionalan resep berupa dosis berlebih terdapat pada 9,52% resep. Sedangkan ketidak lengkapan penandaan, berupa waktu konsumsi obat (pagi, siang atau malam) dan keadaan lambung (sebelum atau sesudah makan) berturut-turut sebanyak 33,33% dan 76,19% resep. Resep yang berisikan kombinasi Januvia®

dengan obat antidiabetes golongan lain, obat antihipertensi dan obat dislipidemia berturut-turut adalah : 80,95%, 9,52% dan 38,09%.

Pada resep 1, terdapat empat golongan obat antidiabetik. Dokter meresepkan kombinasi obat antidiabetes golongan α-glukosidase inhibitor (acarbose/Glucobay®), kombinasi golongan sulfonilurea-biguanid (glibenklamid-metformin/Glucovance®) dan golongan DPP-IV inhibitor (sitagliptin/Januvia®

). Peresepan tersebut dinilai kurang rasional, karena berpotensi besar mengakibatkan hipoglikemia. Oleh karena itu, perlu dilakukan konsultasi dengan dokter yang memberikan resep untuk memastikan kebenaran resep. Bila resep tersebut benar dan dokter tidak berkenan untuk mengubah resep, maka perlu dilakukan monitoring kadar gula darah pasien untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemia. Kemungkinan kombinasi tersebut diresepkan oleh dokter karena kadar glukosa darah yang terlampau tinggi dan sulit diatur. Adapun saran yang dapat diberikan kepada pasien terkait dengan waktu konsumsi obat-obatan tersebut adalah Glucobay®sebaiknya dikonsumsi bersama makanan, Glucovance® dikonsumsi ±2 jam setelah makan, karena Glucobay® dapat menurunkan absorbsi metformin dalam Glucovance® sehingga efek metformin turun, sedangkan Januvia® dapat dikonsumsi ±1 jam sebelum makan. Resistensi insulin dapat menyebabkan meningkatnya kadar lipid darah (hiperlipidemia), sehingga atorvastatin (Lipitor®) perlu diresepkan untuk menanggulangi resiko kardiovaskuler yang mungkin timbul sebagai komplikasi dari penyakit diabetes (DiPiro. et. al., 2008).

Sedangkan allopurinol (Zyloric®

) diresepkan untuk menanggulangi gejala artritis/gout yang diderita pasien.

Pada resep 2, Januvia® (sitagliptin 100 mg) diresepkan bersama obat antidiabetik lain yaitu Glucophage® 850 (metformin 850 mg) dan Amaryl® M2 (kombinasi glimepirid 2 mg dengan metformin 500 mg). Peresepan obat antidiabetik oral dalam resep ini dinilai tidak rasional, karena dosis sitagliptin yang diresepkan (200 mg perhari) berlebih dari dosis yang direkomendasikan, yaitu 100 mg perhari. Hal ini dapat menjadi lebih berbahaya bila ternyata pasien memiliki gejala insufisiensi renal, dimana perlu penyesuaian (penurunan) dosis sitagliptin menjadi kurang dari 100 mg perhari (DiPiro. et. al., 2008). Perlu diperhatikan pula dosis metformin yang diresepkan, yaitu mencapai 2.200 mg perhari, sedangkan dosis maksimal metformin dalam sehari adalah 3.000 mg. Walaupun dosis metformin belum mencapai dosis maksimal, akan tetapi perlu di monitor dengan baik, mengingat kombinasinya dengan obat antidiabetik golongan lain (sitagliptin dan glimepirid) yang berpotensi mengakibatkan hipoglikemia. Untuk resep ini, perlu dikonsultasikan kembali dengan dokter pemberi resep untuk menurunkan dosis sitagliptin dan memastikan dosis metformin yang diresepkan. Clindamycin diresepkan sebagai antibiotik, kemungkinan pasien mengalami luka yang berpotensi menjadi infeksi, karena kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi (Perkeni, 2011). Nonflamin® (Tinoridine HCl) merupakan obat anti inflamasi non steroid dengan indikasi sebagai antiradang dan analgesik terhadap luka yang diderita pasien. Sedangkan Betadin®

zalf (Povidone Iodine 10%, sebagai desinfektan), kasa steril dan plester digunakan untuk merawat luka pasien dari luar.

Pada resep 3, Januvia®

diresepkan sebagai pengobatan tunggal. Hal ini kemungkinan karena kadar gula darah yang tidak terlalu tinggi dan diharapkan masih dapat dikontrol menggunakan monoterapi sitagliptin beserta terapi nonfarmakologi (pengaturan pola makan dan olahraga). Karena sitagliptin dapat dikonsumsi dalam kondisi perut kosong maupun penuh, maka tidak jadi masalah jika konsumsi obat tersebut sebelum atau sesudah makan. Peresepan tersebut dinilai rasional, karena berdasarkan literatur, dosis rekomendasi dari sitagliptin adalah 100 mg sehari pada pasien tanpa insufisiensi renal (DiPiro. et. al., 2008).

Pada resep 4, sitagliptin diresepkan bersama insulin aspart, yang merupakan insulin dengan aksi cepat dengan onset 15-30 menit dan durasi berkisar 3-5 jam. Peresepan tersebut dinilai cukup rasional, karena pada pagi hari konsentrasi glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe-2 menjadi sangat tinggi karena produksi glukosa endogen dihati yang terus berlangsung selama tidur malam. Konsentrasi glukosa darah tersebut diturunkan oleh injeksi insulin pada pagi hari, sedangkan di siang hari dimana efek dari insulin pagi hari hilang/turun, di gunakan sitagliptin untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Sitagliptin mempunyai durasi kerja selama 24 jam (DiPiro. et. al., 2008), sehingga konsumsi sitagliptin sekali sehari cukup untuk mengendalikan kadar gula darah.

Pada resep 5, sitagliptin dikombinasikan dengan glimepirid yang mempunyai mekanisme kerja meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pulau langerhans. Meskipun kombinasi kedua obat cukup rasional dan mempunyai efek akhir menurunkan kadar glukosa darah, namun kombinasi dari keduanya dinilai kurang efektif, karena tingginya kadar insulin yang dihasilkan sebagai efek dari kerja glimepirid tidak akan ada artinya bila terdapat resistensi terhadap insulin. Sehingga akan lebih tepat bila glimepirid dikombinasikan dengan obat golongan biguanid (metformin) yang mempunyai mekanisme kerja meningkatkan sensitifitas terhadap insulin.

Pada resep 6, sitagliptin dikombinasikan dengan meformin (Glucophage®). Peresepan ini dinilai rasional karena kombinasi kedua obat merupakan kombinasi yang disarankan bila monoterapi sitagliptin dengan pengaturan makan dan olahraga tidak memberikan efek yang adekuat dalam pengendalikan kadar glukosa darah (Merck Sharp & Dohme Corp, 2010).

Pengobatan yang rasional ditandai dengan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat interval waktu dan lama pemberian obat. Pengobatan yang tidak rasional akan berdampak pada morbiditas dan atau mortalitas pasien, tingginya biaya pengobatan serta terjadinya efek samping yang tidak diharapkan. Untuk memperoleh pengobatan yang rasional, diperlukan pengkajian resep dan konsultasi dengan dokter yang meresepkan bila diperkirakan terdapat kejanggalan pada resep. Pengkajian resep tersebut menjadi tugas apoteker, sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan yang efektif, aman dan bermutu.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian resep yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

a. Pada bulan Agustus 2013, diketahui sebanyak 17.147 lembar resep diterima Apotek Rini. Dari 17.147 resep tersebut, terdapat 21 lembar resep yang mengandung sitagliptin (Januvia®). Bila dibuat persentase, hanya 0,122% dari seluruh resep yang masuk ke Apotek Rini pada bulan Agustus 2013 yang mengandung sitagliptin.

b. Sitagliptin merupakan obat antidiabetik oral golongan DPP-IV inhibitor. Sitagliptin di indikasikan sebagai terapi pada penderita diabetes tipe-2, baik digunakan secara tunggal (monoterapi) ataupun dengan kombinasi dengan obat antidiabetes golongan lain (α-glukosidase inhibitor, sulfonilurea, biguanid dan thiazolidindion). Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama pada pasien diabetes melitus tipe-2 dapat mengakibatkan berbagai komplikasi penyakit, seperti hiperlipidemia,

rethinopathy, kerusakan syaraf, gagal ginjal dan gangguan pembuluh darah. Oleh karena itu, maka sitagliptin seringkali dikombinasikan bersama obat-obatan untuk menanggulangi komplikasi tersebut, seperti obat antilipidemia, obat antihipertensi dan obat pengencer darah.

c. Dari 21 lembar resep yang mengandung sitagliptin pada bulan Agustus 2013 terdapat 9,52% resep yang tidak rasional. Ketidak rasionalan resep tersebut disebabkan karena dosis yang berlebih. Sedangkan ketidak lengkapan penandaan, berupa waktu konsumsi obat terkait dengan keadaan lambung (sebelum atau sesudah makan) adalah sebanyak 76,19% resep. Untuk masalah interaksi sitagliptin dengan obat lainnya dalam resep adalah tidak ada interaksi (0%).

5.2 Saran

a. Perlu ditingkatkan komunikasi yang baik antara dokter dengan apoteker mengenai pemilihan jenis terapi yang tepat, efektif, dan aman untuk pasien.

b. Selain pelayanan informasi obat, perlu dilakukan konseling kepada pasien. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasien patuh terhadap regimen pengobatan, sehingga komplikasi penyakit dapat dihindari.

Aru W. Sudoyo ed. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2002). Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : Gaya Baru, 471.

DiPiro, J.T., et al. (2008). Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach. (7th ed.). New York : McGraw-Hill, 1205-1237.

Merck Sharp & Dohme Corp. (2010). Medication Guide Januvia®. USA : Merck & Co. Inc.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2011). Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia. Perkeni : Jakarta, 21-28, 55-61.

Raz, I. (2006, Sep 26). Efficacy and Safety of the Dipeptidyl Peptidase-4 Inhibitor Sitagliptin as Monotherapy in Patients with Type-2 Diabetes Mellitus.

Diabetologia, 2564-71. November, 2006.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17001471

Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-obat Penting Khasiat,

Penggunaan dan Efek-efek sampingnya edisi VI. Jakarta : Elex Media Komputindo, 749.

The Medical Letter on Drugs and Therapeutics : Adverse Drug Interaction Program (version 1.7). (2005). New Rochelle : The Medical Letter. February, 2005. Software Toolworks.

Lampiran 1. Jumlah Peresepan Obat Sitagliptin pada Bulan Agustus 2013 di Apotek Rini

Tanggal Jumlah obat Januvia

®

(lembar resep) Jumlah resep/hari Persentase (%)

1 1 714 0,140 2 0 664 0,000 3 0 645 0,000 4 1 511 0,196 5 3 633 0,474 6 1 661 0,151 7 0 499 0,000 8 0 242 0,000 9 0 338 0,000 10 0 394 0,000 11 0 325 0,000 12 0 605 0,000 13 0 698 0,000 14 0 619 0,000 15 1 623 0,161 16 0 654 0,000 17 2 450 0,444 18 0 374 0,000 19 1 655 0,153 20 1 638 0,157 21 1 619 0,162 22 0 611 0,000 23 0 557 0,000 24 0 572 0,000 25 0 370 0,000 26 1 556 0,180 27 1 653 0,153 28 3 569 0,527 29 2 647 0,309 30 1 553 0,181 31 1 498 0,201 Total 21 17147 0,122

Lampiran 2. Persentase Jenis-jenis Masalah Terkait Obat dalam Peresepan Obat Sitagliptin pada Bulan Agustus 2013 di Apotek Rini

Jenis Jumlah resep

(lembar) Persentase (%)

Dosis berlebih 2 9,52

Interaksi obat 0 0,00

Ketidak lengkapan penandaan 16 76,19

Dokumen terkait