• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengacu pada aliran proses penyusunan model matematik pada Gambar 1 maka hubungan fungsional antar organ penyebab timbulnya vibrasi kardiorespirasi dalam bentuk osilasi regangan dinding dada dapat dilihat dari skema pada Gambar 18. Dari skema tersebut tampak bahwa regangan dinding dada terjadi akibat perubahan volume rongga torak. Perubahan volume rongga torak terjadi akibat aktivitas periodik dari sistem pernafasan dan denyut jantung. Dengan demikian regangan dinding dada juga bersifat periodik. Aktivitas periodik inilah yang disebut sebagai vibrasi. Vibrasi dengan amplitudo dan frekuensi rendah umumnya disebut sebagai osilasi.

Dalam notasi matematik, osilasi regangan dinding dada (y) merupakan fungsi perubahan volume rongga torak akibat gerak jantung (x1), gerak diafragma (x2) dan gerak otot intercostal (x3). Maka secara konseptual osilasi regangan dinding dada dapat dirumuskan sebagai berikut:

y = f (x1; x2; x3) (24)

(a) (b)

(c)

Gambar 18: Hubungan fungsional vibrasi kardiorespirasi, (diadaptasi dari Weinhaus., 2004), a) arah sumber gerakan (panah merah) dan osilasi pada rongga torak (panah hijau), b) arah gerak otot pernafasan pada kondisi inspirasi dan ekspirasi, c) perubahan volume rongga torak akibat gerak diafragma.

Fungsi umum pada persamaan 24) tersebut akan dikembangkan menjadi persamaan matematik detail yang memuat variabel-variabel yang terlibat dalam rangkaian gerak dinamis aktivitas kardiorespirasi. Persamaan matematik tersebut disusun dari modifikasi beberapa persamaan acuan pada referensi-referensi pada Bagian II. Pemanfaatan persamaan-persamaan matematik yang tertulis dalam referensi dapat dimungkinkan karena penyusunannya selalu didasarkan pada kondisi fisiologis normal. Perbedaan yang muncul akibat tujuan pemanfaatan persamaan yang berlainan dengan tujuan penulisan karya ilmiah hanya muncul pada penentuan nilai-nilai variabel dan penetapan konstanta-konstanta. Hal tersebut memerlukan beberapa langkah modifikasi yang perlu difikirkan secara detail nantinya. Secara berurutan kemungkinan-kemungkinan modifikasi persamaan yang perlu dilakukan adalah:

1. Tinjauan sistem sumbu / bidang acuan pemodelan

Sistem sumbu atau bidang acuan pemodelan menentukan dimensi persamaan matematik yang akan disusun. Secara fisiologis arah aksi aktivitas kardiorespirasi mengikuti sistem sumbu ruang atau tiga dimensi (3D). Ilustrasi sistem sumbu dalam pemodelan biologis dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19: Sistem sumbu aktivitas elektrik jantung yang mendasari segitiga Einthoven (Hyttinen et.al., 1988).

Persamaan-persamaan matematik dalam referensi pada umumnya menggunakan sistem sumbu bidang atau 2D bahkan 1D sesuai dengan tujuan perumusannya untuk keperluan penyederhanaan tanpa mengurangi signifikansi aspek fisioanatominya. Mengacu pada posisi pengukuran yang direncanakan untuk vibrasi kardiorespirasi maka sistem sumbu yang digunakan adalah sistem sumbu bidang (2D) untuk arah tranversal dengan pusat sumbu mengikuti posisi segitiga Einthoven.

2. Persamaan potensial aksi sel jantung

Proses kontraksi-relaksasi otot jantung yang tampak dalam skala organ merupakan hasil dari penjalaran potensial aksi sel-sel jantung mulai dari sel-sel sistem konduksi hingga ke seluruh sel atrium dan ventrikel. Mengacu pada mekanisme tersebut, persamaan 1) yang menggambarkan aktivitas kelistrikan membran sel pacemaker

jantung dapat digunakan sebagai persamaan awal yang memicu gerak dinamis jantung. Persamaan ini perlu dikombinasikan dengan persamaan 5) yang menggambarkan potensial aksi sel ventrikel. Namun demikian, mengingat kompleksitas sel-sel penyusun sistem konduksi jantung dan adanya perbedaan karakteristik potensial aksi sel atrium dan sel ventrikel, efek total potensial aksi sel-sel otot jantung baru terlihat jika ditinjau dalam skala organ. Hal ini mengarah pada pengembangan kompilasi persamaan 1) dan 5). Aspek-aspek pengembangan tersebut meliputi kemungkinan-kemungkinan memodelkan karakteristik potensial aksi untuk sel pacemaker yang berbeda (node SA perifer, node AV, bundel HIS dan serat Purkinje), interaksi antar sel-sel sistem konduksi serta interaksi antara sel-sel sistem konduksi dengan sel-sel atrium dan ventrikel. Meskipun persamaan matematik hasil pengembangan nantinya dapat disusun dalam level organ, masih perlu dipertim-bangkan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam menetapkan konstanta dan nilai-nilai variabel yang perlu diukur pada level molekuler untuk kondisi in vivo, karena konstanta dan nilai-nilai variabel tersebut diperlukan dalam simulasi dan analisis hasil. Kesulitan-kesulitan dalam level molekuler tersebut umumnya berkaitan dengan jenis alat ukur, metode dan akurasi hasil pengukurannya.

3. Perubahan panjang otot akibat siklus kontraksi-relaksasi

Persamaan 12) yang menggambarkan perubahan panjang otot akibat aktivitas kontraksi-relaksasi melibatkan variabel tegangan dinding yang menjadi sebab terjadinya regangan. Dalam hal ini tegangan dinding tersebut diperoleh dari potensial aksi sel otot jantung. Mengingat persamaan hasil ekspansi persamaan 1) dan 5) merupakan persamaan yang didasarkan pada teori-teori kelistrikan sedangkan aktivitas kontraksi-relaksasi otot merupakan aktivitas mekanis, maka diperlukan transformasi mekanika-elektrik berdasarkan Hukum Newton dan Hukum Ohm. Transformasi tersebut akan menghasilkan tegangan dinding jantung dalam satuan

mekanika maka persamaan 12) dapat dimanfaatkan untuk menentukan persamaan perubahan volume jantung. Sejauh ini belum ditemukan referensi yang menyatakan model matematik untuk menentukan volume anatomis jantung.

4. Perubahan volume rongga intratorak

Pada tahap ini belum ditemukan referensi yang mengkaitkan perubahan volume anatomis jantung dengan volume rongga intratorak. Diketahui hubungan tidak langsung melalui perubahan volume paru. Sebagaimana tertulis pada halaman 16, perubahan volume jantung memiliki peranan sebagai pompa penambah volume bagi paru-paru (Lichtwarck-Aschoff et.al., 2004).Jadi, perubahan volume rongga intratorak yang diakibatkan oleh perubahan volume jantung, dapat dihitung berdasarkan persamaan 17). Dalam hal ini volume jantung diekspansikan dari pengembangan persamaan 12). Mengingat persamaan 17) merupakan pendekatan geometris hasil foto radiologis maka perlu diantisipasi munculnya kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul dari simpangan-simpangan hasil pengukuran gambar atau asumsi-asumsi geometris yang diambil dalam penyederhanaan bentuk. Jika dimungkinkan dapat dicoba penyusunan model matematik yang menggambarkan hubungan analitis antar variabel yang lebih realistis.

5. Perubahan tekanan rongga intratorak

Mengacu skema pada Gambar 18a. perubahan tekanan rongga intratorak dapat dimodelkan sebagai perubahan tekanan selaput pleura menggunakan persamaan 21) dengan mengubah Paw sebagai fungsi Pl pada persamaan 19). Untuk itu hasil pengembangan persamaan 17) perlu ditransformasikan menjadi fungsi tekanan paru dengan memanfaatkan Hukum Bernoulli tentang dinamika Mekanika Fluida khususnya untuk dinamika fluida udara. Pada tahap ini diperlukan kehati-hatian dalam menentukan nilai-nilai variabel yang terkait dengan dinamika fluida udara khususnya yang dikaitkan dengan fisioanatomi paru. Di sisi lain ketelitian persamaan 21) juga perlu ditinjau ulang terkait dengan kompleksitas geometri rongga intratorak dan dasar penetapan konstanta.

6. Osilasi regangan dinding dada

Dari persamaan 24) telah diketahui bahwa osilasi dinding dada merupakan fungsi dari perubahan volume rongga torak akibat gerak jantung (x1), gerak diafragma (x2) dan gerak otot intercostal (x3). Pengaturan ulang suku-suku persamaan 22) dapat mengilustrasikan persamaan 24) menjadi lebih detail jika ditampilkan sebagai berikut:

rcm yo rc zo rc o rc rc rcm rc rc l e rc G rc K G m G m x m x R F A P A P

x ( )( 1, ) ( ) cos

 cos

 sin

Dalam hal ini masih diperlukan perumusan untuk Frc yang merupakan gaya hasil aktivitas otot-otot pernafasan khususnya oleh otot intercostal. Juga perlu penyesuaian

untuk mengakomodasikan efek diafragma dan otot abdominal sebagaimana tertuang dalam persamaan 23). Penentuan nilai variabel-variabel lainnya secara analitis juga masih harus dipikirkan sehingga model matematis akhir yang dihasilkan sepenuhnya bersifat analitis. Hal ini perlu dilakukan sehingga proses validasi model tidak dirancukan oleh asumsi-asumsi eksperimental yang dapat membiaskan hasilnya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan model sebagai parameter fisiologis sistem kardiorespirasi maka masih diperlukan proses pengakomodasian variabel-variabel sinkronisasi kardiorespirasi dalam model matematik yang disusun.

Secara ringkas, alur modifikasi persamaan yang digunakan dalam pendekatan teoritis pemodelan osilasi regangan dinding dada dapat dilihat pada skema berikut.

Persamaan 1) Penentuan Sistem Sumbu Persamaan 5) Persamaan 12) Persamaan 17) Persamaan 19) dan 21) Persamaan 22) dan 23)

Dipilih 2D mengacu pada rencana titik pengukuran

- jenis sel, posisi dan geometri anatomis - analisis level jaringan

- dinamika repolarisasi-depolarisasi

- hubungan anatomis dengan sel pacemaker - analisis level jaringan

- transformasi mekanika-elektrik - persamaan volume jantung

- interaksi dengan sistem pernafasan - hubungan analisis antar variabel

- persamaan tekanan paru dengan Hukum Bernoulli

- analisis geometri

- ketelitian asumsi dan penetapan konstanta

Model akhir

- dinamika otot-otot pernafasan (diafragma dan abdominal)

- hubungan analitis antar variabel geometris - sinkronisasi kardiorespirasi

Dokumen terkait