• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Fisik dan Biofisik

Aspek fisik dan biofisik yang diinventarisasi meliputi aspek-aspek yang terkait dalam desain lanskap agrowisata yaitu:

Lokasi dan Batas Tapak

Lokasi tapak yang akan didesain menjadi lanskap agrowisata terletak di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Berdasarkan letak geografisnya tapak berada pada 106°44’18.35’’-106°44’41.47’’ BT dan 6°39’16.72’’-6°39’46.59’’ LS. Luas area tapak yang akan didesain yaitu sebesar 28.78 Ha. Tapak berada pada ketinggian 624-631 mpdl. Tapak dibatasi oleh permukiman, hutan, dan Jalan Ciapus. Batas-batas tapak dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 6).

Gambar 6 Orientasi dan Batas Tapak

Sumber gambar: GoogleEarth Aksesibilitas dan Sirkulasi

Tapak dilalui oleh jalan kabupaten, yaitu Jalan Raya Ciapus. Akses dari jalan tol terdekat, yaitu Jalan Tol Jagorawi, dapat ditempuh melalui dua rute. Rute pertama yaitu rute Tol Jagorawi – Jalan Ir. H. Juanda – Jalan Kapten – Jalan Raya Ciapus dan rute kedua yaitu Tol Jagorawi – Jalan Pahlawan – Jalan Kapten – Jalan Raya Ciapus. Rute dari gerbang Tol Jagorawi menuju tapak dapat dilihat pada Gambar 7.

Jarak tempuh rute pertama yaitu ±8.4 km dengan waktu tempuh ±14 menit, sedangkan jarak tempuh rute kedua yaitu ±10.4 km dengan waktu tempuh ±16 menit jika arus jalan lancar. Lebar Jalan Raya Ciapus yaitu 7–8.5 m dengan kondisi jalan yang berlubang pada beberapa titik. Perjalanan menuju ke lokasi tapak dapat ditempuh dengan kendaraan umum dan pribadi.

Gambar 7 Jarak dari Gerbang Tol Menuju Tapak

Sumber gambar: GoogleMap Jalan ciapus

Permukiman

Hutan Jalan

Terdapat dua buah akses menuju tapak. Akses pertama dari Jalan Raya Ciapus berupa jalan setapak menuju lahan pertanian dengan lebar ±2.7 m dengan material tanah yang dipadatkan dengan batu kerikil. Akses kedua melalui jalan lingkungan dengan lebar ±6.35 m dengan material aspal. Akses masuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 Peta Kondisi Umum.

Sirkulasi di dalam lokasi penelitian terdiri atas jalan aspal untuk masuk ke lokasi, dan jalan setapak tanah menuju ladang. Pada beberapa area belum ada sirkulasi permanen karena minimnya aktivitas yang dilakukan di lokasi tersebut. Salah satu sirkulasi di dalam tapak dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sirkulasi di dalam Tapak

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Iklim

Iklim di Desa Tamansari mengikuti iklim Kabupaten Bogor menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 20°C-30°C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun.

Lokasi penelitian berada di Desa Tamansari memiliki suhu rata-rata pada tahun 2013 sebesar 26.3°C. Curah hujan rata-rata di tahun 2013 sebesar 335.0 mm/bulan dan kelembapan sebesar 83.8%. Lokasi tapak yang berada cukup dekat dengan Gunung Halimun-Salak juga mempengaruhi pada cuaca setempat yang lebih sejuk. Data iklim bulanan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

Kondisi iklim suatu wilayah mempengaruhi budi daya pertanian, antara lain pemilihan jenis vegetasi, hewan ternak, dan faktor-faktor pemanenannya. Iklim pada tapak sesuai untuk tanaman sayuran dan palawija. Tanaman sayuran yang ditanam di tapak adalah cabai, terung, dan tomat, sedangkan tanaman palawija yang ditemukan di tapak yaitu singkong dan jagung. Selain itu, iklim juga berpengaruh pada kenyamanan yang dirasakan oleh manusia, dinyatakan dalam Thermal Humidity Index (THI). Analisis THI akan dipaparkan pada sub bab analisis dan sintesis.

c) Jalan masuk lokasi

b) Jalan ke ladang 2 a) Jalan ke ladang 1

Tabel 3 Data Iklim Wilayah Bogor 2013

Bulan Suhu (oC) Curah hujan (mm/bulan) Kelembaban (%) Kecepatan angin (km/jam) Januari 25.6 453.3 87.7 7.2 Februari 25.7 371.6 87.0 7.6 Maret 26.2 405.0 86.3 7.2 April 26.7 426.4 85.4 6.8 Mei 26.8 332.0 85.3 6.5 Juni 26.4 200.0 83.6 6.5 Juli 26.0 196.2 81.5 6.8 Agustus 26.3 263.7 80.1 7.2 September 26.5 337.6 79.6 7.6 Oktober 26.8 316.2 80.9 7.6 Nopember 26.6 358.7 83.1 7.2 Desember 26.1 359.4 85.0 7.2 Rata-Rata 26.3 335.0 83.8 7.1 Sumber: WeatherBase, 2013 Topografi dan Kemiringan

Kondisi topografi di lokasi tapak cukup berbukit-bukit dengan kemiringan beragam dari 0-45 % dan ketinggian antara 624-631 meter di atas permukaan laut. Kondisi tersebut disebabkan oleh letak tapak yang cukup dekat dengan Gunung Halimun-Salak di sebelah barat daya.

Gambar 9 Peta Kemiringan Tapak Agrowisata Tamansari

Peta topografi yang diperoleh dari Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor kemudian diolah untuk memperoleh peta kemiringan yang dapat dilihat pada Gambar 9. Peta kemiringan tersebut membantu dalam memilih jenis komoditas pertanian yang dapat dikembangkan serta menentukan titik-titik pembangunan struktur fasilitas pelengkap agrowisata. Hal ini akan diuraikan dalam sub bab analisis.

Tanah dan Hidrologi

Tapak di Tamansari mendapat curah hujan melimpah setiap tahunnya dan tidak mengalami kekeringan di musim kemarau. Selain itu, daerah tangkapan air pada tapak masih relatif banyak. Ketersediaan air juga ditunjang oleh keberadaan pipa saluran air yang berada di beberapa titik. Sumber air berasal dari anak Sungai Cisadane di sebelah timur tapak. Kondisi drainase tapak cukup baik namun pada titik-titik tertentu sering timbul genangan pada waktu hujan. Hal ini mengakibatkan tanah menjadi licin dan cukup berbahaya. Berdasarkan peta hidrogeologi Dinas Tata Ruang & Pertanahan Kabupaten Bogor, kondisi hidrogeologi tapak berada pada zona akuifer produktif setempat.

Jenis tanah pembentuk di Desa Tamansari adalah latosol cokelat dan regosol (Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, 2014). Menurut Darmawijaya (1980), tanah latosol memiliki kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik. Peta jenis tanah tapak agrowisata Tamansari dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Jenis Tanah Tapak Agrowisata Tamansari

Pada proses desain lanskap agrowisata, terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan. Dua aspek tersebut adalah tanah sebagai media tumbuh tanaman dan tanah sebagai dasar bagi pembangunan struktur bangunan. Hal ini akan dibahas selanjutnya pada tahapan analisis.

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi yang ada pada tapak sebagian besar merupakan tanaman pertanian, antara lain palawija (singkong dan jagung), sayuran (leunca, cabai, dan tomat), dan buah-buahan (pisang, mangga, dan jeruk). Selain itu terdapat tanaman perkebunan seperti lamtoro, pulai, dan lain sebagainya. Jenis vegetasi yang terdapat di lokasi tapak dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Selain vegetasi, berdasarkan pengamatan singkat, satwa yang terdapat di tapak adalah burung gereja, kupu-kupu, dan berbagai jenis serangga.

Tabel 4 Jenis Pohon di Tapak Agrowisata Tamansari

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

1 Albizia falcata Sengon

2 Citrus sp. Jeruk

3 Leucaena leucocephala Lamtoro

4 Mangifera indica Mangga

5 Manihot utilissima Singkong

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

7 Albizia falcata Pulai

Tabel 5 Jenis Semak di Tapak Agrowisata Tamansari

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

1 Capsicum annum Cabai

2 Cordyline sp. Hanjuang merah

3 Dracaena sp. Drasena

4 Hydrangea sp. Hydrangea

5 Solanum lycopersicum Tomat

6 Solanum nigrum Leunca

Sumber gambar: Google.com Visual

Aspek visual dari tapak beragam sesuai dengan karakter tapak. Hal yang perlu ditekankan adalah arah pandang ke barat daya memiliki visual yang sangat baik karena merupakan pemandangan Gunung Salak serta lanskap alami yang berbukit-bukit. Selain itu, pemandangan di dalam tapak juga cukup baik dengan kondisi lingkungan yang masih asri.

Aspek Sosial dan Budaya Agroekosistem Budaya Sunda

Sejak masa lampau, orang Sunda sudah bertani secara berpindah-pindah di lahan hutan pegunungan (de Haan dalam Adiwilaga, 1975). Para peladang biasanya menggunakan petunjuk indikator di alam. Pada masa silam, sistem pertanian yang utama di Jawa Barat adalah sistem ladang atau huma (Adiwilaga, 1975). Setelah itu, masyarakat Sunda mulai mengenal agroekosistem sawah dari Jawa Tengah sekitar tahun 1750. Agroekosistem yang dapat ditemukan pada tapak adalah agroekosistem ladang/huma dan kebun campuran. Agroekosistem tapak sesuai dengan topografi tapak yang berbukit-bukit.

Secara khusus, sistem pertanian non-sawah, seperti huma, kebun-talun, dan pekarangan sering disebut agroforestri tradisional. Hal ini disebabkan karena pada sistem pertanian tersebut biasanya ditanami oleh beragam jenis tanaman campuran semusim dan tahunan. Akibatnya, struktur vegetasi pada sistem pertanian tersebut menyerupai hutan alam, tetapi memiliki fungsi sosial, ekonomi, dan budaya yang penting bagi pemiliknya (Soemarwoto, 1981).

Budaya Sunda Setempat

Pada umumnya, Budaya Sunda di Desa Tamansari tidak jelas terlihat. Warga desa sudah beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan desa yang lebih modern. Selain itu, menurut pengurus kantor Desa Tamansari, desa tersebut memang belum melestarikan kebudayaan yang ada, tetapi lebih menggali potensi wisata alam sehingga, Desa Tamansari dikembangkan menjadi desa wisata.

Namun, secara geografis, Budaya Sunda setempat sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan Kasepuhan di daerah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Warga Kasepuhan merupakan masyarakat Sunda yang masih memegang teguh adat dan budaya Sunda.

Aspek Wisata Agrowisata

Saat ini, tidak ada aktivitas wisata di lokasi penelitian, tetapi dapat ditemukan aktivitas pertanian warga yang memiliki lahan pertanian. Pada beberapa area ditanami singkong, tomat, cabai, terung, jeruk, dan lain sebagainya. Warga yang mengolah lahan tersebut tidak menetap di lokasi penelitian, tetapi tinggal di permukiman di sekitarnya.

Keberadaan aktivitas pertanian di lokasi tersebut dapat menjadi potensi untuk agrowisata. Salah satu cara untuk menilai suatu area untuk dapat menjadi kawasan agrowisata yaitu melalui penilaian kelayakan kawasan agrowisata yang dikemukakan oleh Smith (1989). Penilaian tersebut menguraikan potensi agrowisata pada tapak melalui beberapa kriteria, yaitu obyek dan atraksi berbasis pertanian, obyek dan atraksi alami, akses, dan letak dari jalan utama. Penilaian tersebut akan dilakukan pada tahap analisis-sintesis.

Atraksi

Atraksi wisata adalah salah satu elemen dari produk wisata yang menarik pengunjung dan menentukan pilihan untuk mengunjungi suatu tempat daripada tempat lainnya (Medlik, 1993). Menurut Undang-undang No. 9/1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata, terdiri atas:

1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, flora, dan fauna.

2. Objek daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, agrowisata, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan komplek hiburan.

Objek dan atraksi wisata di lokasi penelitian meliputi aktivitas pertanian, mulai dari mengolah lahan, menanam, dan memanen hasil pertanian. Selain itu, pemandangan Gunung Salak menjadi salah satu potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Atraksi wisata dan objek wisata yang ada pada tapak dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Objek dan Atraksi Wisata di Tapak

Sumber: Dokumentasi pribadi

Pelayanan

Sarana dan prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum memadai untuk aktivitas wisata. Sarana dan prasana yang tersedia adalah saluran air untuk pengairan, rumah pengelola, lapangan parkir, penampung air, dan akses jalan setapak menuju area yang diolah menjadi ladang. Sementara itu, pada area lainnya akses masih berupa semak belukar. Saluran air dan tipikal jalan di dalam lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 13 dan 14.

Gambar 13 Saluran Air

Gambar 14 Jalan Setapak

Sumber: Dokumentasi pribadi

Penampung air yang terdapat pada tapak berupa bak retensi air, dan biasa digunakan sebagai penyalur air untuk pertanian. Lapangan parkir terletak dekat dengan rumah pengelola tapak. Lapangan parkir terhubung dengan jalan lingkungan yang terletak di dekat permukiman penduduk. Penampung air dan lapangan parkir dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Penampung Air dan Lapangan Parkir

Sumber: Dokumentasi pribadi Transportasi

Desa Tamansari memiliki cukup banyak objek wisata, sehingga tapak cukup sering dilewati moda transportasi. Tapak agrowisata Tamansari dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor (mobil dan motor) baik umum maupun pribadi. Akan tetapi, kendaraan umum yang menuju lokasi saat ini masih terbatas. Sebagian besar dari pengunjung wisata di Tamansari menyewa bus dan mobil untuk menuju ke lokasi wisata karena lebih nyaman dan terjamin.

Informasi dan Promosi

Saat ini, belum ada informasi dan promosi terkait dengan lokasi tapak karena belum dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Akan tetapi, promosi mengenai Desa Tamansari sebagai Desa Wisata sudah dilakukan oleh pengurus desa melalui pembuatan peta objek-objek wisata yang diletakkan di kantor desa. Selain itu, sepanjang jalan terdapat beberapa papan petunjuk tempat wisata.

Aspek Legal Kebijakan Pariwisata

Pada tahun 2013, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor mengeluarkan Perda Nomor 3/2013 tentang Kepariwisataan. Perda tersebut telah mengatur penyelenggaraan pariwisata di Kabupaten Bogor. Berdasarkan wawancara dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Desa

Tamansari memang diarahkan untuk menjadi desa wisata. Wisata yang sedang dikembangkan adalah wisata alam, antara lain Curug Nangka, Eko Wisata Sukamantri, Gunung Salak Endah, dan wisata religi, yaitu Pura Parahyangan Agung Jagatkartta. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, pengembangan kawasan sebagai agrowisata mendukung Desa Tamansari sebagai desa wisata.

Analisis dan Sintesis Aspek Fisik dan Biofisik Aksesibilitas dan Sirkulasi

Smith (1989) mengemukakan bahwa akses dari jalan utama menuju kawasan wisata harus cukup dekat, atau berkisar antara 1-2 km. Hal ini untuk memudahkan pengunjung menjangkau kawasan wisata. Ketersediaan transportasi menjadi salah satu komponen penawaran wisata yang perlu diperhatikan. Sirkulasi di dalam tapak juga sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lanskap yang ada sehingga aspek ekologis tapak tetap terjaga.

Jarak dari jalan utama (Jalan Raya Ciapus) menuju tapak sangat dekat yaitu ±10 m. Akses menuju tapak cukup mudah, jalan utama sudah diaspal dengan lebar jalan 7 m dengan akses menuju tapak dengan lebar 6.72 m. Menurut standar yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (2009) lebar kendaraan mobil yaitu 2.1 m dan bus 2.4 m, sehingga untuk jalan dua lajur minimal ± 7 m. Artinya jalan utama sudah sesuai dengan standar. Sementara itu, sirkulasi di dalam tapak masih berupa jalan setapak dengan lebar ± 0.6 m dan ± 2.7 m. Sehingga, perlu pembuatan jalur sirkulasi yang lebih memadai untuk wisata. Analisis kondisi tapak secara umum pada Gambar 16 dan analisis sirkulasi pada Gambar 18.

Iklim

Berdasarkan data iklim yang diperoleh pada tahun 2013, diperoleh rata-rata suhu sebesar 26.3 oC dan kelembapan relatif (RH) 83.8%. Data tersebut diolah menggunakan rumus THI (Thermal Humidity Index) untuk mengetahui indeks kenyamanan manusia di lokasi agrowisata. THI manusia yang tinggal di negara tropis berkisar antara 21-27. Perhitungan THI dijabarkan sebagai berikut,

Thermal Humidity Index (THI) = 0,8 T + ((RH T)/500) THI = (0.8)(26.3) + ((83.8)(26.3)/500)

= 21.04 + 4.41 = 25.45

T = suhu udara (oC) dan

RH = kelembapan nisbi udara (%)

Nilai THI di lokasi penelitian sebesar 25.45 yang termasuk dalam kategori nyaman untuk manusia, sehingga modifikasi iklim tidak terlalu perlu dilakukan. Modifikasi iklim untuk meningkatkan kenyamanan manusia dapat diterapkan pada area pelayanan wisata dengan menata letak vegetasi yang dapat mengurangi area yang terpapar sinar matahari tinggi. Pengunjung akan merasa lebih nyaman dengan naungan dari kanopi pohon tersebut.

Selain itu, kondisi iklim suatu area juga penting untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat tumbuh di lokasi agrowisata. Kondisi iklim Tamansari yang masuk kategori tropis basah tipe A memiliki karakteristik tanaman hutan hujan tropis. Menurut klasifikasi iklim Yunghunh, pembagian iklim didasarkan pada ketinggian suatu tempat. Pada rentang ketinggian tertentu terdapat klasifikasi komoditas pertanian yang dapat dikembangkan. Klasifikasi iklim Yunghunh dapat dilihat pada Gambar 17.

Berdasarkan klasifikasi iklim Yunghunh, tapak berada pada ketinggian di atas 600 mdpl sehingga termasuk daerah sedang. Jenis vegetasi yang dapat tumbuh antara lain tembakau, kopi, dan coklat.

Gambar 17 Klasifikasi Iklim Yunghunh

Sumber: Wikipedia.org Topografi dan Kemiringan

Kelerengan pada tapak beragam, mulai dari landai hingga curam. Sebagian besar area berada pada kemiringan 8-15 % atau landai. Peta kemiringan tapak dapat dilihat pada Gambar 10. Klasifikasi kelas lereng pada suatu tapak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Klasifikasi Kelas Lereng

Kelas Lereng Kelerengan Keterangan

1 0 – 8 % Datar

2 8 – 15 % Landai

3 15 – 25 % Agak Curam

4 25 – 45 % Curam

5 45 % atau lebih)* Sangat Curam

Sumber: Keppres No. 32/1990

Analisis kemiringan lahan untuk agrowisata dilakukan sesuai dengan ketentuan area untuk wisata menurut Gold (1980). Kelerengan pada kelas landai memiliki tingkat kesesuaian sedang untuk dikembangkan menjadi wisata. Sementara itu, untuk area dengan kelas lereng curang akan dibiarkan alami. Pada kelas lereng agak curam dapat dimanfaatkan namun secara terbatas.

Tabel 7 Luas Setiap Kelas Lereng

Kelerengan Keterangan Luas (Ha)

0 – 8% Datar 3.11 8 – 15% Landai 13.51 15 – 25% Agak Curam 10.55 25 – 30% Curam 1.36 30 – 45% Curam 0.25 >45% Sangat Curam 0

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, 2013

Kelerengan datar memiliki luas 3.11 Ha, kelerengan landai sebesar 13.51 Ha dan agak curam 10.55 Ha. Pemanfaatan untuk wisata sebagian besar pada area dengan kelerengan datar sampai landai yang akan dikembangkan menjadi lahan pertanian. Tanaman yang dipilih sesuai dengan klasifikasi berdasarkan iklim dan potensi pertanian pada tapak. Peta analisis kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 19.

Tanah dan Hidrologi

Jenis tanah pada tapak terdiri atas tanah regosol dan latosol cokelat regosol. Menurut Hardjowigeno (1992) tanah regosol merupakan tanah yang belum mengalami perkembangan sempurna. Tanah regosol kurang menguntungkan bagi tanaman karena miskin bahan organik. Namun, tanah regosol masih dapat ditanami dengan tembakau, palawija, dan buah-buahan yang tidak memerlukan banyak air.

Tanah latosol cokelat memiliki sifat fisik yang baik, tetapi sifat kimianya kurang baik. Tanah ini relatif subur karena memiliki cukup bahan organik sehingga tanah latosol sering disebut tanah kebun. Tanaman yang cocok untuk ditanam pada tanah latosol antara lain palawija, karet, kelapa sawit, cengkeh, lada, kopi, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Kondisi hidrologi pada tapak sudah cukup baik, tetapi pengembangan tapak menjadi kawasan agrowisata memerlukan ketersediaan air yang memadai dan tidak mengganggu keseimbangan di sekitarnya. Oleh karena itu, pembuatan

reservoir air diperlukan. Selain itu, reservoir air buatan dapat menjadi salah satu objek wisata pada tapak. Analisis tanah dan hidrologi dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.

Vegetasi dan Satwa

Komoditas pertanian yang dikembangkan di Desa Tamansari adalah palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Sementara itu, vegetasi yang terdapat pada tapak yang beragam dapat menjadi objek dan atraksi wisata pertanian. Tanaman pertanian pada tapak seperti singkong, jagung, cabai, tomat, mangga, dan pisang. Keberadaan tanaman pertanian yang telah ada di tapak menjadi salah satu indikasi bahwa vegetasi yang tumbuh merupakan vegetasi yang sesuai dengan karakteristik lanskap dan aspek ekologis tapak. Vegetasi yang merupakan tanaman pertanian ini selanjutnya dapat dikembangkan menjadi komoditas unggulan dari agrowisata Tamansari. Vegetasi

yang akan dikembangkan di tapak adalah singkong, jagung, pisang, cabai, tomat, terung, dan kangkung.

Keberadaan satwa seperti burung dan serangga pada tapak dapat menambah keragaman hayati pada tapak. Potensi perikanan pada tapak masih dapat dikembangkan sesuai dengan rencana reservoir sebagai sumber irigasi di tapak.

Tabel 8 Produksi Komoditas Pertanian Desa Tamansari Tahun 2012

No. Komoditas Luas Panen

(ha) Hasil/ha (ton/ha) Produksi (ton)

1 Padi sawah 22 6.30 139 2 Ubi kayu 17 20.2 343 3 Ubi jalar 6 14.65 88 4 Kacang tanah 4 1.4 6 5 Kacang kedelai 0 0 0 6 Kacang hijau 0 0 0 7 Kacang panjang 4 11,25 45 8 Cabai 3 4 12 9 Tomat 2 16 32 10 Terung 3 11,67 35 11 Buncis 5 12,8 64 12 Mentimun 2 5,5 11 13 Kangkung 2 12 24 14 Bayam 4 10,25 41

Sumber: Kecamatan Tamansari dalam Angka, 2013

Tabel 9 Produksi Komoditas Buah Desa Tamansari Tahun 2012

No. Komoditas Produksi (kg)

1 Jeruk siam 500 2 Alpukat 1.500 3 Durian 20.800 4 Duku 2.000 5 Jambu biji 5.400 6 Jambu air 500 7 Nanas 32.600 8 Mangga 700 9 Pepaya 1.300 10 Pisang 61.500 11 Rambutan 12.700 12 Salak 3.500 13 Sawo 300 14 Manggis 2.300 15 Belimbing 200

Visual

Arah pandang menuju Gunung Salak dapat dikembangkan sebagai salah satu vista. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan dengan melengkapi fasilitas pada spot-spot yang sesuai untuk aktivitas sightseeing. Penataan lanskap di dalam tapak juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas visual dari kondisi awal. Pada beberapa area memiliki bad view, yaitu tumpukan sampah pada beberapa spot, saluran air yang terbuka, dan lain-lain. Oleh karena itu, penataan visual juga perlu dilakukan untuk memaksimalkan good view dan mengurangi bad view. Analisis visual pada tapak dapat dilihat pada Gambar 22.

Aspek Sosial dan Budaya Agroekosistem Budaya Sunda

Agroekosistem tapak yang berupa area berbukit-bukit sesuai dengan agroekosistem huma/ladang dan kebun campuran. Agroekosistem huma/ladang pertama kali ditemukan di budaya Sunda pada masa lampau. Pengembangan agrowisata lebih condong ke arah agroekosistem ladang.

Pengembangan agroekosistem budaya Sunda dilakukan dengan memperkuat keberadaan agroekosistem ladang pada tapak. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan keberadaan ladang yang sudah ada, menata area selain ladang menjadi kebun campuran yang mengunggulkan keragaman vegetasi terutama sayuran dan palawija.

Budaya Sunda Setempat

Budaya Sunda di Desa Tamansari sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan Kasepuhan di daerah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Warga Kasepuhan menjadi salah satu masyarakat yang masih memegang teguh adat dan budaya Sunda.

Adat istiadat yang masih dilakukan oleh warga Kasepuhan antara lain upacara seren taun, yaitu upacara adat yang dilakukan setelah panen sebagai puji syukur kepada Tuhan. Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh orang Sunda

Dokumen terkait