• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Lanskap Agrowisata Tamansari Berbasis Kearifan Lokal Budaya Sunda di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Lanskap Agrowisata Tamansari Berbasis Kearifan Lokal Budaya Sunda di Kabupaten Bogor"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN BOGOR

MARIANA AGUSTIN PUTRI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Lanskap Agrowisata Tamansari Berbasis Kearifan Lokal Budaya Sunda di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Mariana Agustin Putri

(4)

Kearifan Lokal Budaya Sunda di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DEWI REZALINI ANWAR.

Perkembangan ekonomi sejalan dengan industrialisasi di perkotaan. Orientasi pada perkembangan ekonomi secara tidak langsung menurunkan nilai sosial dan kebudayaan lokal. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini dengan melestarikan budaya lokal dan pertanian itu sendiri. Agrowisata adalah wisata yang memanfaatkan pertanian sebagai objeknya. Tapak Tamansari, Kabupaten Bogor memiliki potensi menjadi agrowisata karena keaslian agroekosistem dan tanah yang sesuai untuk pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk merancang lanskap agrowisata berbasis kearifan lokal Budaya Sunda. Metode yang digunakan adalah analisis spasial untuk mengolah data fisik dan biofisik, analisis kuantitatif untuk menghitung Daya Dukung, Thermal Humidity Index (THI), dan Penilaian Kriteria Kelayakan Agrowisata, serta analisis deskriptif untuk mengetahui preferensi pengguna. Sintesis yang diperoleh yaitu area pengembangan agrowisata dan penerapan konsep desain Opat Kalima Pancer. Luaran dari penelitian ini yaitu gambar desain (rencana tapak) dilengkapi dengan gambar detail (gambar potongan, gambar perspektif, dan rencana penanaman).

Kata Kunci: desain lanskap, agrowisata, kearifan lokal, Budaya Sunda

ABSTRACT

MARIANA AGUSTIN PUTRI. Landscape Design of Tamansari Agrotourism Based on Sundanese Cultural Local Wisdom in Bogor. Supervised by DEWI REZALINI ANWAR.

Economic development is coherent with industrialization in the cities. It also decrease social values and local culture indirectly. One effort to solve this problems is to conserve agriculture and local wisdom itself. Agrotourism is one of tourism type which use agriculture as its object. Tamansari site, Bogor, has potencies to become agrotourism because of authentic agroecosystem and suitable soil for agriculture. This research is purposed to design agrotourism based on Sundanese local wisdom. The methods is spatial analysis to process physical and biophysical data, quantitative analysis to quantify Carrying Capacity, Thermal Humidity Index (THI), and Agrotourism Area Feasibility Assignment, and also descriptive analysis to know user preferences. The synthesis is agrotourism development area and Opat Kalima Pancer concept design implementation. This research output is design drawing (siteplan) completed with detail drawings (section plan, perspective drawing, and planting plan).

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

DI KABUPATEN BOGOR

MARIANA AGUSTIN PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

NIM : A44100089

(9)

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Desain Lanskap Agrowisata Tamansari Berbasis Kearifan Lokal Budaya Sunda di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada, 1. Keluarga besar terutama Ibu Diah Permata dan Indra Lorenza Gunawan yang

selalu memberikan semangat, dorongan, dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.

2. Ibu Dewi Rezalini Anwar, S.P., M.A.Des. selaku pembimbing skripsi yang telah bersabar dalam memberikan bimbingan, arahan, dan semangat dan penyusunan tugas akhir.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr selaku penguji I dan Ibu Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, Msi. selaku dosen penguji II atas saran untuk perbaikan tugas akhir ini.

4. Ibu Dr. Syartinillia, SP., MSi. selaku pembimbing akademik atas arahan dan saran mengenai akademik dan rencana studi.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Pihak yang sudah meluangkan waktu dalam pengumpulan data, terutama Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor dan pengurus Desa Tamansari. 7. Keluarga besar ARL angkatan 47 atas kebersamaannya, terutama Citradut yang

sering dibuat repot, Yazka teman sebimbingan yang selalu jadi penyemangat, Iyus dan Made yang membantu saat pengambilan data.

8. Tanoto Foundation atas beasiswa yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

Penelitian ini membahas desain lanskap agrowisata dengan menerapkan kearifan lokal Budaya Sunda baik di dalam proses desain maupun penerapan elemen desain lanskap. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(10)

DAFTAR ISI viii

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum 11

Aspek Fisik dan Biofisik 11

Lokasi dan Batas Tapak 11

Aksesibilitas dan Sirkulasi 12

Iklim 13

Topografi dan Kemiringan 14

Tanah dan Hidrologi 15

Vegetasi dan Satwa 16

Visual 17

Aspek Sosial dan Budaya 19

Agroekosistem Budaya Sunda 19

(11)

Pelayanan 20

Transportasi 21

Informasi dan Promosi 21

Aspek Legal 21

Kebijakan Pariwisata 21

Analisis dan Sintesis 22

Aspek Fisik dan Biofisik 22

Aksesibilitas dan Sirkulasi 22

Iklim 22

Topografi dan Kemiringan 24

Tanah dan Hidrologi 25

Vegetasi dan Satwa 25

Visual 31

Aspek Sosial dan Budaya 31

Agroekosistem Budaya Sunda 31

Budaya Sunda Setempat 31

Aspek Wisata 31

Agrowisata 31

Atraksi 34

Pelayanan 35

Transportasi 35

Informasi dan Promosi 36

Aspek Legal 37

Amphiteater Bale Riung 58

(12)

Kaulinan Barudak 63

Area Ladang 64

Detail Desain 67

Sirkulasi 67

Gerbang dan Signage 67

Saung 68

Planting Plan 68

SIMPULAN DAN SARAN 80

Simpulan 80

Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 82

(13)

2 Kriteria Penilaian Kelayakan Kawasan Agrowisata 9

3 Data Iklim Wilayah Bogor 2013 14

4 Jenis Pohon di Tapak Agrowisata Tamansari 16

5 Jenis Semak di Tapak Agrowisata Tamansari 17

6 Klasifikasi Kelas Lereng 24

7 Luas Setiap Kelas Lereng 25

8 Produksi Komoditas Pertanian Desa Tamansari Tahun 2012 26

9 Produksi Komoditas Buah Desa Tamansari Tahun 2012 26

10 Penilaian Kelayakan Kawasan Agrowisata di Tamansari 33

11 Daya Dukung Fasilitas di Agrowisata Tamansari 37

12 Luas dan Persentase Setiap Area 42

13 Rencana Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata Tamansari 47

14 Ketentuan Petak Ladang sesuai Jenis Tanaman 66

15 Daftar Pohon yang akan ditanam di Agrowisata Tamansari 68 16 Daftar Semak yang akan ditanam di Agrowisata Tamansari 70

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 2

2 Contoh Agrowisata 4

3 Upacara Adat Seren Taun 5

4 Penataan lanskap Budaya Sunda 5

5 Lokasi Penelitian 6

6 Orientasi dan Batas Tapak 12

7 Jarak dari Gerbang Tol Menuju Tapak 12

8 Sirkulasi di dalam Tapak 13

9 Peta Kemiringan Tapak Agrowisata Tamansari 14

10 Peta Jenis Tanah Tapak Agrowisata Tamansari 15

11 Peta Kondisi Umum 18

12 Objek dan Atraksi Wisata di Tapak 20

13 Saluran Air 20

14 Jalan Setapak 21

15 Penampung Air dan Lapangan Parkir 21

16 Peta Analisis Kondisi Umum 21

17 Klasifikasi Iklim Yunghunh 23

18 Peta Analisis Sirkulasi 27

19 Peta Analisis Kemiringan Lahan 28

20 Peta Analisis Tanah dan Komoditas Pertanian 29

21 Peta Analisis Hidrologi 30

22 Peta Analisis Visual 32

23 Kecenderungan Aktivitas di Kawasan Agrowisata 35

(14)

28 Konsep Ruang 42

29 Aplikasi Konsep Warna dalam Budaya Sunda 42

30 Ilustrasi Sirkulasi di dalam Kawasan 44

31 Tipe Sirkulasi Kawasan Wisata 44

42 Potongan Tampak & Perspektif 56

43 Area Parkir dan Shelter Kereta Wisata 57

44 Ilustrasi Penunjuk Lokasi 57

45 Ilustrasi Gerbang Masuk 58

46 Ilustrasi Area Parkir 58

47 Amfiteater Bale Riung 59

48 Pemandangan dari Amfiteater 59

49 Restoran dan Pasar Pak Tani 60

50 Ilustrasi Restoran dan Pasar Pak Tani 60

51 Ilustrasi Pasar Pak Tani 60

52 Koridor Budaya 61

53 Ilustrasi Koridor Budaya 61

54 Area Botram 62

55 Ilustrasi Area Botram 62

56 Area Kemah 63

57 Ilustrasi Area Kemah 63

58 AreaKaulinan Barudak 63

59 Ilustrasi Kaulinan Barudak (Ucing Sumput) 64

60 Ilustrasi Kaulinan Barudak (Air Mancur) 64

61 Area Ladang 65

62 Ilustrasi Area Ladang 65

63 Ilustrasi Saung 65

64 Kalender Tanaman di Kawasan Agrowisata Tamansari 66

65 Ilustrasi Gerbang 67

66 Ilustrasi Signage 67

67 Ilustrasi Saung 2 68

68 Detil Sirkulasi 71

69 Detil Gerbang 72

70 Detil Signage 73

71 Detil Saung 74

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner Penelitian 82

2 Panduan Wawancara 84

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi sejalan dengan industrialisasi di perkotaan. Keadaan ini menyebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri semakin marak terjadi, padahal pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan tidak terlepas dari pertanian itu sendiri. Orientasi pada perkembangan ekonomi secara tidak langsung juga menggeser nilai-nilai sosial dan budaya lokal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pelestarian budaya pertanian dan kearifan lokal itu sendiri.

Pelestarian budaya pertanian dan kearifan lokal dapat ditinjau dari aspek fisik, biofisik, ekonomi, sosial dan budaya suatu tapak. Selain sebagai penunjang sektor ekonomi, pertanian juga menjadi salah satu budaya yang ditemukan pada sebagian besar masyarakat di Indonesia. Wisata pertanian atau agrowisata dapat menjadi nilai tambah di bidang pertanian dan melestarikan budaya bertani pada masyarakat setempat.

Agrowisata merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada keaslian agroekosistem (Nurisjah, 2001). Oleh karena itu, pemilihan lokasi agrowisata sebisa mungkin dipilih pada daerah pertanian. Salah satu kawasan pertanian di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor berpotensi untuk dikembangkan menjadi agrowisata karena masih memiliki keaslian agroekosistem. Agroekosistem yang terdapat pada tapak yaitu agroekosistem ladang/huma dan kebun campuran. Selain itu, potensi tapak sebagai area pertanian sangat tinggi karena berada pada lahan yang subur di dataran tinggi.

Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Bogor Nomor 3/2013 tentang Kepariwisataan, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor diarahkan pengembangannya menjadi desa wisata. Sebagian besar wisata yang saat ini sudah dikembangkan di Tamasari adalah wisata alam sehingga pengembangan area penelitian menjadi agrowisata dapat menjadi variasi pilihan dalam berwisata di Tamansari.

Pengembangan wisata bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat. Lanskap agrowisata Tamansari didesain dengan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal budaya Sunda dalam elemen-elemen desain lanskap agrowisata. Hal ini bertujuan untuk mengangkat kembali nilai-nilai budaya lokal budaya Sunda juga sebagai identitas dari agrowisata di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, studi lebih lanjut mengenai desain lanskap agrowisata Tamansari perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

(17)

2. menentukan konsep agrowisata dan konsep desain lanskap agrowisata berdasarkan kearifan lokal budaya Sunda, serta

3. merancang lanskap agrowisata berbasis kearifan lokal budaya Sunda di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah;

1. memberikan alternatif desain lanskap agrowisata yang berbasis kearifan lokal budaya Sunda di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor sebagai salah satu upaya pelestarian budaya pertanian dan kearifan lokal, dan 2. menjadi bahan pertimbangan dalam merancang lanskap agrowisata bagi

pihak-pihak terkait.

Kerangka Pikir

Diagram alir dari pemikiran desain agrowisata berbasis kearifan lokal Suku Sunda disajikan pada Gambar 1 di bawah ini,

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Perkembangan

ekonomi

Upaya pelestarian budaya pertanian dan kearifan lokal budaya Sunda

Agrowisata

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Desain Lanskap

Dalam bidang arsitektur lanskap, desain lanskap merupakan kelanjutan dari proses perencanaan. Proses desain adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal yang diharapkan dan cara yang terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan (Simonds, 1983). Perhatian perancangan ditujukan pada penggunaan volume dan ruang, serta setiap volume yang memiliki bentuk, ukuran, bahan, warna, tekstur, dan kualitas lainnya.

Menurut Hakim (1987), untuk memberikan kesan komposisi yang paling serasi atau ideal dalam suatu perancangan maka harus memperhatikan elemen-elemen desain yaitu tekstur, warna, bentuk, dan skala. Tekstur berfungsi untuk memberi kesan pada persepsi manusia melalui penglihatan visual. Bentuk akan memberikan berbagai kesan seperti statis, stabil, formal, agung, tuntas, labil, dan aktif. Elemen warna dapat memperjelas karakter objek dan memberi aksen pada bentuk dan bahan-bahannya. Skala untuk menunjukkan perbandingan antara ruang dengan elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan manusia.

Menurut Vandyke (1990) prinsip perancangan terdiri dari:

1. Unity, yaitu kesatuan seluruh elemen (harmonis): repetition, module, grid, dan theme.

2. Balance, yaitu keseimbangan dalam skala dan proporsi untuk menyusun elemen lanskap: symmetry, asymmetry, dan radial.

3. Emphasize/dominance, yaitu menciptakan kontras/aksen: directionality, placement, contrast, size, dan number.

Desain lanskap diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada secara fungsional dan estetis.

Agrowisata

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pariwisata No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK/050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari obyek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Tirtawinata 1996).

(19)

wisatawan, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan wilayah yang terkait dengan kegiatan agrowisata yang akan dikembangkan, 3) melestarikan budaya pertanian tradisional dan juga lingkungan alaminya, 4) diarahkan untuk suatu kegiatan rekonstruksi dan penataan suatu kawasan sebagai suatu aset budaya pertanian wilayah, dan 5) sebagai sarana introduksi dan pasar dari teknologi dan produk pertanian unggulan daerah.

Gambar 2 Contoh agrowisata

Sumber: google.com

Wilayah kawasan agrowisata awalnya adalah perdesaan karena secara tradisional merupakan daerah produksi pertanian, tetapi saat ini dapat berkembang kemana saja tergantung bentuk pertanian yang ditawarkan. Berdasarkan pendapat E.Salim pada Nurisjah (2001) untuk pengembangan wisata agro ini ada tiga hal yang harus diketahui dan diperhatikan yaitu: 1) wisata agro merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada keaslian agroekosistem; 2) dalam mengembangkan aktivitas wisata agro harus bersendi pada riset ilmiah; 3) wisata agro merupakan suatu pemandangan alamiah yang bertumpu pada bentuk lanskap regional. Selanjutnya ada dua azas yang harus diakomodasikan pada aktivitas dan pengembangannya, yaitu (1) azas manfaat, dalam arti penyelenggaraan program wisata agro dapat memberikan manfaat politik, ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan; (2) azas pelestarian dalam arti penyelenggaraan program wisata agro diarahkan berperan guna meningkatkan pelestarian plasma nutfah sebagai sumberdaya utama bagi kelestarian alam dan lingkungan.

Kearifan Lokal

Istilah kearifan lokal adalah terjemahan dari “local genius,” yang pertama kali diperkenalkan oleh Quaritch Wales pada thun 1948-1949 dengan arti “kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kebudayaan itu berhubungan.” (Rosidi, 2011). Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama (Sunaryo dan Laxman, 2003). Saat ini, keberadaan kearifan lokal mulai tergerus arus modernisasi yang cenderung mengesampingkan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat.

Menurut Keraf (2002), kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kuatnya kearifan lokal yang dianut masyarakat setempat akan tercermin pada lingkungan yang terjaga dengan baik. Pada sebuah lanskap, kearifan lokal dapat

(20)

tercermin dari tata guna lahan, pengelolaan suatu lanskap dan elemen-elemen pendukung dalam suatu lanskap itu sendiri.

Budaya Sunda

Masyarakat Sunda merupakan bagian dari masyarakat suku bangsa-suku bangsa lainnya yang hidup di bumi nusantara. Harsojo sebagaimana dikutip Koentjaraningrat (2004) menyatakan bahwa secara antropologi-budaya, yang disebut sebagai orang Sunda atau Suku Sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa dan dialek Sunda sebagai bahasa ibu serta dialek dalam percakapan sehari-hari. Orang Sunda dimaksud tinggal di daerah Jawa Barat dan Banten yang dulu dikenal sebagai Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Secara kultural ekologis, pada umumnya masyarakat Sunda hidup pada daerah pegunungan sehingga tidak jarang pada masa lalu banyak yang menyebut bahwa orang Sunda dikenal sebagai “orang gunung”.

Gambar 3 Upacara Adat Seren Taun

Sumber: google.com

Menurut Koesoemadinata (dalam Rosidi, 2006), masyarakat Sunda adalah masyarakat yang cinta pegunungan. Hal itu dibuktikan dengan kehidupannya yang lebih banyak di daerah pegunungan dan pengelolaan wilayah pegunungan sebagai lahan pertanian dan peternakan. Selain itu, bukti kedekatan masyarakat Sunda pada gunung atau pegunungan banyak diekspresikan melalui tembang-tembang

Sunda yang bertemakan gunung atau kehidupan di pegunungan. Berdasarkan kontur alam gunung atau pegunungan, kehidupan mata pencaharian masyarakat Sunda pada masa lalu dikenal sebagai masyarakat “peladang”.

Gambar 4 Penataan Lanskap Budaya Sunda

Sumber: google.com

(21)

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam dan sebagian lain yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan ditujukan untuk kebaikan di alam semesta.

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlokasi di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Secara geografis terletak pada 106°44’18.35’’ BT -106°44’41.47’’ BT dan 6°39’16.72’’ LS-6°39’46.59’’ LS.. Penelitian berlangsung selama empat bulan yaitu pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2014. Peta lokasi penelitian dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5 Lokasi Penelitian

Berikut adalah batas wilayah dari lokasi penelitian, batas Utara : Jalan Ciapus

batas Timur : permukiman penduduk batas Selatan : ladang dan hutan batas Barat : jalan lingkungan

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, notebook, mouse, kalkulator, alat tulis (pensil, drawing pen, pewarna, penggaris dan lain-lain), dan alat survei (Global Positioning System, meteran, kertas, papan jalan, dan lain-lain). Bahan-bahan yang dibutuhkan, antara lain, peta dasar tapak, panduan wawancara, kertas kerja, dan lain sebagainya.

Penelitian ini membutuhkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang, wawancara dengan pengguna tapak dan warga

(22)

sekitar. Data sekunder yang diperlukan diperoleh melalui studi pustaka. Data dan sumber data yang diperlukan diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi Data yang Dibutuhkan

Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

Fisik & biofisik

Lokasi tapak Letak, luas, dan batas wilayah

Survei lapang, studi pustaka

Aksesibilitas dan sirkulasi

Peta jaringan jalan Bappeda, survei lapang

Iklim Data iklim BMKG Bogor

Topografi dan kemiringan

Peta topografi Dinas Tata Ruang dan Pertanahan

Tanah Jenis tanah Dinas Tata Ruang dan

Pertanahan

Visual Informasi Survei lapang

Sosial dan

Data budaya Sunda Survei lapang, wawancara

Wisata Agrowisata Penilaian kelayakan

kawasan

Survey lapang, analisis

Atraksi Objek dan atraksi

wisata

Aktivitas wisata

Survei lapang, kuisioner

Pelayanan Data sarana dan prasarana

Kebutuhan fasilitas

Survei lapang

Transportasi Data transportasi

(23)

Batasan Penelitian

Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan hingga desain. Keluaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah gambar desain (siteplan) yang dilengkapi dengan gambar detil (gambar potongan, gambar perspektif, rencana penanaman, dan gambar detil). Luas tapak yang akan didesain ± 28.78 ha.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan analisis spasial, analisis kuantitatif, dan analisis deskriptif. Penjelasan mengenai masing-masing metode analisis adalah sebagai berikut,

Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan sekumpulan metode untuk menemukan dan menggambarkan tingkatan/pola dari sebuah fenomena spasial, sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik. Dengan melakukan analisis spasial, diharapkan muncul infomasi baru yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang yang dikaji. Metode yang digunakan sangat bervariasi, mulai observasi visual sampai pemanfaatan matematika/statistik terapan (Sadahiro, 2006).

Analisis spasial digunakan untuk mengolah data aspek fisik dan biofisik. Keluaran untuk aspek fisik dan biofisik adalah overlay peta kesesuaian lahan tiap-tiap komoditas pertanian untuk agrowisata berdasarkan jenis tanah, kemiringan lahan, dan ketinggian tempat.

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis daya dukung, thermal humidity index (THI), dan analisis kelayakan kawasan agrowisata. Analisis tersebut menjadi indikator dalam merencanakan kebutuhan ruang dan kebutuhan fasilitas. Secara umum rumus daya dukung (Boulon dalam Nurisjah, 2003):

Daya dukung = luas area (m2)

standar kebutuhan (m2/orang)

Pengukuran thermal humidity index (THI) untuk mengetahui indeks kenyamanan menurut iklim mikro dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut:

Thermal Humidity Index (THI) = (0,8 T + RH T)/500 T = suhu udara (oC) dan

RH = kelembapan nisbi udara (%)

(24)

Tabel 2 Kriteria Penilaian Kelayakan Kawasan Agrowisata

No. Kriteria Nilai

1

Obyek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 20%): Ketersediaan

ragam serta keindahan areal pertanian (sawah, perkebunan, kolam) • Beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan

pemandangan pertanian sekitarnya 4

• Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan

pemandangan sekitarnya 3

• Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian tetapi kurang

keindahan pemandangan sekitarnya 2

• Kurang beragam dan tak indah 1

2

Obyek dan Atraksi Alami (Bobot 15%): Keindahan pemandangan alami (ekosistem, topografi, tanaman langka, satwa liar, air terjun) dan iklim (tropikal, udara yang bersih, & suhu yang nyaman) • Beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami 4 • Cukup beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan

alami 3

• Beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan

buatan (rekayasa) 2

• Kurang obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan buatan

(rekayasa) 1

3

Akses (Bobot 10%) : Kemudahan untuk pencapaian lokasi,

ketersediaan jalan

• Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik, kendaraan

umum beragam, kondisi baik 4

• Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas 3 • Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum 2

• Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum 1

4

Letak Dari Jalan Utama (Bobot 10%): Kedekatan dengan jalur

jalan utama wilayah

Sarana Wisata (Bobot 10%): Utilitas, sarana kesehatan, air bersih ,

fasilitas makan dan penginapan

• Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawat 4

• Ada beberapa, cukup terawat 3

• Ada beberapa, kurang terawat 2

• Tidak tersedia 1

(25)

∑ ∑

Keterangan : KKA = Kelayakan Kawasan Agrowisata Sij = Kriteria agrowisata tiap kawasan Aij = Bobot kriteria agrowisata

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah prosedur penelitian berdasarkan data lisan atau tulisan dari subjek yang telah diamati dan memiliki karakteristik data yang diperoleh adalah data asli serta menggunakan metode yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jenis penelitian deskriptif dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu (1) apabila hanya mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif disebut penelitian deskriptif kualitatif; (2) apabila dilakukan analisis data dengan menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain disebut deskriptif asosiatif; dan (3) apabila dalam analisis data dilakukan pembandingan disebut deskriptif komparatif (Sulipan, 2007). Analisis deskriptif didukung dengan studi pustaka yang terkait.

Analisis deskriptif dilakukan pada aspek sosial dan budaya. Pada analisis deskriptif dihasilkan preferensi pengunjung agrowisata dan kearifan lokal budaya Sunda yang terdapat pada tapak.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian mengikuti tahapan kerja yang dikemukakan oleh Booth (1983), yaitu Planning Design Process meliputi beberapa tahapan, yaitu Project Acceptance, Research/Analysis, Concept, Design Contruction Drawing, Implementation, and Post-Construction serta Evaluation and Maintenance.

Tahapan penelitian desain agrowisata berbasis kearifan lokal Suku Sunda diuraikan sebagai berikut:

1. Project Acceptance

Pada tahap ini, dilakukan persiapan sebelum melakukan penelitian. Persiapan tersebut yaitu perizinan kepada pihak-pihak yang terlibat. Selain itu, aspek legal dalam bidang-bidang yang terkait juga harus diperhatikan agar tidak ada hal-hal yang menyalahi hukum dan perundang-undangan.

2. Research and Analysis

Tahap research and analysis terdiri atas pengumpulan data, inventarisasi, analisis tapak, dan sintesis. Penjelasan mengenai tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Pengumpulan data sebelum turun lapang melalui studi pustaka dengan menggunakan peta dasar sebagai acuan, seperti peta fisik dan biofisik yang mencakup peta lokasi, peta topografi dan tanah, peta iklim, peta drainase, dan peta tata guna lahan.

(26)

aspek sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Aspek sosial dan budaya dapat diperoleh dengan mewawancarai penduduk sekitar, pemerintah berwenang, dan lain-lain.

c. Analisis tapak dilakukan secara spasial, deskriptif, dan kuantitatif untuk mengetahui potensi dan kendala pada tapak. Metode analisis yang digunakan dijelaskan lebih rinci pada sub bab Metode Penelitian.

d. Sintesis dilakukan setelah analisis tapak guna memperoleh titik temu antara potensi dan kendala yang ada di tapak. Keluaran yang dihasilkan dari proses sintesis adalah rencana blok. Hal ini diperlukan untuk merumuskan konsep.

3. Perancangan

Tahap perancangan terdiri atas perumusan konsep, desain, dan penyusunan gambar detil. Penjelasan mengenai tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Perumusan konsep merupakan tahap selanjutnya dalam alur perancangan. Pada

tahap ini dirumuskan konsep dasar, konsep desain, dan konsep pengembangan. Konsep pengembangan terdiri atas konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, fasilitas, dan lain-lain. Pada tahap konsep, luaran yang dihasilkan berupa peta zonasi dan rencana blok.

b. Desain dibuat berdasarkan rencana blok yang disesuaikan dengan konsep sehingga diperoleh rencana tapak (siteplan). Setelah itu, rencana tapak dibuat lebih rinci sehingga diperoleh gambar detil.

c. Gambar detil terdiri atas gambar potongan, perspective view, rencana penanaman dan spesifikasi, serta gambar detil konstruksi beserta materialnya. Gambar detil berfungsi untuk menjelaskan desain lanskap agar lebih mudah dipahami.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Aspek Fisik dan Biofisik

Aspek fisik dan biofisik yang diinventarisasi meliputi aspek-aspek yang terkait dalam desain lanskap agrowisata yaitu:

Lokasi dan Batas Tapak

(27)

Gambar 6 Orientasi dan Batas Tapak

Sumber gambar: GoogleEarth

Aksesibilitas dan Sirkulasi

Tapak dilalui oleh jalan kabupaten, yaitu Jalan Raya Ciapus. Akses dari jalan tol terdekat, yaitu Jalan Tol Jagorawi, dapat ditempuh melalui dua rute. Rute pertama yaitu rute Tol Jagorawi – Jalan Ir. H. Juanda – Jalan Kapten – Jalan Raya Ciapus dan rute kedua yaitu Tol Jagorawi – Jalan Pahlawan – Jalan Kapten – Jalan Raya Ciapus. Rute dari gerbang Tol Jagorawi menuju tapak dapat dilihat pada Gambar 7.

Jarak tempuh rute pertama yaitu ±8.4 km dengan waktu tempuh ±14 menit, sedangkan jarak tempuh rute kedua yaitu ±10.4 km dengan waktu tempuh ±16 menit jika arus jalan lancar. Lebar Jalan Raya Ciapus yaitu 7–8.5 m dengan kondisi jalan yang berlubang pada beberapa titik. Perjalanan menuju ke lokasi tapak dapat ditempuh dengan kendaraan umum dan pribadi.

Gambar 7 Jarak dari Gerbang Tol Menuju Tapak

Sumber gambar: GoogleMap Jalan ciapus

Permukiman

Hutan Jalan

(28)

Terdapat dua buah akses menuju tapak. Akses pertama dari Jalan Raya Ciapus berupa jalan setapak menuju lahan pertanian dengan lebar ±2.7 m dengan material tanah yang dipadatkan dengan batu kerikil. Akses kedua melalui jalan lingkungan dengan lebar ±6.35 m dengan material aspal. Akses masuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 Peta Kondisi Umum.

Sirkulasi di dalam lokasi penelitian terdiri atas jalan aspal untuk masuk ke lokasi, dan jalan setapak tanah menuju ladang. Pada beberapa area belum ada sirkulasi permanen karena minimnya aktivitas yang dilakukan di lokasi tersebut. Salah satu sirkulasi di dalam tapak dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sirkulasi di dalam Tapak

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Iklim

Iklim di Desa Tamansari mengikuti iklim Kabupaten Bogor menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 20°C-30°C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun.

Lokasi penelitian berada di Desa Tamansari memiliki suhu rata-rata pada tahun 2013 sebesar 26.3°C. Curah hujan rata-rata di tahun 2013 sebesar 335.0 mm/bulan dan kelembapan sebesar 83.8%. Lokasi tapak yang berada cukup dekat dengan Gunung Halimun-Salak juga mempengaruhi pada cuaca setempat yang lebih sejuk. Data iklim bulanan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

Kondisi iklim suatu wilayah mempengaruhi budi daya pertanian, antara lain pemilihan jenis vegetasi, hewan ternak, dan faktor-faktor pemanenannya. Iklim pada tapak sesuai untuk tanaman sayuran dan palawija. Tanaman sayuran yang ditanam di tapak adalah cabai, terung, dan tomat, sedangkan tanaman palawija yang ditemukan di tapak yaitu singkong dan jagung. Selain itu, iklim juga berpengaruh pada kenyamanan yang dirasakan oleh manusia, dinyatakan dalam Thermal Humidity Index (THI). Analisis THI akan dipaparkan pada sub bab analisis dan sintesis.

c) Jalan masuk lokasi

(29)

Tabel 3 Data Iklim Wilayah Bogor 2013

Kondisi topografi di lokasi tapak cukup berbukit-bukit dengan kemiringan beragam dari 0-45 % dan ketinggian antara 624-631 meter di atas permukaan laut. Kondisi tersebut disebabkan oleh letak tapak yang cukup dekat dengan Gunung Halimun-Salak di sebelah barat daya.

Gambar 9 Peta Kemiringan Tapak Agrowisata Tamansari

(30)

Peta topografi yang diperoleh dari Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor kemudian diolah untuk memperoleh peta kemiringan yang dapat dilihat pada Gambar 9. Peta kemiringan tersebut membantu dalam memilih jenis komoditas pertanian yang dapat dikembangkan serta menentukan titik-titik pembangunan struktur fasilitas pelengkap agrowisata. Hal ini akan diuraikan dalam sub bab analisis.

Tanah dan Hidrologi

Tapak di Tamansari mendapat curah hujan melimpah setiap tahunnya dan tidak mengalami kekeringan di musim kemarau. Selain itu, daerah tangkapan air pada tapak masih relatif banyak. Ketersediaan air juga ditunjang oleh keberadaan pipa saluran air yang berada di beberapa titik. Sumber air berasal dari anak Sungai Cisadane di sebelah timur tapak. Kondisi drainase tapak cukup baik namun pada titik-titik tertentu sering timbul genangan pada waktu hujan. Hal ini mengakibatkan tanah menjadi licin dan cukup berbahaya. Berdasarkan peta hidrogeologi Dinas Tata Ruang & Pertanahan Kabupaten Bogor, kondisi hidrogeologi tapak berada pada zona akuifer produktif setempat.

Jenis tanah pembentuk di Desa Tamansari adalah latosol cokelat dan regosol (Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, 2014). Menurut Darmawijaya (1980), tanah latosol memiliki kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik. Peta jenis tanah tapak agrowisata Tamansari dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Jenis Tanah Tapak Agrowisata Tamansari

(31)

Pada proses desain lanskap agrowisata, terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan. Dua aspek tersebut adalah tanah sebagai media tumbuh tanaman dan tanah sebagai dasar bagi pembangunan struktur bangunan. Hal ini akan dibahas selanjutnya pada tahapan analisis.

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi yang ada pada tapak sebagian besar merupakan tanaman pertanian, antara lain palawija (singkong dan jagung), sayuran (leunca, cabai, dan tomat), dan buah-buahan (pisang, mangga, dan jeruk). Selain itu terdapat tanaman perkebunan seperti lamtoro, pulai, dan lain sebagainya. Jenis vegetasi yang terdapat di lokasi tapak dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Selain vegetasi, berdasarkan pengamatan singkat, satwa yang terdapat di tapak adalah burung gereja, kupu-kupu, dan berbagai jenis serangga.

Tabel 4 Jenis Pohon di Tapak Agrowisata Tamansari

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

1 Albizia falcata Sengon

2 Citrus sp. Jeruk

3 Leucaena leucocephala Lamtoro

4 Mangifera indica Mangga

5 Manihot utilissima Singkong

(32)

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

7 Albizia falcata Pulai

Tabel 5 Jenis Semak di Tapak Agrowisata Tamansari

No Gambar Nama Latin Nama Lokal

1 Capsicum annum Cabai

2 Cordyline sp. Hanjuang merah

3 Dracaena sp. Drasena

4 Hydrangea sp. Hydrangea

5 Solanum lycopersicum Tomat

6 Solanum nigrum Leunca

Sumber gambar: Google.com

Visual

(33)
(34)

Aspek Sosial dan Budaya

Agroekosistem Budaya Sunda

Sejak masa lampau, orang Sunda sudah bertani secara berpindah-pindah di lahan hutan pegunungan (de Haan dalam Adiwilaga, 1975). Para peladang biasanya menggunakan petunjuk indikator di alam. Pada masa silam, sistem pertanian yang utama di Jawa Barat adalah sistem ladang atau huma (Adiwilaga, 1975). Setelah itu, masyarakat Sunda mulai mengenal agroekosistem sawah dari Jawa Tengah sekitar tahun 1750. Agroekosistem yang dapat ditemukan pada tapak adalah agroekosistem ladang/huma dan kebun campuran. Agroekosistem tapak sesuai dengan topografi tapak yang berbukit-bukit.

Secara khusus, sistem pertanian non-sawah, seperti huma, kebun-talun, dan pekarangan sering disebut agroforestri tradisional. Hal ini disebabkan karena pada sistem pertanian tersebut biasanya ditanami oleh beragam jenis tanaman campuran semusim dan tahunan. Akibatnya, struktur vegetasi pada sistem pertanian tersebut menyerupai hutan alam, tetapi memiliki fungsi sosial, ekonomi, dan budaya yang penting bagi pemiliknya (Soemarwoto, 1981).

Budaya Sunda Setempat

Pada umumnya, Budaya Sunda di Desa Tamansari tidak jelas terlihat. Warga desa sudah beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan desa yang lebih modern. Selain itu, menurut pengurus kantor Desa Tamansari, desa tersebut memang belum melestarikan kebudayaan yang ada, tetapi lebih menggali potensi wisata alam sehingga, Desa Tamansari dikembangkan menjadi desa wisata.

Namun, secara geografis, Budaya Sunda setempat sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan Kasepuhan di daerah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Warga Kasepuhan merupakan masyarakat Sunda yang masih memegang teguh adat dan budaya Sunda.

Aspek Wisata

Agrowisata

Saat ini, tidak ada aktivitas wisata di lokasi penelitian, tetapi dapat ditemukan aktivitas pertanian warga yang memiliki lahan pertanian. Pada beberapa area ditanami singkong, tomat, cabai, terung, jeruk, dan lain sebagainya. Warga yang mengolah lahan tersebut tidak menetap di lokasi penelitian, tetapi tinggal di permukiman di sekitarnya.

(35)

Atraksi

Atraksi wisata adalah salah satu elemen dari produk wisata yang menarik pengunjung dan menentukan pilihan untuk mengunjungi suatu tempat daripada tempat lainnya (Medlik, 1993). Menurut Undang-undang No. 9/1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata, terdiri atas:

1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, flora, dan fauna.

2. Objek daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, agrowisata, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan komplek hiburan.

Objek dan atraksi wisata di lokasi penelitian meliputi aktivitas pertanian, mulai dari mengolah lahan, menanam, dan memanen hasil pertanian. Selain itu, pemandangan Gunung Salak menjadi salah satu potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Atraksi wisata dan objek wisata yang ada pada tapak dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Objek dan Atraksi Wisata di Tapak

Sumber: Dokumentasi pribadi

Pelayanan

Sarana dan prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum memadai untuk aktivitas wisata. Sarana dan prasana yang tersedia adalah saluran air untuk pengairan, rumah pengelola, lapangan parkir, penampung air, dan akses jalan setapak menuju area yang diolah menjadi ladang. Sementara itu, pada area lainnya akses masih berupa semak belukar. Saluran air dan tipikal jalan di dalam lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 13 dan 14.

Gambar 13 Saluran Air

(36)

Gambar 14 Jalan Setapak

Sumber: Dokumentasi pribadi

Penampung air yang terdapat pada tapak berupa bak retensi air, dan biasa digunakan sebagai penyalur air untuk pertanian. Lapangan parkir terletak dekat dengan rumah pengelola tapak. Lapangan parkir terhubung dengan jalan lingkungan yang terletak di dekat permukiman penduduk. Penampung air dan lapangan parkir dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Penampung Air dan Lapangan Parkir

Sumber: Dokumentasi pribadi

Transportasi

Desa Tamansari memiliki cukup banyak objek wisata, sehingga tapak cukup sering dilewati moda transportasi. Tapak agrowisata Tamansari dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor (mobil dan motor) baik umum maupun pribadi. Akan tetapi, kendaraan umum yang menuju lokasi saat ini masih terbatas. Sebagian besar dari pengunjung wisata di Tamansari menyewa bus dan mobil untuk menuju ke lokasi wisata karena lebih nyaman dan terjamin.

Informasi dan Promosi

Saat ini, belum ada informasi dan promosi terkait dengan lokasi tapak karena belum dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Akan tetapi, promosi mengenai Desa Tamansari sebagai Desa Wisata sudah dilakukan oleh pengurus desa melalui pembuatan peta objek-objek wisata yang diletakkan di kantor desa. Selain itu, sepanjang jalan terdapat beberapa papan petunjuk tempat wisata.

Aspek Legal

Kebijakan Pariwisata

(37)

Tamansari memang diarahkan untuk menjadi desa wisata. Wisata yang sedang dikembangkan adalah wisata alam, antara lain Curug Nangka, Eko Wisata Sukamantri, Gunung Salak Endah, dan wisata religi, yaitu Pura Parahyangan Agung Jagatkartta. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, pengembangan kawasan sebagai agrowisata mendukung Desa Tamansari sebagai desa wisata. memudahkan pengunjung menjangkau kawasan wisata. Ketersediaan transportasi menjadi salah satu komponen penawaran wisata yang perlu diperhatikan. Sirkulasi di dalam tapak juga sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lanskap yang ada sehingga aspek ekologis tapak tetap terjaga.

Jarak dari jalan utama (Jalan Raya Ciapus) menuju tapak sangat dekat yaitu ±10 m. Akses menuju tapak cukup mudah, jalan utama sudah diaspal dengan lebar jalan 7 m dengan akses menuju tapak dengan lebar 6.72 m. Menurut standar yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (2009) lebar kendaraan mobil yaitu 2.1 m dan bus 2.4 m, sehingga untuk jalan dua lajur minimal ± 7 m. Artinya jalan utama sudah sesuai dengan standar. Sementara itu, sirkulasi di dalam tapak masih berupa jalan setapak dengan lebar ± 0.6 m dan ± 2.7 m. Sehingga, perlu pembuatan jalur sirkulasi yang lebih memadai untuk wisata. Analisis kondisi tapak secara umum pada Gambar 16 dan analisis sirkulasi pada Gambar 18.

Iklim

Berdasarkan data iklim yang diperoleh pada tahun 2013, diperoleh rata-rata suhu sebesar 26.3 oC dan kelembapan relatif (RH) 83.8%. Data tersebut diolah menggunakan rumus THI (Thermal Humidity Index) untuk mengetahui indeks kenyamanan manusia di lokasi agrowisata. THI manusia yang tinggal di negara tropis berkisar antara 21-27. Perhitungan THI dijabarkan sebagai berikut,

Thermal Humidity Index (THI) = 0,8 T + ((RH T)/500)

(38)
(39)

Selain itu, kondisi iklim suatu area juga penting untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat tumbuh di lokasi agrowisata. Kondisi iklim Tamansari yang masuk kategori tropis basah tipe A memiliki karakteristik tanaman hutan hujan tropis. Menurut klasifikasi iklim Yunghunh, pembagian iklim didasarkan pada ketinggian suatu tempat. Pada rentang ketinggian tertentu terdapat klasifikasi komoditas pertanian yang dapat dikembangkan. Klasifikasi iklim Yunghunh dapat dilihat pada Gambar 17.

Berdasarkan klasifikasi iklim Yunghunh, tapak berada pada ketinggian di atas 600 mdpl sehingga termasuk daerah sedang. Jenis vegetasi yang dapat tumbuh antara lain tembakau, kopi, dan coklat.

Gambar 17 Klasifikasi Iklim Yunghunh

Sumber: Wikipedia.org

Topografi dan Kemiringan

Kelerengan pada tapak beragam, mulai dari landai hingga curam. Sebagian besar area berada pada kemiringan 8-15 % atau landai. Peta kemiringan tapak dapat dilihat pada Gambar 10. Klasifikasi kelas lereng pada suatu tapak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Klasifikasi Kelas Lereng

Kelas Lereng Kelerengan Keterangan

1 0 – 8 % Datar

2 8 – 15 % Landai

3 15 – 25 % Agak Curam

4 25 – 45 % Curam

5 45 % atau lebih)* Sangat Curam

Sumber: Keppres No. 32/1990

(40)

Tabel 7 Luas Setiap Kelas Lereng

Kelerengan Keterangan Luas (Ha)

0 – 8% Datar 3.11

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, 2013

Kelerengan datar memiliki luas 3.11 Ha, kelerengan landai sebesar 13.51 Ha dan agak curam 10.55 Ha. Pemanfaatan untuk wisata sebagian besar pada area dengan kelerengan datar sampai landai yang akan dikembangkan menjadi lahan pertanian. Tanaman yang dipilih sesuai dengan klasifikasi berdasarkan iklim dan potensi pertanian pada tapak. Peta analisis kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 19.

Tanah dan Hidrologi

Jenis tanah pada tapak terdiri atas tanah regosol dan latosol cokelat regosol. Menurut Hardjowigeno (1992) tanah regosol merupakan tanah yang belum mengalami perkembangan sempurna. Tanah regosol kurang menguntungkan bagi tanaman karena miskin bahan organik. Namun, tanah regosol masih dapat ditanami dengan tembakau, palawija, dan buah-buahan yang tidak memerlukan banyak air.

Tanah latosol cokelat memiliki sifat fisik yang baik, tetapi sifat kimianya kurang baik. Tanah ini relatif subur karena memiliki cukup bahan organik sehingga tanah latosol sering disebut tanah kebun. Tanaman yang cocok untuk ditanam pada tanah latosol antara lain palawija, karet, kelapa sawit, cengkeh, lada, kopi, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Kondisi hidrologi pada tapak sudah cukup baik, tetapi pengembangan tapak menjadi kawasan agrowisata memerlukan ketersediaan air yang memadai dan tidak mengganggu keseimbangan di sekitarnya. Oleh karena itu, pembuatan

reservoir air diperlukan. Selain itu, reservoir air buatan dapat menjadi salah satu objek wisata pada tapak. Analisis tanah dan hidrologi dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.

Vegetasi dan Satwa

(41)

yang akan dikembangkan di tapak adalah singkong, jagung, pisang, cabai, tomat, terung, dan kangkung.

Keberadaan satwa seperti burung dan serangga pada tapak dapat menambah keragaman hayati pada tapak. Potensi perikanan pada tapak masih dapat dikembangkan sesuai dengan rencana reservoir sebagai sumber irigasi di tapak.

Tabel 8 Produksi Komoditas Pertanian Desa Tamansari Tahun 2012

No. Komoditas Luas Panen

(ha) Hasil/ha (ton/ha) Produksi (ton)

1 Padi sawah 22 6.30 139

Sumber: Kecamatan Tamansari dalam Angka, 2013

Tabel 9 Produksi Komoditas Buah Desa Tamansari Tahun 2012

No. Komoditas Produksi (kg)

1 Jeruk siam 500

(42)
(43)
(44)
(45)
(46)

Visual

Arah pandang menuju Gunung Salak dapat dikembangkan sebagai salah satu vista. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan dengan melengkapi fasilitas pada spot-spot yang sesuai untuk aktivitas sightseeing. Penataan lanskap di dalam tapak juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas visual dari kondisi awal. Pada beberapa area memiliki bad view, yaitu tumpukan sampah pada beberapa spot, saluran air yang terbuka, dan lain-lain. Oleh karena itu, penataan visual juga perlu dilakukan untuk memaksimalkan good view dan mengurangi bad view. Analisis visual pada tapak dapat dilihat pada Gambar 22.

Aspek Sosial dan Budaya

Agroekosistem Budaya Sunda

Agroekosistem tapak yang berupa area berbukit-bukit sesuai dengan agroekosistem huma/ladang dan kebun campuran. Agroekosistem huma/ladang pertama kali ditemukan di budaya Sunda pada masa lampau. Pengembangan agrowisata lebih condong ke arah agroekosistem ladang.

Pengembangan agroekosistem budaya Sunda dilakukan dengan memperkuat keberadaan agroekosistem ladang pada tapak. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan keberadaan ladang yang sudah ada, menata area selain ladang menjadi kebun campuran yang mengunggulkan keragaman vegetasi terutama sayuran dan palawija.

Budaya Sunda Setempat

Budaya Sunda di Desa Tamansari sebagian besar dipengaruhi oleh keberadaan Kasepuhan di daerah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Warga Kasepuhan menjadi salah satu masyarakat yang masih memegang teguh adat dan budaya Sunda.

Adat istiadat yang masih dilakukan oleh warga Kasepuhan antara lain upacara seren taun, yaitu upacara adat yang dilakukan setelah panen sebagai puji syukur kepada Tuhan. Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh orang Sunda pada umumnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Selain itu, dalam budidaya pertanian, warga Kasepuhan juga masih menggunakan pupuk organik dan mengumpulkan hasil panen dalam satu ruang yang dapat digunakan untuk kepentingan bersama. Aktivitas budaya lainnya yaitu berupa tari-tarian yang dapat menjadi atraksi wisata berupa pertunjukan.

Aspek Wisata

Agrowisata

(47)
(48)

Tabel 10 Penilaian Kelayakan Kawasan Agrowisata di Tamansari

No. Kriteria Nilai

1

Obyek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 20%): Ketersediaan

ragam serta keindahan areal pertanian (sawah, perkebunan, kolam) • Beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan

pemandangan pertanian sekitarnya 4

• Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan

pemandangan sekitarnya 3

• Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian tetapi kurang

keindahan pemandangan sekitarnya 2

• Kurang beragam dan tak indah 1

2

Obyek dan Atraksi Alami (Bobot 15%): Keindahan pemandangan alami (ekosistem, topografi, tanaman langka, satwa liar, air terjun)

dan iklim (tropikal, udara yang bersih, & suhu yang nyaman) • Beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami 4 • Cukup beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan

alami 3

• Beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan

buatan (rekayasa) 2

• Kurang obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan buatan

(rekayasa) 1

3

Akses (Bobot 10%) : Kemudahan untuk pencapaian lokasi,

ketersediaan jalan

• Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik, kendaraan

umum beragam, kondisi baik 4

• Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas 3 • Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum 2

• Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum 1

4

Letak Dari Jalan Utama (Bobot 10%): Kedekatan dengan jalur

jalan utama wilayah

Sarana Wisata (Bobot 10%): Utilitas, sarana kesehatan, air bersih ,

fasilitas makan dan penginapan

• Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawat 4

• Ada beberapa, cukup terawat 3

• Ada beberapa, kurang terawat 2

• Tidak tersedia 1

Sumber: Smith (1989), modifikasi

(49)

∑ ∑

= (4)(20%)+(3)(15%)+(3)(10%)+(4)(10%)+(1)(10%)

= 0.8 + 0.45 + 0.3 + 0.4 + 0.1 = 2.05

Keterangan : KKA = Kelayakan Kawasan Agrowisata Sij = kriteria agrowisata tiap kawasan Aij = bobot kriteria agrowisata

Range = 0.65-1.3 tidak sesuai 1.3-1.95 cukup sesuai 1.95-2.6 sesuai

Skor kelayakan kawasan agrowisata (KKA) di Tamansari sebesar 2.05 masuk ke dalam rentang 1.95-2.6. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut sesuai untuk dijadikan kawasan agrowisata.

Atraksi

Gunn (1994) menyatakan bahwa atraksi wisata merupakan komponen paling penting dalam ketersedian wisata karena atraksi menghasilkan dua fungsi penting. Pertama, atraksi wisata menjadi daya tarik bagi seseorang untuk bepergian. Kedua, atraksi wisata memberikan kepuasan pada pengunjung yang telah melakukan wisata.

Meskipun suatu tapak memiliki banyak fitur yang menarik, fitur tersebut dapat disebut atraksi wisata jika sudah siap menerima pengunjung (Gunn, 1994). Oleh karena itu, keberadaan aktivitas pertanian di tapak tetap memerlukan pengembangan sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap pengunjung. Pengembangan tersebut juga erat kaitannya dengan keberadaan pelayanan pengunjung di tempat wisata. Sehingga, lima komponen penawaran wisata (Gunn, 1994) yang terdiri atas atraksi, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi saling berkaitan satu sama lain. Aktivitas pertanian seperti menanam, memetik buah, memelihara ternak, dan lain sebagainya, perlu ditata secara fungsional dan estetis.

Kecenderungan aktivitas yang ingin dilakukan di kawasan agrowisata diperoleh melalui kuisioner. Aktivitas pertanian digolongkan kedalam tiga tahapan dari budidaya pertanian. Tiga tahapan tersebut yaitu tahap persiapan, pemeliharan, dan pemanenan. Tahap persiapan mencakup menyemai benih, mengolah tanah, dan menyiapkan kandang. Tahap pemeliharaan meliputi menyiangi gulma, memberi makan ternak/ikan, memupuk dan menyiram komoditas pertanian. Tahap pemanenan meliputi memetik buah, memanen padi, mengambil telur, dan memerah susu. Kecenderungan aktivitas dapat dilihat pada Gambar 23.

(50)

Gambar 23 Kecenderungan Aktivitas di Kawasan Agrowisata

Pelayanan

Gunn (1994) menjelaskan pelayanan wisata mencakup akomodasi, ketersediaan makanan, transportasi, agen perjalanan, dan lain sebagainya. Pelayanan wisata memberikan dampak ekonomi terbesar dari suatu wisata. Namun, pelayanan di dalam suatu wisata berhubungan erat dengan keberadaan sarana dan prasarana yang ada. Sehingga, sarana dan prasarana menjadi salah satu pertimbangan dalam komponen penawaran wisata.

Sarana dan prasarana yang baik dapat meningkatkan kepuasan pengunjung kawasan wisata. Sebaliknya, jika sarana dan prasarana kurang memadai, meskipun objek wisata yang ditawarkan sangat menarik dapat menurunkan kepuasan pengunjung.

Sarana dan prasarana pada suatu kawasan wisata tergantung pada objek dan atraksi apa yang ingin dihadirkan. Sarana dan prasarana umum yang harus dimiliki suatu kawasan wisata antara lain akses yang baik, area parkir, toilet dan mushola, penginapan, pusat informasi, kantor pengelola, dan lain sebagainya. Penataan fasilitas pada tapak belum tertata dengan baik sehingga perlu adanya relokasi dan penyesuaian lainnya.

Transportasi

Transportasi menjadi salah satu komponen penting dalam sistem wisata (Gunn, 1994). Transportasi menjadi penghubung antara pengunjung dan kawasan wisata. Oleh karena itu, dalam merencanakan suatu wisata perlu mempertimbangkan moda transportasi untuk mengurangi friksi.

Moda transportasi umum yang tersedia menuju agrowisata Tamansari masih terbatas, yaitu angkutan umum dan ojek. Namun, Desa Tamansari yang dikenal memiliki cukup banyak objek wisata, moda transportasi umum selalu tersedia setiap hari. Pengembangan moda transportasi belum diperlukan dimasa yang akan datang. Namun, pengembangan akses jalan menuju agrowisata Tamansari harus lebih dulu disiapkan.

Transportasi yang dapat dikembangkan di dalam agrowisata berupa kendaraan wisata yang disediakan oleh pengelola untuk memperkecil risiko kemacetan di dalam tapak jika menggunakan kendaraan pribadi. Kendaraan

24,00%

34,62%

41,03% Persiapan

Pemeliharaan

(51)

wisata juga dapat lebih mengakomodasi pengunjung wisata yang tidak membawa kendaraan umum. Referensi kendaraan wisata dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24 Referensi Kendaraan Wisata

Sumber: Google.com

Informasi dan Promosi

Informasi yang dimaksud adalah informasi bagi pengunjung wisata. Informasi berbeda dengan promosi. Menurut Gunn (1994), promosi ditujukan untuk mengiklankan wisata, sementara informasi ditujukan untuk menginformasikan wisata melalui peta, buku panduan, brosur, jadwal perjalanan, dan lain-lain. Sampai saat ini belum ada informasi mengenai agrowisata Tamansari, sehingga perlu penyusunan informasi agrowisata di Desa Tamansari secara terpadu. Referensi Informasi dan Promosi pada Gambar 25.

Sebagian besar promosi merupakan program wisata. Promosi untuk wisata biasanya terbagi menjadi empat aktivitas: periklanan (berbayar), publikasi (tak berbayar), hubungan masyarakat, dan insentif (hadiah dan diskon) (Gunn, 1994). Seluruh rencana promosi harus terkait dengan rencana komponen wisata lainnya. Promosi wisata dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dari tingkat desa sampai kota/kabupaten. Praktik promosi dapat dilakukan setelah atraksi, pelayanan, transportasi, dan informasi selesai dikembangkan.

Gambar 25 Referensi Informasi dan Promosi

(52)

Aspek Legal

Kebijakan Pariwisata

Kebijakan pariwisata di Tamansari sudah diatur dalam Perda Nomor 3/2013 tentang Kepariwisataan, didalamnya telah memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan wisata. Pada Bab V pasal 11 mengenai Kawasan Strategis, penetapan kawasan strategis wisata harus memperhatikan beberapa aspek yaitu;

a. sumberdaya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata,

b. potensi pasar,

c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah,

d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,

e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya,

f. kesiapan dan dukungan masyarakat, dan g. kekhususan dari wilayah.

Pada Perda tersebut, poin penting dalam penyelenggaraan pariwisata yaitu penyelenggaraan wisata dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat. Desain lanskap agrowisata juga memperhatikan kondisi lanskap yang sudah ada terutama topografi kawasan.

Daya Dukung

Daya dukung fasilitas dihitung untuk mengetahui perkiraan jumlah maksimal satuan (orang/unit) yang dapat ditampung dalam setiap fasilitas yang ada di kawasan wisata. Daya dukung fasilitas dapat dihitung dengan membagi luas (m2) masing-masing fasilitas dengan standar kebutuhan ruang (m2/satuan unit). Daya dukung fasilitas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Daya Dukung Fasilitas di Agrowisata Tamansari

(53)

Fasilitas

Sumber: Harris & Dines (1998); Chiara & Koppelman (1997); Gold (1980) dalam Akbar (2014)

Sintesis

Berdasarkan analisis pada setiap aspek, diperoleh area yang dapat dimanfaatkan pada tapak untuk berbagai komoditas pertanian yang sesuai. Komoditas pertanian yang cocok dikembangkan pada tapak yaitu tanaman sayuran dan palawija, sehingga agroekosistem yang akan dikembangkan ada ladang/huma dan kebun campuran sebagai pendukung.

Kondisi tapak yang cukup banyak ditumbuhi pohon menjadi faktor pembatas pengembangan agrowisata. Pada area yang dipadati pepohonan, pengembangan yang dapat dilakukan terbatas dan tidak banyak mengubah kondisi yang ada. Pengembangan yanng dapat dilakukan pada area tersebut dapat berupa penambahan jalur trekking yang ekologis, dan spot sightseeing.

Sintesis menghasilkan empat area yang dapat dikembangkan sebagai wisata, baik wisata utama (agrowisata) dan wisata pendukung, yaitu:

1. Area sesuai untuk aktivitas wisata, yaitu area yang dapat dikembangkan menjadi area wisata utama yaitu objek dan atraksi pertanian.

2. Area cukup sesuai untuk aktivitas wisata, yaitu area yang dapat dikembangkan menjadi area wisata namun sifatnya mendukung wisata utama sebagai pelengkap dari objek dan atraksi pertanian.

3. Area kurang sesuai untuk aktivitas wisata, yaitu area yang dapat dikembangkan menjadi area wisata namun memiliki sebaran vegetasi yang cukup rapat sehingga penebangan pohon akan sulit dihindari.

(54)
(55)

Konsep

Konsep Dasar

Budaya Sunda dan budidaya pertanian terkait erat satu sama lain. Oleh karena itu, perlu suatu media untuk menggabungkan Budaya Sunda dan budidaya pertanian kedalam satu wadah, salah satunya agrowisata. Desain lanskap agrowisata Tamansari menerapkan kearifan lokal budaya Sunda dalam memanfaatkan alam dan budidaya pertanian untuk memperoleh keseimbangan (mandala). Kearifan lokal diterapkan dalam memilih vegetasi yang sesuai dengan kondisi biofisik setempat, menggunakan material alami dalam membangun fasilitas, dan lain sebagainya.

Sasaran utama dari agrowisata Tamansari adalah anak-anak dan remaja sehingga konsep dasar agrowisata Tamansari yang ingin diangkat adalah konsep

reality games. Di dalam reality games agrowisata Tamansari, pengunjung wisata harus menyelesaikan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian. Pengunjung wisata mengelola lahan pertanian bersama petani lokal dan mengenal seni dan budaya Sunda.

Pengunjung wisata dapat memilih berbagai program yang ditawarkan. Setiap program terdiri atas tantangan berupa aktivitas pertanian yang dapat dipilih sesuai dengan keinginan. Pengunjung wisata yang menyelesaikan tantangan akan diberi poin yang dapat ditukarkan dengan makanan, minuman, dan benda-benda menarik yang tersedia di dalam kawasan agrowisata.

Tantangan yang diberikan beragam sesuai dengan kalender tanam, dari tugas yang ringan sampai berat, antara lain mengolah lahan, menanam, menyemai benih, memetik hasil pertanian, menyadap pohon karet, dan lain sebagainya. Saat berwisata, pengunjung juga didampingi oleh petani lokal. Sistem dari konsep agrowisata Tamansari diuraikan lebih lanjut pada subbab Konsep Agrowisata.

Konsep Desain

Konsep desain lanskap agrowisata tidak lepas dari kearifan lokal Budaya Sunda itu sendiri. Salah satu filosofi yang terdapat di Budaya Sunda adalah opat kalima pancer.Opat kalima pancer akan diterapkan dalam konsep desain lanskap agrowisata. Opat kalima pancer menggambarkan empat arah mata angin semesta, sebagai dasar pembentukan mandala. Menurut Sumardjo (2003), kebudayaan primordial termasuk Budaya Sunda mengenal antagonisme semesta, yaitu ada atas-bawah, kanan-kiri, luar-dalam, dan sebagainya. Persilangan dari setiap hal yang berlawanan menghasilkan keseimbangan. Keseimbangan tersebut dalam Budaya Sunda dikenal dengan mandala. Mandala adalah ruang kosmis, keteraturan, tata tertib, harmoni, yang dilepaskan dari chaos yang tidak memiliki struktur (Sumardjo, 2003). Sementara itu, menurut harfiah mandala berarti lingkaran, arti lengkapnya lingkaran dalam bujur sangkar atau bujur sangkar dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang.

(56)

lanskap agrowisata Tamansari mentransformasikan bentuk bujur sangkar dan lingkaran ke dalam tapak.

Selain itu, penerapan konsep desain tersebut mengikuti prinsip desain yang dikemukakan Vandyke (1980) yaitu unity (harmoni), balance (skala, proporsi),

dan emphasize. Desain lanskap agrowisata menekankan pada keseimbangan dan kesatuan dengan alam sehingga yang terwujud adalah keseimbangan asimetris.

Penataan fasilitas yang berupa struktur bangunan mempertimbangkan kondisi lanskap yang ada. Material yang dipilih adalah material alami yang sering digunakan oleh masyarakat Sunda seperti batu, bambu, ijuk, kayu, dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Penekanan dilakukan pada aspek objek dan atraksi wisata. Suasana yang ingin diciptakan adalah suasana alami yang kental dengan etnik Sunda.

Gambar 27 Diagram Konsep Desain

Bentuk lingkaran diterapkan pada pola sirkulasi agar terkesan dinamis dan mengalir sedangkan bentuk bujur sangkar akan lebih banyak diterapkan pada elemen hardscape dan elemen pendukung wisata seperti bangku, tempat sampah, lampu, dan sebagainya. Pada elemen softscape, bentuk lingkaran dan bujur sangkar dapat diterapkan pada pola desain penanaman.

Pengembangan Konsep

Konsep Ruang

(57)

terbatas yaitu area dengan vegetasi yang cukup rapat sehingga kurang memungkinkan untuk pengembangan aspek wisata tanpa menebang pohon. Area pemanfaatan wisata yaitu area yang berpotensi dimanfaatkan sebagai area wisata. Area pelayanan wisata adalah area yang dapat dimanfaatkan sebagai area pendukung aktivitas wisata.

Tabel 12 Luas dan Persentase Setiap Area

No Area Luas (Ha) Persentase (%)

1 Area pemanfaatan wisata terbatas 12.19 42.36

2 Area pemanfaatan wisata 12.05 41.87

3 Area pelayanan wisata 4.54 15.77

Total 28.78 100.00

Berdasarkan pembagian ruang tersebut, diperoleh luas dan persentase dari setiap area yang dapat dilihat pada Tabel 12. Kemudian, masing-masing area disesuaikan dengan konsep aktivitas wisata. Hal ini bertujuan untuk mengetahui fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang aktivitas wisata. Konsep ruang dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar

Diagram alir dari pemikiran desain agrowisata berbasis kearifan lokal Suku  Sunda disajikan pada Gambar 1 di bawah ini,
Gambar 2  Contoh agrowisata
Gambar 3  Upacara Adat Seren Taun
Gambar 5  Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengikuti alur perencanaan tersebut maka akan didapatkan model dan konsep wisata budaya dengan fungsi konservasi sehingga kearifan lokal Kampung Naga dapat

Akan tetapi, untuk mewujudkan kawasan ini menjadi objek wisata budaya diperlukan pengelolaan yang baik pula dari segi kebersihan. Salah satu hal yang perlu

Setelah dilakukan bahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan agrowisata atau Desa Wisata Kebon Agung berdampak terhadap munculnya industri rumah tangga

Potensi lokalistik yang ada di kawasan permukiman Hu`u merupakan sebuah khasanah baru yang sudah seharusnya diteliti dan dituangkan dalam bentuk konsep tertulis, sehingga

Setelah dilakukan bahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan agrowisata atau Desa Wisata Kebon Agung berdampak terhadap munculnya industri rumah tangga