• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Pengertian Lanskap Arsitektur Lanskap Agrowisata Pengertian Agrowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Pengertian Lanskap Arsitektur Lanskap Agrowisata Pengertian Agrowisata"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Lanskap

Pengertian Lanskap

Menurut Rachman (1984) dalam lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi ini dengan segala kehidupan dan apa saja yang ada didalamnya, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh segenap indera kita dapat menjangkau dan membayangkan.

Arsitektur Lanskap

Pada hakikatnya Arsitektur Lanskap adalah ilmu dan seni perencanaan (planning) dan perancangan (design) serta pengaturan daripada lahan, penyusunan elemen-elemen alami dan buatan melalui aplikasi ilmu pengetahuan dan budaya, dengan memperhatikan keseimbangan kebutuhan pelayanan dan pemeliharaan sumber daya, hingga pada akhirnya dapat tersajikan suatu lingkungan yang fungsional dan estetis (Hakim 2003).

Agrowisata

Pengertian Agrowisata

Agrotourism, agrowisata, wisata agro atau wisata pertanian merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian (Nurisjah 2001). Secara spesifik, wisata agro atau wisata pertanian adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian ini. Sajian yang diberikan pada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan pertanian yang panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas petani beserta teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan pertanian dimana wisatawan juga dapat mengikuti aktivitas ini, ketersediaan produk segar pertanian yang dapat

(2)

dinikmati wisatawan, nilai historik lokasi, arsitektur, atau kegiatan tertentu, budaya pertanian yang khas, dan kombinasi dari berbagai ciri tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) bersama Menteri Pariwisata No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK/050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari obyek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Tirtawinata 1996).

Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata

Ismaun (1990) mengungkapkan secara umum, lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan adalah: 1) wisata di daerah perkebunan, 2) wisata di daerah pertanian tanaman pangan, 3) wisata di daerah peternakan, dan 4) wisata di daerah perikanan.

Manfaat Agrowisata

Beberapa manfaat agrowisata menurut Titawinata (1996) antara lain: 1) meningkatkan konservasi lingkungan, 2) meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, 3) memberikan nilai rekreasi, 4) meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan 5) meningkatkan keuntungan ekonomi.

Aktivitas Agrowisata

Nurisjah (2001) berpendapat bahwa dalam aktivitas agrowisata ini wisatawan diajak berjalan-jalan untuk menikmati dan mengapresiasi kegiatan pertanian dan kekhasan serta keindahan alam binaannya sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan melestarikan alam semakin meningkat. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani yang berada dalam kawasan wisata agro, dapat menjadi obyek atau bagian dari sistem pertanian yang ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak sebagai pemilik atau pengelola kawasan wisata ini. Sarana dan Prasarana Penunjang Agrowisata

Tirtawinata (1996) menjelaskan bahwa agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya. Fasilitas pelayanan

(3)

didirikan di lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Dalam hal penyediaan fasilitas, hendaknya dilakukan dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan memanfaatkan semua obyek, baik prasarana, sarana, dan fasilitas lingkungan yang masih berfungsi baik dan melakukan perbaikan bila diperlukan. Langkah kedua yakni membangun prasarana, sarana, dan fasilitas yang masih dianggap kurang. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan ialah seperti berikut: a) jalan menuju lokasi, b) pintu gerbang, c) tempat parkir, d) pusat informasi, e) papan informasi, f) jalan dalam kawasan agrowisata, g) shelter, h) menara pandang, i) pesanggrahan/pondok wisata/guest house, j) sarana penelitian, k) toilet, l) tempat ibadah, m) tempat sampah.

Perencanaan Agrowisata

Berdasarkan Tirtawinata (1996) ada beberapa prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata yaitu: 1) sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada; 2) dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin; 3) mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya; 4) selaras dengan sumber daya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada; 5) perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Pengembangan Agrowisata

Upaya pengembangan agrowisata secara garis besar mencakup aspek pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, promosi, dukungan sarana dan kelembagaan (Deptan 2008). Menurut Nurisjah (2001), kawasan agrowisata dapat ditata dan dikembangkan dengan menggunakan lima konsep sebagai berikut: 1) mengakomodasi kepentingan dan keinginan serta kepuasan wisatawan, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan wilayah yang terkait dengan kegiatan agrowisata yang akan dikembangkan, 3) melestarikan budaya pertanian tradisional dan juga lingkungan alaminya, 4) diarahkan untuk suatu kegiatan rekonstruksi dan penataan suatu kawasan sebagai suatu aset budaya pertanian wilayah, dan 5) sebagai sarana introduksi dan pasar dari teknologi dan produk pertanian unggulan daerah.

(4)

Wilayah kawasan wisata agro awalnya adalah perdesaan karena secara tradisional merupakan daerah produksi pertanian, tetapi saat ini dapat berkembang kemana saja tergantung bentuk pertanian yang ditawarkan. Berdasarkan pendapat E.Salim pada Nurisjah (2001) untuk pengembangan wisata agro ini ada tiga hal yang harus diketahui dan diperhatikan yaitu: 1) wisata agro merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada keaslian agro-ekosistem; 2) dalam mengembangkan aktivitas wisata agro harus bersendi pada riset ilmiah; 3) wisata agro merupakan suatu pemandangan alamiah yang bertumpu pada bentuk lanskap regional. Selanjutnya ada dua azas yang harus diakomodasikan pada aktivitas dan pengembangannya, yaitu (1) azas manfaat, dalam arti penyelenggaraan program wisata agro dapat memberikan manfaat politik, ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan; (2) azas pelestarian dalam arti penyelenggaraan program wisata agro diarahkan berperan guna meningkatkan pelestarian plasma nutfah sebagai sumberdaya utama bagi kelestarian alam dan lingkungan.

Keberlanjutan (sustainability)

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam Laporan Brutland tahun 1987 dijelaskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa harus berkompromi dengan kemampuan generasi selanjutnya dalam memenuhi kebutuhannya. World Summit on Social Development tahun 1955 menjelaskan definisi pembangunan berkelanjutan adalah suatu kerangka kerja dalam upaya memperoleh kualitas hidup seluruh umat manusia yang lebih tinggi, dimana pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan alam saling ketergantungan sebagai komponen yang saling memperkuat satu sama lain.

Keberlanjutan merupakan upaya menyediakan keluaran atau hasil terbaik bagi manusia maupun lingkungan pada masa sekarang dan masa yang akan datang tanpa batas waktu yang ditentukan. Keberlanjutan berhubungan dengan kontinuitas dari aspek sosial, ekonomi, institusi dan lingkungan dalam masyarakat, demikian pula dengan lingkungan non-manusia. Keberlanjutan bertujuan membentuk peradaban dan kegiatan manusia, dimana setiap anggota masyarakatnya dapat memenuhi berbagai kebutuhannya dan menuangkan potensi

(5)

terbesarnya di masa sekarang sementara keragaman biota dan ekosistem alami terlindungi. Masyarakat yang berkelanjutan merencanakan dan bertindak agar mampu mencapai idealisme di atas dalam jangka panjang. Suatu keberlanjutan dapat dijelaskan dari sisi kualitatif secara deskriptif dan kuantitatif yang berwujud kenaikan secara eksponensial dari kehidupan seseorang atau organism dalam suatu sistem (Wikimedia Foundation 2010).

Lanskap berkelanjutan (sustainable landscape) menurut Nurisjah (2008) dimengerti sebagai suatu lanskap yang tidak hanya produktif, fungsional dan dapat dimanfaatkan oleh penggunanya di saat ini tetapi juga tetap dijaga produktifitas dan fungsinya sehingga terus dapat dimanfaatkan oleh para penggunanya pada masa yang akan datang. Rencana perubahan dan pemanfaatan yang dilakukan pada sumberdaya lanskap seharusnya tetap menjaga dan mempertahankan keberlangsungan produksi dan fungsi lanskap ini sehingga kesejahteraan yang potensial dimiliki oleh sumberdaya tersebut dapat tetap dimiliki dan dikendalikan. Untuk mendukung konsep keberlanjutan ini maka pada setiap rencana perubahan dan penataan lanskap, tidak hanya bentuk dan karakternya tetapi juga key factors dan key elements pembentuk lanskap tersebut (baik lanskap alami maupun binaan) perlu untuk diketahui sehingga keberlanjutannya secara fisik dan konsepsional dapat diwujudkan.

Pengembangan konsep keberlanjutan memiliki faktor kunci yang berpengaruh (Wikimedia Foundation 2010) sebagai berikut :

1. Hak kepemilikan dan partisipasi

2. Kapasitas pembangunan dan pelatihan (capacity building & training) 3. Kebijakan pemerintah

4. Keuangan

5. Pengelolaan dan kelembagaan

6. Kebudayaan, karakter sosial dan gender 7. Teknologi

8. Lingkungan

9. Faktor politik dan ekonomi eksternal

(6)

Damanik (2006) mengungkapkan konsep pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang. Kepuasan tersebut terwujud dalam bentuk pengalaman yang lengkap (total experience). Pariwisata hanya dapat berkelanjutan apabila komponen-komponen subsistem pariwisata, terutama pelaku pariwisata, mendasarkan kegiatannya pada pencarian hasil (keuntungan dan kepuasan) yang optimal dengan tetap menjaga agar semua produk dan jasa wisata yang digunakan tersebut lestari dan berkembang dengan baik.

Perencanaan

Perencanaan Lanskap

Perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan, termasuk kesehatannya (Nurisjah 2008). Tirtawinata (1996) mengatakan bahwa dalam perencanaan dikumpulkan sejumlah data-data yang berguna bagi persiapan dan pengembangan suatu kawasan agrowisata.

Perencanaan Kawasan Wisata

Menurut Nurisjah (2008) merencanakan suatu kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal atau jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan.

(7)

Wisata

Pengertian Wisata

Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan diluar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap (Nurisjah 2008).

Aktivitas Wisata

Nurisjah (2001) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aktvitas wisata adalah kegiatan berjalan-jalan ke luar dari ruang dan lingkup pekerjaannya sambil menikmati pemandangan atau hal-hal lain yang tidak terkait dengan pekerjaan yang dimiliki wisatawan.

Produk Wisata

Menurut Freyer (1993) dalam Damanik (2006) produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata.

Obyek dan Atraksi Wisata

Yoeti (1997) berpendapat bahwa atraksi wisata dibedakan dengan obyek wisata, karena obyek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Sedangkan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Selain itu, dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan obyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu.

Obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan (Wardiyanta 2006). Menurut Damanik (2006) atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Menurut Wardiyanta (2006) obyek wisata juga dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan masyarakat keseharian, tarian, karnaval, dan lain-lain. Obyek wisata bersifat statis, yakni penjualannya di tempat, tidak

(8)

bisa dibawa pergi. Oleh karena itu, supaya dapat menikmatinya, seseorang perlu aktif mendekatinya. Seringkali wisatawan harus melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya menuju ke lokasi obyek wisata untuk dapat menikmatinya.

Pelayanan atau Jasa Wisata

Jasa wisata tidak lain adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan (mengonsumsi) produk wisata. Jasa ini biasanya tidak tampak (intangible), bahkan seringkali tidak dirasakan. Ia merupakan akumulasi waktu, ruang dan personal yang memungkinkan wisatawan dapat menggunakan produk wisata. Menurut Burkart dan Medlik (1993), jasa wisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam atraksi, transport, akomodasi, dan hiburan (Damanik 2006).

Potensi Wisata

Menurut Damanik (2006) potensi wisata adalah semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan karena memiliki peluang unuk dijadikan sebagai daya tarik wisata. Semua potensi wisata masih tergolong embrio obyek dan daya tarik wisata. Setelah unsur-unsur aksesibilitas, amenitas, dan hospitality menyatu dengan potensi obyek tersebut maka ia merupakan produk wisata yang siap dikonsumsi oleh wisatawan.

Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

Inskeep (1994) dalam Damanik (2006) menjelaskan bahwa aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, baik dari darat, laut, maupun udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan.

Informasi dan Promosi Wisata

Menurut Yoeti (1997) informasi berfungsi untuk membantu pengunjung untuk memahami dan menikmati atraksi yang ditawarkan. Informasi perlu disediakan agar wisatawan dapat mengetahui segala sesuatu mengenai daerah wisata yang dikunjunginya. Promosi perlu dilakukan agar

(9)

mencapai sasaran seperti makin banyaknya wisatawan yang datang dan lebih banyak membelanjakan uangnya. Menurut Gazali (2009) dalam penyajian informasi pariwisata atau promosi pariwisata terdapat beberapa unsur dan penekanan yang dapat ditonjolkan diantaranya (1) informasi obyek dan daya tarik wisata termasuk sarana pendukung (2) Informasi kegiatan wisata (3) Informasi umum lainnya. Ketiga unsur ini disajikan dengan proporsi yang ideal dengan tetap mempertimbangkan keunggulan masing-masing unsur.

Pelaku wisata

Didalam pasar wisata banyak pelaku yang terlibat. Meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata. Damanik (2006) mengemukakan bahwa pelaku wisata terdiri dari :

1) Wisatawan

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. 2) Industri Pariwisata

Industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata.

3) Pendukung Jasa Wisata

Kelompok ini adalah usaha yang tidak secara khusus menawarkan produk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung pada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk tersebut.

4) Pemerintah

Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata.

5) Masyarakat Lokal

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.

(10)

Organisasi non-pemerintah yang melakukan aktivitasnya di kawasan wisata baik secara partikuler maupun bekerjasama dengan masyarakat.

Rekreasi

Pengertian Rekreasi

Menurut Seymor Gold (1980) yang dikutip oleh Ismaun (1990) kegiatan wisata pada hakekatnya merupakan kegiatan rekreasi, dimana kegiatan rekreasi ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu: 1) rekreasi fisik, 2) rekreasi sosial, 3) rekreasi kognitif, dan 4) rekreasi lingkungan alam. Bila dilihat dari klasifikasi kegiatan rekreasi di atas maka agrowisata merupakan gabungan dari beberapa kegiatan tadi, karena dapat bersifat rekreasi sosial, kognitif maupun lingkungan alam.

Nurisjah (2008) menyatakan rekreasi merupakan aktifitas penggunaan waktu luang yang menyenangkan, yang dapat dilakukan baik di dalam ataupun di luar ruangan. Rekreasi harus juga merupakan masa istirahat dan juga penyembuhan bagi seseorang sehingga pada kelanjutannya dapat kembali bekerja dengan lebih baik (re-creation).

Program dan Aktifitas Rekreasi

Program rekreasi di luar ruangan atau alam, umumnya, direncanakan untuk penciptaan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang mendukung tindakan dan aktifitas rekreasi manusia guna mendukung keinginan, kenyamanan, dan kepuasannya. Rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik (olah raga, berjalan-jalan) dan rekreasi psikis yang melibatkan pikiran, dan kenyamanan. Kategori aktifitas rekreasi ini antara lain mencakup aktifitas berjalan (hiking, bersepeda, menunggang kuda, berlayar), aktifitas sosial (olah raga, berkemah, piknik), aktifitas estetik/artistik (fotografi, melukis, melihat dan menikmati pemandangan), aktifitas yang bersifat petualangan (mendaki gunung, memanjat tebing, arung jeram, out bond), dan aktifitas untuk kelangsungan hidup (survival) seperti memancing dan berburu (Nurisjah 2008).

(11)

Perencanaan Kawasan Rekreasi

Menurut Nurisjah (2008) merencanakan suatu lanskap untuk kawasan rekreasi, terutama rekreasi luar ruang (out door recreation, rekreasi alam), adalah merencanakan suatu bentuk program rekreasi yang sesuai dan terbaik pada suatu sumberdaya lanskap yang tersedia (lanskap yang berbukit, pesisir, perkampungan, dll). Hal ini terutama untuk menjaga keindahan alami atau panoramik dan keunikan yang dimiliki oleh lanskap atau bentang alam tersebut serta juga untuk melindungi kelestarian ekosistemnya, terutama, bila direncanakan pada area dengan ekosistem yang peka, langka atau unik. Rekreasi direncanakan tidak hanya untuk berbagai bentuk aktifitas yang menyenangkan, tetapi juga untuk memperkaya, memperluas dan mengembangkan kemampuan seseorang untuk sesuatu yang baru dan yang lebih memuaskan. Aktifitas dan fasilitas yang direncanakan, selain untuk mengakomodasi perilaku dan keinginan positif pengunjung juga untuk menjaga kelestarian kawasan rekreasi.

Perdesaan

Pengertian Perdesaan

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, kawasan perdesaan didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Wikimedia Foundation 2010).

(12)

Potensi Desa

Menurut Sajogyo (1982) potensi desa merupakan kemampuan yang dapat diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Alam

b. Lingkungan hidup manusia c. Penduduk

d. Usaha-usaha manusia

e. Prasarana-prasarana yang telah dibuat Lanskap Perdesaan

Simonds (1983) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada lanskap perdesaan, yaitu: 1) Lahan tersedia luas; 2) Suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit, merupakan kualitas lanskap penting; 3) Pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam; 4) Corak lanskap mayor dapat dibentuk; 5) Karakter dan suasana lanskap alami dominan; 6) Tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat; 7) Lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi; 8) Struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap; 9) Lanskap perdesaan bersifat lembut, dari bayangan daun, warna langit dan bayangan awan; 10) Tapak perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan: pola jalur kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas-batas kepemilikan; 11) Indigenous materials dari tapak perdesaan (macam-macam batuan, kerikil hingga mineral) membentuk karakter lanskap, penggunaan material ini menciptakan keterkaitan dengan sumberdaya setempat.

Pertanian

Aktivitas pertanian

Aktivitas pertanian dalam hal ini adalah pertanian dalam arti yang luas, adalah semua aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan pemanenan energi matahari dari tingkat yang primitif (pemburu dan

(13)

pengumpul) sampai model pertanian yang efisien dan canggih (seperti kultur jaringan) antara lain adalah aktivitas pertanian lahan kering, sawah, lahan palawija, perkebunan, kehutanan, pekarangan, tegalan, ladang dan lain-lain. Aktivitas pertanian ini mencakup persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil, dan juga pasar hasil pertanian (Nurisjah 2001).

Pertanian Berkelanjutan

Menurut FAO (1989) dalam Sutanto (2001) pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilakukan sedemikan rupa sehingga menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang dimana diharapkan dari pembangunan sektor pertanian, perikanan dan peternakan mampu mengkonservasi tanah, air, tanaman, sumber genetik hewan, tidak merusak lingkungan dan secara sosial dapat diterima. Pertanian berkelanjutan mencakup hal-hal sebagai berikut (Reijntjes, et al. 1992 dalam Pujianto 2001): 1) mantap secara ekologi, yang berarti kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan; 2) bisa berlanjut secara ekonomi, yang berarti petani dapat menghasilkan segala sesuatu untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri; 3) adil, yang berarti sumber daya dan kekuasan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi; 4) manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai; 5) luwes, yang berarti masyarakat perdesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus (As-syakur 2009).

Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang berjudul Studi Potensi Agrowisata Berbasis Ecovillage di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dikaji oleh Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap yang lulus pada tahun 2007 bernama

(14)

Ario Adi Susanto. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa karakteristik lanskap Desa Sukaharja sesuai untuk kawasan agrowisata dengan memperhatikan daya dukung alam dan kearifan penduduk lokal dengan berpegang kepada ecovillage. Karakteristik Desa Sukaharja dikatakan sesuai karena daerah ini memiliki kawasan pertanian cukup luas, THI nyaman, iklim mikro yang sesuai dengan pertumbuhan komoditi produk tanaman hias dan letaknya di kaki gunung salak. Berdasarkan hasil penilaian keberlanjutan masyarakat yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya melalui aspek akologis, sosial dan spiritual, Desa Sukaharja menunjukkan awal yang baik kearah keberlanjutan. Nilai terendah terdapat pada aspek ekologis karena masyarakat belum menggunakan teknologi ramah lingkungan dan belum swasembada pangan. Desa Sukaharja memiliki potensi utama dalam pengembangan usaha tanaman hias/lanskap. Arah pengembangan Desa Sukaharja diupayakan sebagai kawasan pertanian khususnya klaster tanaman hias di Cijeruk bersama Desa Tamansari dan Tajurhalang. Susanto (2007) dalam penelitiannya menghasilkan rencana paket wisata berupa wisata eksplorasi dan rombongan (keluarga), disini pengunjung mengikuti aktivitas layaknya seorang petani dan menikmati keakraban dengan warga serta alam Sukaharja. Saran yang diajukan dalam hasil penelitian Susanto (2007) salah satunya ialah perlu adanya perhatian dan peningkatan kesadaran dari warga untuk peduli akan lingkungan serta penghentian konversi lahan untuk pembangunan villa (Susanto 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Ruang wisata budaya merupakan ruang yang berfungsi sebagai area yang dapat mengakomodasi keinginan dan kepentingan rekreatif dari wisatawan, sehingga kepuasan wisatawan akan

Konteks kepuasan kebutuhan pelanggan dapat dilakukan dengan konsep Quality Function Deployment (QFD) dimana konsep QFD dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang

Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu; 1) Kualitas produk, pelanggan

Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dan waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan

Mengacu pada kurangnya ruang terbuka yang minim di kota Manado, maka penulisan ini berisi konsep-konsep perancangan Kawasan Industri Peternakan berkonsep Agrowisata

Berdasarkan hal itu, sangat besar kemungkinan apabila kawasan agrowisata yang terdapat di Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta tersebut dapat dikembangkan

Secara spesifik Nurisjah (2001) menjelaskan agrowisata adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai

Definisi ini berdasarkan pada konsep inti: kebutuhan, keinginan dan permintaan; produk nilai, biaya dan kepuasan; pertukaran, transaksi, dan hubungan; pasar dan pemasaran serta pemasar