• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak.Konsumsi pakan terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan pokok dan pertumbuhan. Konsumsi pakan dapat dihitung dengan pengurangan jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang tersedia. Rataan konsumsi pakan perlakuan dapat dilihat pada tabel. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak (Parakkasi, 1995). Rataan konsumsi bahan kering pakan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering

Periode Sapi aceh ke Total Rataantn±SD

1 2 3 4

P0 5.05 4.24 3.75 3.38 16.43 4.11±0.72 P1 4.02 3.84 3.52 4.96 16.36 4.09±0.62 P2 3.44 4.49 4.35 3.68 15.97 3.99±0.53 P3 3.78 3.48 4.76 4.26 16.30 4.07±0.56

Berdasarkan tabel 6 rataan konsumsi pakan sapi Aceh pada perlakuan P0: 4.11 kg/ekor/hari; P1: 4.09 kg/ekor/hari; P2: 3.99 kg/ekor/hari; P3: 4.07 kg/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Pakan yang terolah secara fisik) sebesar 4.11 kg/ekor/hari dengan standart deviasi sebesar 0.72, sedangkan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P2(Pakan terolah secara amoniasi) sebesar 3.99 kg/ekor/hari dengan standart deviasi sebesar 0.53. Perbedaan konsumsi pakan P0,P1, P2, dan P3 terdapat perbedaan walaupun tidak signifikan. Sedangkan pada P terdapat pebedaan yang

signifikan. Hal ini disebabkan, pemberian perlakuan pakan yang diberikan pada sapi tidak sama, faktor pakan, umur ternak, lingkungan dan kesehatan ternak.

Secara statistik dapat diketahui bahwa penggunaan pelepah sawit sebagai pakan perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi pakan sapi Aceh.Sekalipun level penggunaan pelepah sawit dari keempat perlakuan berbeda tetapi tetap saja memberikan hasil yang sama terhadap konsumsi pakan Aceh. Kandungan nutrisi dari keempat pakan perlakuan yang dapat dikatakan sama, baik itu kadar protein kasar, energi metabolis maupun serat kasarnya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil dari konsumsi pakan sapi Aceh tidak berbeda nyata satu sama lain. Tingkat palatabilitas keempat pakan perlakuan inilah yang mempengaruhi ternak dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan. Sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi olehbeberapa hal diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisikesehatan ternak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) yang juga menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan.

Konsumsi Bahan Organik

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapatdiabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak, oleh karena itu apa yang disebutdengan bahan pakan adalah segala sesuatu yang memenuhi semuapersyaratan tersebut (Kamal, 1994), sedangkan Hartadi et al., (1997), yang menyatakan bahwa yang dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yangdimakan oleh hewan yang mengandung energi dan

pengurangan jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang tersedia. Rataan konsumsi pakan perlakuan dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Organik

Periode Sapi aceh ke Total Rataantn±SD

1 2 3 4

P0 4.47 3.81 3.55 3.12 14.96 3.74±0.56 P1 3.63 3.60 3.27 4.39 14.90 3.72±0.47 P2 3.20 3.93 3.96 3.53 14.63 3.65±0.36 P3 3.52 3.22 4.20 3.85 14.81 3.70±0.42

Berdasarkan tabel 7 rataan konsumsi bahan organik pakan sapi Aceh pada perlakuan P0: 3.74 kg/ekor/hari; P1: 3.72 kg/ekor/hari; P2: 3.65 kg/ekor/hari; P3: 3.70 kg/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P0

(Pakan yang terolah secara fisik) sebesar 4.11 kg/ekor/hari dengan standart deviasi sebesar 0.72, sedangkan rataan konsumsi bahan organik pakan terendah terdapat pada perlakuan P2(Pakan terolah secara amoniasi) sebesar 3.99 kg/ekor/hari dengan standart deviasi sebesar 0.53.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pelepah kelapa sawit terolah amoniasi dan fermentasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dalam konsumsi pakan (P > 0.05). Hasil tidak nyata disebabkan oleh faktor dari ternak yaitu umur tenak, bobot tubuh, bangsa, kesehatan ternak dan kondisi lingkungan.

Makanan yang berkualitas baik, tingkat konsumsinya lebih tinggi dibanding dengan makanan berkualitas rendah. Hal ini juga diutarakan oleh Tomazweska et al.,(1988) yang menyatakan bahwa kualitas pakan berpengaruh terhadap konsumsi akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan ternak. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Kartadisastra (1997) bahwa palatabilitas merupakan sifat performans bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik

dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa dan tekstur pakan.

Kecernaan Bahan Kering

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kecernaan bahan kering, maka dapat diperoleh data pengamatan sapi Aceh sebagai berikut :

Tabel 8. Rataan Kecernaan Bahan Kering

Periode Sapi aceh ke Total Rataantn±SD 1 2 3

P0 50.41 54.35 51.07 50.34 206.17 51.54±4.60B

P1 56.54 63.07 51.72 55.29 226.62 56.65±7.17A

P2 50.80 50.06 54.11 50.98 205.95 51.48±7.50B

P3 54.93 56.17 52.61 57.67 221.38 55.34±6.91A

Berdasarkan tabel 8 rataan koefisien kecernaan bahan kering sapi Aceh pada perlakuan P0:51.54%; P1: 56.65%; P2: 51.48%; P3: 55.34%. Rataan koefisien kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P1(Pakan yang terolah secara fermentasi) sebesar 56.65% dengan standart deviasi sebesar 7.17, sedangkan rataan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P2 (Pakan terolah secara amoniasi) sebesar 51.48% dengan standart deviasi sebesar 7.5.

Perbedaan konsumsi pakan P0,P1, P2, dan P3, terdapat perbedaan walaupun tidak signifikan. Sedangkan pada P2 terdapat pebedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan, pemberian perlakuan pakan yang diberikan pada sapi tidak sama, faktor pakan, umur ternak, lingkungan dan kesehatan ternak. Menurut VanSoest (1994), bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan pakanadalah spesies ternak, umur ternak, perlakuan pakan, kadar Serat kasar danlignin, pengaruh

pakan, frekuensi pemberian pakan dan minum, umurtanaman serta lama tinggal dalam rumen.

Pengaruh pemberian pakan terhadap kecernaan bahan kering lebih tinggi terdapat pada perlakuan P1: (terolah fisik + Fermentasi) 56.65 %, hal ini disebabkan lebih mengandung protein tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, dan juga dimna proses fermentasi memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pakan. Hal ini didukung oleh Satiamihardja (1984) menyatakan bahwa proses fermentasi memiliki pengaruh positif terhadap kualitas bahan pakan. Menurut Noviati (2002), menyatatakan proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi suatu bahan, akibat dari pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

Hasil analisis ragam pada perlakuan pemberian pakan pelepah sawit menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01, dan P>0.05)terhadap koefisien cerna bahan kering in vitroransum sapi Aceh. Persentase pemberian pelepah sawit di dalam ransum sapi Aceh mempengaruhi koefisien cerna bahan kering. Pelepah kelapa sawit merupakan bahan pakan kasar (roughages) yang berasal dari limbah industri yang tinggi kandungan serat kasar dan anti nutrisinya, sehingga dapat menurunkan kecernaan bahan kering. Seperti pernyataan Prayitno (2010) bahwa, tanaman sisa industri memiliki kandungan senyawa kimiawi yang bersifat penghambat (inhibitor). Mikrobia rumen tidak mampu mencerna pakan yang kaya akan silika dan lignin. Tilman et al.(1984) juga menambahkan bahwa,kandungan serat kasar, protein kasar, faktor spesies ternak, jumlah pakan dan perlakuan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi kecernaan.

Kecernaan Bahan Organik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kecernaan bahan kering, maka dapat diperoleh data pengamatan sapi Aceh sebagai berikut:

Tabel 9. Rataan Kecernaan Bahan Organik

Periode Sapi aceh ke Total Rataan±SD

1 2 3 4

P0 58.90 55.95 60.27 59.33 234.46 58.61±9.49B

P1 60.09 70.15 60.32 62.31 252.87 63.22±12.8A

P2 59.13 58.16 51.75 60.09 229.13 57.28±9.09B

P3 62.92 63.76 60.11 61.42 248.21 63.05±10.46A

Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (pelepah terolah fermentasi) sebesar 63.22 % dan rataan kecernaan bahan organik terendah terdapat pada perlakuan P2 (pelepah terolah amoniasi) yaitu sebesar 57.28%.

Perlakuan P1 dengan tingkat konsumsi lebih rendah dan tingkat kecernaan bahan organik yang lebih tinggi menunjukkan pemanfaatan pelepah kelapa sawit terolah fermentasi lebih efisien. McDonald dkk. (2002) menyatakan bahwa kecernaan pakan sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan, dan fraksi pakan berserat.

Tingginya kandungan lignin pada pelepah sawit menyebabkan peningkatan jumlah populasi mikrobia dan peningkatan aktifitasnya dalam mencerna pakan berserat. Seperti pernyataan Yokoyama dan Johnson (1988) bahwa, mikrobia berperanan penting dalam pencernaan dan fermentasi pakan berserat yang dikonsumsi oleh ruminansia, sehingga aktifitas dan populasinya sangat menentukan kecernaan pakan.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pelepah kelapa sawit terolah amoniasi dan fermentasi terhadap kecernaan bahan organik sapi dapat dilihat melalui analisis keragaman koefisien kecernaan bahan organik selama penelitian.

Dari hasil analisi diatas, analisis keragaman KCBK terolah amoniasi dan fermentasi memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan organik sapi Aceh. Perbedaan yang nyata dari penggunaan pakan pelepah sawit dalam ransum ini disebakan oleh kecernaan bahan kering yang berbeda nyata, karena kecernaan bahan organik sangat erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering. Tillman etal. (1998) menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik. Bahan organik terdiri dari lemak, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN (Kamal,1994). Sedangkan bahan kering terdiri dari protein, lemak, serat kasar, BETN dan abu (Tilma et al.

1989).

Anggorodi (1990) menjelaskan bahwa semakin banyak serat kasar yang dikandung dalam bahan pakan, semakin tebal dan semakin tahan dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna bahan pakan. Pakan pelepah sawit dalam ransum mengandung serat kasar dan lignin yang tinggi. Menurut Tilman et al.(1989) yang menyatakan bahwa dinding sel tanaman trerdiri terutama dari sellulosa dan hemisellulosa yang sukar tercerna terutama mengandung lignin. Menurut Kamal (1994) sellulosa, hemisellulosa dan lignin tidak dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh kelenjar getah pencernaan, sedangkan liginin tidak dapat dicerna oleh mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Hal tersebut memperkuat dugaan kandungan lignin merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan kecernaan bahan organik.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Dari hasil keseluruhan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 10. Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan pelepah kelapasawit terolah amoniasi dan fermentasi terhadap konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik pakan sapi Aceh

Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (kg/ekor/hari) Konsumsi Bahan Organik (kg/ekor/hari) Koefisien Kecernaan Bahan Kering (%) Koefisien Kecernaan Bahan Organik (%) P0 4.11tn 3.74tn 49.79B 58.61B P1 4.09tn 3.72tn 54.38A 63.22A P2 3.99tn 3.65tn 47.99B 57.28B P3 4.07tn 3.70tn 53.84A 63.05A

Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pakan dengan menggunakan pelepah kelapa sawit terolah amoniasi dan fermentasi sebagai pakan sapi aceh memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0.05) pada konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik namun berbeda nyata (P<0.05) terhadap koefisien kecernaan bahan kering dan koefisien bahan organik sapi Aceh selama penelitian.

Dokumen terkait