Subjek pada penelitian ini berkisar antara usia 16-71 tahun dengan rerata 47,54 + 11,651. Kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak 16 (tabel 4.1). Meskipun tidak sama persis namun sejalan dengan peneliti-peneliti lainnya yang mendapatkan penderita KNF terbanyak pada kelompok usia 36-60 tahun (Harahap 2009; Siregar, 2010; Puspitasari 2011).
Pada penelitian ini perbandingan subjek dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2,7:1 (Tabel 4.1). Beberapa penelitian di berbagai negara juga menunjukkan penderita KNF laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan rata-rata perbandingan 2-3:1(Roychowdury et al. 1996; Chien et al. 2001; Lin et al. 2002; Segawa et al. 2009; Taweevisit, Keelawat & Thoner 2010).
Tipe histopatologi terbanyak adalah non keratinizing squamous cell carcinoma. Ukuran tumor primer terbanyak dijumpai pada penelitian ini adalah T4. Pembesaran kelenjar getah bening terbanyak dijumpai adalah N2 dan N3 serta stadium terbanyak dijumpai adalah stadium 4 (tabel 4.1). Gejala dini KNF tidak khas, mirip dengan infeksi saluran nafas atas sehingga kurang mendapat perhatian dari penderita maupun dokter pemeriksa. Selain itu letak tumor yang tersembunyi di nasofaring sehingga sulit diperiksa, peralatan yang kurang memadai, pengetahuan yang kurang, kepercayaan pada pengobatan non medis, takut berobat ke dokter dan kondisi sosial ekonomi yang lemah dari penderita seringkali menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Oleh karena itu gejala dini dari KNF sering terlewatkan dan pasien terdiagnosis setelah ukuran tumor dan pembesaran kelenjar getah bening berukuran besar serta pada stadium lanjut.
Pada penelitian ini dijumpai adanya ekspresi COX-2 positif pada 17 34
Xu et al. (2006), menemukan 73,3% penderita karsinoma nasofaring dengan ekspresi COX-2 positif. Ji et al. (2012) menyatakan bahwa COX-2 positif ditemukan pada pada 38/63 (63,31%) penderita karsinoma tiroid, sedangkan Wu et al. (2004) menyatakan bahwa pada kanker kolorektal ditemukan 84,9% menunjukkan ekspresi COX-2 positif.
Prostaglandin endoperoxidase sintase-2 atau COX-2 adalah enzim kunci dalam produksi prostaglandin. Enzim ini ditemukan meningkat pada berbagai keganasan, seperti pada kolon, paru, payudara dan kepala leher, dan dapat dipicu oleh berbagai sitokin, hormon dan promoter tumor (Gallo et al. 2001).
Prostaglandin dan isoenzim COX-2 dapat membantu proses karsinogenesis dengan merubah proses sel normal seperti proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, imunomodulasi dan metabolisme karsinogen. Prostaglandin dapat meningkatkan proliferasi sel dengan bantuan pemodifikasi biologis seperti poliamin. Peningkatan level poliamin dihubungkan dengan peningkatan sintesis DNA, sebagai hasil aktifitas ornithine decarboxylase. Pada epitel kolon dan sel epidermal, ditunjukkan bahwa promoter tumor endogen dan eksogen merangsang aktifitas ornithine decarboxylase melalui proses yang tergantung pada PGE2. PGE2 dinyatakan merupakan proliferator keratinosit sel manusia yang penting. Pada model karsinoma kulit induksi ornithine decarboxylase terlihat pada tumorigenesis (Rishikesh & Sadhana 2003).
Overproduksi dari PGE2 sebagai akibat peningkatan COX-2 juga dapat mengirimkan sinyal yang tidak sesuai pada sel, sehingga merangsang pertumbuhan sel atau mengurangi apoptosis (Rishikesh & Sadhana 2003).
Hal diatas menjelaskan mengapa pada penelitian ini ditemukan jumlah subjek dengan ekspresi COX-2 positif lebih besar dibandingkan dengan yang negatif.
Pada penelitian ini diperoleh nilai MVD adalah antara 0-122 MV/LP dengan rata-rata 55 + 30,219. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Sari (2004), maka ditetapkan batas MVD disebut tinggi apabila > 45 MV/LP. Sehingga pada penelitian ini diperoleh MVD tinggi pada 17 (70,83%) subjek (tabel 4.3).
Penelitian oleh Xu et al. (2006) menemukan rata-rata MVD sebesar 32. Sari (2004), pada penderita KNF tak berdiferensiasi mendapatkan MVD berkisar antara 3 – 188 dengan rerata 61,2 + 48,31 MV/LP, sedangkan Roychowdury et al. (1996), mendapatkan kisaran MVD 14-101 MV/LP dengan rerata 48. Zhao et al. (2006) pada penelitiannya pada kanker lambung mendapatkan rerata MVD 28,46 + 8,28, dengan cut off point 28, didapatkan 67 pasien dengan MVD tinggi dan 37 pasien dengan MVD rendah.
Perbedaan hasil MVD pada berbagai penelitian ini mungkin disebabkan perbedaan teknik pembacaan dan teknik pewarnaan dengan marker yang berbeda seperti CD31, CD34, CD105 dan faktor VIII, dan hingga saat ini belum ada penelitian yang membandingkan berbagai teknik pewarnaan in untuk menentukan teknik pewarnaan yang ideal (Rao, Shenoy & Karthikeyan 2011).
Pada penelitian ini, sesuai tabel 4.4, ditemukan bahwa subjek dengan ekspresi COX-2 posiif lebih banyak dijumpai pada ukuran tumor T3 dan T4 (70,6%), dibandingkan dengan ukuran tumor T1 dan T2 (29,4%).
Namun setelah dilakukan uji fisher’s exact, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara ekspresi COX-2 dengan ukuran tumor primer (p=0,085).
Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa COX-2 dapat dideteksi pada berbagai jenis tumor. Dan dikatakan bahwa COX-2 berperanan dalam pertumbuhan dan invasi tumor (Ji et al. 2012). Ekspresi berlebih dari COX-2 dapat menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 dapat meningkatkan regulasi Bcl-2 yang merupakan protein antiapoptosis yang diperantarai oleh aktivasi MAPK. PGE2 juga dapat meregulasi EGFR melalui pelepasan amphiregulin.
(Sebolowski et al. 2010). Ini dapat menjelaskan mengapa ekspresi COX-2 positif lebih banyak dijumpai pada ukuran tumor T3-T4 dibandingkan T1-T2.
Penelitian oleh Nassar et al. (2007), menyatakan bahwa ada korelasi antara ekspresi COX-2 dengan prognosis kanker payudara yang lebih buruk (ditandai dengan ukuran tumor yang lebih besar dan stadium yang lebih tinggi). Pertumbuhan dan perkembangan sel dipengaruhi oleh COX-2, melalui kerjanya menginduksi antiapoptosis dan angiogenesis. Untuk kanker payudara, ekspresi berlebih COX-2 juga meningkatkan pertumbuhan sel melalui aktivasi reseptor estrogen (Divella, Challa & Tagaram 2010). Perbedaan mekanisme kerja COX-2 terhadap kanker payudara dan kanker lainnya mungkin menyebabkan ditemukannya korelasi pada penelitian Nassar et al. (2007), sementara pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna. Disamping itu kanker merupakan suatu proses banyak tahap dan melibatkan berbagai macam enzim, hormon, sitokin dan gen. COX-2 hanya salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan kanker. Ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara COX-2 dengan ukuran tumor pada penelitian ini.
Pada penelitian ini dijumpai ekspresi COX-2 positif pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening, termasuk yang tanpa pembesaran kelenjar getah bening (N0) dan uji fisher’s exact pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna pada ekspresi COX-2 dengan pembesaran kelenjar getah bening dengan p= 1,000 (tabel 4.5). Ekspresi berlebih COX-2 dapat merangsang VEGF-C yang penting untuk lymphangiogenesis sehingga dapat meningkatkan pembentukan pembuluh limfatik baru yang menjadi langkah awal penyebaran kelenjar getah bening (Mandriota et al. 2001). Namun ekspresi berlebih COX-2 tidak hanya merangsang limfangiogenesis. COX-2 juga merangsang proses angiogenesis dan anti apoptosis (Rishikesh & Sadhana 2003). Ini mungkin dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini dijumpai
ekspresi COX-2 positif pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening, termasuk yang tanpa pembesaran kelenjar getah bening (N0) Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna pada ekspresi COX-2 berdasarkan stadium klinis (p=0,507). Hal ini sesuai dengan penelitian Tan & Putti (2005) pada karsinoma nasofaring yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara COX-2 dengan peningkatan stadium tumor (p=0,423). Sementara itu penelitian Kyzas, Stefanou and Agnantis (2005) yang menyatakan adanya korelasi yang positif antara ekspresi COX-2 dengan stadium klinis (p=0,035).
Cyclooxygenase-2 merupakan enzim kunci untuk metabolisme prostaglandin dan telah banyak ditemukan pada berbagai keganasan (Wu et al. 2004; Xu et al. 2006;Ji et al. 2012). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa COX-2 memiliki peranan pada karsinogenesis, pertumbuhan serta perkembangan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, melalui berbagai jalur (Gallo et al. 2001; Kyzas, Stefanou & Agnantis 2005). Peranannya dimediasi oleh sejumlah molekul seperti VEGF-A, CD44, dan matriks metalloproteinase dan menginduksi terjadinya angiogenesis tumor, peningkatan tingkat invasi, penghambatan apoptosis serta peningkatan proliferasi sel. Hal ini yang menyebabkan peningkatan COX-2 dihubungkan dengan peningkatan stadium dan prognosis yang buruk pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher (Kyzas, Stefanou & Agnantis 2005).
Penderita KNF umumnya datang ke rumah sakit sudah pada stadium lanjut, jarang ditemukan pasien dengan stadium dini. Begitu juga dalam penelitian ini, sehingga perbandingan jumlah penderita KNF masing-masing stadium tidaklah seimbang. Hal ini mungkin menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna pada stadium klinis berdasarkan ekspresi COX-2 pada penelitian ini.
ditemukan adanya hubungan yang bermakna pada frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan MVD (p=0,296) (tabel 4.7). Sesuai dengan penelitian Tae et al. (2000) yang menyatakan bahwa microvessel density tidak berhubungan dengan stadium T tumor.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Choi et al. (2005) yang menyatakan menyatakan ada hubungan yang signifikan antara ukuran tumor primer kanker payudara dengan MVD (p=0,0001), begitu juga Poon (2002), pada penelitian kanker hepatoseluler (p<0,001).
Pada penelitian terdahulu, Muthukaruppan et al. (dikutip oleh Nishida et al. 2006), menyatakan bahwa sel kanker tanpa sirkulasi darah tumbuh dengan diameter 1-2 mm3, kemudian berhenti tumbuh, namun tumbuh hingga lebih besar dari 2 mm3 apabila diletakkan pada daerah dimana angiogenesis mungkin terjadi. Tanpa adanya dukungan vaskuler, tumor dapat menjadi nekrotik atau bahkan mengalami apoptosis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini MVD tinggi ditemukan pada semua tingkat ukuran tumor primer, meskipun pada uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna.
Hasil penelitian ini menunjukkan KNF dengan metastasis ke kelenjar getah bening (N1,N2,N3) memiliki MVD tinggi, sementara karsinoma nasofaring yang tanpa metastasis ke kelenjar getah bening (N0) tidak menunjukkan adanya MVD yang tinggi (tabel 4.8). Namun uji fisher’s exact menunjukkan tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD (p=0,292). Sesuai dengan penelitian Roychowdury et al. (1996) dan Evoric et al. (2005), yang tidak menemukan adanya hubungan antara MVD dengan metastasis ke kelenjar getah bening.
Berbeda dengan penelitian Gallo et al. (2001), yang menemukan bahwa MVD berkorelasi secara statistik dengan pembesaran kelenjar getah bening (p=0,0001).
Limfangiogenesis, merupakan langkah awal untuk metastasis, dimediasi oleh aksi VEGF-C dan VEGF-D pada reseptor VEGFR3.
Sementara, VEGF-A berikatan dengan VEGFR-1 dan VEGFR-2, dan merupakan faktor penting untuk faktor hemangiogenik (Cursiefen et al. 2004). Perbedaan faktor yang berperan pada proses limfangiogenesis dan hemangiogenesis mungkin dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD.
Secara teori COX-2 dapat merangsang pembentukan VEGF. Pada penelitian ini, COX-2 positif ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening, sementara MVD tinggi tidak ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening. Ini mungkin disebabkan perbedaan VEGF yang bekerja pada proses angiogenesis dan limfangiogenesis. Namun hal ini memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Uji fisher’s exact antara MVD dengan stadium klinis karsinoma nasofaring pada penelitian ini (tabel 4.9) menemukan tidak ada perbedaan stadium klinis berdasarkan MVD (p=1,000).
Penelitian ini sesuai dengan Taweevisit et al. (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara MVD dan stadium tumor.
Berbeda dengan Guang-Wu et al. (2000) yang menemukan adanya peningkatan MVD yang signifikan pada stadium lanjut (stadium III dan IV) bila dibandingkan dengan stadium dini (stadium I dan II) (p < 0,01).
Folkman (1971) sebagaimana dikutip oleh Guang Wu et al. (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan dan metastasis tumor bergantung pada pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Sel tumor dapat menghasilkan tumor angiogenesis factor (TAF) yang menyebabkan migrasi dan proliferasi sel endotel. Pada saat bersamaan sel endotel juga menghasilkan faktor pertumbuhan (seperti PDGF) yang menstimulasi pertumbuhan tumor. Interaksi antara sel endotel dengan sel tumor membentuk jaringan vaskuler. Namun, karena jaringan kapiler ini belum matang maka sel tumor dapat berpenetrasi ke dalam pembuluh darah
Hal diatas menjelaskan bahwa angiogenesis mempengaruhi pertumbuhan dan metastasis tumor. Sementara, pertumbuhan serta metastasis tumor dapat menentukan stadium klinis karsinoma. Sehingga tingkat angiogenesis, yang dapat dinyatakan dengan MVD, seharusnya memiliki hubungan dengan stadium klinis.
Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara MVD dengan stadium klinis. Ini mungkin disebabkan tidak seimbangnya distribusi frekuensi penderita KNF yang menjadi subjek penelitian ini, dan tidak ditemukannya penderita KNF stadium I, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek yang terdistribusi seimbang, sehingga dapat benar-benar terlihat ada atau tidaknya hubungan antara MVD dengan stadium klinis.
Pada penelitian ini ditemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD dengan koefisien korelasi 0,559 dan tingkat kemaknaan p = 0,005 (Diagram 4.1 dan tabel 4.10).
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Sari (2004) yang menemukan adanya korelasi positif dengan koefisien korelasi 0,615 dengan tingkat kemaknaan tinggi (p<0,01) antara tingkat ekspresi Cyclooxygenase-2 dengan gambaran angiogenesis.
Pada penelitan Tan dan Putti (2005) menyatakan MVD berkisar antara 1-59 (rata-rata 24,2), namun tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna MVD pada kelompok COX-2 positif dengan COX-2 negatif (p=0,774).
Gallo et al. (2001) menyatakan ditemukan adanya peningkatan angiogenesis pada tumor dengan ekspresi COX-2 positif (p=0,007).
Wu et al. (2004), menyatakan bahwa COX-2 positif ditemukan pada 84,9% kanker kolorektal. Dari jaringan dengan COX-2 positif tersebut ditemukan 55,3% dengan ekspresi VEGF positif .Secara statistik ditemukan hubungan positif antara COX-2 dengan VEGF dengan koefisien korelasi 0,409 (p=0,015). VEGF merupakan salah satu faktor
angiogenik. Sehingga ekspresi VEGF positif akan menunjukkan adanya angiogenesis.
Berbeda dengan Tan dan Putti (2005) yang tidak menemukan adanya hubungan antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada karsinoma nasofaring.
Angiogenesis merupakan proses dimana pembuluh darah baru terbentuk dan tumbuh. Angiogenesis dapat terjadi pada keadaan fisiologi, seperti pada masa reproduksi dan penyembuhan luka, serta pada keadaan patologis seperti pada pertumbuhan tumor ganas dan metastasis kanker. Terjadinya angiogenesis dipengaruhi oleh faktor-faktor proangiogenik termasuk prostaglandin. Prostaglandin berasal dari asam arakhidonat oleh kerja enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) atau cycloxygenase-2 (COX-2) (Leahy, Koki & Masferrer, 2000). Hal ini dapat menjelaskan mengapa ditemukan adanya korelasi yang positif antara COX-2 dan MVD pada penelitian ini.
Penelitian-penelitian mengenai MVD pada KNF sebelumnya menggunakan berbagai jenis antibodi yaitu faktor VIII, CD34 dan CD31. Tergantung kepada laboratorium pemeriksa dan bagaimana reaksi antibodi di jaringan. Sebaiknya ketiga antigen dibandingkan pada jaringan karsinoma yang akan diperiksa sebelum menentukan jenis antigen mana yang lebih baik. Kelemahan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan perbandingan penggunaan ketiga jenis antibodi, mengingat besarnya biaya reagen antibodi, disamping itu Taweevisit, Khelawat & Thoner (2010) pada penelitiannya terhadap jaringan karsinoma nasofaring menemukan bahwa CD31 adalah antibodi yang terbaik memberikan pewarnaan terhadap pembuluh darah, dan mewarnai latar belakang lebih sedikit dan tidak mewarnai sel-sel lain. Ini yang menjadi alasan pemilihan CD31 pada penelitian ini.