• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.4. Pembahasan

Penggorengan merupakan sebuah proses pemasakan dengan menggunakan minyak yang menyebabkan transfer panas yang diawali dari permukaan ke medium penggorengan dan ke permukaan bahan sehingga akan terjadi perubahan fisik dan kimia. Penggorengan juga akan memicu proses oksidasi dan hidrolisis sehingga akan mengubah kualitas, sensori dan nilai gizi pada minyak (Nurhasnawati, 2015). Minyak merupakan lipid berbentuk cair sedangkan lemak merupakan lipid padat (Budijanto dan Sitanggang, 2010). Lemak dan minyak merupakan lipid dengan sifat hidrofobil yang larut dalam pelarut nonpolar seperti kloroform, eter dan benzene namun tidak larut dalam air. Minyak goreng berfungsi untuk menghantarkan panas dan menyebabkan meningkatnya nilai gizi, perubahan warna menjadi kecoklatan dan peningkatkan cita rasa (Yuarini, 2018). Minyak yang baik

36

memiliki ciri-ciri seperti berwarna putih atau kuning jernih serta memiliki titik didih sebesar 26-27ºC. Terdapat beberapa faktor dalam menentukan standar mutu minyak seperti kadar kotoran dan air dalam minyak, warna, bilangan peroksida, angka asam dan kandungan asam lemak bebas. Angka asam merupakan ukuran dari jumlah asam lemak bebas. Pengukuran asam lemak bebas dilakukan dengan cara menentukan seberapa banyak miligram KOH yang digunakan dalam menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak. Sedangkan bilangan asam lemak bebas merupakan jumlah asam lemak bebas yang ada dalam lemak atau minyak setelah di hidrolisa. Angka FFA digunakan untuk menentukan ketengikan dari minyak dengan cara titrasi alkali standar (Noriko, 2012).

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran FFA untuk melihat laju kenaikan FFA pada proses penggorengan pada produk Sarimie Gelas yang dilakukan pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Devisi Noodle Cabang Cibitung pada hari Selasa sampai Jumat.

Free fatty acid (FFA) atau asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak digunakan sebagai salah satu parameter yang menentukan kualitas minyak. Besarnya asam lemak dapat ditunjukkan dengan angka asam yang digunakan untuk pengujian tingkat ketengikan minyak akibat proses oksidasi. Semakin tinggi angka asam maka asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak juga meningkat (Sopianti, 2017).

Pada pembuatan Sarimie gelas di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Devisi Noodle Cabang Cibitung, minyak yang digunakan ialah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit banyak diaplikasikan pada industri pangan karena kadar asam lemak bebasnya yang relatif rendah sehingga menghasilkan sifat fisiko-kimia yang baik (Azeman, 2015).

Pertama-tama minyak diambil dari tangki penggorengan. Kemudian minyak didinginkan beberapa saat lalu ditimbang sebanyak 10-15 gram dalam Erlenmeyer. Kemudian sebanyak 50 ml isopropanol ditambahkan kedalam Erlenmeyer. Isopropanol merupakan alkohol yang digunakan untuk melarutkan minyak yang tidak dapat larut dalam air (Lempang, 2016). Selain itu, alcohol juga akan melarutkan asam lemak hasil dari proses hidrolisis untuk memudahkan reaksi dengan basa KOH sehingga mampu membentuk sabun. Lalu ditambahkan 3-5 tetes indicator PP (phenolphthalein) sebagai penentu titik akhir titrasi, kemudian dititrasi dengan 0,05 N KOH hingga mencapai titik akhir titrasi

yaitu warna merah muda (Azizah, 2016). Penggunaan KOH didasarkan pada golongannya yakni basa kuat yang dapat digunakan untuk menghidrolisis lemak.

Sedangkan kadar air pada minyak diukur dengan menggunakan metode gravimetri yang dilakukan dengan cara penimbangan minyak sebanyak 2-5 gram kemudian dioven pada suhu 105ºC selama 3 jam dan ditimbang lagi. Prinsip dari metode ini ialah penguapan air dalam bahan dengan cara pemanasan lalu diikuti dengan penimbangan hingga berat konstan. Selisih antara bobot sebelum pemanasan dengan bobot setelah pemanasan dikatakan sebagai kadar air dalam bahan tersebut (Leviana dan Paramita, 2017).

Berdasarkan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat dilihat bahwa pada hari Selasa (22/1) minyak goreng baru memiliki nilai FFA sebesar 0,049% dengan kadar air sebesar 0,0748%, kemudian nilai FFA mengalami peningkatan pada jam 10.00 dan 13.00, berbeda dengan kadar air yang akan menurun pada jam 10.00 dan meningkat pada jam 13.00. Pada hari tersebut diketahui penggunaan suhu in-mid-out pada proses penggorengan berturut-turut ialah 120 ºC-130 ºC-165 ºC dan 115 ºC-160 ºC-170 ºC selama 122 detik. Pada hari Rabu (23/1) minyak goreng baru memiliki nilai FFA sebesar 0,056% dan mengalami peningkatan pada jam 8.00 yang diikuti dengan penurunan pada jam 10.00 dan 13.00. Sedangkan kadar air dalam bahan mengalami peningkatan, penurunan dan kemudian diikuti dengan peningkatan. Penggunaan suhu in-mid-out pada hari berturut-turut ialah 145 ºC-150 ºC-170 ºC selama 123 detik, 135 ºC-140 ºC-160 selama 122 detik dan 130 ºC-145 ºC-165 ºC selama 123 detik. Sedangkan pada hari Kamis (24/1) dengan menggunakan suhu in-mid-out sebesar 145 ºC -150 ºC -170 ºC selama 123 detik pada jam 8.00, 130 ºC -130 ºC -170 ºC selama 122 detik pada jam 10.00 dan 130 ºC -140 ºC -170 ºC selama 122 detik pada jam 13.00 memiliki grafik yang mirip dengan hari Selasa yakni nilai FFA minyak yang mengalami peningkatan dan kadar air yang mengalami peningkatan, penurunan lalu kembali meningkat. Pada hari Jumat (25/1) kadar FFA mengalami peningkatan, penurunan dan kemudian kembali meningkat sedangkan kadar air minyak mengalami peningkatan hingga jam 10.00 dan menurun pada jam 13.00.

Pada hari Jumat, penggunaan suhu in-mid-out penggorengan pada jam 8.00, 10.00 dan 13.00 berturut-turut sebesar 120 ºC-140 ºC-170 ºC selama 125 detik, 120 ºC-140 ºC-170 ºC selama 123 detik dan 140 ºC-145 ºC-170 ºC selama 123 detik.

38

Dari hasil yang sudah ada, terdapat kenaikan nilai FFA pada minyak yang digunakan.

Nilai FFA menunjukkan tingkat rusaknya minyak akibat adanya triacilglicerol yang dipecah dan proses oksidasi asam lemak (Silalahi, 2017). Meningkatnya nilai FFA menunjukkan bahwa kualitas minyak yang digunakan semakin menurun (Sopianti, 2017).

Kerusakan dan penurunan kualitas minyak ditandai dengan timbunya bau tengik, perubahan flavor, warna menjadi gelap, kenaikan viskositas dan memburuknya nilai gizi.

Penurunan kualitas minyak beriringan dengan frekuensi penggunaan minyak goreng yang tinggi, waktu penggorengan yang lama, kadar air dalam bahan yang digoreng dan suhu penggorengan (Nurhasnawati, 2015). Oksidasi dan hidrolisis juga merupakan faktor menurunnya kualitas minyak. Penurunan kualitas minyak ditandai dengan munculnya ketengikan yang dihasilkan dari proses otooksidasi yang menghasilkan radikal bebas (Angelia, 2016). Laju oksidasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya asam lemak tidak jenuh pada minyak selama proses penggorengan (Choe and Min, 2007). Berbeda dengan hidrolisis, hidrolisis dipicu oleh keberadaan air yang kemudian menimbulkan bau tengik dan asam lemak bebas (Karouw dan Indrawanto, 2015). Air yang berada pada minyak akan menguap dan menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol, monogliserida, digliserida dan juga asam lemak bebas (Goswami, 2015). Hal ini dibuktikan oleh data hasil pengamatan yang cenderung meningkat seiring dengan dilakukannya proses penggorengan. Reaksi oksidasi dan hidrolisis menyebabkan pembentukan peroksida, asam lemak dengan rantai pendek serta aldehid (Budiyanto, 2016). Air yang terkandung dalam bahan dapat dikatakan sebagai kadar air yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dapat ditentukan dengan metode gravimetric (Ulfindrayani dan Yuni, 2018). Kadar air pada minyak dapat berasal dari bahan yang digoreng. Keberadaan air dalam suatu bahan dapat digunakan dalam penentuan kecepatan kerusakan. Kandungan air yang tinggi pada bahan pada proses pemanasan minyak akan memicu kecepatan hidrolisis yang semakin meningkat sehingga akan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas (Lempang, 2016).

Namun dalam penelitian ini ditemukan pula penurunan nilai FFA dan kadar air setelah minyak digunakan selama beberapa jam, hal ini dikarenakan adanya penarikan sebagian minyak bekas yang diikuti dengan penambahan minyak baru sehingga nilai FFA minyak tersebut akan mengalami penurunan. Penurunan nilai FFA juga dipengaruhi oleh adanya penambahan antioksidan dalam minyak. Antioksidan merupakan senyawa yang digunakan untuk mencegah atau menunda proses oksidasi lipid (Nisa, 2015). Antioksidan

dapat dibagi berdasarkan asalnya yakni alami dan sintetik. Contoh dari antioksidan alami yaitu flavonoid, asam askorbat, beta karoten dan tokoferol. Sedangkan antioksidan sintetik meliputi BHT (Butil Hidroksi Toluen), BHA (Butil Hidroksi Anisol), TBHQ (Tersier Butil Hidrokuinon) dan PG (Propil Galat). Kombinasi dari beberapa antioksidan akan menghasilkan kinerja yang lebih maksimal dibandingkan dengan penggunaan satu jenis antioksidan (Agustina, 2017).

Berdasarkan Grafik 1 dan Grafik 2 dapat dikatakan bahwa data yang dihasilkan relatif stabil, namun terdapat beberapa titik pada grafik kadar FFA minyak goreng yang jauh dari garis linear seperti pada hari Selasa dan Jumat dimana nilai FFA menyentuh angka 0,200. Hal ini dikarenakan pada hari Selasa diketahui memiliki suhu mid pada jam 13.00 yang paling tinggi yakni 160 ºC sedangkan hari Jumat pada pukul 8.00 menggunakan waktu penggorengan terlama yaitu 125 detik. Namun terdapat keganjilan dimana minyak baru paling banyak ditambahkan pada hari selasa yakni 1120,2 L, sedangkan hari Jumat menggunakan minyak baru sebesar 970,0 L. Keduanya menggunakan minyak baru yang lebih banyak daripada hari Kamis, namun nilai FFA pada hari Kamis lebih rendah dibandingkan hari Selasa dan Jumat, hal ini dimungkinkan terjadi akibat penambahan minyak baru setelah jam 13.00, hal ini dapat dilihat dari nilai FFA pada hari Rabu yang menjadi turun. Sedangkan pada grafik kadar air, data yang dihasilkan bersifat stabil namun ditemukan titik yang jauh dari garis linear pada hari Jumat yang memiliki kandungan air sebesar 0,1005%. Berdasarkan semua data yang ada, dapat dikatakan bahwa minyak goreng yang digunakan pada proses penggorengan dalam pembuatan Sarimie Gelas dikatakan stabil dan masih memenuhi standar yang diberikan oleh perusahaan dan juga SNI. Dimana, SNI memberikan standar untuk nilai FFA dan kadar air minyak goreng maksimal sebesar 0,6%. Sedangkan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. menentukan standar untuk kadar FFA minyak goreng maksimal sebesar 0,24% untuk produk Sarimie Gelas sedangkan kadar air maksimal sebesar 0,1%. Dapat dikatakan pula bahwa semakin tinggi kadar air dalam minyak maka nilai FFA pada minyak juga akan meningkat, hal ini mengindikasikan kualitas minyak yang semakin menurun.

40

BAB VI PENUTUP

Dokumen terkait