• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

C. Pembahasan

1. Konsep Diri Yang Dimiliki Bunga Terkait Dengan Perilaku Seks Pranikah.

a. Diri Identitas (identy self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) Diri identitas

mengacu pada pertanyaan “siapakah saya?”. Pertanyaan tersebut

bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungan, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah sehingga dia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga ditemukan hal yang sesuai dengan teori Fitts. Bunga menyadari bahwa dia adalah pribadi yang suka menolong dan disukai banyak orang. Pernyataan itu dapat dilihat pada kutipan wawancara 8 Maret 2015 dibawah ini:

Bunga: “Saya itu suka nolongin orang mas, toh mas kan sudah kenal aku percaya lah lagian aku sudah dewasa tahu milih teman yang dapat diprcya dan tidak. Itu makanya temen temen aku banyak gak cewek gak cowok bukan hanya dikampung sini saja, di luar juga banyak mas” (SNW3/8M15)

Pernyataan Bunga di atas dibenarkan oleh teman dekatnya. Dapat dilihat dari hasil wawancara tidak terstruktur pada tanggal 23 Maret 2015 di bawah ini:

Teman Bunga: “iya mas, Bunga memang temene banyak dimana-mana. Wong dia anaknya baik kok mas. Suka nolongin orang. Banyak yang naksir dia tuh mas tapi pacar e sering gonta -ganti”(MWTTW10/23M15)

Dilihat dari pernyataan diiatas Bunga jelas memiliki pengetahuan yang baik tentang dirinya. Dia terlihat mampu melengkapi keterangan yang baik tentang dirinya. Terkait dengan diri identitas Bunga mampu memenuhi aspek yang paling mendasar pada konsep dirinya. Melalui pernyataan temannya diatas banyak pemuda yang menyukai Bunga. Hal tersebut menjadi titik awal Bunga melakukan hubungan seks pranikah

b. Diri Pelaku (behavioral self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) diri pelaku

mengacu pada kesadaran tentang “apa yang dilakukan oleh diri”.

Ini berkaitan erat dengan diri identitas yang menunjukan keserasian antara identitas dengan diri pelaku sehingga dia dapat mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait dengan hubungan seks pranikah, ditemukan hal yang kurang sesuai dengan teori Fitts, karena tidak terjadi keserasian antara diri identitas

dengan diri pelakunya. Bunga sadar tentang seks pranikah yang dilakukannya, tapi disisi lain terlihat jelas bahwa Bunga tahu bahwa perilakunya menyimpang. Pernyataan itu dapat dilihat pada wawancara tanggal 8 Maret 2015 :

Bunga :”masalah sadar apa gaknya, tentuya aku sadar betul mas tentang apa yang aku lakukan itu, kadang aku melakukannya pada waktu mabuk juga pernah tapi ini pasti dinilai jelek sama orang lain. Aku sadar kalau sikapku salah”.(SW3/8M15)

Dilihat dari pernyataan diatas sudah jelas bahwa Bunga melakukan hubungan seks itu dengan sadar akan tetapi kurang sesuai dengan teori dari Fitts tentang menerima baik sebagai diri perilaku bahwa perilakunya itu menyimpang.

c. Diri penerimaan/penilai (judging self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) diri penerima/penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidak percayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait dengan seks yang telah dilakukanya Bunga dapat menerima keadaanya yang sekarang bahwa dia melakukan seks itu mendapat kepuasaan tersendiri. Pernyataan ini dapat dilihat pada wawancara tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “perasaanku tentang teguran teman-teman dan kaka sepupuku yaw aku anggap angin lalu mas. Aku hargai perhatian mereka, tapi aku sudah merasa nyaman dengan kehidupanku yang seperti ini mau apa lagi mereka”(TSDPW3/8M15)

Dilihat dari pernyataan diatas jelas bahwa Bunga mempunyai kepuasan diri yang tinggi bahwa dia sudah nyaman dengan dunianya yang sekarang. (Wirawan 1981) mengemukakan seks untuk kesenangan yaitu hubungan seks dengan menghayati hubungan yang lama dan mampu mengalami kenikmatan tanpa merugikan orang lain.

d. Diri Fisik (physical self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya, (misalnya: cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuh (misalnya: gemuk, kurus, pendek, tinggi). Pada aspek ini, individu membentuk konsep diri dengan melihat keadaan fisik dalam dirinya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait perilaku seks yang pernah dilakukannya bahwa Bunga merasa kurang puas dengan keadaan tubuhnya. Pernyataan itu dapat dilihat dalam kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga:”menurut aku kekurangannya jujur ya mas payudara aku agak kecil kurang begitu meanarik makane aku malu dan minder, tapi aku juga pake susuk biar kelihatan menarik ketika dilihat cowok”.

(KPDW3/8M15)

Pernyataan Bunga diataas dapat dibenerkan oleh teman dekatnya. Dapat dilihat pada kutipan wawancara tidak tersruktur pada tanggal 23 Maret 2015.

Temandekat Bunga:” iya mas, memang benar bahwa Bunga itu memakai susuk dimatanya, karena dulu yang nganter aku ke dukun di daerah Bayat mas

Dilihat dari pernyataan diatas jelas bahwa Bunga minder, malu kurang percaya diri dengan bentuk tubuhnya dan pada akhirnya Bunga memutuskan memakai susuk agar terlihat menarik dengan lawan jenis sehingga Bunga dapat merasa percaya diri dengan yang dia punya.

e. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) Persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaanya

dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait seks yang dilakukannya Bunga memang tahu bahwa perilakunya itu buruk dan minyampang dan Bunga juga sadar bahwa sekarang jarang berdoa di masjid. Pernyataan itu dapat dilihat dalam kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015;

Bunga: “Aku pikir tentunya menimpang ya mas melihat perilaku yng aku lakukan sudah mencoreng nama keluarga, masyarakat dan agama. Aku sekarang juga jarang sembayang ke Masjid seolah-olah hidupku jauh dari Allah.” (SPSW3/8M15)

Pernyataan diaatas dapat dibenarkan oleh kakak sepupu Bunga. Dapat dilihat dalam kutipan wawancara tidak tersruktur pada tanggal 22 Maret 2015:

Kakak Bunga:”Memang benar mas bahwa Bunga itu jarang ke Masjid dan kegiataan keagamaan didesa seperti TPA. Aku juga tahu mas tentang sikap dan perilakunya selama ini bahwa kurang baik dan aku juga tidak mau begitu saja meyerah untuk menasehati adiku agar menjadi lebih baik.”

Dilihat dari pernyataan diaatas dapat diketahui bahwa Bunga sadar tentang perilaku seks yangg dilakukannya itu salah/buruk ditambah Bunga juga jarang berdoa ke Masjid sehingga iman nya tidak kuat mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang negatif. (Wirawan 1981) mengemukakan faktor orang melakukan hubungan seks karena kehidupan iman yang rapuh

kurngnya pemahamaan dan ketaatan dalam menjalankan ajaran agama.

f. Diri Pribadi (personal self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) Diri pribadi merupakan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

Berdasrkan hasil wawancara dengan Bunga Terkait perilaku seks yang dilakukanya bahwa Bunga selama ini merasa puas menjadi pribadi yang belum baik/tepat. Peryataan dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “pertama itu faktor keluarga mas jadi kedua orang tua aku itu kurang bisa memahami keadaan aku mas, disamping itu juga faktor lingkungan dan teman-teman yang membuat aku jadi kayak gini membuat aku menjadi anak yang gimana ya mas, bisah dikaatakan anak nakal”(KPW3/8M15).

Pernyataan diaatas dapat dibenarkan oleh kakak sepupu Bunga. Dapat dilihat dalam kutipan wawancara tidak tersruktur pada tanggal 22 Maret 2015:

Kakak Bunga:” masalah keluarga memang ya mas ayah dan ibu bunga kurang memperhatikan anaknya dalam bergaul. Memang juga sering anak-anak remaja didesa suka ngajak minum dirumah Bunga dan Bunga juga tidak jarang ikut ngobrol dengan Bapak dan teman-temannya yang sedang minum.”

Dilihat dari pernyataan diaatas bahwa Bunga bisah dikatakan nakal juga karena kurang perhatian dari kelurga tentang bagaiamana bergaul dengan baik.

g. Diri Keluarga (family self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) Diri keluarga menunjukkan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga yang menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota dari suatu keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait dengan perilaku seks yang dilakukannya bahwa didalam sebuah keluarga Bunga kurang bisah menempatkan diri dengan baik walaupun Bunga dekat dengan Ibu nya tapi juga Ibunya kurang peka terhadap perilaku yang dilakukan dibilakang orang tuanya.

Peryataan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “kedua orang tuaku sepengetahuanku kayaknya gak tahu mas kalau aku diluar nakal dan sudah gak prawan. Sebagai orang tua sedih ya mas melihat tingakahku yang seperti ini. Pernah mas Ibuk menasehati aku sampai nangis karena ada tetangga yang tahu bahwa aku ngrokok dan minum sampai akhirnya aku juga ikutan menangis melihat ibuk menangis.”(KPW3/8M15)

Dilihat dari pernyaataan diaatas bahwa kedua orang tua Bunga kurang peka dan jeli dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik anak menjadi pribadi yang baik.

h. Diri sosial (social self)

Menurut Fitts (dalam Hendrianti, 2006) diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya dan berpengaruh terhadap proses pembentukan konsep diri.

Berdasarkan wawancara dengan Bunga tentang perilaku seks yang dilakukannya bahwa Bunga didalam lingkungan bermasyarakat memang Bunga mendapat penilaian buruk terhadap perilaku dan sikap yang dilakukannya. Itu juga yang membuat konsep diri Bunga menjadi negatif. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “aku juga pernah mas menanyakan pendapat teman-teman tentang perilaku aku ini gimana, dan ternyata banyak teman muda mudi didesa yang merespon negatif kalau aku ini cewek nakal, murahan, gampangan atau kimcil. Aku juga merasa mas ada yang beda dengan teman-teman waktu memandang aku, kayak tidak suka gitu. Walaupun mendapat kritkan ya aku anggap angin lalu wae”(STMTW3/8M15)

Dilihat dari pernyataan diatas dapat disumpulkan bahwa konsep diri Bunga itu negatif melihat sikap dan perilaku Bunga yang kurang baik dari penglihatan teman muda-mudi di desanya. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Bunga.

a. Orang lain

Menurut Fitts (dalam Igne, 2007) mengatakan bahwa konsep diri seseorang terbentuk dari bagaiamana penilaian orang

lain mengenai dirinya. Individu akan menilai dirinya positif ketika yang bersangkutan mendapat senyuman, penghargaan, pelukan dan pujian. Sebaliknya individu akan menilai dirinya negatif jika memperoleh kecaman, cemoohan atau makian. Dalam perkembangan significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan seseorang.

Berdasarkan wawancara dengan Bunga tentang perilaku seks yang dilakukanya memang dalam lingkungan keluarga dan masyarakat ketika Bunga bersosialisasi dengan teman di desanya terkadang mendapat cemoohan dan makian. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga : “Aku juga pernah menayakan pendapat teman-teman melalui teman deket ku cowok tentang sikap dan perilaku gimana. Dan ternyata banyak teman-teman muda mudi didesaku yang mersepon negatif kalau aku ini cewek murahan atau gampangan atau sering disebut kimcil. Banyak juga yang terkadang ngatain aku memaki aku langsung dengan kata-kasar kalau aku ini cewek nakal. Memang mas aku orange nakal dan berperilaku negatif, tapi setidaknya aku mau dihargai.”(PDHGW3/8M15)

Pernyataan Bunga diatas dapat dibenarkan oleh teman dekatnya. Dapat dilihat pada kutipan wawancara tidak tersruktur pada tanggal 23 Maret 2015.

Teman Bunga: “bunga memang didesa banyak anak-anak muda yang kurang suka dengan perilakunya mas, terkadang memang juga ada temann yang memaki atau mencoomoh kalau dia cewek murahan dan gampangan mas, dia juga sadar mas kalau perilakunya negatif.”

Dilihat dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa memang Bunga itu didalam masyarakat kurang disenangi karena perilaku nya yang kurang baik di mata teman-temannya. Dia juga sadar dengan perilakunya yang negatif akan tetapi masih aja dia melakukan hal itu. Walaupun didalam masyrakat atau lingkup pertemanan dia tidak disukai sering dimaki atau dicemooh tetapi kalau dalam rapat muda-mudi Bunga masih dianggap sebagai bagian dari anggota remaja didesanya.

Pernyataan diatas dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “ Pada waktu kumpul terus rapat muda mudi gitu juga biasa gak gerenengi gitu. Ya aku gak masalah mas selagi mereka masih mau menerima aku dan menganggap aku dari bagian mereka bisa membaur asalkan saling menghargai tanpa mencapuri urusan pribadi aku sih menanggapinya dengan baik aja mas walaupun sebenernya aku malu dan minder mas dengansikapku yang negatif”.(MMW3/8M15) Hary Stack Sullivan (dalam Jalaluddin, 2011) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

b. Kelompok acuan (reference group)

Menurut Fitts (dalam igne, 2007) individu merupakan bagian anggota masyarakat dalam berbagai kelompok. Didalam

kelompok acuan yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang akan mempengaruhi konsep diri seseorang.

Berdasarkan wawancara dengan Bunga terkait perilaku seks yang dilakukanya bunga memang bergaul dengan teman-teman yang suka mabuk-mabukan dan nakal dalam pergaulannya. Peryataan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “Teman-teman bapak aku kalau mabok tu ditempat aku mas, dan sering banget ngajakin mabok bapak aku. Ibuk aku juga dah nglarang ayahku tapi mau bagaiamana lagi. Kalau mabuk-mabuk an gitu sama orang-orang desa atau teman-teman bapak aku, kadang aku juga disitu nemenin bapak dan ngbrol sama teman-teman remaja yang satu desa sama aku, jadi sudah biasa gitu mas. Melihat faktor keluarga yang kurang mendukung ditambah lingkungan yang seperti itu membuat aku menjadi anak yang gimana ya mas bisah dikatakan nakal. Di lingkungan sekolah aku juga bergaul dengan teman-teman yang sama seperti aku mas, pernah ML mabukan dan rokok.”(FKW3/8M15)

Dilihat dari pernyataan diatas jelas bahwa Bunga adalah anak yang nakal dan mempunyai sikap perilaku kurang baik karena faktor lingkungan keluarga Bunga yang kurang mendukung atau mendidik sehingga menjadikan Bunga mempunyai konsep diri yang kurang baik dan dibawa sampai disekolah bergaul dengan teman-teman yang nakal juga.

c. Jenis kelamin

Menurut Fitts (dalam Igne, 2007) dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau pun sekolah akan berkembang macam-macam tuntutan peran yang berbeda berdasarkan perbedaan jenis kelamin menyebabkan individu secara bawaan bertingkah laku, berfikir dan berperasaan yang berbeda antara wanita dengan laki-laki.

Berdasarkan wawancara dengan Bunga terkait perilaku seks yang dilakukannya Bunga didalam keluarga anak pertama yang diaanggap sudah dewasa bisah menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh kedua orang tuanya dan bisah membantu meringankan beban orang tuanya. Tetapi karena kurangnya perhatian Bunga menjadi anak yang salah begaul dengan teman-teman yang nakal. Pernyataan diatas dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “Ayah dan ibuku dalam mendidik aku kurang begitu memperhatikan dalam pergaulan, malah rumah aku sering dijadikan tempat ngumpul teman ayahku yang nakal, padahal mas aku itu anak perempuan pertama yang bisa dibanggakan untuk membantu keluarga. Tetapi malah aku belum bisa menjadi anak yang baik untuk keluarga aku”.(MBW/8M15) Dilihat dari pernyataan diiatas jelas bahwa Bunga menjadi harapan untuk bisa dibanggakan dalam keluarganya, akan tetapi dia gagal untuk menjadi anak yang baik karena dari faktor keluarganya sendiri kurang memperhatikan dalam pergaulan dan

salah dalam membimbing dan mengarahkan Bunga untuk menjadi anak yang baik.

3. Bagaimana Bunga Memaknai Hubungan Seks Pranikah a. Makna Hidup Sifatnya Unik dan Personal

Menurut V. Frankl (2003) Artinya apa yang dianggap berarti bagi seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini oleh seseorang, belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat yang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga tentang hubungan seks yang dilakukannya ditemukan hal yang sesuai dengan teori V. Frankl. Bunga sadar bahwa banyak orang yang tahu tentang sikap dan perilaku seks yang dilakukanya. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara 8 Maret 2015 dibawah ini:

Bunga: “Memang mas sikap dan perilaku negatif banyak teman-teman yang menilai aku anak yang nakal. Tapi kembali lagi ke diri aku toh ini hidupku sendiri kenapa orang lain mencampuri urusanku. Aku juga sebenarnya sadar mas kalau perilaku yang aku lakukan salah dan kelak aku juga pengen berubah menjadi anak yang baik”.

Dilihat dari pernyataan diatas bahwa bunga sadar apa yang telah dilakukannya dan Bunga juga tidak suka kalau urusanya dicampuri oleh orang lain dan mempunyai keiinginan untuk merubah dirinya lebih baik.

b. Makna hidup sifatnya spesifik dan konkrit.

Menurut V.Frankl (2003) artinya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan idealis prestasi akademis yang tinggi atau hasil filosofis yang kreatif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait perilaku seks yang dilakukannya bahwa Bunga melakukan hubungan seks pertama dengan pacarnya. Pernyataan diaatas dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 2015:

Bunga: “Pertama aku melakukan hubungan seks ya seperti yang aku katakan tadi waktu SMK kelas 1 sama pacar aku dan itupun aku tidak mau dan diancam mau diputusin yadah aku mau karena aku sayang banget sama dia. Selain itu juga dibujukin teman-temanku kalau ML tu rasanya enak banget kayak surga dunia

Dilihat dari pernyataan diaatas dapt dilihat bahwa Bunga melakukan hubungan seks pranikah hanya karna dasar cinta tidak mempertimbangkan norma-norma yang telah dianut.

(Wirawan 1981) Pada seorang remaja perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas atau karena pengaruh kelompok (konformitas).

c. Makna hidup sifatnya memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Menurut V.Frankl (2003) makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunga terkait perilaku seks yang dilakukanya Bunga bahwa semenjak Bunga melakukan hubungan seksual pertama dengan pacarnya merasa ketagihan. Pernyaatan itu dapat dilihat pada kutipan wawancara pada tanggal 8 Maret 20115:

Bunga: “Kalau ngomongin seberapa sering aku melakukan ML itu gak bisah dipredeksi mas. Kadang ya seminggu 1 sampe 3 kali mas, dulu pernah seminggu sampe 5 kali dan akhirnya saya drop sakit. Aku gak tahu mas karna aku sudah terbiasa kalau gak ML seminggu sekali rasane kurang bergairah atau ketagihan ibaratnya. Aku yaa sering mas pas ML mabok kui penak mas eneng sensasi tersendiri” Dilihat dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Bunga setelah melakukan hubungan seksual merasa ketagihan dan merasakan kenikmatan yang berbeda. (Wirawan 1981) Seks untuk kesenangan yaitu hubungan seks dengan menghayati hubungan yang lama dan mampu mengalami kenikmatan tanpa merugikan salah satu pihak.

4. Bagaiamana Bunga Memaknai Konsep Dirinya Saat Ini

Bunga memaknai konsep dirinya negatif dengan tidak mau tahu orang lain mau bilang apa tentang dirinya dan seperti apa saat ini,

yang terpenting Bunga tidak mencapuri urusan orang lain. Disamping itu Bunga juga tidak mau disalahkan sepihak kalau dirinya menjadi nakal dan mempunyai perilaku negatif karena faktor keluarga yang kurang mendukung dalam mendidik dan mengarahkan Bunga menjadi pribadi yang baik. Tetapi Bunga sekarang juga sudah sadar, malu terhadap sikapnya mengingat usia Bunga bertambah dewasa dan teman-teman desan banyak yang tahu tentang perilaku negatifnya.

Menurut Burns (dalam Igne 2007) Individu sangat peka dan mempunyai kecenderungan sulit menerima kritik dari orang lain. Kritik yang diterima, dipandang sebagai pengabsahan lebih lanjut kepada inferioritas mereka dan sulit mengakui bahwa dirinya itu salah. Dengan kata lain kelemahan pribadi dan kejanggalan diri tidak mau diakui sebagai bagian dari dirinya sendiri. Menurut Crumbaugh (dalam Koeswara 1987) kekurangan makna hidup bisa menjadi sebab maupun akibat kondisi depresi, baik dari kekurangan makna maupun kondisi

Dokumen terkait