• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bener Meriah, kabupaten di Aceh yang berlokasi di darah tinggi Aceh. Kabupaten yang berlokasi 4°33 50 - 4° 54 50 Lintang Utara dan 96° 40 75- 97° 17 50 Bujur Timur memiliki demografi rata-rata 100-2,500 meter di atas permukaan laut. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah.

Gambar 3. Peta Kabupaten Bener Meriah

23 Bener Meriah merupakan salah satu wilayah di Aceh dengan populasi anjing, angka kasus gigitan manusia tertinggi, dan terjadi kematian manusia dan ternak akibat gigitan hewan penular rabies. Di Bener Meriah juga terdapat kelompok pemilik anjing untuk berburu hama perkebunan/pertanian sebagai tradisi lokal. Aceh.

Responden

Data rabies komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) rabies diperoleh dengan melakukan wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur setelah mendapatkan izin dari dan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bener Meriah (Gambar 4 dan 5).

(A) (B)

Gambar 4. Pertemuan peneliti dengan kepala Dinas Pertanian dan Pangan (A) dan Dinas Kesehatan bener Meriah (B) dalam rangka pengurusan perizinan dan kerjasama penelitian.

Wawancara ini melibatkan 65 responden yang terdiri dari 47 orang pemilik anjing pemburu, 13 orang petugas Puskesmas dan 5 orang petugas Puskeswan di

24 Kabupaten Bener Meriah, dengan karakteristik masing-masing terlihat pada Tabel 1, 2 dan 3.

Reponden anggota kelompok pemilik anjing pemburu yang terlibat dalam penelitian berusia 19 – 72 tahun, dengan tingkat pendidikan bervariasi, yaitu tidak menamatkan sekolah dasar (SD) 4%, tamat SD/sederajat 15%, tamat sekolah lanjutan tingkat pertama/sederajat (SLTP) 32%, dan tamat sekolah lanjutan tingkat atas/sederajat (SLTA) 45%, menamatkan perguruan tinggi (PT) 4% (Tabel 1).

Sebagian besar responden merupakan pria (98%) suku Gayo (81%) dan beragama Islam (98%). Pekerjaan responden adalah sebagai petani (64%), swasta (34%) dan ibu rumah tangga (2%), dengan tingkat penghasilan per bulan Rp 1.300.000,- (77%) dan

>Rp. 13.300.000,- (23%).

Sebagaimana terlihat pada Tabel 2, kelompok responden petugas puskeswan yang ada di Bener Meriah sebanyak 5 orang petugas berusia 26 – 42 tahun dengan masa kerja 1 tahun (40%) atau lebih (60%). Semua petugas Puskewan yang terlibat sebagai responden beragama Islam, dengan tingkat pendidikan SLTA/sederajat (40%) atau perguruan tinggi (60%)..

Responden petugas Puskesmas adalah 13 orang petugas yang bertanggung bertugas memberikan penanganan, pengobatan, dan penyuntikan vaksin anti rabies (VAR) kepada pasien penderita korban gigitan hewan penular rabies dan melaksanakan pelaporan kasus rabies ke dinas kesehatan (Tabel 3). Para responden berusia 24-48 tahun dan pengalaman kerja 1 tahun (46%) atau lebih (54%).

Responden pria 62% dan yang wanita 38%, dengan tingkat pendidikan tamatan akademi perguruan tinggi (92%) atau SLTA/sederajat (8%).

25 L P TS SD SLTP SLTA PT I K Gy Jw Mn Ac Swasta Tani IRT 1.300 >1.300

Timang Gajah 32 – 72 8 - - 1 4 3 - 8 - 6 2 - - 4 4 - 7 1

Bukit 22 – 63 9 1 2 3 3 9 - 9 - - - 1 8 - 9 -

Wih Pesam 31 – 43 3 - - - 1 2 3 - - 3 - - - 3 - 3 -

Bandar 23 – 48 18 - 1 2 4 11 - 18 1 15 1 1 1 5 13 - 13 5

Gajah Putih 28 – 50 3 1 - - 1 1 2 4 - 4 - - - 2 1 1 3 1

Pintu Rime Gayo 28 – 65 5 - - 3 2 - - 5 - 5 - - - 4 1 - 4 1

Total 22 – 72 46 1 2 8 15 20 2 46 1 39 6 1 1 16 30 1 39 8

Keterangan:

Thn: tahun, JK: jenis kelamin, L: laki-laki, P: perempuan, TS: tidak bersekolah, SD: sekolah dasar, SLTP: sekolah lanjutan tingkat pertama/sederajat, SLTA:

sekolah lanjutan tingkat atas/sederajat, I: Islam, K: Kristen, Gy: Gayo, Jw: Jawa, Mn : Minang, Ac: Aceh, IRT: Ibu rumah tangga

Tabel 2. Demografi responden Staf Puskeswan di Bener Meriah

No Puskesmas Kecamatan

JK

Umur (Tahun)

Pekerjaan

Agama Suku

Tingkat

Pendidikan Tanggung jawab

Status

Lama (Tahun)

1 Lampahan Timang Gajah L 42 Honorer ≥ 1 Islam Gayo SLTA Tim pengendali rabies

2 Pondok Baru Bandar L 28 Honorer ≥ 1 Islam Gayo PT Tidak khusus

3 Uber Uber Mesidah L 26 Honorer ≥ 1 Islam Gayo SLTA Tim pengendali rabies

4 Arul Gading Pintu Rime Gayo p 41 PNS < 1 Islam Gayo PT Tim pengendali rabies 5 Samarkilang Bandar P 40 PNS < 1 Islam Aceh Profesi Tim pengendalian zoonosis Keterangan:

JK: jenis kelamin, L: laki-laki, P: perempuan, SLTP: sekolah lanjutan tingkat pertama/sederajat, SLTA: sekolah lanjutan tingkat atas/sederajat, PT: perguruan tinggi, PNS: pegawai negeri sipil

26

JK (Thn) Status (Thn) Agama Suku dikan Tanggung jawab

1

Simpang

Tritit Wih Pesam P 48 PNS ≥ 1 Islam Gayo PT

Mencuci luka, menyuntikkan VAR, memberi penyuluhan tentang rabies

2 Pante Raya Wih Pesam L 41 PNS ≥ 1 Islam Jawa SLTA

Menerima pasien GHPR, memberi tindakan dan penyuluhan GHPR, mnedokumentasi, pelaporan kejadian, aprah stok VAR 3

Simpang Tiga

Redelong Bukit P 32 PNS ≥ 1 Islam Jawa PT Melakukan tatalaksana pada pasien kasus gigitan HPR 4 Lampahan Timang Gajah L 48 PNS < 1 Islam Gayo PT Cuci luka, berikan VAR, penyuluhan ke keluarga/penderita 5 Ronga Ronga Gajah Putih L 35 PNS < 1 Islam Aceh PT Penyuluhan tentang rabies di Posyandu

6

Buntul

Kemumu Permata P 39 PNS < 1 Islam Gayo PT Mencuci luka, menyuntikkan VAR, memberi penyuluhan 7 Ramung Permata L 25 Honorer < 1 Islam Jawa PT Penyuluhan ke masyarakat penanganan/pengendalian rabies 8 Singah Mulo Pintu Rime Gayo P 34 Honorer ≥ 1 Islam Gayo PT Membersihkan luka, penyuntikan VAR, laporan bulanan 9 Blang Rakal Pintu Rime Gayo L 32 Honorer ≥ 1 Islam Gayo PT

Penanggungjawab program rabies, menangani kasus rabies, dan melaporkan ke Dinkes

10 Bandar Bandar L 36 Honorer ≥ 1 Islam Aceh PT

Menangani pasien dicurigai terkena rabies dari anjing, kucing, kera

11 Bandar Bener Kelipah P 24 Honorer < 1 Islam Jawa PT

Menangani kasus gigitan hewan, mencuci bekas gigitan, memberikan vaksin

12 Meusidah Mesidah L 29 Honorer ≥ 1 Islam Gayo PT Penanganan kasus rabies dan melaporkannya ke dinas kesehatan 13 Samarkilang Syeh Utama L 25 PNS < 1 Islam Jawa PT Pemberian vaksin rabies

Keterangan:

Thn: tahun, JK: jenis kelamin, L: laki-laki, P: perempuan,: tidak bersekolah, SD: sekolah dasar, SLTP: sekolah lanjutan tingkat pertama/sederajat, SLTA:

sekolah lanjutan tingkat atas/sederajat, PT: perguruan tinggi.

27 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pemilik Anjing Pemburu Mengenai rabies

Hasil wawancara dengan format komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang rabies diperoleh hasil pemilik anjing pemburu di Kabupaten Bener Meriah telah memiliki tingkat pengetahuan,sikap dan tindakan yang cukup baik namun bervariasi tentang rabies.

Pengetahuan responden tentang rabies

Dari sejumlah 47 responden pemilik anjing pemburu menyatakan memelihara 2-5 ekor anjing dan sudah berpengalaman memelihara anjing selama 2-5 tahun (60%), 6-10 tahun (11%), 11-15 tahun (15%), 16-20 tahun (10%) dan selama lebih dari 20 tahun (4%). Responden memanfaatkan anjing yang dipelihara untuk tujuan berbeda. Sebagian besar (47%) dari mereka menyatakan bahwa memelihara anjing untuk digunakan saat berburu atau untuk dimanfaatkan sebagai penjaga kebun (34%).

Akan tetapi, juga terdapat 19% responden yang memelihara anjing hanya sebagai penjaga rumah.

Responden mampu menyebutkan rabies sebagai penyakit yang timbul karena gigitan anjing gila (66%) atau sebagai penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan hewan penderita rabies (34%). Akan tetapi hanya 83% responden yang dapat menyebutkan dengan benar bahwa penyebab rabies adalah virus. Demikian juga, hanya sebagian kecil (26%) dari 47 rseponden yang mampu mengidentifikasi 3 hewan berdarah panas yang dapat tertular dan menyebarkan rabies (anjing, kucing

28 dank era), sedangkan sebagian besar responden hanya menyebutkan hewan penular rabies adalah anjing (57%) atau anjing dan kucing (17%)

Hal yang menggembirakan adalah dari 47 responden pemilik anjing pemburu 98% mengetahui bahwa terjadinya penularan rabies pada hewan dan manusia terjadi melalui luka gigitan langsung/luka terkena air liur hewan yang tertular penyakit rabies. Sejumlah responden dapat menyebutkan gejala-gejala anjing yang terinfeksi rabies paling kurang 2 buah (6%) atau 4 buah (85%), namun 9% responden tidak dapat menyebutkan satupun gejala anjing yang terinfeksi rabies. Persentase responden yang mengetahui 2 - 4 gejala rabies manusia yang terinfeksi rabies cukup tinggi (85%) dan hanya 13% responden saja yang tidak mengetahui gejala tersebut.

Responden umumnya (96%) menyatakan bahwa anjing yang menunjukkan gejala penyakit rabies harus segera ditangkap dan dilaporkan ke Dinas Peternakan setempat dengan alasan berbeda, diantaranya supaya anjing dikarantina/dibatasi pergerakannya) untuk diobservasi (70%) atau Supaya anjing dimatikan sehingga tidak menggigit manusia (26%).

Meskipun hanya 4 (8%) dari 47 responden yang menyatakan bahwa anjingnya pernah mengigit orang hanya 38% yang mengetahui cara mencegah anjingnya agar tidak menggigit orang, baik dengan memberangus anjing jika hendak dibawa keluar rumah (4%) atau dengan mengikat anjing dengan rantai yang panjangnya < 2m (34%). Pada umumnya (98%) responden faham bahwa untuk mencegah anjing terinfeksi rabies harus divaksinasi, dan sangat berbahaya apabila orang tergigit anjing rabies di bagian kepala atau bagian tubuh yang dekat dengan kepala (87%). Semua responden tahu bahwa korban gigitan anjing rabies atau diduga menderita rabies

29 harus dilaporkan ke Puskesmas atau petugas kesehatan setempat dengan harpan mereka dapat mendapatkan penanganan segera dari petugas (55%) atau mendapatkan suntikan vaksin anti-rabies VAR (45%), namun ada 6% responden yang merasa hal ini tidak perlu dilakukan dengan segera.

Sikap responden tentang rabies

Meskipun hampir semua responden menyetujui anjing mereka harus diregistrasi (92%), diberikan tanda kepemilikan (98%), dan divaksinasi secara rutin (96%).

Responden juga setuju anjingnya diikat dengan rantai sepanjang 2 meter saat dipelihara di sekitar tempat tinggal (85%) dan tidak setuju anjing peliharaan bebas berkeliaran (70%), namun mereka (66%) cenderung menolak anjingnya diikat dengan rantai sepanjang  2 meter saat dipelihara dengan alasan untuk mencegah terjadinya pencurian anjing pemburu yang sudah terlatih. Akan tetapi responden tampaknya tidak melakukan suatu usaha untuk mencegah anjingnya berkontak dengan anjing liar (tak berpemilik), mengikat anjing dan memberangus (membungkus) moncongnya saat dibawa keluar rumah. Ini menunjukkan kurangnya kewaspadaan mereka terhadap kemungkinan anjingnya beresiko mengigit hewan atau orang..

Semua (100%) responden sepakat perlunya melaporkan kasus anjing berpemilik menggigit orang kepada petugas berwenang dan siap memberi persetujuan ke petugas tersebut menangkap anjing yang mengigit itu ditangkap untuk diobservasi dalam kurun waktu tertentu (98%), dan kemudian dieliminasi jika terbukti terinfeksi rabies (98%). Tindakan penangkapan anjing liar (tanpa pemilik) untuk dieliminasi guna

30 mencegah kasus gigitan, kemunculan dan penyebaran penyakit rabies juga disetujui (98%).

Dari 47 responden, 99% setuju bahwa anjing berpemilik harus didaftarkan ke kantor Kepala Desa atau Dinas Peternakan/Puskeswan terdekat, dan 70%

menyebutkan perlunya pemilik yang membawa anjing peliharaan masuk ke daerah baru dilengkapi dengan surat bukti kepemilikan dan vaksinasi dari daerah asal guna mencegah/mengurangi kasus rabies. Akan tetapi sebagian responden tidak memiliki kartu vaksinasi anjing mereka.

Tidak semua (hanya 79%) dari 47 responden merupakan anggota kelompok berburu babi meskipun mereka memelihara anjing antara 2 – 5 ekor. Lebih sedikitnya jumlah anjing yang dipelihara terkait dengan berkurangnya aktifitas berburu yang dilakukan serta relatif sedikitnya perhatian dinas terkait dengan aktifitas ini. Jumlah total anjing yang dimiliki responden ada 111 ekor sehingga jumlah anjing per kepala keluarga (KK) pemilik anjing pemburu adalah 2 ekor/KK. Responden cenderung memelihara sedikit anjing betina untuk tujuan pengendalian populasi anjing yang dimiliki.

Tidak semua (hanya 89%) responden yang setuju bahwa anjing yang dibiarkan lepas tanpa tanda kepemilikan dapat dianggap anjing liar sehingga dapat dilakukan penangkapan untuk dieliminasi guna mencegah kasus gigitan, kemunculan dan penyebaran penyakit rabies. Semua responden setuju bahwa setiap orang yang terkena (korban) gigitan anjing harus segera dibawa ke Puskesmas terdekat untuk diperiksa, dan bila perlu diberi suntikan anti rabies. Mereka juga sepakat bahwa pencegahan penyakit rabies bukan hanya tugas pemerintah saja tetapi juga

31 masyarakat terutama pemilik anjing, namun tidak semuanya (hanya 98%) yang menyebutkan perlunya Pemerintah daerah membuat peraturan atau qanun tentang pencegahan/pengendalian kasus gigitan anjing dan penyakit rabies.

Tindakan responden tentang rabies

Apabila terjadi pertambahan populasi anjing dari anak anjing yang dilahirkan oleh induk yang dipelihara responden akan menguranginya 60%, memeliharanya (30%). Namun ada 10% responden yang belum memutuskan mau diapakan. Tindakan mengurangi populasi anjing dilakukan dengan membagikannya ke orang lain (55%), mematikannya (26%), memandulkan induknya (11%), membawanya ke tempat lain (4%) atau lainnya (4%). Upaya mematikan anjing yang tidak diinginkan itu dilakukan dengan bantuan petugas (9%), meracunnya dengan racun yang diperoleh dari petugas (15%) atau dibeli sendiri (19%), tidak tahu (9%) atau tindakan lain (49%) seperti

Hal yang menarik bahwa banyak responden (96%) perlunya vaksinasi untuk mencegah anjing terkena rabies dan menyebutkan mengikat dan mengandangkan anjing merupakan upaya pencegahan anjing menggigit orang, hanya 15% yang memberangus anjingnya saat dibawa keluar. Bila anjingnya menunjukkan gejala rabies 51% responden akan melaporkannya ke petugas peternakan (14%), Puskeswan (17%), Petugas kesehatan (2%), kepala desa (4%) atau pihak lainnya (5%) atau belum tahu mau melaporkannya kemana (5%).

Responden mendapatkan informasi tentang penyakit rabies dari sumber yang berbeda diantaranya dari Petugas Peternakan (58%), Petugas Kesehatan (21%), atau

32 dari sumber lainnya (11%) seperti dari teman, selebaran, surat kabar atau televisi.

Semua responden setuju anjing yang dimiliknya untuk divaksinasi rabies untuk mencegah enyakit Rabies (94%), mengikuti anjuran petugas (2%) atau mencegah bahaya bagi manusia (4%), namun sekitar 10% responden masih berpikir vaksinasi dapat mematikan atau melemahkan anjing yang dimilikinya. Sebanyak 98%

responden setuju anjing yang menunjukkan gejala rabies dimatikan, namun 2% tidak menyetujui tindakan ini dengan alasan tidak tega, merasa sayang atau berpikir ada cara lain yang sebenarnya lebih berpotensi menyiksa anjing atau bertentangan dengan animal welfare seperti mengikat atau mengurungnya sampai mati. Ada juga yang

berpikir lebih baik untuk membuang/membawa anjing terindikasi rabies ke tempat lain, yang dapat menyebabkan penularan rabies ke tempat tersebut.

Infomasi menarik yang juga diperoleh selama wawancara adalah ada responden yang mampu menyebutkan dan menjelaskan pola spesifik penyebaran rabies dari anjing liar (tak berpemilik) ke anjing berpemilik yang tidak diikat selama musim hujan.

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petugas Puskeswan dan Puskesmas Mengenai rabies

Wawancara interaktif dengan petugas bidang rabies seluruh 13 Puskesmas dan petugas 4 Puskeswan di Kabupaten Bener Meriah menggunakan kuesioner terstruktur dengan format KIE menunjukkan bahwa mereka mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan yang sudah baik tentang rabies. Mereka juga mengetahui tugas dan deskripsi

33 kerja masing-masing terhadap kasus rabies, hewan penggigit atau korban gigitan hewan penular rabies, serta tindakan yang dilakukan terkait hal tersebut.

Petugas dari Puskesmas menunjukkan respek yang baik terhadap petugas Puskeswan dan cakupan tugasnya serta cenderung berkomunikasi dan bekerjasama jika terjadi kasus gigitan terkait rabies. Hal yang sama ditunjukkan oleh petugas Puskeswan terhadap Petugas Puskesmas. Akan tetapi, petugas kedua satuan kerja ini belum memiliki latar belakang informasi yang cukup mengenai konsep One-Health terkait rabies dan/atau penyakit zoonosis lainnya. information, Adanya indikasi dari petugas Puskesmas mengenai rabies ditunjukkan dari adanya beberapa tindakan yang dilakukan terkait anjing yang menyebabkan kasus gigitan, yang sebenarinya merupakan tanggung jawab dari Petugas Puskeswan. Petugas kedua instansi umumnya mengetahui gejala anjing atau manusia yang terinfeksi rabies, namun mereka tidak mengetahui tiga tahapan gejala klinis rabies pada anjing yang disebukan oleh Tierkel (1975), yaitu prodormal, eksitasi and paralisis. Hal ini tidak mengherankan karena upaya pelatihan terstruktur dan berjenjang belum dilakukan secara rutin. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penyegaran dan pelatihan rabies secara teratur melalui workshop dan pelatihan terintegrasi.

34 BAB VI

Dokumen terkait