• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Teori Belajar Bruner 1. Biografi Bruner

Jerome Seymour Bruner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober 1915 dari pernikahan Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari Polandia. Keluarganya menginkan Bruner menjadi ahli hukum, namun Bruner mempunyai cita-cita lain. Bruner masuk jurusan psikologi dan pada tahun 1937 menerima gelar sarjana di bidang psikologi dari Duke University. Di tahun yang sama, ia melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar master di bidang psikologi pada tahun 1939. Tidak selang beberapa lama kemudian, pada tahun 1941 Bruner menerima gelar doctoral (Ph.D) dari universitas yang sama.

Ketika pertama kali tiba di Harvad, Bruner tertarik pada penelitian mengenai persepsi hewan (perception on animal).Pada tahun 1939, Bruner menerbitkan atikel psikologi pertama mengenai pengaruh ekstrak thymus pada perilaku seksual tikus betina. Selama perang dunia ke-2, Bruner tertarik pada penelitian mengenai psikologi sosial, dan sebagai tesis doktoralnya ia menulis mengenai teknik propaganda Nazi (techniques of Nazi propagandists). Selama perang, Bruner masuk tentara dan bekerja sebagai ahli psikologi perang (psychological warefare) di General Eisenhower’s headquarters in SHAEF.

Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi yang terlibat dalam penelitian mengenai psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Pada tahun 1972, ia meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Pada tahun 1980, ia kembali ke Amerika Serikat untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan salah satu fakultas di New York dan mengajar mahasiswa sampai hari ini.

Bruner adalah salah satu pencetus utama psikologi kognitif dan konstruktivisme, serta juga berpengaruh pada teori pendidikan dan praktek.

Bruner mengakui bahwa filosofi Bruner tentang psikologi telah dipengaruhi oleh Jean Piaget, Vygotsky LS, dan Benjamin Bloom.

2. Ide Bruner dalam Proses Pendidikan

Bruner mengungkapkan empat ide nya mengenai proses dari pendidikan, yaitu:

a. Struktur Pengetahuan

Bruner berpendapat bahwa mengajarkan prinsip-prinsip dasar suatu subjek membuat transfer pengetahuan lebih mudah. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur pengetahuan kita dapat membantu peserta didik untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.

b. Kesiapan untuk Belajar

Bruner menganggap bahwa anak-anak dari segala usia dapat belajar jika bahan pendukung disajikan dalambentuk yang tepat dan kurikulum harus meninjau kembali dan membangun ide-ide dasar berulang (Spiral Curriculum). Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat memungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi. Misalnya kesiapan untuk geometri euclidian, dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.

c. Nilai Intusi dalam Proses Pendidikan

Bruner prihatin untuk menemukan bagaimana sekolah bisa menciptakan kondisi untuk meningkatkan berpikir intuitif yang kemudian bisa diperiksa melalui analisis. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak. Bruner mengungkapkan “educated guess” yang kerap kali digunakan oleh para Ilmuan dan dalam

proses pendidikan diharapkan guru dan sekolah menciptakan kondisi dimana intuisi siswa dapat berkembang.

d. Motivasi atau Keinginan untuk Belajar

Bruner percaya ini harus berakar dalam proses belajar daripada tujuan eksternal sepertinilai. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut bruner, pengalaman belajar semacam ini, dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif. Bruner menegaskan bahwa tujuan akhir dari pengajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman umum tentang struktur materi pelajaran.

Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner menghimbau guru untuk membantu menciptakan (membangun) kondisi di mana siswa dapat melihat struktur dari subyek tertentu. Ketika pembelajaran didasarkan pada struktur, materi yang dipelajari akan lebih tahan lama atau cenderung tidak mudah dilupakan. Kondisi yang demikian, dikenal dengan “teori pengajaran Bruner” bukan teori belajar Bruner. Menurut Bruner, teori belajar itu deskriptif, yaitu mendeskripsikan apa yang terjadi sesudah ada fakta. Sebaliknya, teori pengajaran bersifat menentukan (prescriptive), teori pengajaran ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktek mengajar yang dianggap paling baik.

Jerome Bruner secara mendalam menulis mengenai pemikiran manusia atau lebih tepatnya proses berpikir siswa dalam pembelajaran. Tulisannya dalam pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan dalam filsafat Piaget yang kaya akan ide, meskipun penekanan teori pada bukti eksperimental dari masing-masing ide agak kurang.

a. Tiga Proses Berpikir Bruner

Menurut Bruner, berpikir merupakan gabungan dari tiga proses, yaitu penerimaan (acquisition), transformasi (transformation), dan menguji ketepatan (testing of adequacy). Tiga langkah tersebut merupakan pengorganisasian aktif dari individu dalam memperoleh pengetahuan, yang merupakan ciri khas dari teori dasar kognitif. Penerimaan (acquisition) sama halnya dengan penerimaan sensorik dan sintesis. Penerimaan (acquisition) merupakan proses menerima persepsi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dangan kata lain, adanya pengalaman baru akan menambahkan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.

Transformasi (transformation) merupakan perubahan persepsi baru dan pengetahuan ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Menguji ketepatan (testing) merupakan tindakan yang dirancang untuk menilai kecukupan dan ketepatan pengetahuan yang ada dalam rangka menilai proses transformasi. Proses kedua dan ketiga menyerupai ide Piaget mengenai asimilasi dan akomodasi. Transformasi dan asimilasi keduanya mengarah pada proses mengubah informasi sesuai dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Menguji ketepatan dan akomodasi keduanya merupakan proses penyesuaian pengetahuan lama ke dalam pengetahuan yang baru.

Ketiga proses belajar tersebut berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Anak tidak dapat menerima (acquire) pengetahuan tanpa melakukan transformasi dan mengetes (menguji) pengetahuan tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada anak serta memungkinkan anak untuk memproses informasi dan keterampilan tersebut.

b. Teori konstruktivisme

Konstruktivisme adalah epistemologi pembelajaran yang berdasarkan pada refleksi pengalaman saat membangun pemahaman.

Konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif dimana siswa mengembangkan pengetahuannya. Konstruktivisme juga merupakan kerangka konseptual yang sangat luas dengan perspektif banyak variasi. Jerome Bruner yang dianggap sebagai salah satu pendiri Konstruktivisme.

Teori Bruner tentang Konstruktivisme dipengaruhi oleh teori penelitian sebelumnya yaitu Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.Kerangka teoretisnya meyakinkan bahwa peserta didik membangun ide-ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Proses pembelajaran aktif dan melibatkan transformasi informasi, memaknai pengalaman, membentuk hipotesis, dan pengambilan keputusan. Melalui karyanya ia menyajikan gagasan bahwa anak-anak bisa menjadi pemecah masalah yang aktif dan mampu mengeksplorasi pengetahuan yang lebih sulit.

Teori Bruner tentang Konstruktivisme jatuh ke dalam domain kognitif. Siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir melalui inquiry dan peran pengalaman dalam belajar. Proses dimana peserta didik membangun pengetahuan. Peluang disediakan bagi peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dan makna baru dari pengalaman otentik.

c. Tiga Tahap Pembelajaran

Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut:

a. Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan bahwa anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu dengan berbuat atau melakukan sesuatu. Jadi pada tahap ini sebagian besar pengetahuan dalam bentuk respon motorik.

b. Tahap Ikonik

Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan)

dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret. Pada tahap ini, pemahaman anak masih diperoleh dari benda nyata dalam wujud gambar bukan benda abstrak. Jadi pada tahap ini, pengetahuan sebagian besar lebih diwujudkan dalam citra visual. c. Tahap Simbolik

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik symbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Jadi, pada tahap ini pengetahuan sebagian besar dinyatakan dalam bentuk kata-kata, simbol matematika dan sistem simbol lainnya.

Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik), siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap

simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.

Bruner menyatakan bahwa peserta didik melewati berbagai tahap perkembangan tapi dia tidak menentukan usia pelajar di mana tahap ini akan berlangsung. Hal ini sangat mungkin bagi orang dewasa untuk beralih dari ikonik ke simbolis atau bahkan dari enaktif ke ikonik atau simbolis sebagai lawan dari operasional formal ke motor sensorik. Pengajaran akan menentukan manfaat tingkatan dari peserta didik ketika membangun interpretasi konsep.

d. Belajar Penemuan Bruner

Teori Konstruktivis Bruner ini telah diadopsi dan dimanfaatkan untuk berbagai situasi pengajaran. Ada teori lain banyak yang menggunakan aspek epistemologi konstruktivisme ketika merumuskan teori pembelajaran dan pengajaran. Bruner mengembangkan metode pengajaran yang disebut Belajar Penemuan dengan memanfaatkan teori Konstruktivisme. Belajar Penemuan adalah salah satu cara bahwa guru dapat memanfaatkan teori karena teori itu sendiri merupakan penyelidikan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisispasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kelebihan:

1) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat.

2) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada kognitif seseorang dapat lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. 3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa

dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

4) Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi tidak hanya menerima saja.

5) Membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban.

Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, sehingga ia menyarankan agar dalam menerapkan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, misalnya pada bidang studi matematika, maka menggunakan belajar penemuan dengan mengarahkannya pada struktur matematika. struktur matematika diberikan oleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika itu sendiri. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang lain serta siswa akan lebih mudah mengingatnya. Hal ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat digunakan untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam matematika, dan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner, mengerti struktur matematika ialah memahami matematika itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna.

4. Teorema atau Dalil Pengajaran Matematika

Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut

mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah:

a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)

Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai.

Dalam proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk aktif, tidak hanya aktif secara intelektual (mental) tetapi juga secara fisik.

Contoh untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 5 + 4 = 9, siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak, cara lain dapat direpresentasikan dengan garis bilangan. Dengan mengulang hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam.

Contoh lain, anak mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Misalnya 3 x 5, ini berarti pada garis bilangan meloncat 3x dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian yang mendalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.

b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan bentuk .... + 3 = 8 atau a + 3 = 8.

Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)

Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian pula, pemahaman

siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi panjang, jajaran genjang, belah ketupat, dan lain-lain. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, dengan membandingkan konsep persegi dengan konsep persegipanjang akan menjadi jelas bahwa persegi merupakan kejadian khusus (a special case) dari perseg ipanjang, artinya: setiap persegi tentu merupakan persegi panjang, sedangkan suatu persegi panjang belum tentu merupakan persegi.

Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada perseg ipanjang yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegi panjang yang panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama.

d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan

keterampilan-keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas.

Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

Perlu dijelaskan bahwa keempat dalil tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu seperti di atas. Dalam penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara bersama dalam proses pembelajaran materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.Misalnya konsep Dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan Tripel Pythagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya

5. Implikasi dan Aplikasi Teori Bruner

a. Implikasi Teori Bruner dalam Pendidikan

Teori pengajaran Bruner menjelaskan kapan dan bagaimana pembelajar dapat memproses informasi secara lebih efektif dalam tiga tahap pemahaman anak. Menurut Bruner, beberapa teori dalam pengajaran seharusnya memuat beberapa hal berikut:

1) Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan tujuan positif di antara siswa.

Adanya pandangan bahwa setiap siswa mempunyai tujuan (cita-cita), namun terkadang tujuan tersebut belum tentu terarah. Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa sehingga mempunyai tujuan yang positif yaitu dengan cara belajar. Misalnya, seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi dokter.Sebelum menjadi dokter, anak tersebut harus belajar mengenai banyak hal, khususnya mengenai struktur tubuh manusia dalam pelajaran biologi.

2) Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran Guru sebagai edukator harus mentransformasikan materi yang mereka ajarkan menjadi bentuk yang bermanfaat bagi siswa dengan cara menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman siswa dalam

Dalam dokumen Makalah Teori Belajar matematis perilaku (Halaman 9-35)

Dokumen terkait