• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Teori Belajar matematis perilaku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Teori Belajar matematis perilaku"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

M A K A L A H

“Keterkaitan Teori-Teori Belajar (Teori Bruner, Skinner, Pieget,

Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro) dengan Media

Pembelajaran Matematika”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran Pendidikan Matematika

Di susun oleh :

Ayu Lestari (1241172105091) 6D Emah Hujaemah W.K (1241172105033) 6A Lami Agustini Jamiati (1241172105004) 6D

Nyai Daryati (1241172105117) 6D Saeful Anwar (1241172105117) 6D

Santi Sarifah (1241172105117) 6D Susi Oktaviani (1241172105) 6D Tira Septiana Sejati (1241172105108) 6D

Dosen Pengampu Dori Lukman Hakim, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) PROGRAM STUDI MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG JL. HS. RONGGOWALUYO TELUKJAMBE

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang “Keterkaitan Teori-Teori Belajar (Teori-Teori Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro) dengan Media Pembelajaran Matematika” dan makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas pembelajaran Media Pembelajaran Pendidikan Matematika di Universitas Singaperbangsa Karawang. Di sini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen bidang studi yang telah memberikan kesempatan. Dengan harapan dapat menambah wawasan serta pengetahuan, sehingga dapat bermanfaat untuk hidup kita sebagai bangsa Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Karawang, Maret 2015

(4)
(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...1

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...4

B. Perumusan Masalah...5

C. Tujuan Penulisan...5

D. Manfaat Penulisan ...6

BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar Bruner ...7

B. Teori Belajar Skinner ...22

C. Teori Belajar Pieget ...23

D. Teori Belajar Van Hiele...29

E. Teori Belajar Ki Hajar Dewantoro...31

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...33

B. Saran...34

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling penting. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami peserta didik. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari media elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan kerja atau masyarakat.

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu.

(7)

Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru. Berdasarkan uraian di atas penulis memandang perlunya menanggapi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa teori belajar, yaitu teori belajar Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro. Makalah ini menyajikan bagaimana keterkaitan teori-teori belajar tersebut dengan Media Pembelajaran Matematika.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner dan kaitannya dengan Media

Pembelajaran Matematika?

2. Bagaimana teori pembelajaran menurut Skinner dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

3. Bagaimana teori pembelajaran menurut Pieget dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

4. Bagaimana teori pembelajaran menurut Van Hiele dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

5. Bagaimana teori pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantoro dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

2. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Skinner dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

3. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Pieget dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

(8)

5. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantoro dan kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan tentang bagaimana keterkaitan teori-teori belajar Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro dengan Media Pembelajaran Matematika.

(9)

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Bruner 1. Biografi Bruner

Jerome Seymour Bruner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober 1915 dari pernikahan Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari Polandia. Keluarganya menginkan Bruner menjadi ahli hukum, namun Bruner mempunyai cita-cita lain. Bruner masuk jurusan psikologi dan pada tahun 1937 menerima gelar sarjana di bidang psikologi dari Duke University. Di tahun yang sama, ia melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar master di bidang psikologi pada tahun 1939. Tidak selang beberapa lama kemudian, pada tahun 1941 Bruner menerima gelar doctoral (Ph.D) dari universitas yang sama.

Ketika pertama kali tiba di Harvad, Bruner tertarik pada penelitian mengenai persepsi hewan (perception on animal).Pada tahun 1939, Bruner menerbitkan atikel psikologi pertama mengenai pengaruh ekstrak thymus pada perilaku seksual tikus betina. Selama perang dunia ke-2, Bruner tertarik pada penelitian mengenai psikologi sosial, dan sebagai tesis doktoralnya ia menulis mengenai teknik propaganda Nazi (techniques of Nazi propagandists). Selama perang, Bruner masuk tentara dan bekerja sebagai ahli psikologi perang (psychological warefare) di General Eisenhower’s headquarters in SHAEF.

Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi yang terlibat dalam penelitian mengenai psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Pada tahun 1972, ia meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Pada tahun 1980, ia kembali ke Amerika Serikat untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan salah satu fakultas di New York dan mengajar mahasiswa sampai hari ini.

(10)

Bruner mengakui bahwa filosofi Bruner tentang psikologi telah dipengaruhi oleh Jean Piaget, Vygotsky LS, dan Benjamin Bloom.

2. Ide Bruner dalam Proses Pendidikan

Bruner mengungkapkan empat ide nya mengenai proses dari pendidikan, yaitu:

a. Struktur Pengetahuan

Bruner berpendapat bahwa mengajarkan prinsip-prinsip dasar suatu subjek membuat transfer pengetahuan lebih mudah. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur pengetahuan kita dapat membantu peserta didik untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.

b. Kesiapan untuk Belajar

Bruner menganggap bahwa anak-anak dari segala usia dapat belajar jika bahan pendukung disajikan dalambentuk yang tepat dan kurikulum harus meninjau kembali dan membangun ide-ide dasar berulang (Spiral Curriculum). Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat memungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi. Misalnya kesiapan untuk geometri euclidian, dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.

c. Nilai Intusi dalam Proses Pendidikan

(11)

proses pendidikan diharapkan guru dan sekolah menciptakan kondisi dimana intuisi siswa dapat berkembang.

d. Motivasi atau Keinginan untuk Belajar

Bruner percaya ini harus berakar dalam proses belajar daripada tujuan eksternal sepertinilai. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut bruner, pengalaman belajar semacam ini, dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif. Bruner menegaskan bahwa tujuan akhir dari pengajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman umum tentang struktur materi pelajaran.

Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner menghimbau guru untuk membantu menciptakan (membangun) kondisi di mana siswa dapat melihat struktur dari subyek tertentu. Ketika pembelajaran didasarkan pada struktur, materi yang dipelajari akan lebih tahan lama atau cenderung tidak mudah dilupakan. Kondisi yang demikian, dikenal dengan “teori pengajaran Bruner” bukan teori belajar Bruner. Menurut Bruner, teori belajar itu deskriptif, yaitu mendeskripsikan apa yang terjadi sesudah ada fakta. Sebaliknya, teori pengajaran bersifat menentukan (prescriptive), teori pengajaran ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktek mengajar yang dianggap paling baik.

(12)

a. Tiga Proses Berpikir Bruner

Menurut Bruner, berpikir merupakan gabungan dari tiga proses, yaitu penerimaan (acquisition), transformasi (transformation), dan menguji ketepatan (testing of adequacy). Tiga langkah tersebut merupakan pengorganisasian aktif dari individu dalam memperoleh pengetahuan, yang merupakan ciri khas dari teori dasar kognitif. Penerimaan (acquisition) sama halnya dengan penerimaan sensorik dan sintesis. Penerimaan (acquisition) merupakan proses menerima persepsi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dangan kata lain, adanya pengalaman baru akan menambahkan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.

Transformasi (transformation) merupakan perubahan persepsi baru dan pengetahuan ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Menguji ketepatan (testing) merupakan tindakan yang dirancang untuk menilai kecukupan dan ketepatan pengetahuan yang ada dalam rangka menilai proses transformasi. Proses kedua dan ketiga menyerupai ide Piaget mengenai asimilasi dan akomodasi. Transformasi dan asimilasi keduanya mengarah pada proses mengubah informasi sesuai dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Menguji ketepatan dan akomodasi keduanya merupakan proses penyesuaian pengetahuan lama ke dalam pengetahuan yang baru.

Ketiga proses belajar tersebut berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Anak tidak dapat menerima (acquire) pengetahuan tanpa melakukan transformasi dan mengetes (menguji) pengetahuan tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada anak serta memungkinkan anak untuk memproses informasi dan keterampilan tersebut.

b. Teori konstruktivisme

(13)

Konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif dimana siswa mengembangkan pengetahuannya. Konstruktivisme juga merupakan kerangka konseptual yang sangat luas dengan perspektif banyak variasi. Jerome Bruner yang dianggap sebagai salah satu pendiri Konstruktivisme.

Teori Bruner tentang Konstruktivisme dipengaruhi oleh teori penelitian sebelumnya yaitu Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.Kerangka teoretisnya meyakinkan bahwa peserta didik membangun ide-ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Proses pembelajaran aktif dan melibatkan transformasi informasi, memaknai pengalaman, membentuk hipotesis, dan pengambilan keputusan. Melalui karyanya ia menyajikan gagasan bahwa anak-anak bisa menjadi pemecah masalah yang aktif dan mampu mengeksplorasi pengetahuan yang lebih sulit.

Teori Bruner tentang Konstruktivisme jatuh ke dalam domain kognitif. Siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir melalui inquiry dan peran pengalaman dalam belajar. Proses dimana peserta didik membangun pengetahuan. Peluang disediakan bagi peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dan makna baru dari pengalaman otentik.

c. Tiga Tahap Pembelajaran

Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut:

a. Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan bahwa anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu dengan berbuat atau melakukan sesuatu. Jadi pada tahap ini sebagian besar pengetahuan dalam bentuk respon motorik.

b. Tahap Ikonik

(14)

dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret. Pada tahap ini, pemahaman anak masih diperoleh dari benda nyata dalam wujud gambar bukan benda abstrak. Jadi pada tahap ini, pengetahuan sebagian besar lebih diwujudkan dalam citra visual. c. Tahap Simbolik

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik symbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Jadi, pada tahap ini pengetahuan sebagian besar dinyatakan dalam bentuk kata-kata, simbol matematika dan sistem simbol lainnya.

(15)

simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.

Bruner menyatakan bahwa peserta didik melewati berbagai tahap perkembangan tapi dia tidak menentukan usia pelajar di mana tahap ini akan berlangsung. Hal ini sangat mungkin bagi orang dewasa untuk beralih dari ikonik ke simbolis atau bahkan dari enaktif ke ikonik atau simbolis sebagai lawan dari operasional formal ke motor sensorik. Pengajaran akan menentukan manfaat tingkatan dari peserta didik ketika membangun interpretasi konsep.

d. Belajar Penemuan Bruner

Teori Konstruktivis Bruner ini telah diadopsi dan dimanfaatkan untuk berbagai situasi pengajaran. Ada teori lain banyak yang menggunakan aspek epistemologi konstruktivisme ketika merumuskan teori pembelajaran dan pengajaran. Bruner mengembangkan metode pengajaran yang disebut Belajar Penemuan dengan memanfaatkan teori Konstruktivisme. Belajar Penemuan adalah salah satu cara bahwa guru dapat memanfaatkan teori karena teori itu sendiri merupakan penyelidikan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisispasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kelebihan:

(16)

2) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada kognitif seseorang dapat lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. 3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa

dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

4) Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi tidak hanya menerima saja.

5) Membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban.

Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, sehingga ia menyarankan agar dalam menerapkan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, misalnya pada bidang studi matematika, maka menggunakan belajar penemuan dengan mengarahkannya pada struktur matematika. struktur matematika diberikan oleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika itu sendiri. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang lain serta siswa akan lebih mudah mengingatnya. Hal ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat digunakan untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam matematika, dan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner, mengerti struktur matematika ialah memahami matematika itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna.

4. Teorema atau Dalil Pengajaran Matematika

(17)

mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah:

a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)

Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai.

Dalam proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk aktif, tidak hanya aktif secara intelektual (mental) tetapi juga secara fisik.

(18)

Contoh lain, anak mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Misalnya 3 x 5, ini berarti pada garis bilangan meloncat 3x dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian yang mendalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.

b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan bentuk .... + 3 = 8 atau a + 3 = 8.

Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)

(19)

siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi panjang, jajaran genjang, belah ketupat, dan lain-lain. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, dengan membandingkan konsep persegi dengan konsep persegipanjang akan menjadi jelas bahwa persegi merupakan kejadian khusus (a special case) dari perseg ipanjang, artinya: setiap persegi tentu merupakan persegi panjang, sedangkan suatu persegi panjang belum tentu merupakan persegi.

Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada perseg ipanjang yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegi panjang yang panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama.

d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

(20)

keterampilan-keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas.

Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

Perlu dijelaskan bahwa keempat dalil tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu seperti di atas. Dalam penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara bersama dalam proses pembelajaran materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.Misalnya konsep Dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan Tripel Pythagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya

5. Implikasi dan Aplikasi Teori Bruner

a. Implikasi Teori Bruner dalam Pendidikan

Teori pengajaran Bruner menjelaskan kapan dan bagaimana pembelajar dapat memproses informasi secara lebih efektif dalam tiga tahap pemahaman anak. Menurut Bruner, beberapa teori dalam pengajaran seharusnya memuat beberapa hal berikut:

(21)

Adanya pandangan bahwa setiap siswa mempunyai tujuan (cita-cita), namun terkadang tujuan tersebut belum tentu terarah. Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa sehingga mempunyai tujuan yang positif yaitu dengan cara belajar. Misalnya, seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi dokter.Sebelum menjadi dokter, anak tersebut harus belajar mengenai banyak hal, khususnya mengenai struktur tubuh manusia dalam pelajaran biologi.

2) Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran Guru sebagai edukator harus mentransformasikan materi yang mereka ajarkan menjadi bentuk yang bermanfaat bagi siswa dengan cara menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman siswa dalam kehiduan sehari-hari. Siswa akan lebih mudah memahami suatu pengetahuan, ketika pengetahuan tersebut mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

3) Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran

(22)

ruang; aljabar dapat kembali diajarkan pada anak usia SD sebagai aturan dan prosedur untuk visualisasi hubungan numerical tertentu (misalnya dalam operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian); dan dapat kembali dipelajari oleh siswa tingkat lanjut dalam bentuk yang lebih abstrak.

4) Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan cara memberikan penguatan dan hukuman

Dalam situasi yang kompleks termasuk juga dalam kelas, Bruner percaya bahwa penguatan dan hukuman berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan.

5) Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas

Dalam rangka memberikan motivasi kepada siswa dalam pembelajaran, Bruner menerapkan pembelajaran yang bersifat penemuan (discovery learning). Dalam pembelajaran ini, siswa diberi kebebasan untuk menggunakan ide dan konsepnya sendiri dalam kegiatan menginvestigasi pengetahuan.Dalam discovery learning, guru harus merangsang siswa untuk menginvestigasi materi pembelajaran dan informasi secara mandiri dalam bentuk ide dan konsep siswa sendiri. Ide dan konsep siswa diperoleh dengan cara berinteraksi dengan lingkungan melalui eksplorasi dan manipulasi obyek. Aplikasi dari teori discovery learning menyatakan bahwa cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar adalah dengan mengkonstruksi sendiri prinsip dan konsep yang sedang dipelajari. Dengan adanya ide discovery learning di mana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka pelajari, maka selain dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif Bruner juga dikenal sebagai tokoh konstruktivisme.

(23)

matematika abstrak, guru harus memastikan bahwa siswa memahami konsep secara enaktif dan ikonik.

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

Guru akan mengajarkan konsep perkalian, objek digunakan misalnya sapi. Tahap enaktif, anak kita bawa ke kandang sapi, dengan mengamati dan mengotak-atik dari 3 ekor sapi, jika kita perhatikan adalah:

 Banyaknya kepala ... ada 3

 banyaknya ekor ... ada 3

 banyaknya telinga ... ada 6

 banyaknya kaki ... ada 12

Tahap Ikonik, anak dapat diberikan 3 ekor gambar sapi sebagai berikut:

(24)

 banyaknya ekor ... ada 3

 banyaknya telinga ... ada 6

 banyaknya kaki ... ada 12

Tahap simbolis dapat ditulis kalimat perkalian yang sesuai untuk ketiga sapi tersebut bila tinjauannya berdasarkan pada:

 kepalanya, maka banyak kepala = 3 x 1

 ekornya, maka banyaknya ekor = 3 x 1

 telinganya, maka banyak telinga = 3 x 2

 kakinya, maka banyaknya kaki = 3 x 4

Dari fakta dan kalimat perkalian yang bersesuaian tersebut disimpulkan bahwa: 3 x 1 = 3, 3 x 2 = 6 dan 3 x 4 = 12. Untuk lebih jelas simbolis dipandang adalah kakinya, maka untuk:

 banyaknya kaki pada 1 sapi = 4

 banyaknya kaki 2 sapi = 8 ( karena kaki sapi 1 + kaki sapi 2 ) = 4 + 4

 banyaknya kaki 3 sapi = 12 ( kaki sapi 1 + kaki sapi 2 + kaki sapi 3) = 4 + 4 + 4

Dengan konstruksi berpikir semacam ini maka banyaknya kaki untuk 1 sapi = 1 x 4 = 4

2 sapi = 2 x 4 = 4 + 4 = 8 3 sapi = 3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12

Melanjutkan perkalian tersebut, tanpa menunjukkan gambar sapi, anak dapat menyelesaikan,

4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16 5 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20

6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24 dan seterusnya.

Dengan cara yang sama dapat dilanjutkan dengan perkalian fakta dasar lainnya.

B. Teori Belajar Skinner

(25)

Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

Teori Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan kepada siswa memperkuat tindakan siswa, sehingga siswa semakin sering melakukannya.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembira pada saat siswa bisa menjawab dengan benar.

Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyeleaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi siswa untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasinya. Penguatan yang seperti ini sebaiknya segera diberikan dan jangan ditundatunda.

Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon siswa yang kurang atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agar respon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidak diulangi siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi. Namun untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadi positif guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku siswa. Di dalam kelas guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa dalam aktivitas belajar, karena pada saat tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada siswanya.

(26)

Jean Piaget (1896-1980) adalah pakar psikologi Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumetasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.Untuk menunjukakan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir, Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi.

a. Skema (Struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.

b. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.

(27)

2) Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu

Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer. Organisasi kecenderungan individu untuk menyatukan berbagai skema menjadi satu sistem yang koheren (berkait dan menjadi kesatuan).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis:

a. Tahap sensorik motorik (usia 0-2 tahun)

Tahap pertama pengembangan yang diidentifikasi Piaget adalah tahap sensorik motorik. Ini umumnya terjadi antara kelahiran sampai dua tahun. Pada titik ini, anak-anak belajar menggunakan panca indra mereka dan perlu pengalaman nyata untuk memahami konsep dan ide-ide. Tahap ini ditandai dengan perolehan progresif keabadian dalam objek anak menjadi mampu untuk menemukan benda setelah diganti, bahkan jika benda-benda telah dibawa keluar sudut pandangnya.Sebagai contoh, percobaan Piaget pada tahap ini yaitu menyembunyikan objek dibawah bantal untuk melihat apakah bayi dapat menemukan objek.

(28)

kucing, tiga kelinci, empat ayam). Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak ditahap ini, kemampuan anak mungkin akan meningkat jika diberikan banyak kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan yang tidak terbatas (namun aman) sebagai cara untuk mulai membangun konsep. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap sensorik motorik memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Pendidik dalam tahap pengembangan anak harus meletakkan pondasi matematika yang kuat dengan menyediakan kegiatan yang menggabungkan menghitung dan dengan demikian meningkatkan pengembangan konseptual anak-anak mengenai angka. Misalnya, guru dan orangtua dapat membantu anak-anak menghitung jari-jari mereka, mainan, dan permen. Kegiatan lain yang bisa meningkatkan perkembangan matematis anak-anak pada tahap ini yaitu menghubungkan matematika dan bahasa. Ada banyak buku anak-anak yang berisi matematika karena anak-anak pada tahap ini dapat menghubungkan angka ke objek, didapat manfaat dari melihat gambar benda dan angka mereka masing-masing secara bersamaan.Seiring dengan manfaat matematika, buku anak-anak dapat berkontribusi untuk pengembangan keterampilan membaca dan pemahaman.

b. Tahap Pra operasional (usia 2-7 tahun)

Tahap kedua perkembangan kognitif diidentifikasi oleh Jean Piaget adalah tahap pra operasional, selama 2-7 tahun. Selama periode ini, anak-anak dapat melakukan satu langkah mengenai masalah logika, mengembangkan bahasa, operasi egosentris dan terbatas pada logika. Pengembangan anak-anak terus berlanjut, dan tahap ini menandai awal memecahkan masalah yang lebih matematis berdasarkan seperti penambahan dan pengurangan.

(29)

sesuai dengan bentuk dengan karakteristik yang sama. Terlibat dalam diskusi atau interaksi dengan anak-anak dapat menimbulkan penemuan anak-anak dari berbagai cara untuk kelompok suatu objek, sehingga membantu anak-anak berpikir tentang kuantitas dalam cara baru.

c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)

Tahap berikutnya pengembangan kognitif Piaget adalah tahap operasional konkret yaitu anak antara usia 7-11 tahun. Seorang anak akan mampu berpikir logis dan mulai mengelompokkan berdasarkan beberapa ciri dan karakteristik daripada hanya berfokus pada representasi visual. Secara matematis, tahap ini merupakan tahap pengembangan baru yang luar biasa untuk anak. Karena anak sekarang dapat mengklasifikasikan berdasarkan beberapa fitur. Sementara anak-anak sebelumnya terbatas sudut pandang mereka sendiri, mereka sekarang dapat mempertimbangkan sudut pandang lain. Mereka juga dapat mulai memahami ide-ide dan klasifikasi lebih menyeluruh dan mengembangkan cara menyajikan solusi dalam berbagai cara. Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak pada menyajikan beberapa solusi, diskusi di kelas bisa sangat membantu.

Tahap ketiga adalah ditandai dengan pengembangan kognitif yang luar biasa, yaitu ketika pengembangan dan penguasaan keterampilan dasar anak-anak mengenai bahasa mempercepat secara signifikan. Pengalaman dan berbagai cara dari solusi matematika dapat cara membina pengembangan tahap kognitif. Pentingnya kegiatan ini memberikan siswa jalan untuk membuat gagasan abstrak, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh ide-ide matematika dan konsep sebagai alat yang berguna untuk memecahkan masalah.

d. Tahap Operasi Formal (Usia 11- dewasa)

(30)

sendiri.Selain itu, biasanya mulai berkembang pola pikir abstrak dimana penalaran menggunakan simbol-simbol murni tanpa perlu gambaran data. Misalnya, peserta didik operasional formal dapat memecahkan x + 2x = 9 tanpa harus mengacu pada situasi konkret yang disajikan oleh guru, seperti, "Toni makan permen dengan jumlah tertentu. Kakaknya makan dua kali lebih banyak.Mereka makan bersama-sama sembilan permen. Berapa banyak permen yang dimakan Tony?"

Keterampilan penalaran dalam tahap ini mengacu pada proses mental yang terlibat dalam generalisasi dan evaluasi argumen yang meliputi klarifikasi, inferensi, evaluasi, dan aplikasi. Klarifikasi mengharuskan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur masalah, yang memungkinkan mereka untuk menguraikan informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah.Inferensia mengharuskan untuk membuat kesimpulan induktif dan deduktif dalam matematika. Evaluasi mengharuskan kriteria menilai kecukupan solusi masalah. Aplikasi melibatkan siswa menghubungkan konsep-konsep matematika kekehidupan nyata.

2. Implikasi Teori Piaget

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena

itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

(31)

3. Pemanfaatan Teori Piaget dalam Proses Pembelajaran

Pemanfaatan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini :

a. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental dan bukan sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.

b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.

c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran itu memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, yang tidak hanya sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya.

(32)

D. Teori Belajar Van Hiele

Perlu Anda ketahui bahwa teori belajar yang telah dirumuskan di muka adalah teori belajar yang dijadikan landasan proses pembelajaran matematika. Namun pada bagian ini akan dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang geometri, yaitu teori belajar Van Hiele.

Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu : tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi yang akan diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)

Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar ( persegi ) keempat sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.

2. Tahap Analisis

(33)

persegi adalah persegipanjang atau ,persegi itu adalah belah ketupat dan sebagainya.

3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.

4. Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil.

5. Tahap Akurasi

(34)

E. Teori Belajar Ki Hajar Dewantoro

Ki Hadjar Dewantara merintis/menggali kepribadian asli Indonesia. Kepribadian yang mengandung arti harkat diri atau kemanusiaan. Beliau merintis pendidikan nasional agar bangsa Indonesia yang akan datang memiliki kepribadian nasional dan sanggup membangun masyarakat baru yang bermanfaat bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Konsep dasar kependidikan Ki Hajar Dewantara yang sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia adalah:

1. “ing ngarsa sung tulada” berarti guru sebagai pemimpin (pendidik) berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak didiknya. Guru harus bisa menjaga tingkah lakunya supaya bisa menjadi teladan (Soeratman. 1985: 127). Dalam pembelajaran, apabila guru mengajar menggunakan metode ceramah, ia harus benar-benar siap dan tahu bahwa yang diajarkannya itu baik dan benar.

2. “ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) ketika berada di tengah harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa dan berkreasi pada anak didik (Soeratman 1985: 127). Hal ini dapat diterapkan bila guru menggunakan metode diskusi. Sebagai nara sumber dan sebagai pengarah guru dapat memberi masukan-masukan dan arahan.

(35)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teori Belajar menurut Bruner adalah belajar sebagai proses kognitif dimana Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum.

Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut:

a. Tahap Enaktik b. Tahap Ikonik c. Tahap Simbolik

Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yaitu:

a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem) b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem) d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

Implikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan tujuan

positif di antara siswa.

2) Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran 3) Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran

4) Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan cara memberikan penguatan dan hukuman

5) Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas

(36)

dan diukur.

3. Teori belajar menurut Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis:

a. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun) b. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), c. Tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun) d. Tahap operasional formal (usia 11-dewasa)

Penerapan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini :

a. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental. dan bukan sekedar pada hasilnya.

b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran.

c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

4. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu : tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi.

5. Konsep dasar kependidikan Ki Hajar Dewantara yang sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia adalah: “ing ngarsa sung tulada”, “ing madya mangun karsa” dan “tut wuri handayani”.

B. Saran

(37)
(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

https://www.academia.edu/5530705/Makalah_TEORI_BELAJAR_SKI NNER. Diakses pada 1 Maret 2015.

Anonim. http://id.scribd.com/doc/237731536/Makalah-Teori-Belajar-Piaget-Bruner-Dan-Gestalt#scribd. Diakses pada 1 Maret 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelas Maret yang berjudul “ Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny F Umur 24 Tahun di Wilayah Puskesmas Nusukan Surakarta”.. Penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan ilmu

Berdasarkan Undang-undang 13 Tahun 1962 tentang ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuk usaha diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) sesuai dengan Peraturan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari harga, kualitas pelayanan dan brand image terhadap keputusan pembelian. Tipe penelitian yang digunakan adalah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan yang tidak sesuai pada anak balita di

Berdasarkan hasil survey di kelas V SDN 125 Pekanbaru ditemui gejala-gejala atau fenomena khusus-nya pada pelajaran Pendidikan Aga-ma Islam sebagai berikut: (1) Saat

Pada bagian ini dijelaskan tentang diagram blok dari sistem eksitasi generator tipe arus searah umpan balik satu tanpa dan dengan pengendali, data – data parameter dari

Ascending axons relevant to pain sensation travel in nearly all portions of the spinal cord white matter, in several discrete systems. Traditionally we have been

Tenaga Kerja Asing ke Tenaga Kerja Indonesia  Melakukan uji bahasa  Memantau penggunaan dua bahasa pada seluruh tanda- tanda pekerjaan dan Pedoman atau prosedur kerja