• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN MEKANISME PENGENAAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN A. DEFINISI PAJAK

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi berbeda-beda mengenai pengertian Pajak. Namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.

Menurut Prof.Dr.H.Rochmat Soemitro, mengatakan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada dapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Prof.Dr.PJA Andriani, mengatakan Pajak adalah iuran rakyat atau masyarakat pada Negara yang bisa dipaksakan dan terhutang bagi yang wajib membayarnya sesuai dengan peraturan Undang-Undang dengan tidak memperoleh

suatu imbalan yang langsung bisa ditunjuk serta digunakan untuk pembiayaan yang diperlukan pemerintah.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Daerah dapat dibagi menjadi :

1. Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2. Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,

Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

B. Ketentuan Pajak Parkir

Pajak Parkir merupakan salah satu dari Pajak Daerah yang diatur oleh Kabupaten/Kota yang dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir pasal 1 Nomor 10, Pajak Parkir adalah Pajak atas penyelenggarakan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang dan barang yang beroda dua atau lebih yang dijalankan dengan tenaga mesin. Penitipan kendaraan bermotor adalah jasa yang menyediakan tempat parkir kendaraan bermotor untuk jangka waktu berupa harian, mingguan atau bulanan.

C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir

Pemungutan Pajak Parkir di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Parkir pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Parkir.

5. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir sebagai

aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir pada Kabupaten / Kota dimaksud.

D. Objek dan Subjek Pajak Parkir 1. Objek Pajak Parkir

Pada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 pada pasal 3 dinyatakan bahwa, Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang di sediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan beermotor. Pengertian di luar badan jalan ialah tempat parkir tersebut berada di gedung parkir, pelataran parkir, garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran dan tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Parkir yang diselenggarakan pada badan jalan tidak dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, melainkan dipungut oleh Dinas Perhubungan. Yang tidak termasuk Objek Pajak Parkir pada ayat (1) adalah :

a. Penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

b. Penyelenggaran tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan

untuk karyawannya sendiri ; dan

c. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan asas timbal balik.

d. Subjek Pajak Parkir

Pada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 pada pasal 4, Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang

menyelenggarakan tempat parkir. Dalam hal ini Parkir diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi wajib Pajak Parkir yang bertanggung jawab kepada manajemen (penyedia fasilitas), dan dalam hal pembayaran Pajak Parkir, manajemen (penyedia fasilitas) wajib bertanggung jawab atas pembayaran Pajak Daerah.

E. Mekanisme Pendaftaran, Pelaporan, dan Pemungutan

Orang Pribadi atau Badan harus memperoleh izin dengan melakukan pendaftaran sebelum menyelenggarakan usaha seperti tempat parkir. Berdasarkan keputusan Walikota Medan Nomor 57 Tahun 2011 tentang petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 tahun 2011. Adapun mekanisme pendaftaran adalah sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak Parkir wajib mendaftarkan usahanya atau objek Pajak

Parkir dengan menggunakan Formulir SPOPD kepada Dinas Pendapatan melalui Bidang Pendataan dan Pendaftaran, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum kegiatan usaha dimulai, kecuali ditentukan lain.

2. Formulir SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diambil semdiri oleh

Wajib Pajak di Bidang Pendataan dan Pendaftaran.

3. Formulir SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi dengan

benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan melampirkan :

a. Fotocopy identitas diri / penanggung jawab / penerima kuasa (KTP, SIM,

b. Fotocopy Akte pendirian perusahaan; c. Surat keterangan domisili tempat usaha;

d. Surat izin usaha dari instansi yang berwenang; dan

e. Surat kuasa apabila pemilik / pengelola usaha / penanggung jawab

berhalangan dengan disertai fotocopy KTP, SIM, paspor dari pemberi usaha.

4. Formulir SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan ke

Bidang Pendataan dan Pendaftaran, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima.

5. Wajib Pajak yang telah mendaftarkan usahanya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Kepala Dinas menerbitkan :

a. Surat pengukuhan sebagai Wajib Pajak dengan sistem pemungutan pajak

yang dikenakan;

b. Kartu NPWPD;

6. Apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), Kepala Dinas mendaftarkan usaha Wajib Pajak dengan menerbitkan NPWPD secara jabatan.

Setelah Wajib Pajak melakukan Pendaftaran, Wajib Pajak wajib melakukan pelaporan, adapun mekanisme Pelaporan adalah sebagai berikut :

1. setiap Wajib Pajak Parkir, wajib menerima dan mengisi SPTPD dengan benar,

jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak serta menyampaikannya ke Bidang Pendataan dan Pendaftaran.

2. SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diambil sendiri oleh Wajib Pajak di Bidang Pendataan dan Pendaftaran.

3. SPTPD berisikan pelaporan atas omzet penerimaan bruto Wajib Pajak atas

penyediaan pelayanan parkir dengan dipungut bayaran, termasuk persewaan lahan parkir dan jasa penunjang lainnya sebagai kelengkapan fasilitas parkir yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

4. Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling

lama 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

5. Apabila batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari libur, maka batas

waktu penyampaian SPTPD jatuh pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.

6. Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai

lampiran dokumen berupa :

a. Rekapitulasi omzet penerimaan bulan yang bersangkutan.

b. Rekapitulasi penggunaan berikut tindasan karcis parkir atau struk cash

register; dan

c. Bukti setoran pajak yang telah dilakukan (tindasan SSPD).

7. SPTPD dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani oleh Wajib

Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak melampirkan keterangan atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

8. Untuk kepentingan pemungutan Pajak Parkir, Dinas mengukuhkan

Setelah Wajib Pajak Parkir melakukan pelaporan, maka Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan akan melakukan Mekanisme Pengenaan/Penetapan dan Pemungutan kepada Wajib Pajak Parkir berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Adapun mekanisme pengenaan / penetapan dan pemungutan Pajak parkir adalah sebagai berikut :

1. Pajak Parkir dipungut dengan System Self Assesment yang memberikan

kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang kepada Dinas Pendapatan.

2. Wajib Pajak dapat menghitung, memperhitungkan dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan SPTPD.

Setelah ditetapkan mekanisme pengenaan / penetapan, Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan melakukan mekanisme Pemungutan.

Adapun mekanisme pemungutan adalah sebagai berikut :

1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar ;

2. Apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Dinas dalam

secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran ;

3. Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

4. SKPDKBT, apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula

belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

b. SKPDN, apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan

jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutang pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

3. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a angka 3, ditetapkan secara jabatan dengan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

4. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

5. Kenaiikan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dikenakan

apabila wajib pajak melaporkan sendiri kekurangan pajak yang terutang sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

6. SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterbitkan

sebelum didahului dengan penerbitan SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

7. SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan lebih

dari 1 ( satu) kali untuk masa pajak atau tahun pajak yang sama sepanjang ditemukan lagi data yang belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang.

8. Pajak terutang yang ditetapkan secara jabatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (3) adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki Dinas Pendapatan.

9. Penetapan besarnya pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila :

a. Wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan

b. Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan tetapi tidak lengkap dan/atau tidak benar;

c. Wajib Pajak tidak mau menunjukkan pembukuan dan/atau menolak

untuk diperiksa dan/atau menolak memberikan keterangan pada saat dilakukan pemeriksaan

d. Wajib Pajak tidak mau menunjukkan pembukuan dan/atau menolak

untuk diperiksa dan/atau menolak memberikan keterangan pada saat dilakukan pemeriksaan.

e. Wajib Pajak tidak menggunakan bon penjualan atau bill yang berseri

dan bernomor urut;

f. Wajib Pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan atau bill (karcis parkir), akan tetapi tidak melegalisasinya tanpa ada persetujuan Kepala Dinas ;dan/atau

g. Wajib Pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala

Daerah ini.

10.Sebelum dikenakan perhitungan pajak secara jabatan, petugas pemeriksa

harus terlebih dahulu melakukan prosedur pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

11.Penetapan pajak secara jabatan dapat didasarkan pada data omzet yang

diperoleh melalu salah satu atau lebih dari 3 (tiga) cara/metode pemeriksaan dengan tahapan prioritas sebagai berikut;

b. Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi tempat usaha Wajib Pajak;dan

c. Berdasarkan data pembanding.

12.Pemeriksaan hasil kas opname sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf

a. dilakukan sesuai prosedur yang lazim dan dilakukan sekurang-kurangnya sebanyak 5 (lima) kali kunjungan dengan waktu dan hari yang berbeda.

13.Hasil kas opname sebagaimana dimaksud pada ayat (5) akan dipakai

sebagai nilai omzet per hari yang merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan penerimaan kas menurut hasil kas opname tersebut.

14.Pemeriksaan berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi tempat

usaha Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dilakukan dengan tindakan penungguan (penggedokan) sekurang-kurangnya sebanyak 10 (sepuluh) kali sesuai jam operasi balik secara terus menerus maupun berselang.

15.Berdasarkan hasil pengamatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat

(7), omzet/penerimaan ditaksir dan dihitung berdasarkan rata-rata jumlah kendaraan yang parkir per hari dan rata-rata besarnya pembayaran yang dilakukan per kendaraan berdasarkan tarif parkir yang ada pada Wajib Pajak.

16.Pemeriksaan berdasarkan data pembanding sebagaimana dimaksud pada

Wajib Pajak dengan kondisi usaha yang sejenis atau sekelas antara lain dari fasilitas, kapasitas, klasifikasi, lokasi usaha dan lain-lain secara proporsional atau kondisi usaha antara tahun atau bulan yang sedang diperiksa dengan tahun atau bulan sebelumnya.

17.Data pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diperoleh

berdasarkan data yang ada di Dinas Pendapatan, atau sumber lain yang dapat dipercaya.

Berdasarkan peraturan Walikota Medan Nomor 57 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis pelaksanaan peraturan daerah kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir. Pada BAB IV tentang karcis parkir pasal 17 ayat 1 sampai dengan 4 menyatakan :

1. Setiap wajib Pajak Parkir dalam mencatat transaksi / penerimaan

pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat penyelenggaraan parkir, wajib menggunakan karcis parkir yang telah diperporasi oleh Dinas Pendapatan, kecuali ada izin persetujuan dari Kepala Dinas.

2. Karcis Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat / dicetak atas biaya yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak atau disediakan Dinas Pendapatan.

3. Karcis Parkir yang pengadaannya dibuat / dicetak sendiri oleh wajib pajak sebelum digunakan dalam transaksi / pennerimaan pembayaran, terlebih dahulu diperporasi Dinas Pendapatan.

4. Pajak yang menggunakan karcis Parkir yang tidak diperporasi oleh Dinas Pendapatan, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 400 % (empat ratus persen) dari dasar pengenaan pajak.

Pada pasal 18 Tata cara penggunaan karcis parkir diatur sebagi berikut : a. Karcis parkir dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap dengan

atau tanpa warna berbeda dan harus memuat :

a. Catatan tentang kendaraan bermotor roda dua, roda empat, roda

enam dan seterusnya yang memasuki lokasi / tempat parkir ; 1. Nomor urut dan seri ;

2. Nama dan alamat usaha ;

3. Macam, jenis kuantum, biaya parkir per kendaraan ; 4. Jumlah pajak parkir yang harus dipungut.

b. Karcis Parkir harus digunakan secara berurutan dimulai dari nomor terkecil dan seri huruf menurut alpabet.

c. Karcis Parkir harus diserahkan kepada subjek pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus dibayar oleh subjek pajak. d. Karcis Parkir yang telah dibayar oleh subjek pajak atau konsumen,

diserahkan :

1. Lembar kesatu, untuk subjek pajak atau konsumen ;

2. Lembar kedua, untuk Dinas Pendapatan ;

3. Lembar ketiga, untuk wajib pajak yang bersangkutan. F. Dasar pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Parkir.

1. Dasar Pengenaan Pajak Parkir

Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Dalam hal parkir diselenggarakan sendiri, dasar pengenaan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhitungkan jenis tarif, area parkir, waktu dan jumlah kendaraan. Pembayaran parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jenis tarif sewa parkir yang meliputi tarif tetap, progresif, vallet dan parkir area khusu (insidentil). Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga parkir dan parkir Cuma-Cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir.

2. Tarif Pajak Parkir

Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebagai berikut :

a. Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada

penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap dikenakan tarif sebesar 20 % (dua puluh persen) dari pembayaran ;

b. Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada

penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pembayaran ; dan

c. Penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada

penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran.

3. Cara Perhitungan Pajak Parkir Cara perhitungan Pajak Parkir :

1. Roda empat

a. Untuk parkir tetap tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000 ; b. Untuk parkir progresif, tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000

untuk lima jam pertama, dan penambahan sebesar Rp 1.000 per satu jam berikutnya ;

c. Untuk parkir vallet tarif dasar maksimal sebesar Rp 25.000 2. Roda dua tarif dasar tetap maksimal sebesar Rp 1.000 3. Tidak dibedakan tarif parkir pada hari-hari tertentu Cara perhitungan besarnya Pajak Parkir yang terutang :

Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak parkir adalah sesuai dengan rumus berikut :

Contoh Perhitungan Pajak Parkir yang terutang :

Dany memiliki sebuah swalayan besar di kota Medan, swalayan tersebut memiliki area parkir yang di komersilkan (setiap kendaraan di pungut bayaran),

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif x Jumlah Pembayaran atau

Yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara parkir

selama 1 bulan mendapat penghasilan dari parkir pengunjungnya sebesar Rp 4.000.000 (empat juta rupiah). Berapakah Pajak Parkir yang harus dibayar dany untuk bulan tersebut?

Jawab :

Pajak yang harus dibayar adalah = 20% x Rp 4.000.000 = Rp 800.000

Jadi, Pajak Parkir sebesar Rp 800.000 (delapan ratus ribu rupiah) disetorkan kepada Dinas Pendapatan Daerah kota Medan. Penyetoran Pajak tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI A. Mekanisme Pengenaan dan Pemungutan

Setiap pekerjaan pasti memiliki suatu proses atau mekanisme untuk mencapai hasil yang direncanakan. Begitu pula dalam melakukan pengenaan dan pemungutan pada Pajak Parkir. Berdasarkan data yang di dapat Penulis pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Pada Peraturan Walikota Medan Nomor 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 pada Pasal 6 menyatakan bahwa :

3. Pajak Parkir dipungut dengan System Self Assesment yang memberikan

kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang kepada Dinas Pendapatan.

4. Wajib Pajak dapat menghitung, memperhitungkan dan melaporkan sendiri pajak

yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan SPTPD.

5. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan :

c. SKPDKB dalam hal :

5. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang

terutang tidak atau kurang bayar ;

6. Apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Dinas dalam jangka

waktu 15 (lima belas) hari sejak diterima dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya

7. Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

d. SKPDKBT, apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum

terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

e. SKPDN, apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah

kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

6. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat terutang pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

7. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a angka 3, ditetapkan secara jabatan dengan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

8. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

9. Kenaikan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dikenakan apabila

sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

10.SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diterbitkan sebelum

didahului dengan penerbitan SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

11.SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan lebih dari 1 (

satu) kali untuk masa pajak atau tahun pajak yang sama sepanjang ditemukan lagi data yang belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang.

12.Pajak terutang yang ditetapkan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki Dinas Pendapatan.

13.Penetapan besarnya pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Dokumen terkait