• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI KUNYIT 1. Kadar Air

Kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari BALITRO (Balai Tanaman Rempah dan Obat-obatan), berumur 9 bulan, dengan harga Rp 5000/kg. Purseglove et al. (1981) menyatakan, pemanenan kunyit paling baik dilakukan pada umur 9 bulan setelah penanaman. Pemilihan kunyit dengan umur tertentu berkaitan dengan mutu kunyit. Kunyit tua memiliki warna dan daya tahan yang lebih baik dibandingkan kunyit muda. Pemilihan BALITRO sebagai pemasok kunyit yang digunakan pada penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan kunyit dengan mutu yang seragam. Kunyit yang diperoleh dari BALITRO memiliki kadar air rata-rata 82.7%. Tabel kadar air kunyit disajikan pada Lampiran 1. Persentase kadar air kunyit yang baru di panen pada penelitian ini, tidak berbeda jauh dengan persentase kadar air kunyit yang menurut Jusuf (1980) berkisar 81.4-81.5%.

2. Rendemen

Ekstraksi kunyit menghasilkan ekstrak kunyit segar dan rebus. Rendemen ekstrak kunyit tertinggi diperoleh ekstrak segar yaitu 69.4% sedangkan rendemen terendah diperoleh ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) yaitu 39.8%. Tabel 8 menunjukkan rendemen masing-masing ekstrak kunyit.

Tabel 9. Rendemen ekstrak kunyit

Jenis Ekstrak Rendemen rata-rata (bb) (%)*

Ekstrak Segar (1 : 1) 69.4 Ekstrak Rebus (1 : 3, 10 menit) 39.8 Ekstrak Rebus (1 : 3, 15 menit) 43.0 Ekstrak Rebus (1 : 5, 10 menit) 56.6 Ekstrak Rebus (1 : 5, 15 menit) 57.3 * Dihitung dari berat total

Rendemen ekstrak dipengaruhi oleh jumlah air dan waktu perebusan. Ekstrak segar memiliki perbandingan air paling sedikit dari semua jenis ekstrak kunyit yaitu 1 : 1. Akan tetapi, ekstrak segar memiliki rendemen tertinggi dari ekstrak lainnya. Hal ini disebabkan karena ekstrak segar tidak mengalami proses pemanasan seperti ekstrak rebus. Proses pemanasan dapat mengurangi jumlah rendemen ekstrak kunyit yang larut air akibat penguapan. Ekstrak rebus memiliki perbandingan air dan waktu perebusan yang bervariasi. Ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) dan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) memiliki perbandingan air yang sama yaitu 1 : 3, tetapi memiliki rendemen ekstrak yang berbeda. Waktu perebusan ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) lebih singkat dibandingkan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit). Semakin lama waktu perebusan, maka semakin banyak jumlah yang terekstrak, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, ekstrak rebus memiliki rendemen yang lebih sedikit dari ekstrak segar kunyit.

Ekstrak kunyit memiliki warna kuning kecoklatan. Semua jenis ekstrak kunyit memiliki warna yang sama dengan kepekatan yang berbeda. Ekstrak segar memiliki kepekatan tertinggi dari semua jenis ekstrak. Ekstrak rebus dengan konsentrasi air dan waktu perebusan yang berbeda memiliki kepekatan yang hampir sama. Gambar 9 menunjukkan penampakan masing-masing ekstrak kunyit.

Keterangan :

A : Ekstrak Segar (1 : 1)

B : Ekstrak Rebus (1 : 3, 10 menit) C : Ekstrak Rebus (1 : 3, 15 menit) D : Ekstrak Rebus (1 : 5, 10 menit) E : Ekstrak Rebus (1 : 5, 15 menit)

Gambar 9. Penampakan ekstrak kunyit

A B C

Ekstrak kunyit berwarna kuning kecoklatan disebabkan adanya pigmen kunyit yaitu kurkuminoid. Menurut Krisnamurthy et al. (1976), kunyit mengandung 2.5-6% pigmen kurkumin sedangkan berdasarkan penelitian Jusuf (1980), diperoleh gambaran bahwa kandungan kurkumin kunyit dari Jawa adalah 0.63-0.76% (w/w) dengan menggunakan analisa spektrofotometri terhadap ekstrak kasar kunyit.

3. Nilai pH

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan suatu bahan pangan. Kunyit diketahui memiliki pH asam dengan kisaran pH yang tidak diketahui. Ekstrak kunyit memiliki pH yang tergolong asam dengan kisaran pH 6. Tabel 10 menunjukkan pH dari masing-masing ekstrak kunyit.

Tabel 10. Nilai pH masing-masing ekstrak kunyit

Jenis Ekstrak pH rata-rata

Ekstrak segar 6.56

Ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) 6.34 Ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 6.53 Ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit) 6.40 Ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) 6.78

Ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) memiliki pH tertinggi yaitu 6.78 dan ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) memiliki pH terendah yaitu 6.34. Nilai pH ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) hampir mendekati netral karena perbandingan air yang digunakan untuk mengekstrak kunyit lebih banyak dari jenis ekstrak lainnya. Hal ini menyebabkan tingkat keasaman ekstrak lebih rendah daripada ekstrak lainnya. Penambahan air yang umumnya memiliki pH mendekati netral dapat menurunkan tingkat keasaman bahan yang diekstraknya. Demikian juga berlaku untuk ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) yang memiliki perbandingan air lebih sedikit.

Mikroorganisme tumbuh pada pH yang berbeda-beda. Mikroorganisme umumnya tumbuh pada kisaran pH 3-6 (Fardiaz, 1992).

Bakteri umumnya memiliki pH optimum, yaitu pH dimana pertumbuhan maksimum, sekitar 6.5-7.5. Pada pH di bawah 5.0 dan diatas 8.0, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam dan bakteri oksidasi sulfur (Fardiaz, 1992). Ekstrak kunyit memiliki kisaran pH yaitu 6.34-6.78 yang memungkinkan mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik. Menurut Fardiaz (1992), bahwa kapang memiliki pH optimum 5-7 dan dapat hidup pada kisaran pH 3-8.5, sementara khamir memiliki pH optimum 4-5 dan dapat hidup pada pH 2.5-8.5.

4. Total Mikroba

Pengujian total mikroba pada ekstrak kunyit dilakukan hanya pada jam ke-0. Pengujian total mikroba dilakukan pada kelima jenis ekstrak yaitu ekstrak segar dengan klorinasi 2000 ppm, ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit), ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit), ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit), ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) dan penambahan kontrol ekstrak segar tanpa pencucian klorin. Tabel 11 menunjukkan total mikroba dari masing-masing ekstrak.

Tabel 11. Total mikroba masing-masing ekstrak kunyit

Jenis Ekstrak Total mikroba (CFU/g) Ekstrak segar dengan klorinasi 1.9 x 104

Ekstrak segar tanpa klorinasi 6.3 x 104 Ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) 1.4 x 101 Ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 1.6 Ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit) 1.9 x 101 Ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) 9.3

Tabel 11 menunjukkan total mikroba ekstrak segar yang mengalami klorinasi (1.9 x 104 CFU/g) tidak berbeda 1 log dengan ekstrak segar tanpa klorinasi (6.3 x 104 CFU/g). Hal ini membuktikan bahwa kunyit yang mengalami klorinasi tidak mempengaruhi jumlah mikroba awal sehingga penggunaan klorin 10% sebanyak 2000 ppm dapat dinyatakan tidak efektif. Hasil penelitian Dalujati (2004) menyatakan bahwa penggunaan klorin 10% tidak efektif untuk

menurunkan total mikroba pada tauge segar. Penggunaan klorin 2000 ppm + asam asetat 3% hanya mampu menurunkan total mikroba 0.66- log10 CFU/g.

Ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) memiliki total mikroba terendah kedua yaitu 9.3 CFU/g setelah ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) yaitu 1.6 CFU/g dari semua jenis ekstrak kunyit. Hal ini disebabkan kedua jenis ekstrak kunyit tersebut mengalami proses pemanasan dengan waktu yang cukup lama yaitu 15 menit.. Proses pemanasan dapat membantu menurunkan jumlah total awal mikroba. Mikroorganisme memiliki suhu optimum, minimum, dan maksimum yang berbeda-beda. Pada suhu dibawah minimum atau diatas maksimum biasanya aktivitas enzim mikrorganisme berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi enzim. Mikroorganisme umumnya tidak dapat tumbuh pada suhu tinggi. Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu tinggi disebut termofil yaitu pada suhu 25-80oC. Mikroorganisme tumbuh baik pada suhu 30oC (Fardiaz, 1992). Ekstrak rebus mengalami perebusan hingga mendidih dalam waktu 10-15 menit yang menyebabkan sebagian besar mikroba mati. Oleh karena itu, total mikroba pada ekstrak rebus lebih rendah dibandingkan ekstrak segar.

B. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT PADA PEMBUATAN MIE BASAH

Dokumen terkait