• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4. Metode Penelitian

5.2 Pembahasan

Berdasarkan distribusi responden, sosial budaya ibu menyusui di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu 100% baik. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa secara keseluruhan ibu menyusui sudah memiliki sistem nilai dan norma yang baik tentang kebutuhan gizi ibu menyusui. Hal ini diketahui dari jawaban responden pada pertanyaan no. 2 yaitu sebanyak 25 ibu menyusui (67,6%) setuju makanan bergizi adalah makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin,dan mineral. berdasarkan jawaban responden pada pertanyaan no. 6 sebanyak 28 ibu menyusui (75,7%) setuju bahwa keluarga sangat berperan dalam memberikan makanan yang bergizi selama ibu menyusui. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa dukungan keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui sudah baik. Akan tetapi bila dilihat secara individu, masih terdapat ibu menyusui menyatakan tidak setuju bahwa makanan yang bergizi untuk ibu menyusui tidak harus makanan yang mahal sebanyak 8 ibu menyusui (21,6%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penghasilan ibu menyusui masih belum dapat mencukupi biaya kebutuhan gizi ibu menyusui dan keperluan lainnya. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan mata pencaharian ibu menyusui dan suami. Menurut Wisadirana (2004), masyarakat desa pada umumnya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya, memiliki mata pencaharian di bidang usaha pertanian. Dari data demografi responden juga dapat terlihat bahwa sebagian besar ibu menyusui memiliki pekarjaan sebagai petani dan berpenghasilan rendah. Begitu juga pada pertanyaan

no.8 sebanyak 9 ibu menyusui (24,3%) menyatakan tidak setuju bahwa ibu menyusui boleh makan ikan dan telur karena tidak akan membuat ASI menjadi amis. Dari indikator pernyataan ini masih terlihat bahwa masih ada ibu menyusui yang memiliki pantangan makanan yang sebenarnya sangat dianjurkan. Soetjiningsih (1997) menyatakan bahwa ibu menyusui tidak memiliki pantangan makanan, misalnya makan buah segar, daging, ikan, susu, sayur-sayuran, kacang- kacangan, dan telur.

5.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui

Berdasarkan distribusi responden, pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu belum secara keseluruhan baik. Hasil analisa data menunjukkan bahwa sebanyak 86,5% ibu menyusui sudah memenuhi kebutuhan gizi dengan baik, tetapi sebanyak 13,5% ibu menyusui masih kurang baik dalam memenuhi kebutuhan gizi selama menyusui.

Berdasarkan data jawaban responden pada no.1 sebanyak 34 ibu menyusui (91,9%) sering makan makanan yang bergizi selama menyusui. Walaupun tidak selalu, tetapi dari indikator ini dapat dilihat bahwa ibu menyusui sudah memiliki pola makan yang baik dalam mencukupi kebutuhan gizi selama menyusui. Akan tetapi pada pertanyaan no. 3 sebanyak 4 ibu menyusui (10,8%) tidak pernah mengkonsumsi susu selama menyusui. Data ini memperlihatkan bahwa masih ada ibu menyusui yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi secara lengkap dan sempurna. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini karena ibu menyusui

beranggapan bahwa tanpa minum susu pun mereka tetap sehat dan dapat menyusui. Menurut Asmi (1997), susu merupakan sumber protein yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu ASI. Alasan lainnya adalah kurangnya biaya untuk membeli susu. Begitu juga pada pertanyaan no.7 sebanyak 13 ibu menyusui (35,2%) tidak pernah mendapat obat tambah darah selama menyusui. Hal ini bertentangan dengan pendapat Asmi (1997) yang menyatakan bahwa ibu menyusui memerlukan pergantian simpanan darah yang hilang setelah melahirkan, dan untuk keperluan bayi. Untuk itu selama menyusui makanlah makanan yang kaya akan zat besi setiap hari. Karena tidak mungkin didapatkan hanya dari makanan, maka ibu menyusui perlu mendapat suplemen zat besi sedikitnya 30-60 mg perhari. Namun secara keseluruhan pemenuhan kebutuhan gizi selama menyusui sudah baik.

5.2.3 Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada pengaruh sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu dengan nilai r = 0,351 dan p = 0,033. Hasil ini berarti sosial budaya yang dimiliki oleh ibu menyusui berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui.

Pemenuhan gizi pada masyarakat Indonesia juga masih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, antara lain keyakinan dan suku tertentu yang memiliki pantangan makanan yang bergizi yang berdampak pada kurangnya

kecukupan gizi pada masa menyusui. Fenomena ini didukung oleh hasil penelitian Anggorodi (1985) yang berjudul Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya pada masyarakat Simpar dan Kosambi, Jawa Barat. Pada penelitian tersebut didapatkan perilaku masyarakat yang melakukan beberapa pantangan makanan dengan alasan yang kurang tepat setelah melahirkan yang sebenarnya sangat diperlukan untuk pemulihan kesehatan pasca melahirkan dan produksi ASI (Swasono, 1998).

Pada pengaruh sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu terdapat pengaruh, peneliti berasumsi bahwa sosial budaya yang dianut oleh ibu menyusui sudah baik. Dari analisa data, dapat diketahui bahwa sosial budaya ibu menyusui di desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu yang secara keseluruhan baik 100% memberikan dampak yang baik pula terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui. Pada sosial budaya yang baik yaitu 12 ibu menyusui (32,4%) sangat setuju bahwa makanan bergizi adalah makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pada praktek pemenuhannya dapat dilihat sebanyak 34 ibu menyusui (91,9%) sering makan makanan yang bergizi selama menyusui, sebanyak 27 ibu menyusui (73,0%) sering meningkatkan asupan protein. Akan tetapi masih ada ibu menyusui yang kurang baik dalam mencukupi kebutuhan gizi selama menyusui. Hal ini data dapat dilihat dari data, yaitu sebanyak 4 ibu menyusui (10,8%) tidak pernah mengkonsumsi susu selama menyusui dan sebanyak 13 ibu menyusui (35,2%) tidak pernah mendapat obat tambah darah. Peneliti berasumsi bahwa hal ini dipengaruhi oleh individu itu

sendiri, karena dari hasil wawancara ibu menyusui mengatakan bahwa tanpa minum susu pun mereka tetap sehat dan dapat menyusui. Begitu juga dengan obat tambah darah, ibu menyusui merasa tidak penting mengkonsumsi obat tersebut karena mereka tidak sakit, jadi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk hal tersebut. Oleh karena itu perlu diketahui faktor lain yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memenuhi kebutuhan gizi selama menyusui.

Dokumen terkait