• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN

2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana pengetahuan ibu tentang makanan bergizi, status gizi balita, dan hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita berdasarkan hasil yang telah dideskripsikan.

Variabel Mean S.D Pengetahuan ibu 19, 76 2,181

Status gizi balita 3,67 0,69

5.2.1 Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi

Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, memberikan daya adaptasi yang tinggi untuk tumbuh kembang anak (Sanjaja, 2000). Apabila ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi maka kejadian gizi kurang dan gizi buruk akan dapat dihindari (Sjahmien, 1992). Seorang ibu seharusnya lebih mengerti tentang cara pengolahan makanan yang baik bagi balita untuk kelangsungan tumbuh kembang balitanya (Khomsan, 2004).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas ibu yang menjadi responden 97,7% memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan bergizi dan pengetahuan sedang 2,3 %. Ini didukung oleh hasil penelitian dimana didapatkan pendidikan ibu sebagian besar adalah 40, 9% tamat SMU. Sesuai dengan teori bahwa pendidikan merupakan salah satu factor eksternal yang dapat mempengaruhi pengetahuan (Notoadmodjo,1997). Menurut Notoadmodjo (2003), banyak factor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan , persepsi, motivasi dan pengalaman. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan pormal dan semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pengetahuan seseorang. Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan acuan dalam mewujudkan bentuk perilaku. Sedangkan faktor internal berupa persepsi, kecerdasan, motivasi, minat, dan emosi mengelola pengaruh- pengaruh

dari luar Jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru maka akan menimbulkan respon dalam bentuk tidakan atapun praktek.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi sering kali merupakan rintangan terpenting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan pendidikan dan pengertian kepada ibu tentang masalah gizi, sehingga jumlah kasus kurang gizi pada balita dari yang paling rendah sampai paling berat dapat dihindari jika diberikan asuhan yang baik dan benar. Pengetahuan ibu tentang pemeliharaan makanan yang baik, cara pengolahan makanan dengan membersihkan dengan baik sehingga tidak mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam makanan tersebut (Khumaidi, 1994)

5.2.2 Status gizi balita

Status gizi merupakan keadaan sehat individu yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan yang dampak fisiknya akan diukur secara antropometri (Suhardjo, 1996). Status gizi balita sangat bergantung pada apa yang dikonsumsi dan bagaimana penggunaan zat-zat gizi dari makanan yang diperolehnya (Almatsier, 2002).

Dari 88 responden didapatkan, balita yang mengalami status gizi lebih 6 orang (6,8%), balita yang mengalami status gizi baik 52 orang (59,1%), balita yang status gizi sedang 25 orang (28,4%), dan balita yang memiliki status gizi kurang 5 orang (5,7) dan tidak ada balita yang mengalami gizi buruk. Hal ini menunjukkan separuh dari balita sudah memiliki status gizi baik (59,1%). Dalam penelitian ini status gizi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak ibu yang tingkat pendidikannya adalah SMA 40,9%

tingkat SMP 27,3%, perguruan tinggi/diploma 12,5% dan SD 19,3%. dari hasil ini peneliti berasumsi bahwa salah satu factor yang mempengaruhi status gizi balita adalah tinggkat pendidikan ibu dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik status gizi balitanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sasmila (2005) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi balita. Selain itu dari hasil penelitian didapatkan lebih banyak responden memiliki jumlah anak 2 orang (43,2%). Menurut Santoso (2005) bahwa jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas komsumsi makanan anggota keluarganya terutama balita yang sedang dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan sehingga berpengaruh pada pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan balita.

Menurut Sumiarta (2005) bahwa pola asuh dan pemberian makanan sangat berpengaruh pada status gizi balita. Pola makan yang seimbang akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi dikomsumsi seimbang satu sama lain. Meskipun makanan yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya makanan yang bergizi, tetapi kalau diberikan tanpa makan yang teratur maka anak- anak tetap saja bisa mengalami gizi buruk.

5.2.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita

Berdasarkan analisa identifikasi hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita didapatkan hubungan yang sangat lemah dan tidak signifikan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan status gizi balita

(r = 0,082, p = 0,447), sehingga dapat disimpulkan hipotesa penelitian ditolak, artinya pernyataan hipotesa adanya hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita tidak dapat diterima. Hasil ini sesuai dengan penelian yang dilakukan oleh Mulfiana (2005) bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Medan Selayang.

Selain pengetahuan banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, politik, dan juga sosial budaya serta secara langsung dipengaruhi oleh komsumsi makanan (Suhardjo, 1992). Dari hasil penelitian ditemukan pendapatan perbulan dari lebih dari separuh 52,3 % berpenghasilan < 800 ribu, 30,7 % Rp 800 ribu -1 juta dan 17,0 % > 1 juta. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986), bahwa daya beli seseorang mempengaruhi status gizi. Keterbatasan ekonomi berarti tidak mampu memberi bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi juga akan semakin berkurang. Tingkat pendapatan keluarga atau rumah tangga menentukan pola makan apa yang dibeli dengan uang tersebut. Thomas (1998) mengatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan komsumsi pangan yang sehat, sanitasi dan perilaku sehat yang akhirnya meningkatkan status gizi keluarganya.

Harver (1986) juga mengatakan bahwa selain faktor pengetahuan ada faktor - faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita, yaitu faktor ketersediaan pangan, faktor sosial budaya dan faktor pribadi. Faktor ketersedian pangan meliputi cara penyediaan pangan di suatu daerah, peran sosial serta tingkat pendapatan. Faktor sosial budaya merupakan faktor sosial budaya dari satu keluarga. Faktor ini meliputi

bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan disajikan di dalam keluarga. Faktor pribadi meliputi pengetahuan gizi yang dimiliki seseorang, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan tentang makanan bergizi kedalam pemilihan pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan, serta hubungan keadaan kesehatan seseorang dengan kebutuhan akan pangan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit.

Pengetahuan merupakan domain dari prilaku. Dimana jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap untuk selanjutnya menimbulkan respon dalam bentuk tindakan atau praktek (Bloom, 1908) dalam Notoadmojo, 2003). Walaupun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi akan kesehatan, namun praktek tentang kesehatan atau prilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah akan mempengaruhi terhadap kesehatannya, hal ini bisa disebabkan oleh faktor- faktor lain selain faktor predisposisi yang salah satunya adalah pengetahuan. Yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berprilaku sehat adalah adanya faktor pendukung, sarana dan prasarana yang memadai (Notoadmojo, 2003). Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bukanlah faktor utama yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari 88 responden yang diteliti didapatkan yang berpengetahuan baik sebanyak 86 orang (97,7 %) dan yang berpengetahuan sedang sebanyak 2 orang (2,3 %). Status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal di dapatkan bahwa dari 88 balita yang diteliti lebih dari setengahnya adalah gizi baik 52 orang (59,1 %), kemudian status gizi sedang 25 balita (28,4 %), gizi lebih sebanyak 6 orang (6,8 %), gizi kurang 5 orang (5,7 %). Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya gizi buruk.

Berdasarkan hasil pengkorelasian yang dilakukan dengan program SPSS dengan menggunakan pormula korelasi Spearman didapatkan bahwa nilai korelasi (r) adalah -0,082 dengan signifikansi (p) adalah 0,447, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian tidak dapat diterima (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergisizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

Dokumen terkait