• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT

3 OPTIMASI KONDISI PROSES PENGEMPAAN PAPAN PARTIKEL DENGAN METODE RSM DAN ANN

5 PEMBAHASAN UMUM

Dengan semakin terbatas dan tingginya harga kayu, saat ini bahan baku untuk memproduksi papan partikel tidak sebatas dari kayu ataupun limbah kayu. Ampas jarak kepyar sebagai salah satu bahan yang dianggap limbah atau produk samping dari pengolahan biji jarak kepyar, memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel. Pada tahap awal penelitian yang dijelaskan pada Bab 2, ampas jarak kepyar sepenuhnya dijadikan bahan baku pembuatan papan partikel tanpa penambahan bahan-bahan alami lainnya ataupun bahan sintetis. Teknologi pembuatan papan partikel yang dikembangkan saat ini adalah menggunakan perekat alami dengan lebih mementingkan kepada aspek ramah lingkungan dan tidak membahayakan bagi kesehatan. Optimasi kondisi proses dilakukan untuk mengoptimalkan respon dan untuk mendapatkan desain penelitian, pengolahan data, dan solusi optimasi sekaligus dan untuk kepentingan tersebut digunakan Response Surface Method (RSM).

Papan partikel tanpa perekat sintetis (binderless) dibuat dari ampas jarak kepyar dengan menggunakan sistem pengempaan panas. Pada pembuatan papan partikel tanpa menggunakan perekat, kekuatan rekatnya dihasilkan dari aktivasi dan reaksi komponen-komponen kimia yang terkandung di dalamnya selama proses perlakuan panas, terutama komponen hemiselulosa dan lignin (Widyorini

et al., 2005) dan protein (Li et al. 2009). Reaksi-reaksi kimia dapat berupa degradasi dari hemiselulosa dan sebagian selulosa yang membentuk gula sederhana dan dekomposisi lainnya, degradasi termal matriks dinding sel, pembentukan ikatan antara polimer karbohidrat dan lignin, peningkatan kristalisasi selulosa (Rowell et al. 2002) dan ikatan grup polar protein dengan grup polar serat (Mo et al. 2001). Mekanisme perekatan antar komponen (self- bonding) merupakan mekanisme yang menjadi dasar bagi mekanisme perekatan protein dan komponen serat.

Pada dasarnya kualitas papan partikel dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku yang digunakan, jenis perekat, mekanisme perekatan dan kondisi proses pengempaan. Kondisi proses pengempaan yang optimal dianggap mampu meningkatkan kualitas papan yang dihasilkan. Suhu pengempaan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas papan partikel yang dihasilkan. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa KA, KP, MOE, MOR dan IB papan partikel yang diuji pada penelitian ini mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu kempa sementara DSA2, DSA24, PT2 dan PT24 mengalami penurunan. Suhu optimum pengempaan untuk masing-masing parameter respon fisik dan mekanik papan adalah sekitar 170 C. Pada suhu tersebut, diperkirakan protein telah terdenaturasi dan hemiselulosa telah terdegradasi, sementara lignin dan selulosa telah terdegradasi sebagian. Perlakuan suhu kempa di atas 170 C menurunkan kekuatan mekanik papan partikel seperti yang juga dilaporkan oleh Suzuki et al. (1998).

Selain suhu kempa, faktor lainnya yang mempengaruhi proses kempa adalah tekanan kempa (Ye et al. 2005). Pemberian tekanan kempa yang optimum dapat meningkatkan kekompakan dan membantu proses penguapan air pada papan partikel. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa peningkatan tekanan pengempaan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan KA, KP, MOE, MOR dan IB

kecuali pada DSA dan PT papan partikel. Pada penelitian ini, faktor tekanan kempa belum bekerja secara optimal akibat perancangan cetakan papan menghalangi mesin kempa untuk memberikan tekanan optimal pada bahan. Pinggiran cetakan yang berbentuk persegi menghambat penekanan oleh mesin kempa. Tekanan optimum untuk setiap respon adalah sekitar 180 kgf/cm2.

`Faktor lama pengempaan merupakan salah satu yang berpengaruh pada sifat papan partikel. Okuda et al. (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengempaan panas dengan waktu 10 menit pada papan partikel tanpa perekat dari inti kenaf menghasilkan sifat kekuatan mekanik papan yang baik. Waktu kempa yang semakin lama memberikan peluang antar partikel untuk saling kontak dengan baik dan menjadi lebih mampat. Pengempaan selama 8 menit menghasilkan respon fisik dan mekanik yang optimum pada penelitian ini. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa waktu kempa tidak berpengaruh signifikan terhadap DSA24, PT2 dan PT24. Ukuran partikel berpengaruh signifikan terhadap seluruh respon fisik dan mekanik papan partikel yang dihasilkan pada penelitian ini dengan ukuran partikel optimum pada 60 mesh. Ukuran partikel yang lebih kecil dari 60 mesh menurunkan respon fisik dan mekanik papan partikel ampas jarak kepyar. Keadaan ini diperkirakan akibat kegagalan interaksi di antara partikel yang terlalu kecil/halus dalam membentuk jalinan ikatan.

Selain kondisi proses pengempaan, rasio protein-serat juga dapat mempengaruhi keberhasilan terjadinya mekanisme perekatan di antara protein dengan komponen serat. Pada penelitian ini, rasio protein-serat 1,15 memberikan hasil yang optimum pada respon fisik dan mekanik papan partikel ampas jarak kepyar. Rasio protein-serat yang lebih tinggi dimana kadar protein lebih banyak, ternyata menurunkan respon fisik dan mekanik papan tersebut.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh tersebut, kondisi proses pengempaan dengan kondisi optimum adalah pada 170 C, 8 menit, 180 kgf/cm2 dan 60 mesh pada rasio 1.15. Sifat fisik dan mekanik papan partikel ampas jarak kepyar menunjukkan peningkatan menjadi lebih baik dibandingkan kondisi proses dibawah nilai-nilai optimum tersebut dengan KA 6.94%, KP 0.95 g/cm3, DSA2 45.07%, DSA24 76.54%, PT2 14.82%, PT24 29.51%, MOE 2444,48 kgf/cm2, MOR 31.74 kgf/cm2 dan IB 2.27 kgf/cm2. Namun demikian, dari semua respon fisik dan mekanik ini, hanya KA, KP dan IB saja yang memenuhi standar JIS A 5908 (2003). DSA, PT, MOE dan MOR masih jauh dari produk papan partikel yang dipersyaratkan JIS. Kadar air dapat memenuhi standar, karena ampas jarak kepyar yang digunakan memiliki kadar air sekitar 7-8%, dan selama proses pengempaan terjadi penguapan air tetapi tidak berkurang secara signifikan. Papan partikel yang dihasilkan masih memiliki kadungan air sekitar 6.62-6.94%. Kerapatan papan juga dapat dikondisikan sesuai dengan yang diinginkan ketika hendak dimasukkan dalam cetakan. Untuk mendapatkan kerapatan sekitar 0.9 g/cm3, ampas ditimbang massanya dan kemudian dengan cetakan papan yang telah diketahui volumenya, kerapatan bisa ditentukan. Pada penelitian ini, kerapatan papan partikel yang dihasilkan cenderung seragam yaitu 0.90-0.95 g/cm3. Selanjutnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keteguhan rekat (IB) menunjukkan kekuatan ikatan antara partikel-partikel penyusun papan. IB terendah pada penelitian ini adalah 1.5 kgf/cm2 dan nilai ini merupakan standar minimum yang dipersyaratkan JIS A 5908-2003. Kekuatan mekanik papan dengan IB telah memenuhi standar ini, menunjukkan bahwa papan memiliki

ikatan antar partikel yang baik setelah proses pengempaan berlangsung. Selain itu, kondisi proses pengempaan yang berlangsung secara simultan dapat menghasilkan sinergi yang positif pada kekuatan ikatan antar partikel papan yang dihasilkan.

Keberhasilan IB memenuhi standar JIS ternyata tidak didapatkan pada MOE dan MOR papan ampas jarak kepyar hasil penelitian ini. Terutama pada MOE penelitian, hanya sepersepuluh (sekitar 2000 kgf/cm2) dibandingkan standar JIS A 5908 (20000 kgf/cm2). Kekuatan ikatan partikel saja tidak cukup untuk terpenuhinya MOE yang sesuai standar. MOE berhubungan dengan daya elastis papan. Daya elastisitas papan partikel dipengaruhi oleh semakin meningkatnya interaksi polimer protein dengan permukaan serat (self-bonding). Diperkirakan selama proses pengempaan berlangsung, mekanisme perekatan dan pengikatan protein-serat ataupun antar komponen serat belum berlangsung efektif. Berdasarkan analisis gugus fungsi pada papan partikel ampas jarak kepyar yang menunjukkan tidak semua komponen serat terdegradasi walaupun protein telah terdenaturasi sempurna. Hal lain yang dapat dijelaskan juga adalah bahwa rasio protein terdenaturasi-serat yang terdegradasi yang dapat berperan bagi keberhasilan mekanisme self-bonding dan pada akhirnya MOE menjadi lebih baik. Rasio protein-serat yang diperoleh pada ampas jarak kepyar penelitian ini, adalah rasio sebelum proses pengempaan. Analisis gugus fungsi pada papan telah menunjukkan penurunan jumlah protein dan serat tapi jumlah yang pasti perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. MOR juga berkaitan dengan IB. IB hasil penelitian (1.5-2.27 kgf/cm2) masih berkisar di rentang minimum yang dipersyaratkan JIS. Dibutuhkan IB yang lebih tinggi agar MOR sesuai standar JIS dapat dicapai.

Rendahnya DSA dan PT papan partikel ampas jarak kepyar hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat higroskopis papan masih tinggi. Kondisi proses optimal yang diperoleh pada penelitian ini, ternyata belum mampu menurunkan DSA dan PT papan partikel.

Berdasarkan pada beberapa faktor yang menunjukkan masih rendahnya kualitas papan partikel ampas jarak yang dihasilkan tersebut, pada penelitian berikutnya yang dijelaskan pada Bab 3, dilakukan optimasi lebih lanjut terhadap kondisi proses pengempaan papan partikel. Hasil ANOVA dan RSM yang dijelaskan pada Bab 2 baru menganalisis kondisi proses optimum pada individual respon fisk dan mekanik papan. Optimasi kondisi proses pengempaan dengan mempertimbangkan multi respon yang merupakan hasil interaksi dari berbagai parameter respon fisik dan mekanik tersebut perlu dilakukan untuk kepentingan pembuatan papan partikel yang lebih efektif dan efisien. Untuk mendapatkan kondisi proses optimum ini, tidak hanya menggunakan metode RSM saja tetapi juga menggunakan metode ANN dengan tujuan untuk menentukan metode mana yang lebih baik dalam mendapatkan kondisi proses optimum yang hasilnya lebih mendekati persyaratan JIS A 5908 (2003).

Metode ANN memberikan nilai optimasi kondisi proses yang lebih baik dari optimasi metode RSM. Metode ANN memprediksi kondisi proses optimum pada 180 C, 10 menit, 200 kgf/cm2 dan 80 mesh. Kondisi proses ini lebih tinggi dibandingkan kondisi proses optimum yang diprediksi metode RSM dengan respon fisik dan mekanik juga lebih baik. Pada kondisi ini diperoleh KA 6.97%, KP 0.91g/cm3, DSA2 43.07%, DSA24 77.17%, PT2 14.09, PT24 27.80, MOE

2458 kgf/cm2, MOE 32.98 kgf/cm2, dan IB 2.28 kgf/cm2. Untuk membuktikan kondisi proses optimum metode ANN dapat memberikan respon fisik dan mekanik yang lebih baik, dilakukan validasi data dengan melakukan pembuatan papan partikel berdasarkan kondisi proses yang direkomendasikan menurut metode RSM dan ANN. Hasil validasi membuktikan bahwa metode ANN lebih baik dalam memprediksi kondisi proses optimum. Beberapa penelitian yang juga melakukan perbadingan antara kedua metode ini melaporkan bahwa metode ANN lebih toleran terhadap noise dari sistem memiliki kemampuan dalam pengolahan data yang non linier, dan memiliki kecenderungan menghasilkan kesalahan prediksi yang rendah.

Selain melakukan optimasi kondisi proses secara multi respon dengan metode RSM dan ANN, Bab 3 juga melakukan pembahasan interaksi antara kondisi proses optimum terhadap individual respon fisik dan mekanik papan partikel ampas jarak kepyar. Pembahasan dilakukan berdasarkan kondisi proses optimum menurut metode RSM untuk individual respon saja yaitu pada 170 C, 8 menit, 180 kgf/cm2 dan 60 mesh. Berdasarkan pengamatan dari visualisasi gambar 2 dimensi menunjukkan bahwa kondisi proses berinteraksi secara spesifik untuk masing-masing respon tergantung kepada kondisi proses mana yang dianggap konstan dan kondisi proses lainnya dianggap sebagai variabel bebas.

Walaupun metode ANN mampu memprediksi kondisi optimum pengempaan lebih baik dari metode RSM, keberhasilan metode ini sangat tergantung kepada pola data input-output yang telah diketahui. Semakin banyak data input-output yang diketahui, proses pembelajaran metode ANN menjadi lebih baik. Selain itu, faktor syarat batas yang dijadikan target data output yang diinginkan, selama tidak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap input data, akan memberikan prediksi yang lebih baik. Pada penelitian ini, MOE dan MOR penelitian tertinggi hanya 2444.48 kgf/cm2 dan 31.74 kgf/cm2 sementara syarat batas yang ditentukan adalah 20 000 kgf/cm2 dan 81 kgf/cm2 (MOE dan MOR). Pada kondisi ini, respon optimum menurut metode ANN masih rendah dan mendekati nilai tertinggi hasil penelitian berturut-turut MOE dan MOR adalah 2458 kgf/cm2 da 32.98 kgf/cm2.

Sejauh ini, rentang kondisi proses pengempaan yang diterapkan pada penelitian ini, belum mampu menghasilkan kualitas papan partikel tanpa perekat sintetis yang baik. Menurut Evon et al. (2010) terkait pembuatan papan partikel tanpa perekat sintetis dari ampas tanaman bunga matahari, MOR dan MOE papan partikel yaitu 113-115 kgf/cm2(11.3-11.5 MPa) dan 21100 - 22200 kgf/cm2 (2.11- 2.22 GPa) yang diperoleh pada kondisi proses suhu pengempaan 180-200 C, tekanan pengempaan 320 kgf/cm2 selama 60 detik. Pada pembuatan papan partikel tanpa perekat sintetis dari ampas jarak pagar (Hidayat et al. 2014) bahkan mampu mendapatkan MOE 3000-51000 kgf/cm2 (0.3-5.1 GPa) dan MOR 228-38 kgf/cm2 (22.8-3.8 MPa) dan PT 19% walaupun daya serap air masih tinggi yaitu 74% pada kondisi suhu pengempaan 135 C, tekanan pengempaan 100 kgf/cm2 selama 30 menit. Studi lain pada papan partikel dari serat kayu dengan perekat protein kedelai (Li et al. 2009) dengan kondisi suhu pengempaan 192-200 C selama 13-14.5 menit mempunyai MOE 28470 kgf/cm2, MOR 337 kgf/cm2 daya serap air 64.3% dan pengembangan tebal 23.9%. Berdasarkan kondisi proses pengempaan yang diterapkan pada beberapa penelitian tersebut, rentang kondisi proses pada penelitian ini seharusnya juga sudah memadai dan mencukupi untuk

memperoleh kualitas papan yang baik seperti papan partikel lainnya. Faktor yang mengakibatkan rendahnya kualitas papan yang dihasilkan, diperkirakan akibat tidak optimalnya mekanisme self-bonding antara protein dan komponen serat. Pada penelitian ini, diperkirakan lignin dan selulosa belum sepenuhnya aktif dan berperan sebagai pengikat dan perekat.

Beberapa metode yang digunakan untuk aktivasi serat terutama lignin dalam pengembangan teknologi papan partikel tanpa perekat adalah dengan metode steam explosion dalam penyiapan serat, perlakuan pendahuluan dengan enzim, injeksi uap panas, serta metode oksidasi. Meskipun perlakuan pendahuluan sangat baik untuk memperbaiki kualitas ikatan pada papan serat, namun untuk papan partikel masih dibutuhkan tambahan lignin teknis untuk dapat menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang baik. Menurut Widyorini et al. (2006), pengaruh komponen-komponen seperti protein dan serat pada proses pembuatan papan partikel tanpa perekat merupakan proses yang kompleks dan memerlukan penelitian yang lebih intensif untuk lebih memahami mekanisme perekatan tersebut. Peningkatan mekanisme perekatan pada proses produksi papan partikel pada penelitian ini selanjutnya akan dikembangkan ke arah penambahan polimer termoplastik yang dikenal sebagai produk WPC.

Penambahan polimer termoplastik polipropilena pada papan partikel ampas jarak kepyar merupakan salah satu alternatif teknologi perekatan (adhesives) yang dikembangkan dalam penelitian ini seperti dijelaskan pada Bab 4. Penambahan polipropilena 50% meningkatkan MOE da MOR produk WPC tapi masih dibawah standar suatu produk WPC (20000 kgf/cm2 dan 180 kgf/cm2). Penurunan signifikan daya serap air dan pengembangan tebal produk WPC secara berturut- turut dari 76.58% dan 29.51% menjadi 3.87% dan 0.97% juga terjadi dengan penambahan polipropilena 50%.

Dokumen terkait