• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil penelitian bahwa paling banyak

responden dengan paritas multipara (42%) dan paling sedikit dengan paritas

primipara (2%).

Menurut Wiknjosastro (1999) paritas memiliki pengaruh terhadap kejadian

rupture perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko

yang lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas

lebih dari satu yang disebabkan oleh jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh

kepala bayi masih kaku, sehingga otot-otot perineum kurang elastis.

Hasil penelitian yang diperoleh terkait faktor paritas dengan terjadinya

rupture perineum sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina (2007)

yang mengemukakan bahwa paritas ibu dengan jumlah terbanyak berpengaruh

terhadap kejadian rupture perineum. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut

Irmayasari (2006) yang melakukan penelitian mengenai paritas ibu terhadap kejadian

rupture perineum menunjukkan bahwa ibu dengan paritas primipara adalah yang

Ibu bersalin dengan usia 30 tahun pada primipara dan diatas 35 tahun pada

grandemultipara lebih memerlukan tindakan spesialis karena pada usia ini ibu

sering mengalami rupture perineum pada saat persalinan. Mochtar (1998) bahwa

ibu bersalin pada primipara banyak terjadi robekan perineum karena ibu belum

memiliki pengalaman dalam persalinan dan tidak mengetahui kapan waktu yang

tepat untuk meneran yang benar kepada saat kepala turun hingga di perineum dan

pada ibu primipara, perineum ibu masih kaku dan kurang elastis.

Berdasarkan jarak kelahiran, paling banyak 2-3 tahun yaitu sebanyak 47

responden (47%) dan paling sedikit dengan jarak kelahiran <2 tahun yaitu 13

responden (13%).

Danuatmadja (2005) mengemukakan bahwa jarak kelahiran 2-3 tahun

merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Jarak kelahiran

kurang dari 2 tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi

pada persalinan, begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin mengalami

robekan perineum derajat tiga atau empat sehingga proses pemulihan belum

sempurna dan robekan perineum dapat terjadi. Pada jarak kelahiran kurang dari dua

tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.

Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan

janin (Depkes, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Dina di Rumah Sakit Haji Medan (2007)

berpengaruh terhadap kejadian rupture perineum sebesar (50,955). Irmayasari

(2006) yang melakukan penelitian tentang terjadinya rupture perineum juga

menunjukkan bahwa jarak kelahiran memiliki tingkat persentase yang tinggi terhadap

kejadian rupture perineum.

Berdasarkan berat badan lahir ditemukan bahwa paling banyak dengan berat

badan 3000 -3.500 gram sebanyak 41 responden (41%) dan paling sedikit dengan

berat badan bayi lebih dari 4000 gram.

Menurut Mansjoer (2000) berat badan janin dapat mengakibatkan rupture

perineum pada berat badan janin diatas 3000 gram dan 4000 gram. Berat badan

janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum yaitu pada berat badan

janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui vagina seperti distosia

bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada

pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan,

hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin (Chalik, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Dina (2007) dan Irmayasari (2006) dalam

hal berat badan bayi terlihat bahwa berat badan bayi paling banyak adalah pada

berat badan diatas 3500 gram. Hasil kedua penelitian tersebut, sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan peneliti.

Berdasarkan riwayat persalinan, dari 100 responden yang mengalami rupture

perineum, paling banyak dengan riwayat persalinan ekstraksi vakum sebanyak 60

Menurut Handaya (2005) episiotomi dilakukan karena nyeri waktu

menjahit luka menyulitkan petugas, sehingga tindakan yang seharusnya dapat

diselesaikan dalam waktu singkat akan memakan waktu yang lebih lama dan

kemungkinan kejadian infeksi yang lebih tinggi. Indikasi episiotomi dalam hal ini

adalah perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu

dan apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan.

Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat

pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau

elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus

mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai

dengan kondisi yang dihadapi (Handaya, 2005). Tujuan episiotomi adalah

menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan

darah yang tidak perlu.

Peranan bidan dalam mempersiapkan penjahitan adalah membantu ibu

mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau

meja, menggunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,

memberikan anestesi lokal dan menjahit luka, memeriksa vagina, serviks dan

perineum secara lengkap (Ocviyanti, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan Soepardiman (2005) ekstraksi vakum dalam

persalinan dilakukan dalam rangka memberikan pertolongan kepada ibu bersalin.

dalam persalinan, beberagai upaya telah dilakukan, dan salah satu diantaranya dengan

riwayat persalinan dengan ekstraksi vakum.

Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertolongan persalinan bidan dalam

menghadapi perdarahan robekan jalan lahir dapat dilakukan dengan cara evaluasi

sumber, melakukan ligasi sumber perdarahan, melakukan rujukan ke fasilitas yang

cukup dan melakukan evaluasi persalinan bila sulit menjahir robekan.

Berdasarkan derajat terjadinya rupture perineum, paling banyak dengan

derajat dua sebanyak 39 responden (39%) dan paling sedikit dengan derajat empat

sebanyak 9 responden (9%).

Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari

perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri). Penanganan yang

dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber

dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan

sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum mulai dari derajat satu

sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala

yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala

terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat

dilakukan.

Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan

persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan dalam hal ini diharapkan

melaksanakan pertolongan persalinan dengan lebih baik melalui polindes, sehingga

medisnya dapat mmeilah-milah hamil dengan resiko tinggi, risiko rawan atau

resiko tinggi, dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan resiko rendah.

Pertolongan persalinan dengsn risiko rendah mempunyai komplikasi ringan

sehingga dapat menurunkan agnka kematian ibu maupun perinatal. Dengan

demikian, komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan

Dokumen terkait