FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA RUPTURE PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSU
Dr. PIRNGADI MEDAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007
NURAISYAH NASUTION O75102021
Karya Tulis Ilmiah
Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Di RSU
Dr. Pirngadi Medan Periode Januari – Desember 2007
KARYA TULIS ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat
karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan
sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain atau
diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam Karya Tulis Ilmiah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2008
Yang menyatakan
Judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture
Perineum Pada Ibu Bersalin di RSU Dr. Pirngadi Medan Periode
Januari – Desember 2007.
Nama Nuraisyah Nasution
Nim 075102021
Program D IV Bidan Pendidik
Pembimbing Penguji
... ...Penguji I
(Ir. Dwi Lindarto, MT) (dr.Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)
...Penguji II
(Dina Indarsita, M.Kes)
...Penguji III
(Ir. Dwi Lindarto, MT)
Program D IV Bidan Pendidik telah menyetujui Karya Tulis Ilmiah ini sebagai dari persyaratan Kelulusan Sarjana Sains Terapan untuk D IV Bidan Pendidik.
(Dewi Elizadiani Suza, S.Kp,MNS) (dr. Murniati Manik, Msc,SpKK
Nip : 132 258 269 Nip : 130 810 210
)
Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Di RSU Dr.pirngadi Medan Periode Januari-Desember 2007.
Peneliti : Nuraisyah Nasution
N i m : 075102021
Jurusan : Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2008
ABSTRAK
Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Terjadinya rupture
perineum disebabkan oleh faktor ibu yaitu paritas, jarak kelahiran dan berat badan
lahir, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan yaitu
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Di RSU Dr.
Pirngadi Medan masih banyak ditemukan masalah pada wanita hamil dan bersalin termasuk ditemukannya kasus rupture perineum pada ibu bersalin.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
retrospective, menggunakan teknik purpose sampling diperoleh bahwa data ibu
bersalin yang mengalami rupture perineum sebanyak 100 orang.
Hasil analisis data dengan menggunakan analisa univariat menunjukkan bahwa berdasarkan faktor ibu, mayoritas ibu dengan paritas multipara (42%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3 tahun (47%), berat badan bayi mayoritas 3.000-3.500 gram (41%), mayoritas riwayat persalinan dengan ekstraksi vakum (60%). Hasil analisa bivariat menunjukkan paritas pada ibu scundigravida, paling banyak dengan derajat dua (11%). Hasil uji – square menunjukkan paritas dan riwayat persalinan memiliki probabilitas p = 0,01 (P < 0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara paritas dengan derajat rupture perineum. Sedangkan jarak kelahiran dan berat badan bayi tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan derajat rupture
perineum.
Diharapkan para peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian yang lebih luas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya rupture perineum dengan variabel penelitian yang lebih banyak
Kata kunci : Rupture perineum pada ibu bersalin
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, kesehatan, dan kemampuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Terjadinya Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin di RSU Dr. Pirngadi Medan
Periode Januari – Desember 2007”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak mendapat
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari semua pihak. Pada kesempatan ini
perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & Sp.A(K) selaku Rektor USU
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Prof. dr. Guslihan Dasa Tcipta, SpA (K), selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, selaku Ketua Pelaksana Program D-IV
Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, selaku Koordinator mata kuliah
Metodologi Penelitian.
bimbingan serta arahan dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
7. Seluruh Staf Dosen Pengajar D-IV Bidan Pendidik, yang telah banyak
memberikan ilmu dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di
Universitas Sumatera Utara.
8. Ibu, Ayah dan saudaraku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
9. Bapak Drs. PGS yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10.Rekan-rekan mahasiswi D-IV Bidan Pendidik, adikku tersayang Irma dan
Dina yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2008
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Lembaran Pernyataan ... i
Lembaran Pengesahan... ii
Abstrak ... iii
1.3.Pertanyaan Penelitian... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1. Rupture Perineum ... 6
2.1.1. Pengertian ... 6
2.1.2. Klasifikasi Rupture Perineum... 7
2.1.3. Tanda-Tanda Dan Gejala Robekan Jalan Lahir ... 7
2.1.4. Penyebab Robekan Jalan Lahir ... 8
2.1.5. Resiko Robekan Jalan Lahir ... 9
2.1.6. Tindakan Yang Dilakukan ... 9
2.1.7. Penanganan Robekan Jalan Lahir ... 10
2.1.8. Pengobatan Robekan Jalan Lahir ... 11
2.1.9. Komplikasi... 12
2.2. Persalinan ... 14
2.3. Faktor-Faktor terjadinya Rupture Perineum ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25
4.1. Disain Penelitian ... 25
4.2. Populasi dan Sampel ... 25
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26
4.4. Pertimbangan Etik ... 26
4.5. Instrumen Penelitian ... 27
4.6. Pengumpulan Data ... 27
4.7. Analisa Data ... 27
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
5.1. Hasil Penelitian ... 30
5.1.1. Analisa Univariat ... 30
5.1.2. Analisis Bivariat... 32
5.2. Pembahasan ... 36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
6.1. Kesimpulan ... 41
6.2. Saran ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Variabel Rupture Perineum Berdasarkan
Paritas, Jarak Kelahiran, Berat Badan Bayi, Riwayat Persalinan 31
Tabel 5.1.1.a Paritas Dengan Derajat Rupture Perineum ... 33
Tabel 5.1.1.b Jarak Kelahiran Dengan Derajat Rupture Perineum ... 34
Tabel 5.1.1.c Berat Badan Bayi Dengan Derajat Rupture Perineum ... 35
Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Di RSU Dr.pirngadi Medan Periode Januari-Desember 2007.
Peneliti : Nuraisyah Nasution
N i m : 075102021
Jurusan : Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2008
ABSTRAK
Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Terjadinya rupture
perineum disebabkan oleh faktor ibu yaitu paritas, jarak kelahiran dan berat badan
lahir, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan yaitu
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Di RSU Dr.
Pirngadi Medan masih banyak ditemukan masalah pada wanita hamil dan bersalin termasuk ditemukannya kasus rupture perineum pada ibu bersalin.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
retrospective, menggunakan teknik purpose sampling diperoleh bahwa data ibu
bersalin yang mengalami rupture perineum sebanyak 100 orang.
Hasil analisis data dengan menggunakan analisa univariat menunjukkan bahwa berdasarkan faktor ibu, mayoritas ibu dengan paritas multipara (42%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3 tahun (47%), berat badan bayi mayoritas 3.000-3.500 gram (41%), mayoritas riwayat persalinan dengan ekstraksi vakum (60%). Hasil analisa bivariat menunjukkan paritas pada ibu scundigravida, paling banyak dengan derajat dua (11%). Hasil uji – square menunjukkan paritas dan riwayat persalinan memiliki probabilitas p = 0,01 (P < 0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara paritas dengan derajat rupture perineum. Sedangkan jarak kelahiran dan berat badan bayi tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan derajat rupture
perineum.
Diharapkan para peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian yang lebih luas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya rupture perineum dengan variabel penelitian yang lebih banyak
Kata kunci : Rupture perineum pada ibu bersalin
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Kematian yang terjadi pada wanita subur di negara berkembang sekitar
25-50%. Angka kematian ibu merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan
obstetri di suatu negara. Bila Angka Kematian Ibu masih tinggi berarti sistem
pelayanan obstetri masih buruk (Saifuddin, 2001).
Menurut WHO (World Health Organization) pada 2006 melaporkan bahwa
hampir 600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun di seluruh dunia.
Peristiwa ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Di
negara maju, angka kematian ibu per tahun hanya 27 per 1000.000 kelahiran hidup,
sedangkan di negara berkembang, angka kematian ibu rata-rata dapat mencapai 18
kali lebih tinggi, yaitu 480 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan karena
di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, hampir 80% persalinan
masih ditangani oleh dukun (Nasution, 2006).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan dan Rumah Tangga (SKRT) pada 2006,
angka kematian ibu di Indonesia mencapai 262 per 100.000 kelahiran hidup.
Masalah yang ditemukan adalah masih rendahnya kesehatan perempuan yang
nifas, serta kualitas hidup perempuan yang masih rendah baik dari segi kesehatan
maupun kemampuan ekonominya (Sutikno, 2006).
Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
setelah persalinan berlangsung. Perdarahan tersebut disebabkan oleh atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir (Manuaba, 1998). Salah satu
penyebab perdarahan tersebut adalah robekan perineum atau laserasi jalan lahir
sebesar 4-5%, dan ini merupakan penyebab yang banyak terjadi pada saat persalinan
(Mochtar, 1998).
Hasil penelitian Dina (2007) di Rumah Sakit Haji Medan terhadap data
pasien yang dikumpulkan melalui catatan rekam medik tahun 2004-2006
menunjukkan bahwa kejadian rupture perineum sebanyak 141 orang. Dari 141 ibu
yang mengalami rupture perineum, berdasarkan paritas paling banyak pada
primipara sebanyak 88 orang (62,64%), berdasarkan jarak kelahiran paling banyak
pada jarak kelahiran 2-3 tahun yaitu 27 orang ( 50,95%) dan berat badan bayi
paling banyak pada berat badan > 3500 gram yaitu 66 orang (46,81%).
Penelitian Irmayasari (2006) di Klinik Bersalin Nursyawaliyah menunjukkan
bahwa dari 30 ibu yang mengalami rupture perineum berdasarkan paritas yang
paling banyak adalah primipara yaitu 48 orang (60%), berdasarkan jarak kelahiran
paling banyak > 3 tahun dan berdasarkan berat badan bayi paling banyak adalah
3000-4000 gram.
Di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2006 seperti yang dilaporkan Asrol Byrin
Robekan jalan lahir merupakan yang paling banyak terjadi terhadap
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2001).
RSU Dr. Pirngadi adalah salah satu rumah sakit rujukan yang terdapat di
kota Medan yang menerima persalinan dan memiliki alat penanganan rupture medik
lengkap. Hal yang mendasari pemilihan RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat
penelitian adalah masih banyak masalah yang ditemukan pada wanita hamil dan
bersalin termasuk ditemukannya kasus rupture perineum pada ibu bersalin, dan
peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture
perineum pada ibu bersalin.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan terjadinya rupture perineum pada ibu bersalin di RSU
Dr.Pirngadi Medan Januari-Desember 2007.
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya rupture perineum pada ibu bersalin di RSU
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture
perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode
Januari-Desember 2007 berdasarkan paritas
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture
perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode
Januari-Desember 2007 berdasarkan jarak kelahiran.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture
perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode
Januari-Desember 2007 berdasarkan berat badan bayi.
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture
perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode
Januari-Desember 2007 berdasarkan riwayat persalinan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan diatas, maka pertanyaan penelitian
adalah faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya rupture perineum pada
ibu bersalin ?
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Praktek Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi
praktek pelayanan kebidanan untuk menurunkan angka kejadian rupture
b. Bagi Pendidikan Kebidanan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan sebagai
aplikasi ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi pengalaman bagi peneliti terutama dalam meneliti
faktor-faktor yang berhubungan dengan rupture perineum dan bagi peneliti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rupture Perineum 2.1.1 Pengertian
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang
terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis
serta diafragma pelvis. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat
bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir
semua primipara (Wiknjosastro, 2002). Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Mochtar, 2005).
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus
(ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir
2.1.2 Klasifikasi Rupture perineum
Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut:
a. Derajat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian
depan, kulit perineum.
b. Derajat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,
kulit perineum dan otot perineum.
c. Derajat tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.
d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani
yang meluas sampai ke mukosa rectum (Soepardiman, 2006).
2.1.3 Tanda-tanda dan gejala robekan jalan lahir
Tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
b. Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
c. Uterus tidak berkontraksi dengan baik
d. Plasenta tidak normal
Gejala yang sering terjadi adalah:
a. Pucat
b. Lemah
2.1.4 Penyebab Robekan Jalan Lahir
Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah Partus
presipitatus.
a. Kepala janin besar
b. Presentasi defleksi (dahi, muka).
c. Primipara
d. Letak sungsang.
e. Pimpinan persalinan yang salah.
f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan
embriotomi (Mochtar, 2005).
Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak
kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya,
riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi
(Wiknjosastro, 2000). Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan
melaksanakan pertolongan persalinan di tengah masyarakat melalui bidan polindes,
sehingga peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya
dapat mengetahui hamil dengan risiko tinggi dan mengarahkan pertolongan pada
kehamilan dengan risiko rendah yang mempunyai komplikasi ringan sehingga
dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian
komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan semakin
2.1.5 Risiko Robekan Jalan Lahir
Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang
dapat menjalar ke segmen bawah uterus (Mochtar, 2005). Risiko lain yang dapat
terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak
berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun.
Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan pada
vagina dan perineum. Meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang
sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau dokter akan
segera menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan
sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu
menyerupai bentuk semula (Sutikno, 2006).
2.1.6 Tindakan Yang Dilakukan
Tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :
a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma
terhadap uretra saat penjahitan robekan jalan lahir.
b. Memperbaiki robekan jalan lahir.
c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira
selama beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu
atau lebih jahitan untuk menghentikan perdarahan.
d. Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan
2.1.7 Penanganan Robekan Jalan Lahir
Penanganan robekan jalan lahir adalah
a. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang
bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.
b. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis
demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah
vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan
menyebabkan luka lama sembuh.
c. Dengan memberikan antibiotik yang cukup (Mochtar, 2005)
Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan
dilakukan dengan cara jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan
memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi
pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak
luka. Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi.
Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Ikat benang
dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan 1,5 cm.
melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke dalam anus
untuk mengetahui terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula
dan bahkan infeksi (Depkes, 2004).
Rupture perineum derajat empat atau robekan yang lengkap memerlukan
diperhatikan dan tepi mukosa rectum dibalikkan ke dalam lumen usus dengan
jahitan berulang. Jahitan ini diperkuat lagi dengan jahitan terputus sekeliling fasia
endopelvis. Ujung robekan sfingterani cenderung mengalami retraksi ke lateral
dan posterior. Setelah diidentifikasi dan dijepit dengan forcep, ujung robekan
didekatkan dengan dua atau tiga jahitan (Ben, 1998).
2.1.8 Pengobatan Robekan Jalan Lahir
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan
memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan
sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi
terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan
perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Mencegah kontaminasi dengan rectum
b. Menangani dengan lembut jaringan luka
2.1.9 Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak segera
diatas, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam
waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat
selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan
darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes,
2006).
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka
air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung
kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi
iskemia (Depkes, 2006).
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa
nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang
menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang
hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada
salah satu sisi introitus di daerah rupture perineum ( Martius, 1997).
d. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam
tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh
melebihi 380
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri). Penanganan yang
dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber
dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan
sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat
satu sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan
gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala
terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat
dilakukan.
C, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami
pireksia nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus
gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyin,
Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab terjadinya
rupture perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan gejala yang terlihat
serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan penanganannya.
2.2 Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan ( Manuaba, 1998).
Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta
secara lengkap (Saifuddin, 2001).
Menurut Mochtar (1998), adapun faktor-faktor persalinan adalah :
a. Jalan lahir (passage)
b. Janin ( passenger)
c. Tenaga atau kekuatan (power)
d. Psikis wanita
e. Penolong persalinan.
Tahap pertama persalinan adalah ketika serviks terbuka penuh untuk
membiarkan kepala bayi lewat, sebelum terbuka serviks tebal, agak keras menjadi
tipis dan lembut dengan perlahan ditarik oleh kontraksi otot-otot uterus. Jika
kemajuan persalinan berjalan lambat perubahan posisi dan pergerakan seringkali
membantu mempercepat proses persalinan dan mengurangi rasa nyeri (Manuaba,
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). kala dua
persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala tiga dan kala empat persalinan disebut juga kala uri
atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan kala empat persalinan merupakan
kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) serta kala dua (kala pengeluaran bayi).
Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor-faktor terkait dengan persalinan
mencakup mulai dari jalan lahir, janin, tenaga dan kekuatan, psikis wanita dan
penolong persalinan.
2.3 Faktor-faktor terjadinya Rupture Perineum
Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang
mencakup paritas, jarak kelahiran dan beat badan lahir), riwayat persalinan yang
mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi.
2.3.1 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik hidup
maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian rupture perineum.
Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini
dikarenakan karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi
2.3.2 Jarak kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang
dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong
risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran
2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu
juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami
robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum
sempurna dan robekan perineum dapat terjadi (Depkes, 2004).
2.3.3 Berat badan bayi
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum
yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus
melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu.
Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi
dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur
tafsiran beran badan janin (Chalik, 2001).
Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor ibu dalam hal paritas memiliki
kaitan dengan terjadinya rupture perineum. Ibu dengan paritas satu atau ibu
primipara mengalami resiko yang lebih tinggi. Jarak kelahiran kurang dari dua
tahun juga termasuk dalam kategori risiko tinggi karena dapat menimbulkan
komplikasi dalam persalinan. Dalam kaitannya dengan terjadinya rupture perineum,
2.3.4 Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi
vakum. Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum.
a. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum
(Wiknjosastro, 2000). Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan
yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas
adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi
harus mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai
dengan kondisi yang dihadapi (Handaya, 2005). Tujuan episiotomi adalah
menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak
perlu.
b Indikasi
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin.
1. Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan ekstraksi
cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan
terjadi robekan perineum, misalnya pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
(Wiknjosastro, 2000).
Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena para
penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi akan mencegah
penyulit dan infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan baik daripada robekan
spontan, tetapi belum ada bukti yang mendukung hal tersebut
Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :
a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma.
b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan dengan
laserasi derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi.
c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan.
d. Meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2002).
c. Jenis Episiotomi
Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari :
a. Episiotomi medialis
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan kearah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.
3. Episiotomi lateralis
Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai dengan
arah jarum jam.
d Ekstraksi Vakum
Ektraksi vakum merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin
dilahirkan dengan ektsraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang
dipasang dikepalanya (Soepardiman, 2005). Pada ekstraksi vakum, keadaan
fisiologis yang diharapkan adalah terbentuknya caput suksadenum pada kepala
janin sebagai kompensasi akibat penghisapan atau tekanan negatif.
Alat ekstraktor vakum terdiri dari beberapa bagian :
a. Pompa atau mesin penghisap dengan tekanan negatif
b. Botol atau tabung udara dilengkapi dengan manometer untuk membuat dan
mengatur tekanan negatif.
c. Pipa atau selang penghubung antara mesin/botol dengan mangkuk ekstraktor
vakum.
d. Rantai atau gagang penarik terpasang pada mangkukl ekstraktor vakum.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa riwayat persalinan memiliki kaitan
dengan terjadinya rupture perineum. Episiotomi merupakan tindakan insisi pada
perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput
darah, jaringan selaput darah jaringan pada septum rsektovaginal, otot-otot dan
fasial perineum dan kulit sebelah dalam perineum. Namun demikian, tindakan
episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang terjadi lebih hebat. Ekstraksi vakum
merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang di
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep untuk penelitian yang berjudul faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya rupture perineum pada ibu bersalin di RSU
Dr.Pirngadi Medan periode Januari-Desember 2007 terdiri atas variabel independen
dengan empat variabel yaitu paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi dan riwayat
persalinan. Variabel tersebut memiliki pengaruh dengan variabel dependen yaitu
terjadinya rupture perineum. Kerangka konsep dijelaskan dalam bentuk skema
sebagai berikut :
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor ibu Paritas
Jarak kelahiran
Berat badan bayi Rupture perineum
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Dependen
Rupture perineum adalah robekan yang terjadi antara anus dan vulva
Cara ukur : Mencatat langsung kasus dari rekam medik yang sudah diobservasi oleh
petugas kesehatan
3.2.2 Variabel Independen
a. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang dialami ibu sampai persalinan sekarang.
Cara ukur : Mencatat dari rekam medik ibu bersalin, dengan kategori
a. Primipara
b. Scundigravida
c. Multipara
d. Grandemultipara
Alat ukur : lembar checklist
Skala ukur : ordinal
b. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu kelahiran anak saat ini dengan anak
sebelumnya.
Cara ukur : Mencatat dari rekam medik jarak anak yang lahir saat ini dengan
sebelumnya, dengan kategori :
b. 2-3 tahun
c. > 3 tahun
Alat ukur : Lembar checklist
Skala ukur : ordinal
c. Berat badan bayi
Berat badan bayi adalah berat badan yang ditimbang dengan menggunakan
timbangan bayi.
Cara ukur : Mencatat langsung dari rekam medik berat badan bayi yang telah
ditimbang oleh petugas kesehatan dengan kategori :
a. 3000-3500 gram
b. > 3500 gram
c. > 4000 gram
Alat ukur : lembar checklist
Skala ukur : ordinal
d. Riwayat persalinan adalah proses terjadinya persalinan.
Cara ukur : Mencatat langsung dari rekam medik riwayat persalinan ibu dengan
kategori :
a. Ekstraksi vakum
b. Episiotomi
Alat ukur : lembar checklist
3.3 Hipotesis
Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi dan riwayat persalinan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Disain Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
rupture perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode
Januari-Desember 2007.
4.2. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan
periode Januari-Desember 2007 sejumlah 500 orang.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mengalami rupture perineum
dengan menggunakan teknik purposive sampling (pengambilan sampel secara
purposive didasarkan pada suatu pertimbangan yang dibuat oleh penulis berdasarkan
ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui). Dari hasil survei pendahuluan di RSU
Dr. Pirngadi Medan yang dilakukan bulan Januari 2007 diperoleh bahwa data ibu
bersalin yang mengalami rupture perineum sebanyak 100 orang yang dijadikan
sebagai sampel dalam penelitian.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan dengan pertimbangan bahwa
rumah sakit tersebut merupakan salah satu tempat rujukan dan lokasi serta
wilayahnya mudah dijangkau oleh peneliti, alat penanganan rupture medik lengkap.
Penelitian ini dilakukan mulai dari September 2007 sampai dengan Mei 2008.
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Institusi
Pendidikan Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dan RSU Dr. Pirngadi Medan. Dalam melakukan penelitian ini, ada
beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Peneliti mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian pada Ketua
Program D-IV Bidan Pendidik FK USU.
b. Peneliti mengajukan surat keterangan izin penelitian ke bagian Tata Usaha
RSU Dr.Pirngadi Medan untuk memperoleh surat pengantar izin penelitian
yang ditujukan kepada bagian penelitian RSU Dr.Pirngadi Medan.
c. Setelah mendapat surat izin penelitian dari Direktur RSU Dr.Pirngadi Medan,
peneliti mengantar surat izin tersebut ke ruang bersalin dengan terlebih dahulu
melapor kepada kepala ruangan untuk melakukan penelitian.
d. Setelah mendapat izin meneliti dari kepala ruangan, peneliti dapat melakukan
proses pengumpulan data dari rekam medik yang mencakup paritas, jarak
e. Untuk menjaga kerahasiaan, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden.
f. Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar checklist
catatan rekam medik dari status ibu bersalin yang mengalami rupture perineum.
4.6 Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data dengan menggunakan data Sekunder dari catatan
rekam medik yang ada di RSU Dr.Pirngadi Medan. Penelitian dilakukan sendiri oleh
peneliti setelah mendapat izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik FK
USU dan Direktur RSU Dr.Pirngadi Medan.
4.7 Analisa Data
Sebelum melakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data
dengan komputer untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah
dalam pengolahan data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut. Coding yaitu
memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Data entry
yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau
mempengaruhi terjadinya rupture perineum pada ibu bersalin. Perhitungan statistik
dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
variabel independen yang diteliti yaitu paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi dan
riwayat persalinan.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi variable bebas dan rupture perineum sebagai variabel terikat.
Perhitungan statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan ketentuan :
(O - E)
X
2 2
O =
Σ
Keterangan
X2
O = frekuensi yang diselidiki atau diobservasi atau frekuensi empiris = harga chi-square dihitung dibandingkan dengan chi-square tabel.
Dari hasil perhitungan statistik akan diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi antara variabel yang diteliti. Apabila nilai chi-square hitung lebih
besar daripada nilai chi-square table, maka ada pengaruh antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Tetapi bila nilai chi-square hitung lebih kecil daripada
nilai chi-square tabel, maka tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil penelitian
Dalam bab ini, diuraikan hasil penelitian mengenai faktor yang
mempengaruhi rupture perineum pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan
periode Januari-Desember 2007 berdasarkan paritas, jarak kelahiran, berat badan
bayi, riwayat persalinan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa
lembar checklist catatan rekam medik dari status ibu bersalin yang mengalami
rupture perineum.
5.1.1 Analisa Univariat
Dari jumlah sampel sebanyak 100, ibu dengan paritas multipara sebanyak
42 responden (42%), ibu dengan paritas scundigravida sebanyak 41 responden
(41%), ibu dengan paritas grandemultipara sebanyak 15 responden (15%) dan ibu
dengan paritas primpara sebanyak 2 responden (2%). Responden dengan jarak
kelahiran 2-3 tahun sebanyak 47 orang (47%), ibu dengan jarak kelahiran > 3
tahun sebanyak 40 responden (40%) dan ibu dengan jarak kelahiran <2 tahun
sebanyak 13 responden (13%). Berdasarkan berat badan bayi dapat dilihat bahwa
bayi dengan berat badan 3.000-3.500 gram adalah sebanyak 41 orang (41%), berat
badan bayi > 3.500 adalah sebanyak 39 responden (39%) dan bayi dengan berat
badan bayi > 4000 gram adalah sebanyak 20 orang (20%). Dilihat dari riwayat
ekstraksi vakum adalah sebanyak 60 responden (60%) dan ibu dengan riwayat
persalinan episiotomi adalah sebanyak 40 responden (40%). Berdasarkan derajat
terjadinya rupture perineum terlihat bahwa ibu yang mengalami rupture perineum
derajat dua adalah sebanyak 39 responden (39%), derajat tiga sebanyak 35
responden (35%), ibu bersalin dengan rupture perineum derajat satu sebanyak 17
responden (17%) dan ibu dengan derajat empat sebanyak 9 responden (9%). Hal
ini dapat dilihat pada tabel dibawah berikut.
Tabel 5.1.1
Distribusi frekuensi variabel rupture perineum berdasarkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, riwayat persalinan.
No Variabel n %
2. Jarak kelahiran
4. Riwayat persalinan
5. Derajat Rupture Perineum
Derajat satu
5.1.2 Analisa Bivariat
a. Paritas Dengan Derajat Rupture Perineum
Berdasarkan paritas pada ibu primipara dengan derajat tiga yang mengalami
rupture perineum yaitu sebanyak 3 orang (3%). Paritas pada ibu scundigravida yang
mengalami rupture perineum derajat satu berjumlah 1 orang (1%), derajat dua
sebanyak 11 orang (11%), derajat tiga sebanyak 21 orang (21%) kemudian derajat
empat sebanyak 6 orang (6%). Paritas pada ibu multipara dengan rupture perineum
derajat satu sebanyak 10 orang (10%), derajat dua sebanyak 21 orang (21%), derajat
tiga sebanyak 8 orang (8%), dan derajat empat sebanyak 3 orang (3%). Selanjutnya
paritas pada ibu Grandemultipara dengan rupture perineum derajat satu sebanyak 6
orang (6%), derajat dua sebanyak 7 orang (7%), derajat tiga sebanyak 3 orang (3%),
sedang derajat empat tidak ada ibu dengan paritas grandemultipara yang mengalami
Hasil uji – square menunjukkan bahwa probabilitas p = 0,01 (P < 0,05)
artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara paritas dengan derajat rupture
perineum.
Tabel 5.1.1. a
Paritas Dengan Derajat Rupture Perineum
Paritas
Derajat Rupture Perineum
P
0,01 Derajat Satu Derajat Dua Derajat Tiga Derajat Empat
Total
b. Jarak Kelahiran Dengan Derajat Rupture Perineum
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jarak kelahiran < 2 tahun
terhadap terjadinya rupture perineum derajat satu berjumlah 1 orang (1%), derajat
dua sebanyak 7 orang (7%), derajat tiga sebanyak 4 orang (4%), derajat empat
berjumlah 1 orang (1%), selanjutnya jarak kelahiran antara 2 – 3 tahun yang
mempengaruhi terjadinya rupture perineum derajat satu sebanyak 8 orang (8%),
derajat dua sebanyak 20 orang (20%), derajat tiga sebanyak 15 orang (15%), dan
derajat empat sebanyak 4 orang (4%) sedangkan jarak kelahiran > 3 tahun terhadap
terjadinya rupture perineum derajat satu sebanyak 8 orang (8%) derajat dua sebanyak
12 orang (12%), derajat tiga sebanyak 16 orang (16%) dan derajat empat sebanyak 4
Hasil uji chi – square menunjukkan bahwa probabilitas p = 0,789 (P > 0,05)
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara jarak kelahiran dengan derajat
rupture perineum.
Tabel 5.1.1. b
Jarak Kelahiran Dengan Derajat Rupture Perineum
Jarak kelahiran
Derajat Rupture Perineum
P
0,789 Derajat Satu Derajat Dua Derajat Tiga Derajat
Empat
c. Berat Badan Bayi Dengan Derajat Rupture Perineum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa berat
badan bayi antara 3000 – 3500 gram terhadap ibu yang mengalami rupture perineum
derajat satu sebanyak 7 orang (7%), derajat dua sebanyak 15 orang (15%), derajat tiga
sebanyak 17 orang (17 %) dan derajat empat sebanyak 3 orang (3%), sedangkan berat
badan bayi > 3500 gram terhadap ibu yang mengalami rupture perineum derajat satu
sebanyak 8 orang (8 %), derajat dua sebanyak 16 orang (16%), derajat tiga sebanyak
11 orang (11%), derajat empat sebanyak 2 orang (2 %), dan berat badan bayi > 4000
gram yang mengalami rupture perineum derajat satu sebanyak 2 orang (2 %), derajat
dua sebanyak 8 orang (8%), derajat tiga sebanyak 7 orang (7 %), derajat 4 sebanyak 4
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa probabilitas p = 0,523 (p > 0,05)
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara berat badan bayi dengan rupture
perineum.
Tabel 5.1.1. c
Berat Badan Bayi Dengan Derajat Rupture Perineum
Berat badan bayi
Derajat Rupture Perineum
P
0,523 Derajat Satu Derajat Dua Derajat Tiga Derajat Empat Total
n % n % n % n %
3000 – 3500 gram 7 7 15 15 17 17 3 3 42
> 3500 gram 8 8 16 16 11 11 2 2 37
> 4000 gram 2 2 8 8 7 7 4 4 21
Jumlah 17 17 39 39 35 35 9 9 100
d. Riwayat Persalinan Dengan Derajat Rupture Perineum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa riwayat
persalinan dengan ekstraksi vakum yang mempengaruhi terjadinya rupture perineum
derajat satu sebanyak 6 orang (6%), derajat dua sebanyak 32 orang (32%), derajat
tiga sebanyak 18 orang (18%), dan derajat empat sebanyak 4 orang (4%). Sedangkan
riwayat persalinan dengan episiotomi terhadap terjadinya rupture perineum derajat
satu sebanyak 11 orang (11%), derajat dua sebanyak 7 orang (7%), derajat tiga
sebanyak 17 orang (17%), dan derajat empat sebanyak 5 orang (5%).
Hasil uji chi – square menunjukkan bahwa probabilitas p = 0,03 (p < 0,05)
artinya ada pengaruh yang signifikan antara riwayat persalinan dengan derajat
rupture perineum.
Tabel 5.1.1. d
Riwayat Persalinan Dengan Derajat Rupture Perineum
Riwayat Persalinan
Derajat Rupture Perineum
P
0,03 Derajat Satu Derajat Dua Derajat Tiga Derajat Empat Total
n % n % n % n %
Ektraksi vakum 6 6 32 32 18 18 4 4 60
Episiotomi 11 11 7 7 17 17 5 5 40
Jumlah 17 17 39 39 35 35 9 9 100
5.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil penelitian bahwa paling banyak
responden dengan paritas multipara (42%) dan paling sedikit dengan paritas
primipara (2%).
Menurut Wiknjosastro (1999) paritas memiliki pengaruh terhadap kejadian
rupture perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko
yang lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas
lebih dari satu yang disebabkan oleh jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh
kepala bayi masih kaku, sehingga otot-otot perineum kurang elastis.
Hasil penelitian yang diperoleh terkait faktor paritas dengan terjadinya
rupture perineum sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina (2007)
yang mengemukakan bahwa paritas ibu dengan jumlah terbanyak berpengaruh
terhadap kejadian rupture perineum. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut
Irmayasari (2006) yang melakukan penelitian mengenai paritas ibu terhadap kejadian
rupture perineum menunjukkan bahwa ibu dengan paritas primipara adalah yang
Ibu bersalin dengan usia 30 tahun pada primipara dan diatas 35 tahun pada
grandemultipara lebih memerlukan tindakan spesialis karena pada usia ini ibu
sering mengalami rupture perineum pada saat persalinan. Mochtar (1998) bahwa
ibu bersalin pada primipara banyak terjadi robekan perineum karena ibu belum
memiliki pengalaman dalam persalinan dan tidak mengetahui kapan waktu yang
tepat untuk meneran yang benar kepada saat kepala turun hingga di perineum dan
pada ibu primipara, perineum ibu masih kaku dan kurang elastis.
Berdasarkan jarak kelahiran, paling banyak 2-3 tahun yaitu sebanyak 47
responden (47%) dan paling sedikit dengan jarak kelahiran <2 tahun yaitu 13
responden (13%).
Danuatmadja (2005) mengemukakan bahwa jarak kelahiran 2-3 tahun
merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Jarak kelahiran
kurang dari 2 tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi
pada persalinan, begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin mengalami
robekan perineum derajat tiga atau empat sehingga proses pemulihan belum
sempurna dan robekan perineum dapat terjadi. Pada jarak kelahiran kurang dari dua
tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.
Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan
janin (Depkes, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Dina di Rumah Sakit Haji Medan (2007)
berpengaruh terhadap kejadian rupture perineum sebesar (50,955). Irmayasari
(2006) yang melakukan penelitian tentang terjadinya rupture perineum juga
menunjukkan bahwa jarak kelahiran memiliki tingkat persentase yang tinggi terhadap
kejadian rupture perineum.
Berdasarkan berat badan lahir ditemukan bahwa paling banyak dengan berat
badan 3000 -3.500 gram sebanyak 41 responden (41%) dan paling sedikit dengan
berat badan bayi lebih dari 4000 gram.
Menurut Mansjoer (2000) berat badan janin dapat mengakibatkan rupture
perineum pada berat badan janin diatas 3000 gram dan 4000 gram. Berat badan
janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum yaitu pada berat badan
janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui vagina seperti distosia
bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada
pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan,
hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin (Chalik, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Dina (2007) dan Irmayasari (2006) dalam
hal berat badan bayi terlihat bahwa berat badan bayi paling banyak adalah pada
berat badan diatas 3500 gram. Hasil kedua penelitian tersebut, sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan peneliti.
Berdasarkan riwayat persalinan, dari 100 responden yang mengalami rupture
perineum, paling banyak dengan riwayat persalinan ekstraksi vakum sebanyak 60
Menurut Handaya (2005) episiotomi dilakukan karena nyeri waktu
menjahit luka menyulitkan petugas, sehingga tindakan yang seharusnya dapat
diselesaikan dalam waktu singkat akan memakan waktu yang lebih lama dan
kemungkinan kejadian infeksi yang lebih tinggi. Indikasi episiotomi dalam hal ini
adalah perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
dan apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan.
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat
pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau
elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus
mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai
dengan kondisi yang dihadapi (Handaya, 2005). Tujuan episiotomi adalah
menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan
darah yang tidak perlu.
Peranan bidan dalam mempersiapkan penjahitan adalah membantu ibu
mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau
meja, menggunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,
memberikan anestesi lokal dan menjahit luka, memeriksa vagina, serviks dan
perineum secara lengkap (Ocviyanti, 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan Soepardiman (2005) ekstraksi vakum dalam
persalinan dilakukan dalam rangka memberikan pertolongan kepada ibu bersalin.
dalam persalinan, beberagai upaya telah dilakukan, dan salah satu diantaranya dengan
riwayat persalinan dengan ekstraksi vakum.
Manuaba (1998) mengemukakan bahwa pertolongan persalinan bidan dalam
menghadapi perdarahan robekan jalan lahir dapat dilakukan dengan cara evaluasi
sumber, melakukan ligasi sumber perdarahan, melakukan rujukan ke fasilitas yang
cukup dan melakukan evaluasi persalinan bila sulit menjahir robekan.
Berdasarkan derajat terjadinya rupture perineum, paling banyak dengan
derajat dua sebanyak 39 responden (39%) dan paling sedikit dengan derajat empat
sebanyak 9 responden (9%).
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri). Penanganan yang
dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber
dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan
sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum mulai dari derajat satu
sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala
yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala
terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat
dilakukan.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan
persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan dalam hal ini diharapkan
melaksanakan pertolongan persalinan dengan lebih baik melalui polindes, sehingga
medisnya dapat mmeilah-milah hamil dengan resiko tinggi, risiko rawan atau
resiko tinggi, dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan resiko rendah.
Pertolongan persalinan dengsn risiko rendah mempunyai komplikasi ringan
sehingga dapat menurunkan agnka kematian ibu maupun perinatal. Dengan
demikian, komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan dan
saran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya rupture perineum
pada ibu bersalin di RSU Dr.Pirngadi Medan periode Januari-Desember 2007.
6.1. Kesimpulan.
Berdasarkan faktor ibu dengan analisis univariat menunjukkan bahwa
mayoritas ibu dengan paritas multipara (42%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3
tahun (47%), berat badan bayi mayoritas 3.000-3.500 gram (41%), mayoritas riwayat
persalinan dengan ekstraksi vakum (60%).
Hasil penelitian berdasarkan analisis bivariat dengan uji – square
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara paritas dengan derajat rupture
perineum. Jarak kelahiran terhadap terjadinya rupture perineum, menunjukkan tidak
ada pengaruh yang signifikan antara jarak kelahiran dengan derajat rupture perineum.
Berat badan bayi antara 3000-3500 gram terhadap ibu yang mengalami
rupture perineum, menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara berat
badan bayi dengan rupture perineum.
Riwayat persalinan dengan ekstraksi vakum yang berhubungan dengan
terjadinya rupture perineum, menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Institusi pendidikan
Pendidikan tentang kesehatan dan kehamilan dan persalinan lebih
ditingkatkan lagi bukan hanya dalam hal teori, namun juga dalam praktek untuk
meningkatkan pemahaman dan untuk menambah wawasan tentang pentingnya
kesehatan ibu. Disamping itu, petugas kesehatan, bidan dan dokter perlu terus
meningkat evaluasi dan pemeriksaan terhadap ibu hamil dan bersalin.
6.2.2 Bagi praktek kebidanan pelayanan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi
praktek pelayanan kebidanan dalam memberikan pertolongan persalinan yang baik
sebagai usaha untuk menurunkan angka kejadian rupture perineum dan diharapkan
kepada bidan untuk tetap meningkatkan kemampuan dan kecakapan dalam
memberikan pertolongan persalinan.
6.2.3 Peneliti selanjutnya
Untuk pemahaman yang lebih baik, peneliti selanjutnya perlu melakukan
penelitian yang lebih luas dalam meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
rupture perineum dan bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan acuan
DAFTAR PUSTAKA
Anggina, Dina. 2007. Karakteristik Iibu Bersalin Dengan Ruptur Perineum di
Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007. Akademi Kebidanan Nusantara.
Danu Atmadja, F. 1998. Patologi Dalam Persalinan. Jakarta : Tiga Perkasa.
Departemen Kesehatan. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Depkes RI.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2006. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2005. Medan : Dinkes.
Handaya, 2005. Pengantar Ilmu Bedah Obstetri,
Oktober 2007.
Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Hurlock, E. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Irmayasari. 2006. Beberapa Faktor Pada Ibu Bersalin Terhadap Kejadian Ruptur
Perineum di Klinik Nursyawaliyah 2006. Akademi Kebidanan Bakti Inang
Persada.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC.
Martinus , Gerhard. 1997. Bedah Kebidanan. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta.: EGC.
Mansjoer. 2005. Mengatasi Perdarahan pada ibu Melahirkan.
co.id. Tanggal 10 Oktober 2007.
Nasution, S. 2006. Penanganan Kasus Kedarutan Obstetri. Http:www.library. usu.ac.id. Tanggal 12 Oktober 2007.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta : Hipokrates.
Liwellyin, William. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.
Saifuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. : Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Scharz, R. 1998. Kedaruratan Obstetri. Jakarta : Widya Medika.
Sutikno, F.B. 2006. Aneka Tindakan Usai Melahirkan. Http:www.tabloid. nakita. Tanggal 10 Oktober 2007.
Soepardiman. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Obstetri. Http://
Tanggal 10 Oktober 2007.
Taber, Ben-Zion. 1997. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
JADWAL KEGIATAN (TIME TABLE) PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FK. USU T.A. 2007-2008
No Kegiatan Sep 2007 Okt 2007 Nop 2007 Des 2007 Jan 2008 Feb 2008 Mar 2008 Apr 2008 Mei 2008 Jun 2008
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 Pengajuan Judul
2 Searching Proposal
Pendahuluan Tinjauan Pustaka Kerangka Konsep
Research Design & Metodologi Instrumen Penelitian Final Proposal Sidang Proposal Perbaikan Proposal 3 Mengajukan Izin Penelitian
Melakukan Data Collection Analisa Data
4 Searching Literature
Rencana Anggaran Biaya Penelitian
No. Uraian Kuantitas Satuan Biaya Satuan Jumlah Biaya
1 Biaya Personal
- Peneliti Utama 1 Orang @Rp 100.000 Rp 300.000 - Operator Komputer 1 Orang @Rp 50.000 Rp 50.000 - Surveyor (Pencari
sumber data)
Terbilang : Tiga Juta Seratus Empat Belas Ribu Rupiah
Peneliti
(Nuraisyah Nasution )
LEMBAR CHECKLIST
IBU BERSALIN YANG MENGALAMI RUPTUR PERINEUM DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
PERIODE JANUARI–DESEMBER 2007
No. Rekam Medik : ………
1. Rupture perineum
Derajat satu
Derajat dua
Derajat tiga
Derajat empat
2. Paritas
Primipara Scundigravida Multipara
Grandemultipara
3. Jarak
< 2 tahun
2-3 tahun
> 3 tahun
4. Berat badan bayi
3000 – 3500 gram
> 3500 gram
> 4000 gram
5. Riwayat persalinan
MASTER TABEL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADI RUPTURE PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007
No.Rekam Medik
Derajat Rupture Perineum Paritas Jarak kelahiran Berat badan bayi Riwayat persalinan