• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Auditor (Y)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot yang disajikan yang terdapat pada Gambar 5.2 dibawah, terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Bentuk grafik Scatterplot tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Sumber : Data Diolah/Output SPSS (Lampiran 3)

Gambar 5.2 : Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas

5.3. Pembahasan Hasil Penelitian 5.3.1. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat dapat diterima. Pengujian goodness of fit dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai adjusted R Square. Menurut Ghozali (2005 : 83) nilai adjusted R Square digunakan bila menggunakan lebih dari satu variabel independen. Penggunaan adjusted R Square mengeliminir naik turunnya nilai R Square karena adanya penambahan variabel independen kedalam model.

Hipotesis menggunakan lebih dari satu variabel independen maka digunakan nilai adjustedR Square. Nilai adjustedR Square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.10. di bawah ini :

Tabel 5.10. Pengujian Goodness of Fit

Model R R Square

Adjusted R Square

1 .561a .314 .250

a. Dependent Variable: Kinerja_Auditor_Y b. Independent Variable : Motivasi_X6, KO_X3, TP_X1, Reward_X4,

Pengalaman_X5, PB_X2

Sumber : Data Diolah/Output SPSS (Lampiran 3)

Nilai adjustedR Square pada Tabel 5.10 sebesar 0,250. Hal ini menunjukkan bahwa variabel menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat sebesar 0,250 atau 25 %. sedangkan sisanya sebesar 75 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

Indikator signifikansi parameter koefesien adjusted R2 signifikan atau tidak maka dapat dilakukan pengujian dengan bantuan alat uji statistik t (Uji t) dengan tingkat signifikansi pada = 0,05 atau 5 %, apabila signifikansi diatas 0,05 atau > 5 % maka Ho diterima dan H1 ditolak, dan apabila signifikansi dibawah 0,05 atau < 5 % maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Untuk menguji apakah parameter koefesien Adjusted R2 signifikan atau tidak maka dilakukan pengujian dengan bantuan alat uji statistik metode Fisher (Uji F) dengan tingkat keyakinan (confident level) sebesar 95 %. Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak; dan apabila Fhitung ≤ Ftabel maka Ho dapat diterima.

Atas hal tersebut berdasarkan pada ikhtisar pengujian terdapat dalam Tabel 5.11 berikut ini :

Tabel 5.11. Uji F ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 64.679 6 10.780 4.891 .000a

Residual 141.067 64 2.204

1

Total 205.746 70

a. Predictors: (Constant), Motivasi_X6, KO_X3, TP_X1, Reward_X4, Pengalaman_X5, PB_X2

b. Dependent Variable: Kinerja_Auditor_Y Sumber : Hasil Output SPSS (Lampiran 3).

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa nilai Fhitung adalah 4.891 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) adalah 2.25. Oleh karena pada kedua perhitungan Fhitung>Ftabel (4.891 > 2.25). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat.

Hasil uji statistik atas tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi dapat dilihat pada Tabel 5.12 sebagai berikut :

Tabel 5.12. Hasil Perhitungan Uji t Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 7.845 7.589 1.034 .305 TP_X1 .477 .334 .182 1.428 .158 PB_X2 -.465 .353 -.293 -1.318 .192 KO_X3 .088 .277 .050 .319 .751 Reward_X4 .270 .132 .340 2.050 .044 Pengalaman_ X5 .215 .204 .174 1.053 .296 1 Motivasi_X6 .202 .091 .340 2.226 .030

a. Dependent Variable: Kinerja_Auditor_Y Sumber : Data Diolah/Output SPSS (Lampiran 3)

Hasil uji statistik pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa variabel sistem reward nilai koefisiensi regresi 2.050 dengan nilai signifikansi 0.044 atau 4,4 % ini berarti nilai signifikansinya lebih kecil dari = 5 % (0.044 < 0.05), bila nilai signifikansi < 5 % maka H0 ditolak dan H1 diterima secara signifikan.

Variabel motivasi memberikan nilai koefisiensi regresi 2.226 dengan nilai signifikansi 0.030 atau 3 % ini berarti nilai signifikansinya lebih kecil dari = 5 % (0.030 < 0.05), bila nilai signifikansi < 5 % maka H0 ditolak dan H1 diterima secara signifikan.

Berdasarkan Tabel 5.12 maka coefficient model persamaan regresinya yang disajikan sebagai berikut :

Y = 7.845 + 0.477 TP_X1 - 0.465 PB_X2 + 0.088 KO_X3 + 0.270 REWARD_X4 + 0.215 Pengalaman_X5 + 0.202 Motivasi_X6

a. Nilai konstanta sebesar 7.845 artinya apabila nilai tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi bernilai nol, maka nilai kinerja auditor akan bernilai sebesar 7.845.

b. Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan sebesar 0,477 bermakna jika variabel tingkat pendidikan meningkat 1 %, maka akan menaikkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,477 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

c. Koefisien regresi variabel pendidikan berkelanjutan sebesar -0,465 bermakna jika variabel pendidikan berkelanjutan meningkat 1 %, maka akan menurunkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,465 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

d. Koefisien regresi variabel komitmen organisasi sebesar 0,088 bermakna jika variabel komitmen organisasi meningkat 1 %, maka akan menaikkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,088 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

e. Koefisien regresi variabel sistem reward sebesar 0,270 bermakna jika variabel sistem reward meningkat 1 %, maka akan menaikkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,270 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

f. Koefisien regresi variabel pengalaman sebesar 0,215 bermakna jika variabel pengalaman meningkat 1 %, maka akan menaikkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,215 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol. g. Koefisien regresi variabel motivasi sebesar 0,202 bermakna jika variabel motivasi

meningkat 1 %, maka akan menaikkan satu satuan kinerja auditor sebesar 0,202 % dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

5.3.2. Pembahasan

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor Inspektorat dapat diterima. Secara parsial variabel sistem reward dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja auditor Inspektorat. Hasil tersebut sejalan dengan hasil yang dicapai oleh Batubara (2008) dimana secara parsial variabel latar belakang pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Sedangkan Variabel Pendidikan berkelanjutan berpengaruh terhadap kinerja auditor. Selain itu hasil ini konsisten dengan riset Hendryanti Dwilitan (2004) dimana motivasi dan sistem reward berpengaruh terhadap kinerja auditor dalam melaksanakan tugasnya.

Mengenai keputusan akhir yang berkaitan dengan variabel sistem reward (X4) berpengaruh terhadap kinerja auditor. Bentuk dan jenis penghargaan/imbalan yang diberikan, ada 2 macam penghargaan principal yang dapat dikenali secara teoritis : yaitu penghargaan intrinsic dan penghargaan extrensic (Flippo, 1992).

Penghargaan–penghargaan ini timbul akibat dari kepentingan perasaan, prestasi, pemenuhan-diri dan kebanggaan dalam bekerja baik sekali, ditegaskan penghargaan tidak dapat dibagikan diluar sistem penghargaan yang ada. Akan tetapi semua tujuan penghargaan itu memperbaiki segi pekerjaan dan ini sangat lama. Melayani sekeliling pekerjaan merupakan kepuasan utama dalam kerja.

Dengan mempertimbangkan pemakaian teori dari kondisi operasi dan juga baik seperti tiga teori pada pemilihan diskusi internal yang segera (harapan mengenai keadilan dan keadaan/letak dari tujuan). Semua penghargaan extrinsic yang nyata, diluar menguatkan bagaimana pengendalian organisasi. Teori pada kondisi memberi kesan pada keinginan perilaku individu untuk memodifikasi dari penghargaan atau hukuman,itu terjadi sebagai hasil dari sebagian aksi atau kesalahan dalam bertindak yang merupakan bagian dari individu, Penguatan itu sementara waktu menambah kemungkinan mencapai tujuan perilaku berulangkali, Penguatan positip terjadi dimana pekerjaan itu menerima bonus atas kinerja yang baik dan penguatan negatif terjadi dimana pekerjaan itu meniadakan imbalan, sementara hal itu tidak diingini linkungan (seperti penggantian bagian perlengkapan, yang mana tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya). Sejalan dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan semakin kompleksnya pelayanan kepada masyarakat atas penyelenggaraan pembangunan pemerintah, tentunya sangat dituntut kesiapan Aparatur Negara, pemerintah khususnya dan Aparat pengawasan Fungsional pemerintah umumnya. Penerapan sistem penghargaan berbasis kinerja dilakukan melalui 3 (tiga) langkah yaitu (1) penetapan asumsi tentang lingkungan

bisnis yang dimasuki; (2) penetapan faktor penentu keberhasilan perusahaan dan (3). penetapan ukuran kinerja berbasis faktor keberhasilan perusahaan.

Variabel motivasi (X6) berpengaruh terhadap kinerja auditor dimana motivasi berkaitan dengan sistem reward. Variabel motivasi berpengaruh terhadap kinerja dimana sistem reward berkaitan dengan punishment (hukuman) bagi auditor yang tidak melaksankan fungsinya. Hukuman itu bukan bagian biasanya dari sistem penghargaan karena itu merupakan negatif yang alami. Hal itu hanya menunjukkan apa yang tidak diinginkan. Hukuman jarang digunakan untuk memotivasi pekerja. Flipo (1992) menyatakan pemberian rangsangan motivasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti : (a) motivasi tidak langsung; merupakan kegiatan manajemen yang secara implisit mengarahkan kepada upaya memenuhi motivasi internal serta kepuasan kebutuhan individu dalam organisasi. (b) motivasi langsung ; merupakan pengaruh kemauan pegawai yang secara langsung atau sengaja diarahkan kepada internal motif pegawai dengan jelas memberikan rangsangan yang lebih terarah. (c) motivasi negatif ; merupakan macam kegiatan yang disertai ancaman dan hukuman terhadap pegawai yang tidak mau atau tidak mampu melaksanakan perintah yang diberikan. (d) motivasi positif ; Merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain dengan cara memberikan penambahan kepuasan tertentu misalnya memberikan promosi, memberikan insentif dan kondisi kerja yang lebih baik dan sebagainya.

Martha (2005) dalam memotivasi pegawainya seorang pemimpin harus mengubah sikap dirinya sendiri, yang pada gilirannya menginzinkannya untuk memandang orang di sekelilingnya dengan berbeda. Misalnya tadinya dia melihat rekan kerjanya sebagai orang yang wajib melaksanakan instruksinya, tapi sekarang melihat mereka sebagai rekan-rekan yang kompeten dengan pengalaman dan gagasan yang bernilai. Seorang pemimpin haruslah berani menjalin hubungan dengan orang lain dan mengetahui sedikit-sedikit tentang pegawainya, dari mana mereka berasal, tim olah raga yang paling disukai, dan hal-hal semacam itu. Kadang, seorang pemimpin mau duduk, bercakap-cakap selama beberapa menit, dan benar-enar mendengarkan semua yang mereka katakan, memastikan setiap orang memperoleh apa yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. Maslow (1994) menyatakan motivasi berhubungan dengan lima macam kebutuhan penting yang secara bersama-sama membentuk sebuah hierarki. Hierarki tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan.

Variabel tingkat pendidikan (X1) tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor disebabkan untuk mendapatkan hasil kinerja yang baik bukan ditentukan oleh jenjang pendidikan auditor saja. Pada praktiknya dalam penugasan auditor tidak didominasi latar belakang pendidikan akuntansi dan manajemen sesuai dengan Petunjuk Teknis Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: KEP-13.00.00-125/K/1997. Faktor-faktor lain turut berperan dalam mendapatkan kinerja yang baik dalam penugasan. Hal ini konsisten dengan hasil yang dicapai oleh Batubara (2008)

yang menemukan hasil yang sama yaitu tidak terdapat pengaruh yang signifikan tingkat pendidikan. Akan tetapi hasil ini inskonsistensi dengan hasil yang dicapai oleh Muyono (2009) yang menemukan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Variabel Pendidikan Berkelanjutan (X2) tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor disebabkan belum diterapkannya Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengenai Pernyataan Standar Pemeriksaan: Standar Umum nomor 06 dimana auditor PFA Inspektorat Sumatera Utara setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik dimana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun. Dengan demikian pendidikan berkelanjutan tersebut agar dilaksanakan agar mendukung kinerja auditor. Hal ini inkonsistensi dengan hasil yang dicapai oleh Batubara (2008) dan Muyono (2009) yang menemukan pendidikan berkelanjutan berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Variabel Komitmen organisasi (X3) tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor disebabkan para auditor belum bisa mengeluarkan sumber daya fisik, mental

dan spiritual tambahan yang dapat diperoleh dalam melaksanakan penugasannya. Tanpa komitmen maka pekerjaan – pekerjaan besar akan sulit terlaksana.

Variabel pengalaman (X5) tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor disebabkan oleh kompleksitas tugas dan ketersediaan waktu yang tidak memadai oleh masing-masing auditor. Sebanyak apapun pengalaman yang dimiliki oleh auditor namun tidak dibarengi oleh tugas yang harus dilaksanakan memeriksa seluruh SKPD yang ada di Sumatera Utara maka variabel pengelaman tidak berperan terhadap kinerja auditor. Hal ini inkonsisten dengan hasil yang dicapai oleh Simangunsong (2004).

BAB VI

Dokumen terkait