• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 39 responden (52,7%) berada pada tahap lanjut usia (elderly/60-74 tahun) dan menurut Notoatmodjo (2003) di dalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu, jadi pengetahuan seseorang bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Umur merupakan salah

satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risiko serta sifat resistensi. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut. Semakin tua umur seseorang semakin matang perkembangan mentalnya dan juga berpengaruh pada pengetahuan yang diperolehnya. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian dari Sigarlaki (2006) bahwa kategori kelompok umur 56-77 tahun memiliki distribusi terbanyak mengalami hipertensi, karena pada usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah.

Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo, 2002), pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yakni lingkungan, ekonomi, kebudayaan, dan informasi. Sedangkan, faktor eksternal yakni karakteristik orang yang bersangkutan dan merupakan faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi pengetahuan seperti pendidikan, motivasi, persepsi, dan pengalaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan SMA sebanyak 33 responden (45,2%). Berdasarkan hasil crosstabulation antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, didapatkan bahwa pendidikan SMA dengan Diploma/Perguruan Tinggi mempunyai tingkat pengetahuan yang hampir sama tingginya yaitu dari 33 responden dengan pendidikan SMA yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 29

responden (87,9%) dan pengetahuan cukup sebanyak 4 responden (12,1%), sedangkan dari 12 responden dengan pendidikan diploma/perguruan tinggi yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 10 responden (83,3%) dan pengetahuan cukup sebanyak 2 responden (16,7%). Hal tersebut terjadi karena jumlah responden yang tidak sama antara setiap jenjang pendidikan. Maka, dapat disimpulkan bahwa pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, tetapi yang paling berpengaruh pada pengetahuan pasien hipertensi adalah pengalaman dan banyaknya informasi yang diperoleh, baik dari tenaga kesehatan maupun informasi dari media cetak maupun elektronik.

Pernyataan tersebut di atas, didukung oleh pernyataan Budiningsih (2005) bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru, maka diharapkan bagi pasien hipertensi dapat menambah pengetahuannya melalui informasi yang ada di sekitarnya. Sama halnya dengan Notoatmodjo (2002), semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan yang diperoleh, dan sebaliknya. Oleh karena itu, pengetahuan baik, cukup, maupun kurang sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh.

Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, maupun surat kabar. Selain itu, lingkungan juga akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan banyak menyediakan informasi yang dapat menambah pengetahuan

seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pernyataan tersebut mendukung hasil penelitian bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 46 responden (63%) telah menjalani lama berobat lebih dari satu tahun dengan pengetahuan baik sebanyak 38 responden (82,6%) dan pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (17,4%), serta rutin kontrol dua kali per bulan mayoritas dilakukan oleh 48 responden (65,8%) dengan pengetahuan baik sebanyak 41 responden (85,4%) dan 7 responden (14,6%) dengan pengetahuan cukup. Dapat dinyatakan bahwa selain tingkat pendidikan, lama berobat dan rutin kontrol juga dapat mendukung untuk memiliki pengetahuan yang lebih baik, hal ini diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas, dimana seseorang akan berpikir logis dan memahami informasi dan pengalaman yang diperolehnya.

Pengalaman juga merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003).

Selain umur, tingkat pendidikan, lama berobat, dan rutin kontrol, penyuluhan juga dapat mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 65 responden (89%) tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang

nutrisi hipertensi. Penyuluhan ini tentu akan mempengaruhi pengetahuan responden karena semakin banyak atau sering mengikuti penyuluhan tentang nutrisi hipertensi maka semakin banyak pula memperoleh informasi dan pengetahuan akan semakin baik, dan sebaliknya. Hal tersebut diperkuat oleh Potter & Perry (2005) bahwa semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya.

Pada hasil penelitian ini, walaupun mayoritas responden tidak pernah mengikuti penyuluhan tetapi tingkat pengetahuannya tetap baik. Hal tersebut terjadi karena pasien hipertensi rutin kontrol dua kali setiap bulan dan dokter akan memberikan informasi yang dibutuhkan pasien demi meningkatkan derajat kesehatannya. Informasi yang diberikan dapat menunjang pengetahuan pasien hipertensi. Mayoritas responden yaitu sebanyak 70 responden (95,9%) mendapatkan informasi tentang nutrisi hipertensi dari dokter, selebihnya 2 responden (2,7%) dari keluarga dan 1 responden (1,4%) dari bidan, sedangkan tidak ada responden yang menyatakan mendapat informasi nutrisi hipertensi dari perawat. Hal yang mempengaruhinya belum diketahui dengan pasti karena peneliti tidak bertanya lebih mendetail tentang hal tersebut tetapi, berdasarkan observasi pada saat meneliti didapatkan bahwa setelah responden mengukur tekanan darahnya, pasien langsung berkonsultasi dengan dokter dan dokter memberikan informasi tentang nutrisi sekaligus memberikan resep obat. Perawat hanya mengukur tekanan darah, mencatat status kesehatan pasien dan hanya sedikit menjelaskan tentang hipertensi karena telah dijelaskan oleh dokter dengan terperinci.

Padahal berdasarkan Potter & Perry (2005), peran dan fungsi perawat salah satunya adalah penyuluh. Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Jadi, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dokter mendominasi pemberian informasi tentang hipertensi termasuk nutrisi yang dibutuhkannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien hipertensi telah mengetahui nutrisi yang dibutuhkan untuk memelihara status kesehatan yaitu rendah natrium, tinggi kalium, cukup kalsium, cukup magnesium, tinggi serat, rendah kolesterol dan lemak jenuh, cukup vitamin C dan E, serta rendah kafein dan alkohol berdasarkan sumber zat gizi, jumlah dan frekuensinya. Hal ini didukung oleh sebagian besar pernyataan dapat dijawab dengan baik dengan hasil penelitian yang diperoleh dari responden yang menjawab pernyataan dengan skor 33-42 termasuk dalam pengetahuan baik yaitu sebanyak 60 responden (82,2%) dan skor 24-32 termasuk dalam pengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 orang (17,8%). Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan baik faktor internal maupun eksternal.

Pengetahuan pasien hipertensi tentang nutrisi yang dibutuhkan untuk memelihara status kesehatan perlu dibahas per sub variabel, yaitu rendah natrium, tinggi kalium, cukup kalsium, cukup magnesium, tinggi serat, rendah kolesterol dan lemak jenuh, cukup vitamin C dan E, serta rendah kafein dan alkohol. Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang rendah natrium, mayoritas responden

memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 67 responden (91,8%) dan diikuti dengan pengetahuan cukup sebanyak 6 responden (8,2%). Berdasarkan hasil penelitian, responden telah mengetahui bahwa pasien hipertensi harus mengonsumsi makanan rendah natrium, menghindari makanan olahan yang sangat asin, menghindari makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSG, pengawet makanan atau natrium benzoate (biasanya terdapat di dalam saos, kecap, selai, jelli), serta membatasi mengonsumsi makanan kemasan seperti mie instan untuk menjaga tekanan darah tetap normal.

Dari sebelas pernyataan tentang rendah natrium terdapat satu pernyataan yang kurang dapat dijawab dengan benar oleh responden yaitu pernyataan no.4. Pernyataan tersebut adalah batasan konsumsi garam tidak boleh lebih dari 6 gram (1½ sendok teh) per hari. Hal ini sesuai dengan Asosiasi Jantung Amerika yang menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari karena dapat meningkatkan tekanan darah dengan lebih cepat (Kaplan, 1999). Pernyataan no.4 dijawab ya oleh 26 responden (35,6%) dan tidak oleh 47 responden (64,4%). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa responden tidak mengetahui dengan pasti batasan garam yang boleh dikonsumsi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan beberapa responden pada saat dilakukan wawancara bahwa responden tidak mengetahui secara tepat takaran garam yang boleh dikonsumsi, responden hanya mengetahui bahwa pasien hipertensi harus mengurangi jumlah konsumsi garam dan khusus pasien hipertensi berat (>160/>100) bisa sampai tidak mengkonsumsi garam sama sekali atau sangat sedikit. Sesuai dengan Sheps (2002), penderita dengan oedema, ascites, dan

hipertensi berat hanya boleh mengonsumsi kurang dari 0,5 gram natrium atau kurang dari 1,25 gram garam dapur per hari.

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang tinggi kalium, sebanyak 40 responden (54,8%) mempunyai pengetahuan baik dan 33 responden (45,2%) mempunyai pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien hipertensi sudah mengetahui satu buah kentang, satu buah pisang, satu buah tomat, ½ gelas bayam, satu buah jeruk, satu buah apel, dan satu gelas susu skim (susu rendah lemak) sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi. Tetapi, dari empat pernyataan tentang tinggi kalium terdapat satu pernyataan yang kurang dapat dijawab dengan benar oleh responden yaitu pernyataan no.15. Pernyataan tersebut adalah kebutuhan kalium minimal orang dewasa untuk mencapai kesehatan yang optimum sekitar 2000 mg (2gr) per hari sesuai dengan Wirakusumah (2001). Pernyataan tersebut dijawab oleh mayoritas responden yaitu sebanyak 68 responden (93,2%) dengan tidak yang berarti bahwa responden tidak mengetahui kebutuhan kalium minimal orang dewasa. Hal tersebut diperkuat oleh hasil wawancara pada saat pengambilan data bahwa untuk memenuhi gizi kalium, responden hanya mengonsumsi sayuran dan buah-buahan tetapi tidak mengetahui takaran kebutuhan kalium untuk menunjang kesehatannya. Padahal di dalam tubuh, kalium yang tinggi berfungsi untuk memelihara keseimbangan garam (natrium) dan cairan serta membantu mengontrol tekanan darah (Wirakusumah, 2001).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang cukup kalsium, sebanyak 62 responden (84,9%) mempunyai pengetahuan baik dan 11 responden (15,1%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden telah mengetahui bahwa susu dan produk susu, sayuran berdaun hijau, ikan yang tulangnya bisa dimakan, makanan yang diperkaya kalsium sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi. Dari tiga pernyataan tentang cukup kalsium, terdapat satu pernyataan yang kurang dapat dijawab oleh responden yaitu pernyataan no.18. Pernyataan tersebut adalah belut, ikan mujair, dan bayam merah yang mengandung kalsium dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Pernyataan no.18 dijawab oleh 31 responden (42,5%) dengan ya dan 42 responden (57,5%) dengan tidak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden masih kurang mengetahui belut, ikan mujair, dan bayam merah yang mengandung kalsium dapat menurunkan tekanan darah tinggi atau tidak. Sesuai dengan penelitian di Amerika Serikat yang mendapatkan bahwa bahan makanan yang mengandung kalsium dapat menurunkan tekanan darah pada beberapa pasien, terutama pada dewasa muda, khususnya wanita (Braverman, 1996).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang cukup magnesium, sebanyak 41 responden (56,2%) mempunyai pengetahuan baik dan 32 responden (43,8%) mempunyai pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien hipertensi mengetahui sayuran berdaun hijau, padi-padian, daging tanpa lemak sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi. Tetapi untuk pernyataan no.20 yaitu kacang-kacangan, polong-polongan, gandum, jagung, dan tahu yang mengandung magnesium dapat meningkatkan tekanan darah, kurang dapat

dijawab dengan benar oleh responden. Pernyataan tersebut dijawab oleh 32 responden (43,8%) dengan ya dan 41 responden (56,2%) dengan tidak. Bahan makanan yang mengandung cukup magnesium dapat menurunkan dan menstabilkan tekanan darah. Hal tersebut diperkuat oleh meta-analisis dari 20 penelitian, 14 diantaranya tentang hipertensi dan melibatkan 1220 responden yang diberikan suplemen atau bahan makanan yang mengandung magnesium seperti kacang-kacangan, polong-polongan, gandum, jagung, dan tahu terjadi penurunan tekanan darah rata-rata 0,6/0,8 mmHg (Kaplan, 2006).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang tinggi serat, sebanyak 53 responden (72,6%) mempunyai pengetahuan baik dan 20 responden (27,4%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden telah mengetahui bahwa penderita hipertensi dianjurkan setiap hari mengonsumsi makanan tinggi serat, buah-buahan seperti jambu biji, belimbing, jambu bol, kedondong, anggur, markisa, papaya, jeruk, mangga, apel, dan pisang sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi. Dari enam pernyataan tentang tinggi serat terdapat satu pernyataan yang kurang dapat dijawab benar oleh responden yaitu pernyataan no.25. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa protein nabati seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, dan biji-bijian (havermout, beras merah, jagung) sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi dijawab ya oleh 29 responden (39,7%) dan tidak oleh 44 responden (60,3%). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa protein nabati menurut mayoritas responden tidak baik dikonsumsi pasien hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapatkan bahwa responden meyakini bahwa kacang-kacangan dapat

menyebabkan asam urat sehingga tidak baik untuk dikonsumsi pasien hipertensi karena dapat menambah penyakit yang diderita.

Pendapat responden tersebut berkebalikan dengan penelitian dari Alrasyid (2007) bahwa tingginya konsumsi makanan berbasis kacang-kacangan dan kedelai dengan kandungan isoflavon yang menggantikan pola makan yang relatif tinggi kandungan lemak jenuh dan kolesterol dapat menurunkan insidensi penyakit hipertensi, jantung, dan pembuluh darah. Tetapi pendapat responden yang menyatakan kacang-kacangan dapat menyebabkan asam urat memang benar sesuai dengan penelitian Mikesti (2005) bahwa ada pengaruh konsumsi kacang- kacangan tinggi terhadap kejadian kadar asam urat tinggi. Walaupun demikian, hal tersebut dapat disiasati dengan apabila pasien hipertensi sudah mempunyai gejala/tanda awal mengalami asam urat dapat menghindari makanan yang berkadar purin tinggi yang dapat mengendalikan asam urat seperti menghindari konsumsi kacang-kacangan (Majalah Kesehatan, 2011).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang rendah kolesterol dan lemak jenuh, sebanyak 42 responden (57,5%) mempunyai pengetahuan baik dan 31 responden (42,5%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden telah mengetahui bahwa makanan yang tinggi kolesterol seperti daging dengan lemak, jeroan, hati, kuning telur, kepiting, kerang, udang, cumi- cumi, mentega, dan margarin harus dikurangi dan dihindari pasien hipertensi. Dari lima pernyataan tentang rendah kolesterol dan lemak jenuh, terdapat satu pernyataan yang kurang dapat dijawab oleh responden yaitu pernyataan no.30. Pernyataan tersebut adalah lemak tak jenuh seperti minyak jagung, minyak

kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji bunga matahari, minyak bunga mawar dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah. Pernyataan no.30 dijawab oleh 45 responden (61,6%) dengan ya dan jawaban tidak oleh 28 responden (38,4%). Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terdapat beberapa responden yang masih belum mengetahui bahwa lemak tak jenuh dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah. Peneliti asal Division of Human Nutrition, Institute for Medical Research, Kuala Lumpur, Malaysia, menganjurkan untuk mengganti santapan yang mengandung lemak jenuh dengan lemak tak jenuh seperti minyak kelapa murni, minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji bunga matahari, dan minyak bunga mawar karena dapat meningkatkan total kolesterol tertinggi 17%, kolesterol HDL 21,4% dan penurunan perbandingan LDL/HDL 3,6%, sehingga dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Wiguna, 2008).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang cukup vitamin C dan E, sebanyak 59 responden (80,8%) mempunyai pengetahuan baik dan 14 responden (19,2%) mempunyai pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa responden telah mengetahui bahwa buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin C seperti mangga, jeruk, brokoli, sawi, dan jambu biji sangat baik dikonsumsi pasien hipertensi. Tetapi, responden masih kurang mengetahui sumber-sumber bahan makanan yang mengandung vitamin E yang dapat digunakan sebagai antioksidan dan mencegah tekanan darah tinggi. Mencegah hipertensi dan penyakit jantung koroner merupakan salah satu manfaat vitamin E karena dapat membatasi proses oksidasi lemak jenuh serta mencegah

terjadinya penggumpalan darah yang keduanya menjadi penyebab utama hipertensi dan penyakit jantung koroner. Hal ini berdasar penelitian di luar negeri yang melibatkan 90.000 perawat dengan kesimpulan bahwa asupan vitamin E dosis tinggi mempercepat proses pemulihan penyakit jantung koroner (Dokter Kulit, 2010).

Pada pengetahuan pasien hipertensi tentang rendah kafein dan alkohol, sebanyak 68 responden (93,2%) mempunyai pengetahuan baik dan 5 responden (6,8%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa responden telah mengetahui bahwa pasien hipertensi harus menghindari konsumsi kafein sebelum beraktivitas seperti olahraga atau pekerjaan fisik berat, mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah, minuman beralkohol seperti bir, anggur, wiski harus dihindari pasien hipertensi. Dari sembilan pernyataan tentang rendah kafein dan alkohol, terdapat dua pernyataan yang kurang dapat dijawab dengan benar oleh responden, yaitu pernyataan no.36 dan 41.

Pada pernyataan no.36 yang menyatakan bahwa penderita hipertensi boleh mengonsumsi lebih dari tiga atau empat cangkir teh sehari dijawab ya oleh 62 responden (84,9%) dan tidak oleh 11 responden (15,1%). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas responden menyatakan penderita hipertensi boleh mengkonsumsi lebih dari tiga atau empat cangkir teh sehari. Hal tersebut bertentangan karena teh mengandung kafein yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan darah, terutama dalam keadaan stress dan telah terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (Kaplan, 2006).

Pernyataan no.41 menyatakan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sekitar satu minuman per hari dapat menurunkan tekanan darah. Pernyataan tersebut dijawab tidak oleh seluruh responden (100%). Berdasarkan wawancara pada saat pengumpulan data didapatkan bahwa responden meyakini bahwa alkohol walaupun dikonsumsi dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut bertentangan dengan Kaplan (2006) yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah sedang yaitu sekitar satu minuman per hari, dapat menurunkan tekanan darah dan melindungi tubuh terhadap penyakit arteri koroner dan stroke.

Penelitian ini menggambarkan bahwa responden telah mengetahui bahwa pasien hipertensi harus mengkonsumsi rendah natrium, tinggi kalium, cukup kalsium, cukup magnesium, tinggi serat, rendah kolesterol dan lemak jenuh, cukup vitamin C dan E, serta rendah kafein dan alkohol.

Dokumen terkait