• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Pembahasan

Komposisi jenis fitoplankton di perairan Estuari Mayangan selama bulan Juni-Oktober 2011 didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (Diatom) sedangkan jumlah genus terendah adalah kelas Cynaophyceae. Kelas Bacillariophyceae merupakan kelas fitoplankton yang paling sering ditemukan di perairan. Nontji (2008) menyatakan bahwa Kelas Bacillariophyceae memiliki jenis yang lebih banyak dan beragam di perairan, diperkirakan terdapat 1.400-1.800 jenis di dunia dengan kelimpahan mencapai ribuan hingga jutaan individu per liter. Tingginya proporsi jenis Kelas Bacilariophyceae didukung oleh pernyataan Nybakken (1988) bahwa, jenis fitoplankton yang sering dijumpai di perairan dengan jumlah besar adalah fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom), selanjutnya kelas Dinoflagellata. Selain memiliki jumlah jenis yang tinggi, di perairan Estuari Mayangan kelas Bacillariophyceae juga memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan kelas fitoplankton lainnya. Bacillariophyceae merupakan kelompok yang memiliki kemampuan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan Dinoflagellata dan jenis lainnya (Sidabutar 1997) sehingga Bacillariophyceae memiliki proporsi kelimpahan yang lebih besar di perairan.

Di perairan muara Sungai Bengawan Solo, Syafarina (2002) menemukan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki jumlah jenis dan kelimpahan tertinggi, yaitu 19 genera dengan kelimpahan 942-3.636 ind/L. Penelitian yang dilakukan di Estuari Sungai Brantas juga menunjukkan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki jumlah jenis dan kelimpahan tertinggi, yaitu 20 genera dengan kelimpahan 1.369-1.216.015 sel/L (Daniel 2007). Thoha (2007) menemukan kelas Bacillariophyceae dengan frekuensi kejadian lebih dari 90% di ekosistem perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat. Struktur komunitas fitoplankton di Pantai Jepara juga didominasi oleh kelas Bacillariophyceae dengan kandungan klorofil-a dan betakaroten (Widyorini 2009).

Tingginya kelimpahan fitoplankton khususnya Bacillariophyceae di beberapa perairan diduga karena kadar nitrat dan amonia yang tinggi (Ornolfsdottir et al. 2004). Hal serupa juga ditemukan oleh Chen & Chen (2006) bahwa nitrat menjadi faktor pembatas kelimpahan fitoplankton. Semakin tinggi konsentrasi nitrat maka laju reproduksi fitoplankton juga tinggi. Selain itu, kelimpahan Bacillariophyceae

juga dipengaruhi oleh silika. Silika memiliki peran penting dalam metabolisme dan reproduksi pada kelas Bacillariophyceae. Pertumbuhan Bacillariophyceae akan terganggu jika kadar silika dalam air rendah walaupun nitrat dan ortofosfat tinggi (Jezequel 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2012) di Estuari Pearl menunjukkan hasil yang berbeda, kelimpahan fitoplankton didominasi oleh Cyanophyceae, sedangkan kelas Bacillariophyceae merupakan urutan kedua. Hal tersebut diduga karena tingginya konsentrasi nitrat dan ortofosfat sehingga status perairan menjadi eutrofik hingga hipereutrofik yang memungkinkan Cyanophyceae tumbuh lebih pesat.

Bila dilihat secara temporal, kelimpahan fitoplankton tertinggi di perairan Estuari Mayangan ditemukan pada bulan Oktober, dan didominasi oleh genus

Chaetoceros dari kelas Bacillariophyceae. Di Teluk Ambon, Sidabutar (1997)

mendapatkan genus Chaetoceros sebagai jenis yang paling dominan dengan presentasi sebesar 71% dari kelimpahan total. Berdasarkan penelitian mengenai komunitas Diatom di Pulau Pari oleh Thoha & Basukriadi (2001), genus

Chaetoceros memiliki kelimpahan tertinggi, yaitu 26.693 sel/L. Menurut Thoha &

Basukriadi (2001), sebaran Chaetoceros di suatu perairan dipengaruhi oleh sinar matahari dengan panjang gelombang 450-550 mm. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Osawa et al. (2005) di Laut Hitam, kelimpahan

Chaetoceros lebih dipengaruhi oleh kedalaman, kelimpahan tertinggi ditemukan

pada kedalaman 400 m dan berkurang pada kedalaman 1300 m dan 2090 m. Thoha

& Amri (2011) menunjukkan bahwa genus Thalasiotrix dan Chaetoceros dengan

presentase 26% dan 25% merupakan genus yang mendominasi hampir di semua stasiun pengamatan di Perairan Kalimantan Selatan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. (2012) menunjukkan bahwa spesies yang mendominasi perairan estuari Xiaoqing adalah Skeletonema costatum sebesar 11,3%. Hal tersebut karena Skeletonema costatum merupakan spesies yang lebih dipengaruhi faktor suhu dan salinitas selain nitrat dan ortofosfat.

Kelimpahan genus Chaetoceros yang mendominasi perairan Estuari Mayangan terutama pada bulan Oktober diduga karena bulan Oktober merupakan akhir musim kemarau. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh Kantor Irigasi Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat, bulan Oktober memiliki curah

hujan yang tinggi yaitu sebesar 63 mm (Lampiran 5). Curah hujan tersebut merupakan curah hujan tertinggi selama musim kemarau jika dibandingkan bulan sebelumnya yaitu bulan Juni, Juli, Agustus dan September dengan curah hujan masing-masing 29 mm, 5 mm, 0 mm, dan 0 mm. Curah hujan yang tinggi diduga mengakibatkan masuknya pasokan air tawar dari daratan sehingga mengubah kondisi perairan di Estuari Mayangan. Pasokan air tawar dari daratan dapat mengubah kisaran salinitas, suhu, dan kandungan nutrien di daerah estuari.

Chaetoceros, khususnya Chaetoceros gracilis memiliki toleransi salinitas

yang sangat lebar, yaitu 6-50 o/oo dan toleransi suhu dengan kisaran 37-50 oC (Isnansetyo & Kurniastuty 1995 in Akbar 2008). Berdasarkan hasil penelitian oleh Raghavan et al. (2008), jenis Chaetoceros calcitrans dapat tumbuh baik pada kisatan salinitas 20-25 o/oo, temperatur 20-25 oC, dengan kandungan CO2 yang mencukupi. Sutomo (2005) menyatakan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki daya adaptasi yang cepat terhadap lingkungan baru, terbukti dalam percobaan bahwa

Chaetoceros gracilis memiliki pertumbuhan yang paling cepat dibandingkan Tetraselmis sp. dan Chrolella sp. Kondisi Chaetoceros yang memiliki adaptasi

salinitas dan suhu yang tinggi menyebabkan Chaetoceros mampu tumbuh secara pesat terutama saat masuknya pasokan air tawar ke daerah estuari.

Indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Estuari Mayangan selama lima bulan pengamatan berkisar antara 0,74-2,57. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada bulan Juli dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada bulan Oktober. Menurut Gao & Song (2005) kestabilan komunitas terjadi jika tidak terdapat dominasi spesies tertentu. Jika terjadi tekanan pada lingkungan (pencemaran) maka akan menyebabkan kestabilan terganggu yang ditandai oleh penurunan jumlah spesies yang dapat bertahan pada lingkungan tersebut. Pada lingkungan yang tidak stabil ditandai dengan hidup satu hingga dua spesies saja.

Indeks keanekaragaman di perairan Estuari Mayangan memiliki kondisi yang serupa dengan perairan lain, yaitu di perairan kawasan tengah Indonesia yang berkisar antara 0,07-1,74 dan di perairan kawasan timur Indonesia yang berkisar antara 1,15-2,53 (Arinardi et al. 1996;1997 in Soedibjo 2006). Indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Estuari Mayangan juga serupa dengan di perairan Bandengan dan Pulau Panjang dengan nilai berturut-turut 1,70-2,45 dan

1,47-2,25 (Widyorini & Ruswahyuni 2008). Bila dibandingkan dengan penelitian Abida (2010) yang dilakukan di perairan muara Sungai Porong dengan indeks keanekaragaman berkisar 0,29-1,59, maka komunitas fitoplankton di perairan Estuari Mayangan tergolong lebih stabil. Berbeda halnya dengan keanekaragaman di perairan Estuari Sundarban, Bangladesh yang berkisar antara 1,66-3,49 (Aziz et al. 2012), maka perairan tersebut lebih stabil dibandingkan Estuari Mayangan.

Bila melihat Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi di perairan Estuari Mayangan, bulan Juni-September merupakan kondisi yang lebih baik dibandingkan bulan Oktober. Hal tersebut dikarenakan pada bulan Oktober kelimpahan genus Chaetoceros lebih tinggi dibandingkan kelimpahan genus lainnya. Secara umum perairan Estuari Mayangan memiliki komposisi jenis yang cukup seimbang. Berdasarkan indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi yang cukup baik, maka perairan Estuari Mayangan merupakan lokasi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan fitoplankton.

Hasil pengelompokan berdasarkan kualitas air menunjukkan bahwa kondisi kualitas air di Estuari Mayangan tidak berbeda secara temporal, sedangkan pengelompokan berdasarkan kelimpahan fitoplankton diperoleh dua kelompok, yaitu kelompok I (Juni-September) dan kelompok II (Oktober). Abida (2010) menyatakan bahwa perbedaan nilai kelimpahan fitoplankton dapat disebabkan oleh ketersediaan nutrien, keberadaan cahaya di kolom perairan, dan grazing oleh organisme lain. Bulan Oktober merupakan akhir musim kemarau saat curah hujan kembali meningkat. Diduga saat bulan Oktober terjadi penggelontoran air dari daratan yang mengubah kondisi perairan antara lain perubahan rentang salinitas, suhu, dan nutrien. Selain itu, perubahan produksi fitoplankton tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi faktor fisik saja, pengaruh yang besar juga diberikan oleh herbivora yang biasanya didominasi oleh kopepoda (Nontji 1988). Daerah estuari khususnya daerah mangrove merupakan tempat asuhan dan tempat bagi ikan-ikan kecil untuk berlindung serta mencari makanan (Odum 1994).

Analisis pengaruh parameter kualitas air menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan bulan Juni-September khususnya untuk kelas Bacillariophyceae dipengaruhi oleh pH, silika, DIN, dan ortofosfat. Parameter pH dan DIN menunjukkan pengaruh yang positif, sedangkan silika dan Ortofosfat

menunjukkan pengaruh negatif. Pada bulan Oktober parameter yang memberikan pengaruh positif terhadap kelimpahan kelas Bacillariophyceae, dan Cyanophyceae yaitu kecerahan. Kecerahan perairan akan memberikan dampak positif terhadap kehidupan fitoplankton karena berkaitan dengan proses fotosintesis (Effendi 2003). Kelas Chrysophyceae memiliki hubungan negatif dengan DIN. Kelas Dinophyceae memiliki hubungan positif dengan parameter ortofosfat namun memiliki hubungan negatif dengan parameter silika. Tambaru et al. (2008) menyatakan bahwa jika konsentrasi nutrien mencukupi maka komunitas fitoplankton akan melimpah, sebaliknya jika konsentrasi nutrien rendah maka kelimpahan komunitas fitoplankton akan rendah. Laju pertumbuhan fitoplankton akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi fosfat (Izgoren-Sunlu & Buyukisik 2006). Namun, menurut Rodrıguez

et al. (2009), kandungan fosfat pada batas tertentu juga dapat menghambat

pertumbuhan Dinophyceae, salah satunya jenis Protoceratium reticulatum.

Pada pengamatan di perairan Estuari Mayangan, diketahui terdapat hubungan negatif antara kelimpahan fitoplankton dengan nutrien. Hal tersebut terjadi pada kelas Bacillariophyceae dengan silika dan ortofosfat, serta kelas Chrysophyceae dengan DIN. Hal tersebut terjadi karena adanya penggunaan zat hara oleh fitoplankton dalam jumlah yang cukup besar (Soedibjo 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton memiliki korelasi negatif dengan konsentrasi nutrien (nitrat, nitrit, amonia, dan fosfat) dikarenakan pemanfaatan nutrien secara optimal oleh fitoplankton.

Kondisi kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan secara umum cukup baik untuk mendukung kehidupan organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bogarestu (2012) mengenai kebiasaaan makanan ikan kuro (Eleutherinema tetradactulum) di perairan Estuari Mayangan, bahwa kelimpahan makanan ikan tersebut, yaitu crustacea ditemukan cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) di perairan Estuari Mayangan juga menunjukkan bahwa kelimpahan crustacea sebagai makanan ikan bilis (Thryssa hamiltonii) cukup tinggi. Crustacea dan hewan herbivor lainnya memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber makanan (Nybakken 1988). Keberadaan fitoplankton di perairan memiliki peran yang penting sebagai urutan pertama dalam rantai makanan.

Dokumen terkait